• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak

Tanaman kelapa termasuk dalam famili Palmae dan membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Kelapa dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim sehingga penyebarannya cukup luas. Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di bawah 500 m diatas permukaan laut dan di daerah tertentu masih dijumpai pada ketinggian 900 m dpl (Davis, 1986).

Buah kelapa (Cocos nucifera Lin) selain sebagai sumber karbohidrat juga sebagai sumber lemak, protein, kalori, vitamin dan mineral. Nutrisi karbohidrat yang terkandung dalam daging kelapa sebesar 10-14 g/100g berat basah (Thieme, 1968). Buah kelapa juga mengandung serat kasar 30, 58% (Rindengan et al., 1997). Analisis ampas kelapa kering mengandung 13% selulosa dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh (Balasubbramaniam, 1976). Ampas kelapa didapatkan dari parutan daging kelapa ditambah air diperas hingga keluar santannya. Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan diperoleh hasil samping ampas kelapa. Komposisi dari buah kelapa seperti yang tertera pada gambar 1.

Gambar 1. Komposisi Buah Kelapa

Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan cara menghaluskan daging ampas kelapa (Yulvianti et al., 2015) seperti yang tertera pada gambar 2. Balasubbramaniam (1976), melaporkan bahwa analisis ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas: 61% galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa mengandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al., (1997) pada tepung ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah sebagai berikut: kadar air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%, serat kasar 30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%.

Hasil analisa yang dilakukan oleh Miskiyah et al., (2006), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein ampas kelapa setelah fermentasi dari 11,35% menjadi 26,09% atau sebesar 130% dan penurunan kadar lemak sebesar 11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat masing-masing dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82%.

Gambar 2. Tepung ampas kelapa yang berasal dari penggilingan ampas kelapa

Sumber :

Daging buah

Ampas kelapa Santan kelapa

Karakteristik Ternak Kelinci

Di Indonesia ternak kelinci mempunyai kemampuan kompetitif untuk bersaing dengan sumber daging lain dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging yang perlu dipertimbangkan pada masa yang akan datang, daging kelinci merupakan salah satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi oleh berbagai kelas lapisan masyarakat. Bahkan dibandingkan dengan kondisi daging ayam dilihat dari segi aroma, warna daging dan dalam berbagai bentuk masakan tidak ditemukan perbedaan yang nyata (Dwiyanto et al., 1996).

Kelinci (Oryctolatuscuniculus) merupakan hewan herbivora non ruminansia yang dapat merubah hijauan menjadi bahan pangan secara efisien, hal ini dapat dilihat dari konsumsi hijauan yang berprotein rendah atau bahan yang tidak dimanfaatkan oleh manusia (sebagai bahan makanan) diubah menjadi protein hewani yang berprotein tinggi ( Lebas et al., 1986).

Menurut Farrel dan Raharjo (1984) kelinci mempunyai potensi besar sebagai penghasil daging. Secara teori seekor induk dengan bobot tiga sampai empat kilogram dapat menghasilkan delapan puluh kilogram karkas pertahun.

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar 20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22% seperti yang tertera dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci 20,8 10,2 67,9 7,3 Ayam 20,0 11,0 76,6 7,5 Anak sapi 18,8 14,0 66,0 8,4 Kalkun 20,1 28,0 58,3 10,9 Sapi 16,3 22,0 55,0 13,3 Domba 15,7 27,7 55,8 13,1 Babi 11,9 40,0 42,0 18,9 Sumber : Sarwono (2007)

Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis Rex pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919. Jenis Rex ini kemudian diketahui sebagai hasil dari mutasi gen. mutasi gen ini menyebabkan bulu sebelah dalam sama panjang dengan bulu luarnya, sehingga bulunya lebih padat dan panjangnya seragam (Sandford, 1980). Cheeke et al. (1987) menambahkan bahwa bulu kelinci Rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok untuk dijadikan fur (kulit bulu) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Kelinci Rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal untuk kelinci Rex jantan adalah 3.6 kg, sedangkan untuk betina adalah 4.08 kg (Arba, 1996). Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik (exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo,1994).

Gambar 3. Kelinci Rex

Daging

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih yang belum mengalami pengawetan atau pengolahan kecuali kulit, kuku, bulu, dan tanduk (Ressang, 1982). Menurut Soeparno (1992) daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), sera keadaan stres.

Daging merupakan produk utama pemeliharaan ternak potong. Ketersediaan pakan baik kuantitas maupun kualitas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging, sedangkan faktor penting lainnya adalah bibit dan manajemen pemeliharaan. Pakan ternak potong sangat beragam dapat berupa hijauan segar, biji-bijian, maupun limbah pertanian/limbah industri pertanian dapat mempengaruhi kualitas daging. Menurut Kandeepan et al., (2009)

kualitas pakan dapat mempengaruhi kualitas daging, yaitu dapat mempengaruhi

dressing yield, perbandingan daging tulang, perbandingan protein lemak,

komposisi asam lemak, nilai kalori, warna, fisiko-kimia, masa simpan dan sifat sensori.

Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, subtansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1998).

Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Sementara menurut Astawan (2004), daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada didalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi didaging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot, yang disebut lemak marbling.

Kualitas Daging

Faktor kondisi ternak pada saat pemotongan dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia daging yang dihasilkan. Bobot karkas adalah salah satu refleksi kondisi ternak. Bobot karkas dipengaruhi oleh interaksi antar bangsa dan pakan yang menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan energi, protein dan mungkin mineral pakan secara relatif berbeda di antara bangsa dan perlakuan pakan, tetapi tidak selalu direfleksikan terhadap perbedaan komposisi kimia daging (Soeparno, 1992). Komposisi kimia dalam daging yang berhubungan erat dengan nilai gizi adalah kadar air, mineral, protein, lemak dan vitamin. Berikut adalah komposisi kimia daging dari berbagai jenis ternak berdasarkan bahan segar seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Komposisi kandungan nutrisi daging dari berbagai jenis ternak

Sumber : State 4-H Rabbit Programming Committee (1992)

Nilai pH Daging

Perubahan pH sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle et al., 1987). Otot yang mengalami penurunan pH sangat cepat akan menjadi pucat,daya ikat daging protein terhadap cairannya menjadi rendah dan permukaannya tampak sangat

Daging Protein (%) Lemak (%) Kadar air (%) Kandungan Energi (MJ/Kg) Kelinci 20,80 10,20 67,90 7,30 Ayam 20,00 11,00 67,60 7,50 Kalkun 20,10 22,00 58,30 11,90 Sapi 16,30 28,00 55,00 13,30 Domba 15,70 27,70 55,80 13,10 Babi 11,90 45,00 42,00 18,90

basah. Disisi lain, otot yang mempunyuai pH tinggi selama proses konversi otot menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya dan sangat kering di permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001).

Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya adalah 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obat- obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi gliokolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi pH daging.

Penurunan pH karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi akan meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH. Pengaruh termperatur terhadap perubahan pH postmotem ini adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem (Soeparno, 1992). Peningkatan pH akan menyebabkan meningkatnya daya ikat air daging dan lapisan permukaan daging akan semakin kering, sehingga kualitas daging akan semakin menurun. Ternak yang mengalami cukup masa istirahat sesaat sebelum dipotong memiliki cadangan glikogen dalam otot yang cukup tinggi (Lawrie, 2003). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi didalam otot akan diubah melalui proses glikolisis menjadi asam laktat. Tingginya asam laktat yang terbentuk akan membuat pH daging menjadi rendah.

Susut Masak Daging

Susut Masak Daging ialah perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan

fungsi dari temperatur dan lama dari pemasakan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging. Susut masak dapat meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek. Pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak.

Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak pada umur ternak yang sama. Bobot potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga mempengaruhi besarnya susut masak (Soeparno, 1992).

Nilai Tekstur Daging

Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen dan rupanya dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003). Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan jaringan silangnya, daya ikat air oleh protein daging serta juiceness daging (Soeparno, 1992). Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal kedalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagian- bagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah (Lawrie, 2003).

Kealotan daging juga dipengaruhi oleh kandungan protein kolagen dalam daging. Kolagen adalah protein utama jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir di semua komponen tubuh. Kolagen jaringan ikat mempunyai peranan yang penting terhadap kualitas daging terutama terhadap kealotan daging. Kadar kolagen daging berbeda diantara jenis daging, umur dan diantara daging pada karkas yang sama. Kadar kolagen daging dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Kadar lemak yang relatif tinggi akan melarutkan atau menurunkan kandungan kolagen (Soeparno, 1992).

Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yang didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa menghilangkan sifat-sifat jaringan yang layak. Salah satu faktor penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging (Reny, 2009).

Aberle et al., (1981) menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah pemotongan dan ternak – ternak yang digemukkan di dalam kandang akan menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan ternak yang digembalakan.

Bouton et al., (1978) menyatakan bahwa umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua namun mendapatkan ransum dengan nutrisi dan penanganan yang baik dapat menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan daging yang

dihasilkan dari ternak muda namun mendapatkan nutrisi ransum dan penanganan yang kurang baik. Otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika mendapatkan nutrisi dan penanganan yang baik. Otot yang baik mempunyai jumlah kolagen per satuan luas otot yang lebih kecil dibandingkan dengan otot dari ternak yang mendapat nutrisi dan penanganan yang kurang baik, dengan demikian daging yang dihasikan akan lebih empuk.

Kadar Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang mempunyai peranan lebih penting dalam pertumbuhan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Struktur protein selain mengandung unsur N, C, H, O juga mengandung S, P, Fe, dan Cu yang membentuk senyawa kompleks Sudarmadji et al., (2007). Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal dari makanan atau tidak dapat dibentuk di dalam tubuh. Kelengkapan komposisi asam amino esensial merupakan parameter penting penciri kualitas protein.

Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam – asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-CHHOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil (Fardiaz, 1992).

Protein bahan makanan dalam analisi proksimat ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini menganut asumsi bahwa semua

nitrogen bahan makanan berasal dari protein dan semua protein bahan makanan mengandung N sebesar 16%. Protein bahan makanan ditentukan dengan menganalisis kandungan nitrogennya. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 6.25 yaitu faktor kelipatan N yang diperoleh dari 100/16 (Ensminger et al., 1990). Komposisi protein dalam tubuh tidak banyak dipengaruhi oleh usia maupun kondisi tubuh, dalam hal ini bobot hidupnya.

Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino tersebut secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna suatu protein, dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi, 2003).Komposisi kimia daging tergantung spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan. Komposisi kimia daging sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Meningkatnya kandungan lemak daging dan kandungan air menyebabkan kandungan protein akan menurun (Soeparno, 1998).

Kadar Air

Air merupakan unsur penting dalam bahan makanan. Air dalam bahan makanan sangat diperlukan untuk kelansungan biokimia organisme hidup, hal itu antara lain disebabkan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan citarasa makanan, serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan mikrobia

Air adalah zat yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen dengan rumus molekul H2O (Fardiaz, 1992). Ensminger et al., (1990) menyatakan bahwa kadar air tubuh erat hubungannya dengan usia. Kadar air

tubuh berkurang dengan kegiatan metabolisme. Hewan yang muda akan lebih mampu menggunakan zat – zat makanan yang diperolehnya untuk membangun tubuhnya sedangkan hewan yang lebih tua, akan menimbun kelebihan energi yang diperolehnya untuk menjadi lemak tubuh. Menurut Soeparno (2009) kadar air daging dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh. Kadar air yang tinggi disebabkan umur ternak yang muda, karena pembentukan protein dan lemak daging belum sempurna.

Kadar Lemak

Lemak termasuk di dalam kelompok ester yang terbentuk dari reaksi alkohol dalam asam organik. Komponen pembentuk lemak pada umumnya terdiri dari satumolekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak, dikenal sebagai trigliserida (Fardiaz, 1992). Lemak yang dimaksud sebagai lemak daging adalah lemak intramuskuler yang umumnya terdiri dari lemak sejati dan mengandung fosfolipid dari fraksi –fraksi yang tidak tersabun, seperti kolesterol (Lawrie, 2003).

Soeparno (1992) menyatakan bahwa kadar lemak mempunyai hubungan yang negatif dengan kadar air. Jika kadar lemak tubuh meningkat yaitu bertambah bobot hidupnya maka kadar airnya akan berkurang, dengan demikian pertambahan usia akan meningkatkan kadar lemaknya. De Blass et al., (1977) melakukan penelitian dengan menggunakan kelinci betina Spanish Giant yang dipotong pada umur tiga, empat dan lima bulan, menunjukkan hasil bahwa kadar lemak akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur potong, masing- masing sebesar 34.1%, 37.85% dan 43.97% dari bobot lemak awalnya.

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pakan yang diberikan hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi perananya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi yang lengkap

seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1994).

Pakan kelinci pada umumnya berupa umbi-umbian dan sayur-mayur serta tumbuhan lain. Kelinci merupakan hewan herbivora yang rakus. Hewan yang satu ini tidak mengenal kata kenyang. Pasalnya, setiap makanan yang diberikan seperti sayuran, rumput, umbi, biji-bijian, dan pelet pasti segera dilahapnya. Meskipun demikian, tetap harus memberi makanan kelinci secara teratur sesuai pola pemberian pakan. Pakan yang diberikan pun harus dipilih dan diperhitungkan agar kelinci tidak mengalami gangguan pencernaan (Priyatna, 2011).

Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan konsentrat. Pada peternakan kelinci intensif hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga yang memberikan 60% konsentrat dan sisanya hijauan (Sarwono, 2007).

Pakan hijauan atau jerami yang berkualitas baik hendaknya selalu diberikan bersama konsentrat. Mengubah ransum kelinci hendaknya dilakukan secara bertahap selama 7 sampai 10 hari. Untuk melakukan hal tersebut, campurkanlah sedikit pakan yang baru pada pakan yang lama. Pakan lama itu sedikit demi sedikit dikurangi dan diganti yang baru sampai akhirnya seluruh pakannya adalah pakan baru setelah 7-10 hari (Blakely and Bade, 1998).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci

Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai berikut: air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7-0,9%) seperti yang tertera pada Tabel 4 di bawah ini. Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% dan sisanya menggunakan hijauan sebesar 40% (Masanto dan Agus, 2010).

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi kelinci.

Nutrient Kebutuhan Nutrisi kelinci

Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi Digestible Energy (kcal/kg) 2500 2100 2500 2500 TDN 65 55 58 70 Serat kasar (%) 10-12 14 10-12 10-12 Protein Kasar (%) 16 12 15 17 Lemak (%) 2 2 2 2 Ca (%) 0,45 - 0,40 0,75 P (%) 0,55 - - 0,5 Metiomin+ Cytine 0,6 - - 0,6 Lysin 0,65 - - 0,75 Sumber: NRC(1977)

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukanberdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan dan bobot badan kelinci.

Sistem Pencernaan Kelinci

Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar seperti yang terlihat pada gambar 4, memungkinkan kelinci untuk memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan,

rumput, dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri disaluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi terjadi di caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasistas saluran pencernaannya, Sarwono (2007). Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.

Tidak seperti halnya hewan mamalia yang lain, kelinci mempunyai kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan. Sifat ini disebut coprophagy. Keadaan ini sangat umum terjadi pada kelinci dan hal ini terjadi berdasar pada konstruksi saluran pencernaannya. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Feses yang berwarna hijau muda dan konsistensi lembek itu dimakan lagi oleh kelinci. Feses yang dikeluarkan pada siang hari dan telah berwarna coklat serta mengeras, tidak dimakan. Hal ini memungkinkan kelinci itu memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi yang berguna. Jadi sifat coprophagy sebenarnya memang menguntungkan bagi proses pencernaan (Blakely and bade, 1998).

Sekitar umur tiga minggu kelinci mulai mencerna kembali kotoran lunaknya, langsung dari anus (proses ini disebut caecotrophy) tanpa pengunyahan. Kotoran lunak itu terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mokus. Walaupun memiliki caecum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organic dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kelinci dalam mengonsumsi hijauan

daun mungkin hanya 10%. Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak makin bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu (Sarwono, 2007).

Dokumen terkait