• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Ayam Kampung

Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutanmerah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi,maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungansekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkandengan ayam ras (Sarwono, 1991).

Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan dan lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Rasyaf, 1998).

Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae, Genus:

Gallus-gallus, Spesies: Gallus-gallus domesticus (Sarwono, 1996).

Penyebaran ayam kampung di Indonesia sangat luas, ayam kampung dapat dijumpai diperkotaan maupun pedesaan. Ayam kampung memiliki potensi yang baik untukdikembangkan terutama untuk meningkatkan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan proteinhewani yang berasal dari ayam kampung semakin lama semakin meningkat di pasaran. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2001-2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005-2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton (Aman, 2011).

Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung

Beberapa hasil penelitian menggambarkan bahwa kebutuhan zat-zat nutrisi untuk ayam kampung lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras pedaging maupun ras petelur (Sarwono, 2005).

Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam kampung[

Nutrient Umur (Minggu)

0-12 12-22 22 keatas Energi (%) 2600 2400 2400-2600 Protein (%) 17-20 14 14 Kalsium (%) 0,9 1,00 3,4 Phospor (%) 0,45 0,45 0,34 Methionin (%) 0,37 0,21 0,22-0,30 Lisin(%) 0,87 0,45 0,68

Sumber : Nawawi dan Norrohmah (2002)

Biji Durian

Durian (Durio zibethinus murr) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih. Produksi durian di Indonesia cukup melimpah. Data Biro Pusat Statistik (2004), menunjukkan bahwa produksi durian meningkat setiap tahun. Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah bagian salut buah atau dagingnya. Persentase berat bagian ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan secara maksimal (Wahyono, 2009).

Seiring dengan meningkatnya luas daerah panen durian yaitu dari 24.031 ha pada tahun 1999 menjadi 53.770 ha pada tahun 2003, maka terjadi peningkatan produksi durian di Indonesia dari 194.359 ton pada tahun 1999 menjadi 741.841 ton pada tahun 2002 (Wahyono, 2009).

Tabel 2. Produksi durian perkabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara 2001 No Kabupaten/ kota Produksi Durian (ton)

1 Medan 205 2 Langkat 1.945 3 Deli Serdang 27.134 4 Simalungun 6.389 5 Tanah Karo 327 6 Asahan 2.199 7 Labuhan Batu 3.454 8 Tapanuli Utara 7.130 9 Tapanuli Tengah 3.671 10 Tapanuli Selatan 3.102 11 Nias 1.676 12 Dairi 1.151 13 Tebing Tinggi 36 14 Pematang Siantar 17 15 Tobasa 2.532 16 Madina 5.085 Jumlah 66.098

Sumber: Dinas Pertanian Prov. Sumatera Utara (2001)

Secara fisik, biji durian berwarna putih kekuning-kuningan berbentuk bulat telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Biji durian yang masak mengandung karbohidrat 67,4%, protein 6,43%, lemak 1,48%, kalsium 0,92%, fosfor 0,89% dan serat kasar 6,15% (Manik, 1997).

Tepung Jagung

Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi yang utama dalam penyusunan ransum ayam kampung. Dalam susunan ransum ayam kampung, para ahli nutrisi ternak menyarankan agar jagung digunakan dengan kisaran 40-45 % (Nawawi dan Nurrohmah, 2002). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung jagung

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 8,3a

Serat Kasar (%) 2,2b

Lemak Kasar (%) 3,9a

Energi Metabolis (kkal/kg) 3420a

Kalsium (%) 0,28a

Sumber : a. NRC (1998) b. Hartadi et al. (1997)

Kualitas Daging

Daging segar merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menyebutkan produk yang telah mengalami perubahan kimia dan fisika setelah hewan tersebut disembelih dan hanya mengalami pengolahan minimal saja misalnya pembekuan (Soeparno, 2005). Sifat fisik daging sangat penting untuk ditampilkan kepada pembeli atau konsumen, ataupun untuk kesesuaian pengolahan lebih lanjut.Hal yang paling penting ialah daya mengikat air, warna, tekstur dan kealotan (Aberle et al., 2001) serta kualitas kimia dari daging tersebut.Kualitas daging akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati, 2004).

Kadar Protein Daging

Menurut Aberle et al, (2001) dan Soeparno (1994) kandungan protein daging ayam berkisar antara 16 % sampai 22 %. Pakan yang dikonsumsi ternak akan mempengaruhi sifat kimia daging yang dihasilkan. Peningkatan protein dalam pakan dapat meningkatkan kandungan air, protein, dan abu tubuh, serta menurunkan lemak tubuh (Soeparno, 1992). Kimia daging dari ternak sangat bervariasi tergantung dari umur, bangsa, spesies, stress, pakan dan jenis kelamin (Lawrie, 1995).

Pengujian kadar protein menurut Sudarmadji et al. (2007) dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode ini terdiri atas tiga tahapan yaitu: 1). Tahap destruksi, 2). Tahap destilasi, 3). Tahap titrasi.

Nilai pH Daging

Nilai pH merupakan singkatan dari pondus hydrogenii, yang artinya potensial hidrogen, yaitu kekuatan hidrogen sebagai penentu asam karena predominan ion-ion hidrogen (H+). Perubahan nilai pH sangat penting untuk diperhatikan dalam perubahan daging postmortem. Nilai pH dapat menunjukan penyimpangan kualitas

daging, karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya mengikat air, dan masa simpan (Lukman et al., 2007). Konsentrasi glikogen otot pada saat pemotongan merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas daging. Glikogen adalah substrat metabolik dalam glikolisis postmortem yang menghasilkan asam laktat, yang akan menurunkan pH otot (Lawrie, 2003).

Daging diukur dengan menggunakan pH-meter stick yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7. Stick ditusukan ke dalam daging, kemudian nilai pH daging akan tertera pada layar pH-meter (AOAC, 1980).

Susut Masak Daging

Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging

(Soeparno, 2005).Besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, umur daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air (Shanks et al., 2002).

Lawrie (2003) menyatakan bahwa daging yang mempunyai susut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada susut masak yang lebih besar karena kehilangan nutrisi selama pemasakan. Susut masak merupakan perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak adalah cairan daging yang hilang akibat pemasakan. Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).

Daging ditimbang sekitar 100 gram. Termometer bimetal ditancapkan pada bagian tengah daging. Daging direbus dalam air mendidih hingga mencapai suhuinternal 81oC, daging tersebut kemudian ditiriskan hingga beratnya konstan. Susut masak dapat dihitung sebagai persentase selisih berat sebelum pemasakan dan setelah pemasakan terhadap berat sebelum pemasakan (AOAC, 1980).

Keempukan Daging

Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu kualitas dari daging segar. Komponen utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat, dan lemak yang berhubungan dengan otot. Bertambahnya umur ternak akan mengurangi tingkat keempukan dari daging karena ikatan silang intra dan

intermolekuler antara polipeptida kolagen meningkat. Pertumbuhan yang cepat dapat mengurangi ikatan silang sehingga meningkatkan keempukan (Lawrie,

2003). Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta marbling (Aberle et al, 2001).

Kesan keempukan daging melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dikunyah. Ketiga, jumlah residu yang tertinggal setelahdikunyah (Soeparno, 2005). Perbedaan bangsa juga dapat menimbulkan perbedaan keempukan daging.

Pengujian keempukan dilakukan secara mekanik dengan uji daya putus

Warner-Bratzler. Prosedur kerjanya ialah daging ditimbang sekitar 100 g. Termometer bimetal ditancapkan pada bagian tengah daging. Daging direbus dalam air mendidih hingga suhunya mencapai suhu internal yaitu 81°C. Daging dibentuk dengan menggunakan corer berdiameter 1,27 cm. Daya putus diukur dengan menggunakan alat pemutus Warner-Bratzler. Sampel dikenai pisau pengiris pada alat secara melintang sampai putus. Daya putus ditentukan berdasarkan skala yang ditunjukkan alat dengan satuan kg/cm2. Semakin tinggi nilai daya putusnya maka daging semakin alot (AOAC, 1980).

Kadar Air Total Daging

Menurut Soeparno (1994), kandungan air daging antara lain dipengaruhi oleh umur ternak, semakin tua umur ternak maka kandungan airnya akan menurun, dengan kata lain semakin tua umur ternak maka kandungan air daging semakin rendah, bila persentase lemak dalam karkas broiler meningkat maka kandungan air tubuh berkurang.

Untuk memperoleh kadar air daging dilakukan langkah-langkah berikut : Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam cawan almunium yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-105oC selama 16-18 jam sampai diperoleh berat konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (AOAC, 1995).

Tilman (1989), berpendapat bahwa kadar air menurun dengan bertambahnya umur ternak, sebaiknya kadar lemak cenderung naik sampai stadium kedewasaan tercapai. Kadar air daging mencapai 75% dalam tubuh ternak. Pengangkutan yang kurang baik serta perlakuan yang kasar mempengaruhi kadar air dan glikogen. Kadar air daging yang tinggi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kualitas daging, dimana dapat mendukung perkembangan jamur dan mikroorganisme, sehingga daging yang berkualitas tinggi kadar airnya harus dalam batas yang normal (Anam, et al., 2003).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan produksi karkas ayam dalam rangka swasembada daging harus diikuti dengan peningkatan mutu dan keamanan pangan serta menjamin kehalalannya (Abubakar, 2008). Untuk menunjang program swasembada daging diperlukan usaha peningkatan produksi daging yang berkualitas tinggi dengan menganekaragamkan jenis ternak potong. Salah satu ternak yang perlu dipertimbangkan adalah ayam kampung, dimana memiliki produksi dan kualitas karkas yang cukup baik.

Pakan merupakan salah satu faktor penting karena sekitar 60 sampai 75% dari biaya produksi terserap ke dalam pakan. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Selama ini pakan yang diberikan pada ayam kampung menggunakan pakan ayam broiler. Salah satu yang paling banyak digunakan dari komposisi pakan tersebut adalah tepung jagung.Bahan pakan tersebut relatif mahal dan kualitasnya bagus. Oleh sebab itu, perlu dicari bahan pakan alternatif sebagai pengganti tepung jagung yang kualitasnya bagus, harganya murah, produksi melimpah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Salah satu pakan yang dapat dijadikan sebagai pakan ayam kampung adalah biji durian. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (2001) produksi durian di Sumatera Utara sebesar 66.098 ton/tahun. Dari produksi ini akan dihasilkan limbah biji durian sebanyak 6609,80 ton/tahun atau 550,82 ton/bulan. Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah bagian salut buah atau dagingnya. Persentase berat bagian ini termasuk rendah

yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan secara maksimal (Wahyono, 2009). Biji durian sebagai limbah ikutan dari buah durian merupakan bahan yang cukup potensial untuk dijadikan sumber pakan ternak. Kandungan nutrisi biji durian adalah karbohidrat 67,4%, protein 6,43%, lemak 1,48%, kalsium 0,92%, fosfor 0,89% dan serat kasar 6,15% (Manik, 1997).

Menyadari bahwa limbah biji durian masih mengandung komponen-komponen nutrisi yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak ayam kampung, oleh karena itu untuk menanggulangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah biji durian dan adanya kecenderungan harga pakan yang terus meningkat serta permintaan konsumen terhadap daging yang berkualitas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan tepung biji durian sebagai substitusi tepung jagung terhadap kualitas daging ayam kampung.

Tujuan Penelitian

Menguji pemberian tepung biji durian sebagai substitusi tepung jagung terhadap kualitas daging ayam kampung umur 12 minggu.

Hipotesis Penelitian

Pemberian tepung biji durian dapat menggantikan tepung jagung dalam meningkatkan kualitas daging ayam kampung yang meliputi kadar protein daging, nilai pH daging, kadar air total daging, nilai keempukan daging, dannilai susut masak daging ayam kampung umur12 minggu.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan akademis, peneliti dan masyarakat tentang pemanfaatan tepung biji durian sebagai substitusi tepung jagung terhadap kualitas daging ayam kampung.

ABSTRAK

LAMPOS DAUD MANALU, 2016.“Pemanfaatan Tepung Biji Durian (Durio

zibethinus Murr) sebagai Substitusi Tepung Jagung terhadap Kualitas Daging Ayam Kampung Umur 12 Minggu”.Dibimbing oleh SAYED UMAR dan HAMDAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian tepung biji durian sebagai substitusi tepung jagung terhadap kualitas daging ayam kampung umur 12 minggu. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Mei-Agustus 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan dengan berbagai level tepung biji duriandalam ransum terdiri dari P0 (0%); P1

(10%); P2 (20%) dan P3 (30%). Parameter yang diteliti adalah kadar protein daging, pH daging, kadar air total daging, keempukan daging, dan susut masak daging dan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kadar protein daging, pH daging, kadar air total daging , keempukan daging, dan susut masak daging. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung biji durian memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kualitas daging ayam kampung umur 12 minggu, dimana dapat digunakan sampai level 30% dan dapat menggantikan tepung jagung sebagai campuran ransum ayam kampung.

Kata kunci : Tepung Biji Durian, Tepung Jagung, Kualitas daging, Ayam

ABSTRACT

LAMPOS DAUD MANALU, 2016.The Utilization of Flour of Durian

Seed(Durio zibethinus Murr) with Subtitution Flour of Corn on Meat Quality of Ayam Kampung 12 Weeks. Under supervised by SAYED UMAR andHAMDAN .

The study aims to determine the effect of flour of durian seedwith subtitution flour of corn againts meat quality of Ayam Kampung 12 weeks. This research was conducted at the Laboratory of Biology Animal and Laboratory of Food Technology ScienceUniversity of North Sumatra from Mei to August 2015. This research used Completely Randomize Design (CDR) with 4 treatments and 5 replications.The treatments were level of flour of Durian seed on concentrate compose of P0 (0%); P1 (10%); P2 (20%) and P3 (30%). The variables were observed consist of Crude Protein of meat, pH Value test indicated, water-holding capacity, tenderness of meat, and decreased cooking loss and.

The result showed that the treatment had no significant effect (P>0,05) on Crude Protein of meat, pH Value test indicated, tenderness of meat, decreased cooking loss and water-holding capacity. The conclusion of this research that the utilization of flour of durian seed had no significant on meat quality of Ayam Kampung, whenever can be used until 30% and it can subtitution as the flour of corn a mixture concentrate of Ayam Kampung.

Keywords :Flour of Durian Seed, Flour of Corn, Quality of Meat, Ayam

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI DURIAN(Durio zibethinus Murr)

Dokumen terkait