• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan teori psikologi kognitif yang menyatakan bahwa peserta didik membangun dan memaknai pengetahuan berdasarkan hasil pengalamannya sendiri. Teori belajar konstruktivisme merupakan salah satu prinsip dari psikologi pendidikan yaitu pendidik tidak berperan secara aktif terhadap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri (Slavin, 2006: 243). Slavin (2006: 243) menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi tersebut menjadi miliknya.

Esensi dari teori konstruktivisme yaitu peserta didik harus aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Anni & Rifa’i (2012: 190) yang menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan di luar pengalamannya. Teori konstruktivisme sering dikaitkan dengan pendekatan pendidikan yang meningkatkan kegiatan belajar aktif. Menurut Ibrahim, R & Sukmadinata, N. S (2003: 27), Metode-metode yang banyak mengaktifkan siswa, di antaranya ialah metode discovery, inquiry, eksperimen, demonstrasi pemecahan masalah, keterampilan proses, penegasan dan diskusi.

12

Menurut Suparno sebagaimana dikutip Nurhidayati (2017: 11), teori konstruktivisme memiliki prinsip-prinsip dalam penerapannya yaitu:

1. pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, 2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, 3. mengajar adalah membantu siswa belajar,

4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, 5. kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan

6. guru adalah fasilitator.

Terdapat beberapa faktor untuk mendorong agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Anni & Rifa’i (2012: 190) teori konstruktivisme memiliki faktor yang mampu mendorong siswa terlibat aktif, faktor tersebut meliputi:

1. Lingkungan belajar lebih kondusif dan demokratis sehingga peserta didik dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar.

2. Peserta didik dapat mengembangkan kreativitas dan rasa ingin tahu serta mengungkapkan pendapatnya secara eksplisit dengan bahasanya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan belajar terpusat pada peserta didik sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah.

3. Pendidik mampu mendorong peserta didik melakukan kegiatan mandiri dan bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya.

13

Selain terdapat beberapa faktor yang mendorong siswa agar lebih aktif ternyata teori konstruktivisme memiliki beberapa kelemahan dalam kegiatan belajar diantaranya yaitu, kondisi lingkungan tiap sekolah tidak sama sehingga tidak dapat dipastikan peserta didik lebih aktif dalam kegiatan belajar, peserta didik yang pengetahuannya rendah akan cenderung pasif dalam kegiatan belajar. Hal ini karena kondisi tiap peserta didik berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

2.2 Discovery Learning

Discovery Learning merupakan suatu metode yang memungkinkan para siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar – mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari (Illahi, 2012: 33). Metode discovery learning merupakan metode yang dapat dipilih untuk pengajaran sains, mengingat dalam pengajaran sains diperlukan suatu bentuk kegiatan yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat menemukan suatu konsep melalui pengujian atau penemuan secara langsung (Fitri et al., 2015: 48).

Di dalam discovery learning tidak semua yang harus dipelajari dipresentasikan dalam bentuk yang final, beberapa bagian harus dicari, dan diidentifikasi oleh siswa sendiri (Slameto, 2003: 24). Dengan menggunakan pengalaman dan kenyataan hidup yang dialami siswa, mereka diajak untuk peka terhadap berbagai kejadian yang mereka saksikan atau alami secara langsung, yakni dengan cara mengenali, menganalisis, dan menemukan masalah dari kejadian-kejadian tersebut (Anam, 2015: 110).

14

Dalam peneletian ini discovery learning diartikan sebagai suatu metode yang mengajak siswa merumuskan sendiri masalah dari suatu fenomena dan menemukan suatu kesimpulan dari rumusan masalah tersebut melalui percobaan. Langkah-langkah dalam pembelajaran discovery learning seperti yang dinyatakan oleh Syah (2004: 244) adalah sebagai berikut:

1. Stimulation (stimulasi/pemberi rangsangan), pada tahap ini kegiatan dimulai dengan pemberian suatu masalah dengan menunjukkan suatu fenomena, mengajukan masalah, dan aktivitas lainnya yang mengarah pada ajakan untuk pemecahan masalah.

2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), pada tahap ini memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah dalam bentuk hipotesis sementara.

3. Data collection (pengumpulan data), siswa melakukan pengumpulan data untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis melalui percobaan. 4. Data processing (pengolahan data), siswa melakukan pengolahan data dan

informasi yang telah diperoleh.

5. Verification (verifikasi), pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

6. Generalization (kesimpulan), pada tahap ini melakukan penarikan kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip.

15

Illahi (2012: 70) menyatakan bahwa model pembelajaran discovery learning memiliki beberapa kelebihan yaitu dalam penyampaian digunakan kegiatan dan pengalaman langsung, lebih realistis dan mempunyai makna, merupakan model pemecahan masalah, siswa lebih mudah menerima dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran

Selain dari kelebihan tersebut, Illahi (2012: 72 ) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan discovery learning, yaitu:

1. berkaitan dengan waktu, pembelajaran menggunakan discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

2. bagi siswa yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas. Dalam belajar discovery learning, sering mereka menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat pelaksanaan prakonsepnya. Hal ini disebabkan usia mereka yang masih muda membutuhkan kematangan dalam berpikir rasional mengenai suatu konsep atau teori.

3. kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran discovery learning.

16

4. faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery learning menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek.

2.3 Pemahaman Konsep

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat (Sudijono, 2001: 50). Purwanto (2009: 44) menyatakan bahwa pemahaman merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep. Dalam hal ini pemahaman lebih diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memahami apa yang dikerjakan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan yang lainnya (Antu, 2010: 8)

Menurut Daryanto (2008: 106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

1. Menerjemahkan (translation)

Pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.

2. Menginterpretasi (interpretation)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, dalam hal ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami.

17

3. Mengekstrapolasi (extrapolation)

Mengekstrapolasi memeliki arti lebih dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip. Menurut Hamalik (2008: 162) konsep adalah suatu kelas atau kategori stimulus yang meliki ciri-ciri umum. Seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori maka ia telah belajar konsep (Nasution, 2009: 161). Belajar konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju (Hamalik, 2008: 165). Sehingga siswa tidak perlu belajar secara konstan untuk mempelajari suatu yang baru karena telah menguasai konsep. Pemahaman konsep dapat disimpulkan sebagai suatu kemampuan untuk mengetahui dan mengerti secara benar merumuskan prinsip dari teori. Dalam penelitian ini, untuk mengukur yang dimaksud pemahaman konsep adalah siswa mampu menjawab soal-soal yang telah dibuat berdasarkan taksonomi Anderson pada ranah kognitif.

(Darmawan & Sudjoko, 2017) menyatakan bahwa taksonomi Bloom dalam ranah kognitif mengalami proses revisi, enam klasifikasi yang tercakup dalam ranah kognitif ini meliputi:

18

Siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana, pada bagian ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.

2. Memahami

Siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan sederhana di antara fakta-fakta. Anderson dan Krathwohl (2010:105-114) menjelaskan siswa dikatakan memahami jika mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.

3. Mengaplikasikan

Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memilih suatu konsep untuk diterapkan dalam situasi baru secara benar.

19

4. Menganalisis

Siswa diharapkan akan mampu menganalisa informasi yang diterimanya dan membagi-bagi informasi tersebut ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola informasi tersebut atau korelasinya.

5. Mengevaluasi

Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki dengan memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memasikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

6. Mencipta

Siswa diminta untuk membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi satu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya.

2.4 Eksperimen Fisika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksperimen didefinisikan sebagai “percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori” dan fisika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menjelaskan tentang unsur-unsur dalam bumi serta fenomenanya. Fisika merupakan ilmu pengetahuan kuantitatif atau ilmu pengetahuan tentang

20

pengukuran, percobaan, dan hasil percobaan secara sistematis (Siregar. H, 2003: 3).

Hal ini berarti fisika merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud meliputi observasi, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, menarik kesimpulan dan menemukan teori atau konsep. Secara keseluruhan, eksperimen fisika adalah percobaan bersistem dan berencana yang dapat digunakan untuk menguji dan memverifikasi konsep yang sudah diperoleh secara teori melalui serangkaian proses ilmiah.

Menurut Djamarah & Zain. A (2006: 84) metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata.

Tujuan eksperimen menurut Putra (2013: 134) yaitu peserta didik mampu mengumpulkan fakta-fakta, informasi atau data-data yang diperoleh, melatih peserta didik dalam merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan percobaan, kemudian melatih peserta didik dalam menggunakan logika berpikir induktif guna menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan.

21

Dalam penerapannya kegiatan eksperimen memiliki keunggulan dan kekurangan. Menurut Putra (2013: 138) kegiatan eksperimen kerap kali digunakan dalam proses pembelajaran karena memiliki keunggulan anatara lain:

1. Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri bukan hanya menerima informasi dari guru atau buku.

2. Peserta didik memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen.

3. Peserta didik terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan.

4. Peserta didik dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah.

5. Peserta didik dapat memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektuf, ralitas, dan menghilangkan verbalisme.

6. Peserta didik lebih aktif berpikir dan berbuat, siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.

7. Memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan.

22

2.5 Perangkat Praktikum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perangkat didefinisikan sebagai “alat perlengkapan” dan praktikum didefinisikan sebagai “bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori”. Secara keseluruhan, perangkat praktikum adalah kelengkapan kegiatan praktikum yang bertujuan membantu peserta didik untuk dapat menguji dan membuktikan secara nyata apa yang diperoleh dalam teori. Perangkat praktikum terdiri dari modul dan alat praktikum.

2.5.1 Modul

Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar. Menurut Nasution (2009: 205), modul adalah suatu unit lengkap dan berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Karakteristik modul menurut Daryanto (2013: 9-10) mencakup: self instruction, self contained, berdiri sendiri (stand alone), adaptif, dan bersahabat (user friendly).

Menurut Prastowo (2013: 108-109) tujuan dari penyusunan modul yaitu agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Fidiana et al (2012) yang menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan modul dapat meningkatkan kemandirian siswa. Peran pendidik yang tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran, dapat digunakan untuk melatih kejujuran peserta didik.

23

Selanjtnya mampu mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik. Peserta didik yang kemampuan pemahamannya tinggi akan menyerap pengetahuan dari modul dalam waktu singkat.

Menurut Utomo & Ruijter (1991: 72) beberapa kelebihan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain :

1. motivasi belajar peserta didik sangat tinggi. Hal ini karena materi pembelajaran yang dibatasi dengan jelas sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik,

2. pendidik mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran,

3. peserta didik mencapai hasil belajar sesuai kemampuannya. Hal ini karena pembelajaran dibatasi dengan jelas sesuai tingkat pemahaman peserta didik,

4. beban belajar terbagi merata. Hal ini karena modul disusun sesuai dengan materi yang dipelajari.

Purwanto et al. (2007: 15) menyatakan bahwa pengembangan modul berbasis discovery learning disusun berdasarkan beberapa tahapan, antara lain:

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencaan ini sangat penting dalam pengembangan modul, agar modul yang telah dikembangkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada tahap ini, yang perlu

24

dilakukan adalah membuat Garis Besar Isi Modul (GBIM). Dalam penyusunan GBIM setidaknya mencakup komponen-komponen seperti, judul, pokok bahasan atau sub pokok bahasan, tujuan pembelajaran umum, butir-butir penilaian, dan kepustakaan.

2. Tahap Penulisan

Dalam tahap ini GBIM yang telah dibuat, ditulis dan dilengkapi, sehingga tersusun sebuah modul dengan tujuan tertentu.

3. Tahap Review Uji coba dan Revisi

Dalam tahap ini, modul yang telah dikembangkan di review oleh validator untuk diberikan kritik dan saran. Setelah itu, modul diujicobakan dalam skala kecil yang selanjutnya dievaluasi dan diperbaiki.

4. Tahap Finalisasi

Setelah modul direview dan direvisi maka langkah berikutnya adalah finalisasi dan percetakan untuk diterapkan dalam lapangan untuk pengambilan data.

2.5.2 Alat Praktikum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alat didefinisikan sebagai “benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu” dan praktikum didefinisikan sebagai “bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori”.

25

Secara keseluruhan, alat praktikum adalah benda yang digunakan untuk menguji dan memverifikasi konsep atau materi dalam keadaan nyata.

Alat praktikum yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Menurut Suprayitno (2011: 7), alat praktikum yang digunakan dalam pembelajaran harus memenuhi kriteria antara lain yaitu, mudah dalam merancang dan membuat, mudah dalam merakit sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus, mudah dioperasikan, dapat memperjelas konsep, dapat meningkatkan motivasi peserta didik, inovatif dan kreatif, bernilai pendidikan dan memiliki daya tahan alat yang baik.

2.6 Analisis Video

Analisis video sebagai metode untuk menganalisa gerak kamera digital dengan resolusi tinggi dan frame rate, telah cukup terjangkau konsumen dalam beberapa tahun terakhir. Perekaman dan pemrosesan video telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Namun hanya sedikit langkah yang diambil untuk menggunakan video dengan tujuan mengajarkan fisika, melalui analisis perangkat lunak (misalnya Tracker, Measure Dynamics atau VideoPoint). Jadi, analisis video adalah melakukan penyelidikan atau pengamatan berdasarkan sebuah rekaman berupa gambar hidup yang telah diabadikan.

Frame rate kamera misalnya 30 fps memberikan interval waktu konstan antara frame video berikutnya dan skala waktu diskrit. Jarak yang diukur dalam piksel dapat ditransformasikan dengan menggunakan skala yang ada dalam rekaman video ke jarak yang diukur dalam meter. Setelah mengatur asal dan orientasi

26

sistem koordinat, posisi (x, y) suatu objek dapat diukur terhadap waktu dengan mengklik titik tetap pada objek di setiap frame (Klien, P et al, 2015).

Kita dapat mengamati fenomena yang biasa terjadi pada lingkungan sekitar dengan menggunakan analisis video. Analisis video ini memiliki banyak kegunaan, salah satunya yaitu dalam dunia pendidikan. Menurut Laws, P. & Pfister, H. (1998: 283) keuntungan utama analisis video berbasis komputer mudah digunakan. Siswa dilatih menggunakan perangkat lunak analisis untuk membuat kerangka skala video dan menemukan titik-titik yang penting frame-by-frame, siswa diminta untuk membuat penilaian dan memahami proses analisis.

Menggunakan perangkat mobile sebagai alat untuk pengukuran dan analisis akan memungkinkan siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pemecahan masalah. Siswa terlibat dalam eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data eksperimen itu sendiri, dan memiliki kebebasan, yang dikatakan dapat mendorong motivasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan analisis video, pengukuran posisi yang dilakukan oleh perangkat lunak analisis video pada gambar video cenderung memiliki ketidakpastian relatif lebih rendah daripada jenis pengukuran lainnya yang dilakukan di laboratorium. Analisis video memungkinkan pengguna membandingkan hasil teoritis dengan data gerakan nyata dan untuk menganalisis berbagai jenis gerak dengan akurasi yang sulit dicapai sebaliknya (Laws, P. & Pfister, H. 1998).

Tracker adalah analisis video gratis dan tool pemodelan yang dibangun di framework Java Open Source Physics (OSP). Ini dirancang untuk digunakan dalam pendidikan fisika. Pemodelan video tracker adalah cara ampuh untuk

27

menggabungkan video dengan pemodelan komputer. Terdapat banyak fitur yang terdapat dalam tracker yaitu pelacakan, pemodelan, video, analisis data dan sumber perpustakaan digital.

2.7 Tinjauan Materi

Mempelajari gerak dalam ruang dua dimensi. Contoh gerak dua dimensi adalah gerak benda dalam bidang datar, atau gerak benda yang dilemparkan ke atas dengan sudut elevasi tertentu (tidak tegak ke atas), serta gerak percikan kembang api.

Kalau kita masuk ke persoalan gerak dalam dua dimensi, maka penggunaan satu koordinat saja untuk posisi menjadi tidak cukup. Posisi benda baru terdefinisi secara lengkap apabila kita menggunakan dua buah koordinat posisi. Di sini kita gunakan koordinat x dan y di mana dua sumbu koordinat tersebut saling tegak lurus. Seperli lazimnya digunakan, kita pilih sumbu x dalam arah

28

horizontal dan sumbu y dalam arah vertical (catatan: sebenarnya kita bebas memilih arah dua koordinat tersebut, asalkan tidak sejajar).

2.7.1 Gerak Proyektil

Salah satu gerak dua dimensi yang paling popular bagi kita adalah gerak peluru. Peluru yang ditembakkan dengan kecepatan awal membentuk sudut elevasi tertentu terhadap sumbu datar akan mengambil lintasan seperti pada Gambar 2.2

Gerak parabola dapat dianalisis dengan meninjau gerak lurus beraturan pada sumbu x dan gerak lurus berubah beraturan pada sumbu y secara terpisah.

Selama benda bergerak:

1. Benda mendapat percepatan gravitasi dalam arah vertikal ke bawah.

2. Tidak ada percepatan dalam arah horisontal.

3. Kecepatan awal benda membentuk sudut terhadap arah horizontal.

Gambar 2 (kiri) Lintasan benda yang ditembakkan dengan membentuk sudut elevasi tertentu, dan (kanan) komponen-komponen kecepatan benda selama bergerak

29

Dari sifat-sifat tersebut kita dapat menulis

... ( 1) Pada sumbu x berlaku persamaan gerak lurus beraturan.

Jika pada sumbu x, kecepatan awal adalah , kecepatan pada saat adalah , dan posisi adalah persamaannya sebagai berikut.

( 2) ( 3) Pada sumbu y berlaku persamaan umum gerak lurus berubah beraturan.

Jika pada sumbu y, kecepatan awal adalah , kecepatan pada saat adalah , percepatan (berarah ke bawah), dan posisi adalah persamaannya sebagai berikut.

( 4)

( 5) Kecepatan benda tiap saat, yaitu

... ( 6) ... ( 7) ... ( 8) Posisi benda tiap saat yaitu

( 9) (10)

( 11)

2.7.2 Ketinggian maksimum

Tampak dari persamaan 2.7 laju dalam arah vertikal yang mula-mula makin lama makin kecil, kemudian menjadi nol pada puncak lintasan lalu membalik arah ke bawah. Berapa ketinggian maksimum lintasan benda? Lihat Gambar 2.3 untuk penjelasan tentang ketinggian maksimum.

30

Pada puncak lintasan berlaku . Jika benda berada pada titik tertinggi lintasan terjadi saat , maka waktu yang diperlukan benda sejak ditembakkan sampai mencapai ketinggian maksimum adalah . Berdasarkan persamaan diperoleh waktu yang diperlukan untuk mencapai ketinggian maksimum adalah

( 12) Kita simbolkan ketinggian maksimum sebagai . Dengan menggunakan persamaan 2.10 dan 2.12 diperoleh ketinggian maksimum benda adalah

( 13) Gambar 3 Penjelasan ketinggian maksium

dan jangkauan maksimum peluru.

Gambar 4 Atlet lombat tinggi berusaha mencapai ketinggian maksimum yang paling besar

31

2.7.3 Jangkauan Maksimum

Misalkan peluru ditembakkan pada bidang datar. Jangkauan maksimum adalah jarak arah horizontal diukur dari tempat penembakan peluru ke tempat jatuhnya peluru (lihat Gambar 2.3 untuk lebih jelasnya). Untuk menentukan jangkauan maksimum, terlebih dahulu kita tentukan waktu yang diperlukan sampai peluru kembali ke tanah. Jika ketinggian posisi pelemparan dan posisi peluru jatuh kembali ke tanah sama maka peluru akan jatuh kembali setelah selang waktu

( 14) Selajutnya, dengan menggunakan persamaan 2.9 maka jangkauan maksimum peluru adalah

( 15) Pertanyaan selanjutnya adalah berapa sudut penembakan agar tercapai jangkauan maksimum di bidang datar? Jawabannya dapat diperoleh dari

persamaan 2.15. Dengan menggunakan hubungan dan

32

( 16)

Nilai maksimum R dicapai jika ruas kanan mencapai harga maksimum. Karena harga maksimum fungsi sinus adalah satu dan terjadi ketika sudut sama dengan

maka jangkauan maksimum tercapai jika , atau .. 2.8 Kerangka Berpikir

Dokumen terkait