PENGEMBANGAN MODUL EKSPERIMEN FISIKA BERBASIS
ANALISIS VIDEO PADA TOPIK MEKANIKA UNTUK SISWA SMA
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika
oleh
Ardiansyah Pratama 4201413093
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Coba dulu, kalau tidak dicoba tidak akan tahu hasilnya (Milly dan Mamet)
PERSEMBAHAN
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan Modul Eksperimen Fisika Berbasis Analisis Video Pada Topik Mekanika Untuk Siswa SMA. Banyak pihak terlibat yang selalu memberikan motivasi, semangat, petunjuk dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Sugianto M.Si, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si, selaku ketua jurusan Fisika FMIPA Universitas
Negeri Semarang.
4. Sugiyanto, S. Pd, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, adik dan keluarga yang selalu memberi motivasi, doa, dukungan dan semangat dengan tulus.
7. Siswa kelas X SMA Negeri 3 Demak yang telah berkenan untuk menjadi responden penelitian ini.
8. Teman-teman Kos Taman Langit, Kos Mbah Darmo, yang selalu mengisi waktu-waktu luang saya.
vii
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada kesempatan lain. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, September 2020
viii
ABSTRAK
Pratama, A. 2020. Pengembangan Modul Eksperimen Fisika Berbasis Analisis
Video Pada Topik Mekanika Untuk Siswa SMA, Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Sugiyanto, M. Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Eko Sunyoto, M. Si.
Kata kunci : Modul Eksperimen, Gerak Proyektil, Analisis Video
Kegiatan eksperimen selama ini masih banyak di lakukan secara konvensional dan belum menggunakan sarana prasarana pendukung dengan maksimal, mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran fisika. Pembelajaran fisika juga dapat memanfaatkan perkembangan teknologi, salah satunya dengan menggunakan metode eksperimen berbasis analisis video yang didukung dengan menggunakan software Tracker. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul eksperimen berbasis analsis video yang dapat digunakan untuk meningkatan pemahaman siswa. Metode penelitian ini yaitu Research and Development. Model pengembangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ADDIE ( Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). Tahap awal penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi awal untuk mengetahui kendala dan kondisi siswa, selanjutnya mengembangkan desain serta dilakukan pengujian sebelum di implementasi. Tahap akhir dilakukan evaluasi untuk mengetahui respon terhadap kelayakan modul eksperimen berbasis analisis video. Hasil uji kelayakan modul eksperimen berbasis analisis video pada topik mekanika oleh ahli mendapatkan penilaian dengan presentase skor pada aspek kelayakan isi sebesar 90,28%, aspek kelayakan penyajian grafis sebesar 89,81% dan aspek kebahasaan sebesar 93,75%, secara keseluruhan mendapatkan skor 91,28% dengan kriteria sangat layak. Penelitian ini juga menilai aspek kognitif siswa yaitu mengukur adanya peningkatan pemahaman siswa pada materi gerak proyektil, hasil penilaian aspek kognitif siswa menunjukan peningkatan sedang dengan skor 0,5 dengan kategori sedang. Hasil implementasi modul mendapatkan respon yang baik dengan mencakup tiga aspek yaitu aspek penggunaan, aspek pembelajaran dan pemahaman serta aspek penyajian. Secara keseluruhan respon yang diberikan siswa menunjukan kritera layak, dengan nilai sebesar 74, 39 %. Selanjutnya, modul ini diharapkan dapat menunjang pembelajaran fisika khususnya pada eksperimen fisika, serta dapat meningkatkan pemahaman siswa.
ix
ABSTRACT
Pratama, A. 2020. Development of a Video Analysis-Based Physics Experiment Module on the Topic of Mechanics for High School Students, Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. Main Advisor Sugiyanto, M. Si. and Associate Advisor Dr. Eko Sunyoto, M. Si.
Keywords: Experiment Module, Projectile Motion, Video Analysis
In recent years, experimental activites are still carried out using convensional ways and not used supporting infrastructure maximally. This condition makes students have difficulty to understanding physics. Physics learning can take the advantage of technological developments. One of the methods is experimental method using video analysis supported by software tracker. This study aims to develop an experimental module based on video analysis that can be used to improve student’s understanding. Using research and development (RnD) methods, we develop a model named Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation (ADDIE). The first step of this research is doing preliminary observations to find out the difficulties and observing the conditions of students. Furthermore, the next step is developing the design and testing the design before being applied to students. The final step is evaluation by getting the response to the feasibility of this module. The results of feasibility test from the experts are 90.28% based on aspect of the content, 89,81% based on graphic presentation, 93,75% based on the linguistic aspect and overall getting a score 91.28% with very feasible criteria. The results of student’s cognitive aspects are obtained from measuring the increasing of students understanding in projectile motion materials. This results showed improvement of students cognitive with score 0.5 which is in moderate category. The module implementation’s results showed a good response based on three aspects i.e aspect of use, aspect of learning and understanding, and aspect of presentation. Furthermore, the students responses for this module get the score of 74.39% which showed the proper criteria. In conclusions, this module can improve students understanding, and highly recommended for supporting physics learning, especially in physics experiments.
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Pembatasan Masalah ... 6 1.4 Tujuan Penelitian ... 6 1.5 Manfaat Penelitian ... 7 1.6 Penegasan Istilah ... 7 1.6.1 Eksperimen Fisika ... 7 1.6.2 Modul ... 7 1.6.3 Analisis Video ... 8 1.6.4 Mekanika ... 8
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Pembelajaran Konstruktivisme ... 11 2.2 Discovery Learning ... 13 2.3 Pemahaman Konsep ... 16 2.4 Eksperimen Fisika ... 19 2.5 Perangkat Praktikum ... 22 2.5.1 Modul ... 22 2.5.2 Alat Praktikum ... 24 2.6 Analisis Video ... 25 2.7 Tinjauan Materi ... 27 2.7.1 Gerak Proyektil ... 28 2.7.2 Ketinggian maksimum ... 30 2.7.3 Jangkauan Maksimum ... 31 2.8 Kerangka Berpikir ... 32
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Metode Penelitian ... 35
3.2 Subjek dan Objek Penelitian ... 35
3.3 Responden Penelitian ... 35
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
xi
3.6 Prosedur Penelitian ... 37
3.6.1 Analysis (Analisis Kebutuhan) ... 38
3.6.2 Design (Desain Produk) ... 39
3.6.3 Development (Pengembangan Produk)... 39
3.6.4 Implementation (Implementasi) ... 40
3.6.5 Evaluation (Evaluasi) ... 40
3.7 Teknik Pengumpulan data ... 41
3.7.1 Dokumentasi ... 41
3.7.2 Metode Skala ... 41
3.7.3 Metode Observasi ... 41
3.7.4 Metode Tes ... 42
3.8 Instrumen Pengumpulan Data ... 42
3.8.1 Tes ... 42
3.8.2 Lembar Validasi Perangkat Praktikum ... 44
3.8.3 Lembar Observasi ... 44
3.8.4 Lembar Skala Respon Siswa ... 44
3.9 Metode Analisis Data ... 45
3.9.1 Analisis Respon Siswa ... 45
3.9.2 Analisis Pemahaman Konsep ... 46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1 Hasil Penelitian ... 48
4.2 Pembahasan ... 59
4.2.1 Kelayakan Media Pembelajaran ... 60
4.2.2 Implementasi Media Pembelajaran... 60
4.2.3 Respon Siswa terhadap Perangkat Pembelajaran ... 62
BAB 5 PENUTUP ... 65
5.1 Simpulan ... 65
5.2 Saran ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain penelitian pretest-postest one group desain ... 37Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Respon Siswa ... 47
Tabel 3.3 Kategori Besarnya faktor Gain ... 48
Tabel 4.1 Hasil Uji Kelayakan Modul Praktikum ... 57
Tabel 4.2 Hasil Uji Kemampuan Kognitif Siswa ... 58
Tabel 4.3 Hasil Uji Kemampuan Psikomotorik Siswa ... 59
Tabel 4.4 Hasil Respon Siswa terhadap Penggunan Modul Praktikum Fisika Berbasis Analisis Video ... 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh gerak peluru ... 27
Gambar 2.2 (kiri) Lintasan benda yang ditembakkan dengan membentuk sudut elevasi tertentu, dan (kanan) komponen-komponen kecepatan benda selama bergerak ... 28
Gambar 2.3 Penjelasan ketinggian maksium dan jangkauan maksimum peluru. .. 30
Gambar 2.4 Atlet lombat tinggi berusaha mencapai ketinggian maksimum yang paling besar ... 31
Gambar 3.1: Skema Penelitian Model ADDIE ... 39
Gambar 4.1 Layout cover dan halaman judul ... 53
Gambar 4.2 Bagian kedua modul ... 54
Gambar 4.3 Layout Tabel Data Pengamatan dan Analisis Data ... 55
Gambar 4.4 Tampilan langkah-langkah analisis data Tracker ... 56
Gambar 4.5 Soal evaluasi dan Pembuatan laporan ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Modul Praktium ... 732. Lembar Uji kelayakan Modul ... 100
3. Rubrik Uji kelayakan modul ... 103
4. Hasil Uji kelayakan modul oleh validator ... 114
5. Daftar Responden Penelitian ... 123
6. Instrument Observasi kegiatan Praktikum ... 125
7. Rubrik Penilaian Observasi ... 126
8. Angket Respon Responden Penelitian ... 128
9. Hasil Pretest dan Postest ... 131
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPendidikan memiliki peranan yang penting dalam suatu bangsa. Pendidikan harus dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Pemerintah sudah berupaya meningkatakan kualitas mutu pendidikan dengan optimal. Upaya yang telah dilakukan antara lain dengan adanya perbaikan dan pengembangan mutu kurikulum, peningkatan kualitas, kompetensi tenaga pendidik serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Sejatinya kegiatan belajar merupakan proses yang sangat penting dalam kehidupan, dari yang awalnya belum tahu menjadi tahu dan yang awalnya belum mampu menjadi mampu. Hampir semua yang kita lakukan berawal dari proses
2
belajar. Dalam pendidikan, proses belajar dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut Syah (2010: 87) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Kegiatan belajar setiap peserta didik dilakukan untuk mengembangkan potensi diri dan digunakan untuk mendalami berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah Fisika. Fisika merupakan sains atau ilmu pengetahuan yang fundamental (Tipler, 1998: 2) dengan objek kajian yang bersifat abstrak. Chodijah et al. (2012: 5) menyatakan bahwa fisika adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala, peristiwa atau fenomena alam, serta mengungkap segala rahasia dan hukum semesta. Menurut Sugiharti (2005), belajar fisika bukan hanya sekedar tahu matematika, tetapi diharapkan mampu memahami konsep yang terkandung di dalamnya, menuliskannya ke dalam parameter atau simbol fisis, memahami permasalahan serta menyelesaikannya secara matematis.
Tujuan utama dari pembelajaran fisika pada sekolah tingkat menengah pertama maupun atas adalah untuk mengembangkan pengetahuan, pemahamaan serta kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Chodijah et al. (2012: 5), dimana mata pelajaran fisika dianggap penting karena fisika mampu menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan kemampuan yang menjadi salah satu syarat untuk masuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3
Namun terdapat beberapa faktor kesulitan yang dialami siswa dalam belajar fisika antara lain kesulitan memahami materi, rumusan matematik, pemecahan soal, dan konsep materi (Masril, 2012: 2). Pada kenyataanya mata pelajaran fisika untuk materi mekanika dalam proses pembelajarannya masih dianggap sulit dipahami oleh peserta didik. Penelitian yang dilakukan Masril (2012) menunjukkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran mekanika, khususnya untuk bidang kinematika gerak lurus sebesar 32,50%, dinamika gerak lurus 47,50%, memadu gerak 50,74%, gerak melingkar beraturan 48,94%, dan gesekan 40,08%, gravitasi 53,33%, serta impuls, momentum dan tumbukan sebesar 48,61%. Hal ini berarti menunjukan bahwa mata pelajaran fisika masih sulit dipahami oleh siswa. Menguasai ilmu fisika tidaklah cukup dengan belajar melalui buku atau sekedar mendengarkan dari pihak lain, akan tetapi menurut Fitriya, S. et al. (2013) diperlukan suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan adanya suatu kegiatan proses untuk menghasilkan produk. Kegiatan eksperimen menjadi salah satu kegiatan yang cocok bagi siswa, di mana kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya pengembangan pembalajaran yang optimal untuk memahami konsep fisika serta mengasah keaktifan dan ketrampilan siswa (Sukmawati & Sari, 2015). Berdasarkan hasil observasi lapangan, diperoleh bahwa proses belajar mengajar di sekolah menengah khususnya, pembelajaran fisika masih belum maksimal dalam penggunaan sarana prasarana. Oleh karena itu diperlukan model eksperimen yang tepat agar dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran fisika.
4
Kegiatan eksperimen selama ini masih banyak dilakukan secara konvensional. Pembelajaran fisika juga dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada untuk menunjang proses belajar siswa. Menurut Sutarman, sebagaimana dikutip oleh Abror (2012: 2), dengan adanya bantuan komputer dan teknologi informasi, maka kualitas pendidikan dapat meningkat serta mempermudah siswa dalam menerima pelajaran. Sekarang ini siswa sudah banyak memiliki smartphone dan mempunyai komputer atau laptop yang mampu menunjang pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMA Teuku Umar Semarang, menyebutkan bahwa pada sekolah tersebut sudah mulai menerapkan model pembelajaran discovery learning berbasis komputer. Pembelajaran ini menggunakan metode eksperimen berbasis analisis video yang didukung dengan menggunakan softwear Tracker untuk mengolah data hasil eksperimen. Namun di sekolah tersebut belum terdapat modul sebagai panduan saat melaksanakan eksperimen. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk mengembangkan suatu modul eksperimen berbasis analisis video menggunakan laptop sebagai penunjang pembelajaran fisika yang mampu memfasilitasi siswa untuk menganalisis data eksperimen.
Menurut penelitian (Habibbulloh & Madlazim, 2014) tentang penerapan metode analisis video software Tracker untuk mengetahui keterampilan proses pada siswa ternyata mengalami kenaikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara kuantitas terlihat dari peningkatan jumlah siswa yang tuntas dalam mengerjakan soal keterampilan proses. Secara kualitas adalah peningkatan skor rata-rata tiap kelas pada saat post tes dibandingkan hasil pretes. Berdasarkan penelitian yang
5
telah dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa yang menggunakan media elektronik ini ditujukan sebagai suplemen pembelajaran yang ada serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri mengenai materi yang kurang dikuasi dimanapun dan kapanpun. Hal ini tentu dapat memberikan pengalaman yang berbeda dalam proses pembelajaran bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Eksperimen Fisika Berbasis Analisis Video pada Topik Mekanika untuk Siswa SMA”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasaran uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana kelayakan produk modul eksperimen fisika pada materi gerak proyektil berbasis analisis video sebagai penunjang pembelajaran fisika untuk siswa SMA?
2. Seberapa besar peningkatan pemahaman konsep siswa setelah menggunakan modul eksperimen fisika pada materi gerak proyektil berbasis analisis video? 3. Bagaimana respon siswa terhadap modul eksperimen fisika pada materi gerak
6
1.3 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut model praktikum fisika dan bahan kajian mata pelajaran Fisika, maka penelitian ini perlu diberi batasan sebagai berikut.
1. Model eksperimen yang dikembangkan berupa modul eksperimen fisika pada materi gerak proyektil berbasis analisis video.
2. Materi yang digunakan adalah mekanika dalam sub bab gerak proyektil yang merupakan materi ajar mata pelajaran fisika SMA kelas X.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kelayakan produk modul eksperimen fisika berbasis analisis
video pada materi gerak proyektil.
2. Mengetahui seberapa besar peningkatan pemahaman konsep siswa setelah mengguanakan modul eksperimen fisika berbasis analisis video pada materi gerak proyektil.
3. Mengetahui respon siswa mengenai penggunaan modul eksperimen fisika berbasis analisis video pada materi gerak proyektil sebagai penunjang pembelajaran.
7
1.5 Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu: 1. Bagi siswa, dengan penelitian ini siswa mendapat pengalaman belajar,
dalam pembelajaran fisika dapat menumbuhkan rasa kerjasama pada siswa untuk saling berinteraksi antar siswa.
2. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi refrensi guru dalam melakukan variasi pembelajaran dikelas dan untuk menciptakaan susana belajar yang kreatif dan inovatif.
3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman penulis untuk memecahkan masalah dalam dunia pendidikan serta dapat memberikan pengalaman dalam membekali diri sebagai calon guru fisika .
1.6 Penegasan Istilah
1.6.1 EksperimenFisika
Percobaan atau eksperimen adalah percobaan yang bersistem dan berencana (untuk membuktikan kebenaran suatu teori dan sebagainya). Eksperimen adalah cara penyajian pelajaran siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya (Djamarah & Zain. A, 2006: 84).
1.6.2 Modul
Modul dapat didefinisikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu proses kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2009: 205).
8
1.6.3 Analisis Video
Analisis ialah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). Video merupakan sebuah rekaman gambar hidup. Jadi analisis video disini adalah melakukan penyelidikan atau pengamatan berdasarkan sebuah rekaman berupa gambar hidup yang telah diabadikan.
1.6.4 Mekanika
Berdasarkan Kurikulum 2013 yang dijabarkan dalam Silabus kelas X, Mekanika Gerak merupakan salah satu pokok bahasan mata pelajaran fisika di kelas X semester 1. Mekanika merupakan cabang fisika mengenai gerak dan rehatnya benda dan penyebab gerak atau rehatnya benda itu. Mekanika gerak yang dikembangkan dalam penlitian ini materi gerak proyektil.
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi
Susunan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi.
1. Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan ini berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyatan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
2. Bagian Isi
9
Bab I: Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika skripsi, pembatasan masalah, dan penegasan istilah.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Berisi teori-teori yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan, menjelaskan modul praktikum, Analisis Video (tracker) dan topik mekanika yaitu materi gerak proyektil, kerangka fikir yang berisi gambaran mengenai penelitian yang akan di lakasanakan.
Bab III: Metode Penelitian
Berisi metode-metode yang digunakan untuk penelitian meliputi jenis penelitian (subyek, obyek, responden penelitian serta waktu dan lokasi penelitian), desain penelitian (indikator dan kriteria produk), metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan metode analisis penelitian.
Bab IV: Hasil dan Pembahasan
Berisi hasil produk sesuai dengan model pengembangan, yang disertai dangan analisis data dan pembahasannya.
Bab V: Penutup
Berisi simpulan dan saran sebagai implikasi dari hasil penelitian untuk perbaikan peneitian selanjutnya.
10
3. Bagian Akhir Skripsi
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran KonstruktivismeKonstruktivisme merupakan teori psikologi kognitif yang menyatakan bahwa peserta didik membangun dan memaknai pengetahuan berdasarkan hasil pengalamannya sendiri. Teori belajar konstruktivisme merupakan salah satu prinsip dari psikologi pendidikan yaitu pendidik tidak berperan secara aktif terhadap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri (Slavin, 2006: 243). Slavin (2006: 243) menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi tersebut menjadi miliknya.
Esensi dari teori konstruktivisme yaitu peserta didik harus aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Anni & Rifa’i (2012: 190) yang menyatakan bahwa peserta didik membangun pengetahuan di luar pengalamannya. Teori konstruktivisme sering dikaitkan dengan pendekatan pendidikan yang meningkatkan kegiatan belajar aktif. Menurut Ibrahim, R & Sukmadinata, N. S (2003: 27), Metode-metode yang banyak mengaktifkan siswa, di antaranya ialah metode discovery, inquiry, eksperimen, demonstrasi pemecahan masalah, keterampilan proses, penegasan dan diskusi.
12
Menurut Suparno sebagaimana dikutip Nurhidayati (2017: 11), teori konstruktivisme memiliki prinsip-prinsip dalam penerapannya yaitu:
1. pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, 2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, 3. mengajar adalah membantu siswa belajar,
4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, 5. kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan
6. guru adalah fasilitator.
Terdapat beberapa faktor untuk mendorong agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Menurut Anni & Rifa’i (2012: 190) teori konstruktivisme memiliki faktor yang mampu mendorong siswa terlibat aktif, faktor tersebut meliputi:
1. Lingkungan belajar lebih kondusif dan demokratis sehingga peserta didik dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar.
2. Peserta didik dapat mengembangkan kreativitas dan rasa ingin tahu serta mengungkapkan pendapatnya secara eksplisit dengan bahasanya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan belajar terpusat pada peserta didik sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah.
3. Pendidik mampu mendorong peserta didik melakukan kegiatan mandiri dan bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya.
13
Selain terdapat beberapa faktor yang mendorong siswa agar lebih aktif ternyata teori konstruktivisme memiliki beberapa kelemahan dalam kegiatan belajar diantaranya yaitu, kondisi lingkungan tiap sekolah tidak sama sehingga tidak dapat dipastikan peserta didik lebih aktif dalam kegiatan belajar, peserta didik yang pengetahuannya rendah akan cenderung pasif dalam kegiatan belajar. Hal ini karena kondisi tiap peserta didik berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda pula.
2.2 Discovery Learning
Discovery Learning merupakan suatu metode yang memungkinkan para siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar – mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari (Illahi, 2012: 33). Metode discovery learning merupakan metode yang dapat dipilih untuk pengajaran sains, mengingat dalam pengajaran sains diperlukan suatu bentuk kegiatan yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat menemukan suatu konsep melalui pengujian atau penemuan secara langsung (Fitri et al., 2015: 48).
Di dalam discovery learning tidak semua yang harus dipelajari dipresentasikan dalam bentuk yang final, beberapa bagian harus dicari, dan diidentifikasi oleh siswa sendiri (Slameto, 2003: 24). Dengan menggunakan pengalaman dan kenyataan hidup yang dialami siswa, mereka diajak untuk peka terhadap berbagai kejadian yang mereka saksikan atau alami secara langsung, yakni dengan cara mengenali, menganalisis, dan menemukan masalah dari kejadian-kejadian tersebut (Anam, 2015: 110).
14
Dalam peneletian ini discovery learning diartikan sebagai suatu metode yang mengajak siswa merumuskan sendiri masalah dari suatu fenomena dan menemukan suatu kesimpulan dari rumusan masalah tersebut melalui percobaan. Langkah-langkah dalam pembelajaran discovery learning seperti yang dinyatakan oleh Syah (2004: 244) adalah sebagai berikut:
1. Stimulation (stimulasi/pemberi rangsangan), pada tahap ini kegiatan dimulai dengan pemberian suatu masalah dengan menunjukkan suatu fenomena, mengajukan masalah, dan aktivitas lainnya yang mengarah pada ajakan untuk pemecahan masalah.
2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), pada tahap ini memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah dalam bentuk hipotesis sementara.
3. Data collection (pengumpulan data), siswa melakukan pengumpulan data untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis melalui percobaan. 4. Data processing (pengolahan data), siswa melakukan pengolahan data dan
informasi yang telah diperoleh.
5. Verification (verifikasi), pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
6. Generalization (kesimpulan), pada tahap ini melakukan penarikan kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip.
15
Illahi (2012: 70) menyatakan bahwa model pembelajaran discovery learning memiliki beberapa kelebihan yaitu dalam penyampaian digunakan kegiatan dan pengalaman langsung, lebih realistis dan mempunyai makna, merupakan model pemecahan masalah, siswa lebih mudah menerima dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran
Selain dari kelebihan tersebut, Illahi (2012: 72 ) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan discovery learning, yaitu:
1. berkaitan dengan waktu, pembelajaran menggunakan discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
2. bagi siswa yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas. Dalam belajar discovery learning, sering mereka menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat pelaksanaan prakonsepnya. Hal ini disebabkan usia mereka yang masih muda membutuhkan kematangan dalam berpikir rasional mengenai suatu konsep atau teori.
3. kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran discovery learning.
16
4. faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery learning menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek.
2.3 Pemahaman Konsep
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat (Sudijono, 2001: 50). Purwanto (2009: 44) menyatakan bahwa pemahaman merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep. Dalam hal ini pemahaman lebih diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memahami apa yang dikerjakan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan yang lainnya (Antu, 2010: 8)
Menurut Daryanto (2008: 106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:
1. Menerjemahkan (translation)
Pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.
2. Menginterpretasi (interpretation)
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, dalam hal ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami.
17
3. Mengekstrapolasi (extrapolation)
Mengekstrapolasi memeliki arti lebih dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip. Menurut Hamalik (2008: 162) konsep adalah suatu kelas atau kategori stimulus yang meliki ciri-ciri umum. Seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori maka ia telah belajar konsep (Nasution, 2009: 161). Belajar konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju (Hamalik, 2008: 165). Sehingga siswa tidak perlu belajar secara konstan untuk mempelajari suatu yang baru karena telah menguasai konsep. Pemahaman konsep dapat disimpulkan sebagai suatu kemampuan untuk mengetahui dan mengerti secara benar merumuskan prinsip dari teori. Dalam penelitian ini, untuk mengukur yang dimaksud pemahaman konsep adalah siswa mampu menjawab soal-soal yang telah dibuat berdasarkan taksonomi Anderson pada ranah kognitif.
(Darmawan & Sudjoko, 2017) menyatakan bahwa taksonomi Bloom dalam ranah kognitif mengalami proses revisi, enam klasifikasi yang tercakup dalam ranah kognitif ini meliputi:
18
Siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana, pada bagian ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.
2. Memahami
Siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan sederhana di antara fakta-fakta. Anderson dan Krathwohl (2010:105-114) menjelaskan siswa dikatakan memahami jika mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.
3. Mengaplikasikan
Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memilih suatu konsep untuk diterapkan dalam situasi baru secara benar.
19
4. Menganalisis
Siswa diharapkan akan mampu menganalisa informasi yang diterimanya dan membagi-bagi informasi tersebut ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola informasi tersebut atau korelasinya.
5. Mengevaluasi
Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki dengan memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memasikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
6. Mencipta
Siswa diminta untuk membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi satu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya.
2.4 Eksperimen Fisika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksperimen didefinisikan sebagai “percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori” dan fisika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menjelaskan tentang unsur-unsur dalam bumi serta fenomenanya. Fisika merupakan ilmu pengetahuan kuantitatif atau ilmu pengetahuan tentang
20
pengukuran, percobaan, dan hasil percobaan secara sistematis (Siregar. H, 2003: 3).
Hal ini berarti fisika merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud meliputi observasi, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, menarik kesimpulan dan menemukan teori atau konsep. Secara keseluruhan, eksperimen fisika adalah percobaan bersistem dan berencana yang dapat digunakan untuk menguji dan memverifikasi konsep yang sudah diperoleh secara teori melalui serangkaian proses ilmiah.
Menurut Djamarah & Zain. A (2006: 84) metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata.
Tujuan eksperimen menurut Putra (2013: 134) yaitu peserta didik mampu mengumpulkan fakta-fakta, informasi atau data-data yang diperoleh, melatih peserta didik dalam merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan percobaan, kemudian melatih peserta didik dalam menggunakan logika berpikir induktif guna menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan.
21
Dalam penerapannya kegiatan eksperimen memiliki keunggulan dan kekurangan. Menurut Putra (2013: 138) kegiatan eksperimen kerap kali digunakan dalam proses pembelajaran karena memiliki keunggulan anatara lain:
1. Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri bukan hanya menerima informasi dari guru atau buku.
2. Peserta didik memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen.
3. Peserta didik terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan.
4. Peserta didik dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah.
5. Peserta didik dapat memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektuf, ralitas, dan menghilangkan verbalisme.
6. Peserta didik lebih aktif berpikir dan berbuat, siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
7. Memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan.
22
2.5 Perangkat Praktikum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perangkat didefinisikan sebagai “alat perlengkapan” dan praktikum didefinisikan sebagai “bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori”. Secara keseluruhan, perangkat praktikum adalah kelengkapan kegiatan praktikum yang bertujuan membantu peserta didik untuk dapat menguji dan membuktikan secara nyata apa yang diperoleh dalam teori. Perangkat praktikum terdiri dari modul dan alat praktikum.
2.5.1 Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar. Menurut Nasution (2009: 205), modul adalah suatu unit lengkap dan berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Karakteristik modul menurut Daryanto (2013: 9-10) mencakup: self instruction, self contained, berdiri sendiri (stand alone), adaptif, dan bersahabat (user friendly).
Menurut Prastowo (2013: 108-109) tujuan dari penyusunan modul yaitu agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Fidiana et al (2012) yang menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan modul dapat meningkatkan kemandirian siswa. Peran pendidik yang tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran, dapat digunakan untuk melatih kejujuran peserta didik.
23
Selanjtnya mampu mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik. Peserta didik yang kemampuan pemahamannya tinggi akan menyerap pengetahuan dari modul dalam waktu singkat.
Menurut Utomo & Ruijter (1991: 72) beberapa kelebihan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain :
1. motivasi belajar peserta didik sangat tinggi. Hal ini karena materi pembelajaran yang dibatasi dengan jelas sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik,
2. pendidik mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran,
3. peserta didik mencapai hasil belajar sesuai kemampuannya. Hal ini karena pembelajaran dibatasi dengan jelas sesuai tingkat pemahaman peserta didik,
4. beban belajar terbagi merata. Hal ini karena modul disusun sesuai dengan materi yang dipelajari.
Purwanto et al. (2007: 15) menyatakan bahwa pengembangan modul berbasis discovery learning disusun berdasarkan beberapa tahapan, antara lain:
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencaan ini sangat penting dalam pengembangan modul, agar modul yang telah dikembangkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada tahap ini, yang perlu
24
dilakukan adalah membuat Garis Besar Isi Modul (GBIM). Dalam penyusunan GBIM setidaknya mencakup komponen-komponen seperti, judul, pokok bahasan atau sub pokok bahasan, tujuan pembelajaran umum, butir-butir penilaian, dan kepustakaan.
2. Tahap Penulisan
Dalam tahap ini GBIM yang telah dibuat, ditulis dan dilengkapi, sehingga tersusun sebuah modul dengan tujuan tertentu.
3. Tahap Review Uji coba dan Revisi
Dalam tahap ini, modul yang telah dikembangkan di review oleh validator untuk diberikan kritik dan saran. Setelah itu, modul diujicobakan dalam skala kecil yang selanjutnya dievaluasi dan diperbaiki.
4. Tahap Finalisasi
Setelah modul direview dan direvisi maka langkah berikutnya adalah finalisasi dan percetakan untuk diterapkan dalam lapangan untuk pengambilan data.
2.5.2 Alat Praktikum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alat didefinisikan sebagai “benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu” dan praktikum didefinisikan sebagai “bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori”.
25
Secara keseluruhan, alat praktikum adalah benda yang digunakan untuk menguji dan memverifikasi konsep atau materi dalam keadaan nyata.
Alat praktikum yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Menurut Suprayitno (2011: 7), alat praktikum yang digunakan dalam pembelajaran harus memenuhi kriteria antara lain yaitu, mudah dalam merancang dan membuat, mudah dalam merakit sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus, mudah dioperasikan, dapat memperjelas konsep, dapat meningkatkan motivasi peserta didik, inovatif dan kreatif, bernilai pendidikan dan memiliki daya tahan alat yang baik.
2.6 Analisis Video
Analisis video sebagai metode untuk menganalisa gerak kamera digital dengan resolusi tinggi dan frame rate, telah cukup terjangkau konsumen dalam beberapa tahun terakhir. Perekaman dan pemrosesan video telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Namun hanya sedikit langkah yang diambil untuk menggunakan video dengan tujuan mengajarkan fisika, melalui analisis perangkat lunak (misalnya Tracker, Measure Dynamics atau VideoPoint). Jadi, analisis video adalah melakukan penyelidikan atau pengamatan berdasarkan sebuah rekaman berupa gambar hidup yang telah diabadikan.
Frame rate kamera misalnya 30 fps memberikan interval waktu konstan antara frame video berikutnya dan skala waktu diskrit. Jarak yang diukur dalam piksel dapat ditransformasikan dengan menggunakan skala yang ada dalam rekaman video ke jarak yang diukur dalam meter. Setelah mengatur asal dan orientasi
26
sistem koordinat, posisi (x, y) suatu objek dapat diukur terhadap waktu dengan mengklik titik tetap pada objek di setiap frame (Klien, P et al, 2015).
Kita dapat mengamati fenomena yang biasa terjadi pada lingkungan sekitar dengan menggunakan analisis video. Analisis video ini memiliki banyak kegunaan, salah satunya yaitu dalam dunia pendidikan. Menurut Laws, P. & Pfister, H. (1998: 283) keuntungan utama analisis video berbasis komputer mudah digunakan. Siswa dilatih menggunakan perangkat lunak analisis untuk membuat kerangka skala video dan menemukan titik-titik yang penting frame-by-frame, siswa diminta untuk membuat penilaian dan memahami proses analisis.
Menggunakan perangkat mobile sebagai alat untuk pengukuran dan analisis akan memungkinkan siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pemecahan masalah. Siswa terlibat dalam eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data eksperimen itu sendiri, dan memiliki kebebasan, yang dikatakan dapat mendorong motivasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan analisis video, pengukuran posisi yang dilakukan oleh perangkat lunak analisis video pada gambar video cenderung memiliki ketidakpastian relatif lebih rendah daripada jenis pengukuran lainnya yang dilakukan di laboratorium. Analisis video memungkinkan pengguna membandingkan hasil teoritis dengan data gerakan nyata dan untuk menganalisis berbagai jenis gerak dengan akurasi yang sulit dicapai sebaliknya (Laws, P. & Pfister, H. 1998).
Tracker adalah analisis video gratis dan tool pemodelan yang dibangun di framework Java Open Source Physics (OSP). Ini dirancang untuk digunakan dalam pendidikan fisika. Pemodelan video tracker adalah cara ampuh untuk
27
menggabungkan video dengan pemodelan komputer. Terdapat banyak fitur yang terdapat dalam tracker yaitu pelacakan, pemodelan, video, analisis data dan sumber perpustakaan digital.
2.7 Tinjauan Materi
Mempelajari gerak dalam ruang dua dimensi. Contoh gerak dua dimensi adalah gerak benda dalam bidang datar, atau gerak benda yang dilemparkan ke atas dengan sudut elevasi tertentu (tidak tegak ke atas), serta gerak percikan kembang api.
Kalau kita masuk ke persoalan gerak dalam dua dimensi, maka penggunaan satu koordinat saja untuk posisi menjadi tidak cukup. Posisi benda baru terdefinisi secara lengkap apabila kita menggunakan dua buah koordinat posisi. Di sini kita gunakan koordinat x dan y di mana dua sumbu koordinat tersebut saling tegak lurus. Seperli lazimnya digunakan, kita pilih sumbu x dalam arah
28
horizontal dan sumbu y dalam arah vertical (catatan: sebenarnya kita bebas memilih arah dua koordinat tersebut, asalkan tidak sejajar).
2.7.1 Gerak Proyektil
Salah satu gerak dua dimensi yang paling popular bagi kita adalah gerak peluru. Peluru yang ditembakkan dengan kecepatan awal membentuk sudut elevasi tertentu terhadap sumbu datar akan mengambil lintasan seperti pada Gambar 2.2
Gerak parabola dapat dianalisis dengan meninjau gerak lurus beraturan pada sumbu x dan gerak lurus berubah beraturan pada sumbu y secara terpisah.
Selama benda bergerak:
1. Benda mendapat percepatan gravitasi dalam arah vertikal ke bawah.
2. Tidak ada percepatan dalam arah horisontal.
3. Kecepatan awal benda membentuk sudut terhadap arah horizontal.
Gambar 2 (kiri) Lintasan benda yang ditembakkan dengan membentuk sudut elevasi tertentu, dan (kanan) komponen-komponen kecepatan benda selama bergerak
29
Dari sifat-sifat tersebut kita dapat menulis
... ( 1) Pada sumbu x berlaku persamaan gerak lurus beraturan.
Jika pada sumbu x, kecepatan awal adalah , kecepatan pada saat adalah , dan posisi adalah persamaannya sebagai berikut.
( 2) ( 3) Pada sumbu y berlaku persamaan umum gerak lurus berubah beraturan.
Jika pada sumbu y, kecepatan awal adalah , kecepatan pada saat adalah , percepatan (berarah ke bawah), dan posisi adalah persamaannya sebagai berikut.
( 4)
( 5) Kecepatan benda tiap saat, yaitu
... ( 6) ... ( 7) ... ( 8) Posisi benda tiap saat yaitu
( 9) (10)
( 11)
2.7.2 Ketinggian maksimum
Tampak dari persamaan 2.7 laju dalam arah vertikal yang mula-mula makin lama makin kecil, kemudian menjadi nol pada puncak lintasan lalu membalik arah ke bawah. Berapa ketinggian maksimum lintasan benda? Lihat Gambar 2.3 untuk penjelasan tentang ketinggian maksimum.
30
Pada puncak lintasan berlaku . Jika benda berada pada titik tertinggi lintasan terjadi saat , maka waktu yang diperlukan benda sejak ditembakkan sampai mencapai ketinggian maksimum adalah . Berdasarkan persamaan diperoleh waktu yang diperlukan untuk mencapai ketinggian maksimum adalah
( 12) Kita simbolkan ketinggian maksimum sebagai . Dengan menggunakan persamaan 2.10 dan 2.12 diperoleh ketinggian maksimum benda adalah
( 13) Gambar 3 Penjelasan ketinggian maksium
dan jangkauan maksimum peluru.
Gambar 4 Atlet lombat tinggi berusaha mencapai ketinggian maksimum yang paling besar
31
2.7.3 Jangkauan Maksimum
Misalkan peluru ditembakkan pada bidang datar. Jangkauan maksimum adalah jarak arah horizontal diukur dari tempat penembakan peluru ke tempat jatuhnya peluru (lihat Gambar 2.3 untuk lebih jelasnya). Untuk menentukan jangkauan maksimum, terlebih dahulu kita tentukan waktu yang diperlukan sampai peluru kembali ke tanah. Jika ketinggian posisi pelemparan dan posisi peluru jatuh kembali ke tanah sama maka peluru akan jatuh kembali setelah selang waktu
( 14) Selajutnya, dengan menggunakan persamaan 2.9 maka jangkauan maksimum peluru adalah
( 15) Pertanyaan selanjutnya adalah berapa sudut penembakan agar tercapai jangkauan maksimum di bidang datar? Jawabannya dapat diperoleh dari
persamaan 2.15. Dengan menggunakan hubungan dan
32
( 16)
Nilai maksimum R dicapai jika ruas kanan mencapai harga maksimum. Karena harga maksimum fungsi sinus adalah satu dan terjadi ketika sudut sama dengan
maka jangkauan maksimum tercapai jika , atau .. 2.8 Kerangka Berpikir
Kemampuan kognitif menjadi salah satu aspek yang penting dalam pembelajaran karena pada dasarnya tujuan akhir dari suatu pembelajaran ialah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan kognitif siswa pada pelajaran fisika menjadi salah satu aspek dalam mengukur peningkatan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah giat menyusun strategi dan inovasi untuk mewujudkannya.
Salah satu upaya pemerintah dalam aspek peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan mengembangkan kurikulum baru yakni kurikulum 2013. Kurikulum 2013 sudah diterapkan secara nasional di Indonesia. Perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya yakni kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific approach yang pada hakikatnya pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa dituntut aktif mencari pengetahuan bukan lagi sebagai penerima pengetahuan.
Model pembelajaran yang bersifat discovery sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Salah satu pembelajaran yang bersifat discovery yaitu metode eksperimen. Kegiatan eksperimen bisa melatih kemampuan siswa dalam menemukan inti sari dari objek materi yang sedang
33
dipelajari. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan ketika melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dan kegiatan observasi, menunjukkan bahwa metode eksperimen masih kurang penerapannya pada kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan kemampuan kognitif yang tidak maksimal.
Seiring dengan perkembangan teknologi modern, dapat mendukung proses kegiatan ekperimen dengan bantuan aplikasi yang sangat banyak salah satunya yaitu tracker video analysis. Berdasarkan uraian tersebut maka akan dilakukan penelitian terkait implementasi modul eksperimen berbasis analisis video pada materi gerak gerak proyektil untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa.
Kurikulum 2013 menganjurkan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen
Penerapan metode eksperimen masih kurang
Pembelajaran masih berpusat pada guru
34
Pemahaman konsep siswa masih rendah
Implementasi modul eksperimen berbasis analisis video
Pemahaman konsep siswa meningkat
65
BAB 5
PENUTUP
5.1 SimpulanBerdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. telah dikembangkan sebuah media pembelajaran berupa Modul Praktikum
Fisika Berbasis Analisis Video berbantuan aplikasi Tracker Video Analysis pada materi gerak proyektil
2. hasil pengujian oleh validator menyatakan bahwa modul praktikum yang dikembangkan menunjukan persentase sebesar 91,28% dengan kriteria yang sangat layak. Hasil respon yang diberikan siswa terhadap penggunaan modul praktikum secara keseluruhan menunjukan kritera layak, dengan nilai sebesar persentase 74, 39 %. Oleh karena itu modul praktikum ini layak untuk digunakan sebagai alternatif penunjang pembelajaran.
3. hasil implementasi didapatkan beberapa penliaian yang meliputi: kemampuan psikomotorik dan kognitif. Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan praktikum, yang ditunjukkan dari nilai kemampuan psikomotorik menghasilkan kriteria sangat tinggi dan penilaian kognitif dapat dilihat pada hasil uji gain yang diperoleh bahwa pemahaman konsep siswa meningkat dalam kategori sedang.
66
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diajukan untuk pengembangan modul praktikum berbasis analisis video selanjutnya lebih baik(Fitri & Handoko, 2015). Pada penelitian ini, hanya dikembangkan satu materi. Untuk melengkapi penelitian ini, dapat dilakukan penelitian pengembangan serupa dengan materi yang berbeda. Pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, untuk penelitian selanjutnya bisa difokuskan untuk alokasi waktu yang lebih lama dalam penelitian untuk memperbaiki proses pembelajaran dan evaluasi (penilaian).
67
Daftar Pustaka
Abror, A. Faiq. 2012. Mathematics Adventure Games berbasis Role Playing Game (RPG) sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika Kelas VI SD Negeri Jetis 1. Skripsi. Semarang: Program Studi Pendidikan Teknik Informatika, Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta.
Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Anam, K. 2015. Pembelajaran Berbasis Inkuiri Metode dan Aplikasi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Anni, C. T., & Rifa’i, A. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat Pengembangan MKU-MKDK UNNES 2012.
Antu, U. A. 2014.Meningkatkan Pemahaman Konsep Keliling Persegi Panjang Melalui Media Petak Persegi Satuan pada Siswa Kelas III SDN 5 Pulubala Kecamatan Pulubala Kabupaten Gororntalo. Other thesis, Universitas Negeri Gorontalo.
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Chodijah, S., A. Fauzi., R. Wulan. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Fisika Menggunakan Model Guided Inquiryyang Dilengkapi Penilaian Portofolio Pada Materi Gerak Melingkar. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1(2012) 1-19.
Daryanto. 2013. Menyusun Modul (Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar). Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Djamarah, S. B. & Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fidiana, L., Bambang, S., & Pratiwi, D. 2012. Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI. Unnes Physics Education Journal, 1(2).
Fitri, U., Desnita, & E. Handoko. 2015. Pengembangan Modul Berbasis Discovery-Inquiry untuk SMA kelas XII Semester 2. Jurnal Pendidikan dan Pengembangan Fisika, 1 (1) : 48.
68
Fitriya, S., Lesmono, A. D., & Wahyuni, S. 2013. Pengembangan Petunjuk Praktikum Fisika Berbasis Laboratorium Virtual (Virtual Laboratory) pada Pembelajaran Fisika di SMP/MTs. Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (UNEJ).
Habibbulloh, M., & Madlazim. 2014. Penerapan Metode Analisis Video Software Tracker dalam Pembelajaran Fisika Konsep Gerak Jatuh Bebas untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa Kelas X SMAN 1 Sooko Mojokerto. Jurnal Pendidikan Fisika Dan Aplikasinya (JPFA), 4(1), 15–22. Hake, R. R. 1999. Analyzing Change/ Gain Score. Woodland Hills: Indiana
University.,
Hamalik,O. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayani, D. A., Sahala, S., Arsyid, B. S. 2014. Remediasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Metode Eksperimen Berbantuan Tutor Sebaya pada Materi Cermin SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 3 (1).
Ibrahim, R & Sukmadinata, N. S. 2003. Perencanaan pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Illahi, M. T. 2012 Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Yogyakarta: Diva Press.
Masril. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Graphic Organizers Melalui Belajar Kooperatif Tipe STAD, 1, 1–7.
Nasution, S. 2009. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhidayati, Euis.2017. Pedagogi Konstruktivisme dalam Praksis Pendidikan Indonesia. Indonesian Journal Of Educational Counseling 1, (1) :1-14 Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta: DIVA Press.
Purwanto, A. Rahadi, S. Lasmono. 2007. Pengembangan Modul. Jakarta: Depdiknas.
Purwanto, N. 2009. Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.
69
Putra, S. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: DIVA press.
Siregar, H. 2003. Peranan Fisika pada Disiplin Ilmu Teknik Kimia. USU digital library. Program Study Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. 2006. Educational Psychology (Theory and Practice) Eighth Edition .
Online. Tersedia di
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=Educational+Psychology+%2 8Theory+and+Practice%29+Eighth+Edition&btnG=
Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiharti, Piping. 2005. Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal Pendidikan Penabur.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmawati, A., & Sari, M. 2015. Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pemecahan Masalah Matematika Di Kelas VIII SMP, 3(April), 75–83.
Suprayitno, T. 2011. Pedoman Pembuatan Alat Peraga Kimia Sederhana Untuk SMA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
.2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tipler, A. Paul. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Utomo, Tj. & Ruijter, K. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.