1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu persoalan yang sangat kompleks. Meskipun
demikian semua mengakui bahwa pendidikan sangatlah penting. Menurut
(Budiningsih, 2005: 1)
“Bangsa yang ingin maju, membangun dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia mengakui pula bahwa pendidikan merupakan kunci
keberhasilan dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
bermutu, pendidikan memegang peranan penting”.
Sesuai dengan UU No. 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2009),
salah satu perwujudannya melalui pendidikan bermutu pada setiap satuan pendidikan
di Indonesia. Pembelajaran yang berhasil ditunjukkan adanya perubahan sikap pada
diri siswa dan dikuasainya materi pembelajaran sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan guru dalam rencana pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut yaitu
menciptakan SDM yang bermutu salah satunya dapat dilakukan melalui pembelajaran
IPS, karena dengan menggunakan pembelajaran IPS siswa dapat dibekali dengan
kemampuan bermasyarakat dan menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial pada jenjang SD. Melalui pelajaran IPS
peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Dalam pembelajaran IPS perlu diadakan inovasi pembelajaran
sesuai dengan variasi gaya belajar peserta didik agar peningkatan SDM diiringi
dengan peningkatan sistem pendidikan yang lebih baik.
Dalam upaya meningkatkan hasil pembelajaran yang optimal dan memberikan
layanan sesuai dengan variasi gaya belajar peserta didik, guru hendaknya
menggunakan berbagai metode, pendekatan dan model pembelajaran. Dunia
pendidikan telah memperkenalkan dan menerapkan berbagai metode, pendekatan,
model pembelajaran sesuai dan tujuan karakteristik mata pelajaran. Untuk
meningkatkan hasil belajar yang optimal seorang guru sebaiknya menggunakan
model-model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan topik yang akan di sajikan
dalam pelajaran peserta didik.
Peserta didik pada jenjang sekolah dasar adalah anak kecil yang masih suka
bermain dan masih kesulitan untuk memahami sesuatu yang abstrak. Maka dari itu
guru harus lebih pandai untuk memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk
mengubah pelajaran yang abstrak menjadi kongkrit sehingga mudah dipahami para
peserta didik. Dalam pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
biasanya siswa tidak mampu memahami suatu konsep yang abstrak, tidak semangat
belajar, tidak mampu menguasai bahan pembelajaran yang disampaikan oleh
gurunya, bahkan membuat siswa pasif.
Sejauh ini berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD/MI Gugus
Jaka Tingkir Salatiga pada hari Rabu, 26 November 2014 sampai tanggal 21 Februari.
Penulis mengambil sample dari beberapa SD di Gugus Jaka Tingkir yaitu, SD N
Tingkir Tengah 01 Salatiga, SD N Tingkir Lor 01 Salatiga dan MI Asas Islam
Kalibening Salatiga. Dari keempat SD tersebut terdiri dari 2 sekolah negeri dan 2
sekolah swasta.
guru kelas III serta meminta data hasil belajar IPS siswa kelas III. Melalui wawancara
kepada Ibu Ruth selaku wali kelas III SD N Tingkir Tengah 01 Salatiga didapatkan
data hasil belajar siswa kelas III dengan KKM sebesar 61, masih ada 51,6% siswa
yang belum mencapai KKM dan 48,4% sudah mencapai KKM. Dari data tersebut
nilai tertinggi pada mata pelajaran IPS kelas III SD N Tingkir Tengah 01 mencapai
91 dan nilai terendah sebesar 44 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 64. Selain data
tersebut, hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Ruth ialah guru belum
menerapkan metode pembelajaran yang inovatif karena keterbatasan waktu dan
persiapan.
Dalam observasi di sekolah negeri kedua yaitu SD N Tingkir Lor 01 Salatiga,
peneliti melakukan wawancara serta meminta data hasil belajar IPS siswa kelas III.
Dari data yang didapat dari Ibu Yunita selaku guru kelas III, batas KKM di SD
tersebut sebesar 65. Persentase siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 20,8%
dan 79,2% siswa sudah mencapai KKM. Nilai tertinggi yang dicapai siswa kelas III
sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 60 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 70,41.
Ibu Yunita menambahkan bahwa selama ini pembelajaran IPS yang diampunya
terkadang belum menggunakan metode yang inovatif dan kreatif karena mengingat
waktu yang kurang untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran. Untuk hasil studi
dokumentasi ada pada lampiran 2.
Selain melakukan observasi di sekolah negeri, peneliti juga melakukan
observasi di sekolah swasta yaitu di MI Asas Islam Kalibening Salatiga. Di MI
tersebut, kelas III merupakan kelas paralel yang terdiri dari kelas IIIA dan kelas IIIB. Dalam observasi di kelas IIIA, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Sa’adatul Mutamimah selaku guru kelas IIIA. Dari kegiatan tersebut peneliti mendapatkan data
hasil belajar IPS siswa kelas IIIA dengan batas KKM sebesar 65. Dari batas KKM
tersebut, persentase siswa yang belum tuntas sebanyak 50% dan siswa yang sudah
mencapai KKM juga 50%. Nilai tertinggi yang dicapai kelas IIIA sebesar 92 dan nilai
Kemudian peneliti juga melakukan observasi di kelas IIIB dengan Ibu Yuli
Arifah selaku guru kelas IIIB. Peneliti mendapatkan data hasil belajar siswa dengan
batas KKM sebesar 65. Persentase siswa yang belum mencapai KKM sebanyak
53,8% dan 46,2% siswa sudah mencapai KKM. Nilai tertinggi yang dicapai kelas
IIIB adalah 100 dan nilai terendahnya sebesar 60 dengan nilai rata-rata kelas sebesar
67,3. Untuk hasil studi dokumentasi ada pada lampiran II.
Dari sekian SD yang diambil oleh penulis faktor kurang berhasilnya
pencapaian hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan
oleh guru dikarenakan metode yang digunakan guru tidak melibatkan siswa secara
langsung dan berpusat pada guru.
Penerapan metode ceramah di setiap pembelajaran hanya berpusat pada
penyampaian materi pembelajaran dan berlangsung satu arah. Siswa hanya
mendengarkan guru dan bersifat pasif. Selama proses pembelajaran siswa hanya
diperlakukan sebagai objek sehingga siswa kurang dapat mengembangkan
potensinya. Siswa yang bersifat pasif menyebabkan kejenuhan dalam proses
pembelajaran dan tidak adanya interaksi antar siswa. Oleh karena itu penulis dalam
penelitian ini menggunakan model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dan
Teames Games Tournament (TGT). Role Playing merupakan model pembelajaran
yang memiliki langkah-langkah, sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran
melalui pengalamannya sendiri, sedangkan Teams Games Tournament (TGT) adalah
suatu model pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat unsur permainan
akademik atau turnamen untuk mengganti tes individu. Sehingga siswa tidak
merasakan bosan karena ada unsur turnamen.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka untuk
mengetahui adakah perbedaan yang efektif dalam penggunaan model Role Playing
dan Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa khususnya pada
Games Tournaments dalam Pembelajaran IPSTerhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III
SD N Tingkir Tengah 01 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015”
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat disimpulkan masalah-masalah
sebagai berikut :
1. Belum diterapkan model pembelajaran kreatif yang dapat menjadi solusi bagi
siswa untuk lebih mengerti materi dalam pembelajaran IPS
2. Masih terdapat siswa yang pasif saat pembelajaran IPS.
3. Hasil belajar siswa masih ada yang di bawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal). Seperti di SD N Tingkir Tengah 01 dengan KKM 61 masih ada
51,6 % siswa yang belum tuntas, di SD N Tingkir Lor 01 Salatiga dengan
KKM 65 masih ada 20,8 % siswa yang belum tuntas, di MI Asas Islam
Kalibening dengan KKM 65 terdapat 50% siswa yang belum tuntas di kelas
IIIA dan 53,8% di kelas IIIB.
4. Rata-rata nilai dari masing-masing SD yang masih belum maksimal yaitu dari
SD N Tingkir Tengah 01 Salatiga sebesar 54,7. Dari SD Tingkir Lor 01
Salatiga sebesar 61,4. Dari MI Asas Islam Kalibening kelas IIIA sebesar 60
dan kelas IIIB sebesar 60.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan efektivitas penggunaan model
Role Playing dan Teams Games Tournaments (TGT) pada hasil belajar IPS kelas III
SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015.
1.4 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah
Teams Games Tournaments (TGT) pada hasil belajar IPS kelas III SD/MI Gugus Jaka
Tingkir Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015.
1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat mendukung dan mengokohkan teori yang
berkenaan dengan model pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments
(TGT) dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut. Serta
dapat meningkatkan daya kreatifitas dan inovatif sehingga diharapkan menjadi guru
yang profesional.
1.5.2 Manfaat Praktis
Sumbangan untuk lembaga pendidikan khususnya sekolah dalam usahanya
meningkatkan kualitas belajar siswa. Bagi guru hasil penelitian diharapkan memberi
wawasan untuk mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments (TGT) dapat dilakukan
dengan berkelanjutan dalam peningkatan hasil belajar siswa. Sedangkan bagi siswa
hasil penelitian diharapkan dapat mengoptimalkan diri dalam belajar dan memberikan