• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS (Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS (Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN

PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS

(Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)

Disusun Oleh:

MUHAMMAD MUSHOFFA IZZUDIN 13.321.0038

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

2017

(2)

SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN

PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS

(Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi S1 Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

MUHAMMAD MUSHOFFA IZZUDIN 13.321.0038

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

2017

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“Bagaimanapun rintangan dan cobaan yang datang pada kita, tetaplah hadapi dengan yakin, kita pasti bisa menghadapinnya. “

(8)

PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan akan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-Nya yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai sesuai dengan yang dijadwalkan. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan. Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua saya (Bapak Supriyatno dan Ibu Sri Luayanah) yang tak

henti mencurahkan do’a serta kasih sayang yang tak terhingga. Dengan semangat dan dukungan yang tiada hentinya , baik secara moril maupun materi. Hanya do’a dan prestasi yang dapat saya berikan. Terima kasih bapak dan ibu atas do’a dan kasih sayang yang telah kalian berikan.

2. Semua keluarga saya khususnya adik saya (Avinda Dwi Sagita) serta

nenek saya yang telah banyak memberi do’a , semangat serta dukungan demi kelancaran kuliah saya.

3. Teman – teman Mahasiswa S1 – Keperawatan STIKes ICMe Jombang

yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah saya dan memotivasi disetiap langkah saya.

4. Kedua dosen pembimbing saya, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,

M.Kep. serta Ibu Tri Dianti Nur W.,S.Kep.Ns yang telah membimbing saya dengan sabar dan teliti dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga ilmu dan nasehat yang beliau berdua berikan dapat bermanfaat.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen S1 Keperawatan terima kasih banyak atas

semua ilmu , nasehat serta motivasi yang telah diberikan dan semoga bermanfaat.

6. Kepala Puskesmas Cukir dan seluruh perawat di Puskesmas Cukir

Kabupaten Jombang yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian dan membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Seseorang (Nuzul Mubarokah) yang selalu menemani, membantu,

memberikan dukungan dan semangat untuk tidak menyerah mengerjakan skripsi sampai selesai.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sikap

Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis (di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)“ ini dengan sebaik-baiknya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak H.Bambang Tutuko S.H.,S.Kep.,Ns.,M.H. selaku ketua STIKes ICMe

Jombang; Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns,.M.Kep. selaku Kaprodi S1

Keperawatan dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan serta motivasi

kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini; Ibu Tri Dianti Nur

W.,S.Kep.Ns selaku pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, tenaga

serta pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini; Kepala Puskesmas Cukir

Kabupaten Jombang yang telah memberikan ijin penelitian serta seluruh perawat

Puskesmas Cukir yang telah memberikan ijin penelitian serta menyediakan data

yang diperlukan selama menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

perbaikan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, Amin.

Jombang, Mei 2017

Penulis

(10)

ABSTRACT

ATTITUDE WITH PREVENTION BEHAVIOR OF INFECTION IN THE FAMILY OF TUBERCULOSIS PATIENTS

(In Puskesmas Cukir Jombang District) By:

Muhammad Mushoffa Izzudin 133210038

Tuberculosis is a disease of global concern. Health services can not be separated from family involvement as the closest person of the patient. The phenomenon that occurs in the community there are still many families who do not bring members of his family who are sick to the health service, and they do not do the treatment until the end or break up the drug. While the prevention behavior of families is still low, such as families who live at home with family members who suffer from tuberculosis do not use a mask, and not routine control. The purpose of this research was to analyze the relation of attitude with behavior prevention of infection in family with tuberculosis in the Puskesmas Cukir Jombang

The design of this study was analytic cros sectiona. The population in this research is whole family of tuberculosis patient at Cukir Health Center of Jombang Regency as many as 50 people, the sample is 44 respondents with consequtive sampling technique. The independent variable is the prevention attitude of transmission in families of tuberculosis patients dependent variable that is the prevention behavior of transmission in the family of tuberculosis patients. Data collection using questionnaires. Data processing techniques using Editing, Coding, Scoring, Tabulating and statistical tests using statistical test sperman rank.

The research result of the attitude about prevention of infection in family with

tuberculosis showed that’s most of respondents had positive attitude a number of 26

people (59,1%) and almost half of them had negative attitude numbered of 18 people

(40,9%), the prevention behavior of infection in family with tuberculosis showed that’s

almost all of respondents had positive attitude as many as 39 people (88,6%), and a small minority had negative attitude as many as 5 people (11,4%). The statistical test of

Sperman Rank showed that’s the value of p = 0.004 < α (0.05) so H0 was rejected and H1

was accepted.

The conclusion is there is a relationship between attitude with prevention behavior of transmission in family of tuberculosis patient at Cukir Public Health Center of Jombang Regency.

Keywords: Attitude, Prevention, Family, Tuberculosis

(11)

ABSTRAK

SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKU LOSIS (Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)

Oleh :

Muhammad Mushoffa Izzudin 133210038

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien. Fenomena yang terjadi dimasyarakat masih banyak keluarga yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita tuberkulosis tidak menggunakan masker, dan mereka tidak melakukan pengobatan sampai selesai atau putus obat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.

Desain penelitian ini adalah analitik cros sectiona. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Kabupaten jombang sebanyak 50 orang, sampelnya berjumlah 44 responden dengan teknik consequtive

sampling. Variabel independent yakni sikap pencegahan penularan pada keluarga

penderita tuberculosis variabel dependent yaitu perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan Editing, Coding, Scoring, Tabulating serta uji statistiknya menggunakan uji statistic sperman rank.

Hasil penelitian sikap tentang pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis menunjukkan sebagian besar dari responden bersikap positif berjumlah 26 orang (59,1%) dan hampir dari setengahnya bersikap negatif berjumlah 18 orang (40,9%), perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari responden yang berperilaku positif sebanyak 39 orang (88,6%), dan sebagian kecil berperilaku negatif sebanyak 5 orang (11,4%) . Uji statistik Sperman

Rank menunjukkan bahwa nilai p = 0.004 < α (0.05) sehingga H0ditolak dan H1diterima.

Kesimpulannya adalah ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberculosis di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang. Kata Kunci: Sikap, Perilaku, Keluarga, Tuberkulosis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

PENGESAHAN PENGUJI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 10

2.1.7 Cara Pengukuran Sikap ... 12

(13)

2.2 Konsep Perilaku... 13

2.2.1 Definisi Perilaku... 13

2.2.2 Macam-macam Perilaku ... 13

2.2.3 Perilaku Kesehatan ... 14

2.2.4 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 14

2.2.5 Domain Perilaku... 15

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 17

2.2.7 Pengukuran Perilaku... 17

2.3 Konsep Dasar Keluarga ... 19

2.3.1 Pengertian Keluarga ... 19

2.3.2 Fungsi Keluarga ... 19

2.4 Konsep Tuberkulosis ... 26

2.4.1 Definisi Tuberkulosis ... 26

2.4.2 Etiologi ... 27

2.4.3 Penemuan Penderita Tuberkulosis ... 27

2.4.4 Penularan dan Faktor-faktor resiko ... 28

2.4.5 Manifestasi Klinis ... 29

2.4.6 Diagnosa Tuberkulosis ... 31

2.4.7 Penatalaksanaan ... 31

2.4.8 Taktik dan Strategi Pengobatan Tuberkulosis ... 32

2.4.9 Patofisiologi ... 34

2.4.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis 37 2.5 Penelitian Terkait Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga PenderitaTuberkulosis ... 37

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

4.3 Populasi Penelitian, Sampel dan Sampling ... 43

4.4 Kerangka Kerja ... 44

(14)

4.5 Identifikasi Variabel ... 45

4.6 Definisi Operasional ... 45

4.7 Pengumpulan dan Analisa Data ... 46

4.8 Etika penelitian ... 54

4.9 Keterbatasan peneliti... 55

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 56

5.2 Hasil Penelitian ... 57

5.2.1 Data Umum ... 57

5.2.2 Data Khusus ... 58

5.3 Pembahasan ... 61

5.3.1Sikap Tentang Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 61

5.3.2Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 63

5.3.3Hubungan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 66

(15)

DAFTAR TABEL

No. Daftar Tabel Halaman

4.2 Definisi operasional... 46

5.1 Distribusi Frekuensi respoonden berdsarkan umur di

PuskesmasCukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 57 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas

Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 57

5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir di Puskesmas Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten jombang pada bulan April 2017 ... 58

5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di

Puskesmas Cukir Kecamatan Diwek kabupaten jombang pada bulan april 2017 ... 58

5.5 Karakteristik responden berdasarkan sikap tentang pencegahan

penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir

Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 58

5.6 Karakteristik responden berdasarkan perilaku pencegahan penularan

pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir

Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 59

5.7 Tabulasi silang hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir

Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 59

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Daftar Gambar Halaman

3.1 Kerangka konseptual ... 40 4.1 Kerangka kerja ... 44

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Jadwal Kegiatan Penelitian

2. Lembar Permohonan Menjadi Responden

3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

4. Kuesioner

5. Lembar Pernyataan Dari Perpustakanan

6. Lembar Surat Studi Pendahuluan

7. Lembar Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan dan Penelitian dari

Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang

8. Lembar Tabulasi Data Umum

9. Lembar Tabulasi Data Khusus

10.Lembar Hasil Output SPSS Data Umum

11.Lembar Hasil Output SPSS Data Khusus

12.Lembar Konsultasi Proposal Penelitian dan Skripsi

13.Surat Pernyataan Bebas Plagiasi

(18)

DAFTAR LAMBANG

1. H1 : hipotesis alternatif

2. % : prosentase

3. : alfa (tingkat signifikansi)

4. X: skor responden

5.

̃

: mean skor kelompok

6. N : jumlah populasi

7. n : jumlah sampel

8. d: tingkat kepercayaan yang diinginkan

9. >: lebih besar

10.<: lebih kecil

11.≥: lebih besar sama dengan

12.≤: lebih kecil sama dengan

DAFTAR SINGKATAN

STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

SPSS : Statistic Package for The Social Software

TB : Tuberkulosis

PUSKESMAS : Pusat kesehatan Masyarakat

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.

Menurut profil kesehatan Indonesia 2015, Insidens dan kematian akibat

tuberkulosis telah menurun dengan adanya berbagai upaya pengendalian

yang dilakukan. Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan

keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien terutama pasien

Tuberkulosis. Fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini masih banyak

keluarga yang tidak membawa anggota keluarganya yang sakit ketempat

pelayanan kesehatan mereka hanya membelikan obat di warung atau toko

saat anggota keluarganya sakit atau batuk, dan mereka tidak melakukan

pengobatan sampai selesai atau putus obat (drop out). Sedangkan perilaku

pencegahan keluarga masih rendah, hal tersebut terbukti dengan banyaknya

keluarga yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita

tuberkulosis tidak menggunakan masker saat menjaga anggota keluarganya

yang sakit, dan tidak kontrol rutin, serta melakukan upaya pencegahan yang

lainnya. (Djannah, Suryani, Purwati, 2009)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan angka tuberkulosis

di Indonesia pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis

sebanyak 330.910 kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Dengan adanya

data tersebut mengemukakan bahwa Jawa Timur menduduki peringkat

kedua Provinsi dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Indonesia. Dinkes

(20)

2

Provinsi Jawa Timur mencatat sebanyak 21.036 penderita dengan kasus

tuberkulosis BTA positif (Profil Kesehatan Jawa Timur, 2014). Sedangkan

penderita tuberkulosis BTA (+) di Jombang pada tahun 2015 sebesar 575

penderita. Jumlah prevalensi penderita tuberkulosis disebabkan oleh adanya

sikap keluarga yang sebagian besar negatif serta perilaku keluarga yang

cenderung kurang aktif dalam pencegahan penyakit TB (Nugroho, 2010).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Fibriana (2011) yang berjudul “Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan

Penyakit Menular Tuberkulosis” menunjukan bahwa sikap keluarga

sebagian besar negatif, serta perilaku keluarga masih kurang. Hal tersebut

menggambarkan masih rendahnya sikap dan perilaku masyarakat pada

umumnya tentang pencegahan tuberkulosis.

TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah penderita

tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk, bersin, berbicara, penderita

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. Orang dapat terinfeksi

apabila droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan (Wijaya dan Putri,

2013). Penularan kuman tuberkulosis dipengaruhi oleh sikap dan perilaku

penderita, keluarga serta masyarakat yang kurang memahami cara mencegah

penularan penyakit tuberkulosis seperti menutup mulut pada waktu batuk

dan bersin, meludah pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan,

imunisasi BCG pada bayi, menghindari udara dingin, serta mengusahakan

sinar matahari masuk ke tempat tidur. Penyakit tuberkulosis dapat berakibat

sangat fatal serta menyebabkan kematian, oleh karena itu

(21)

3

sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Pencegahan

penularan penyakit tuberkulosis sangat diperlukan karena jika sikap

keluarga yang positif akan berpengaruh pada perilaku yang positif.

Pencegahan penularan tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara

petugas melakukan pendekatan kepada penderita suspect tuberkulosis dan

keluarga melalui penyuluhan dan pemberian leaflet ketika datang untuk

berobat. Penyuluhan dan pemberian leaflet pada keluarga berguna untuk

mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis, meningkatkan perilaku

keluarga terkait dengan penyembuhan dan penyakit tuberkulosis. Solusi ini

di dukung juga oleh penelitian Purwanto (2011) yaitu bahwa semakin

keluarga memiliki sikap positif maka akan berperilaku baik dan jika

keluarga memiliki sikap negatif maka berperilaku cukup/kurang.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan

pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan

penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir

Jombang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sikap tentang pencegahan penularan pada keluarga

penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.

(22)

4

2. Mengidentifikasi perilaku penceagahan penularan pada keluarga

penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.

3. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan

pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kajian

pustaka untuk menambah kasanah keilmuan dalam bidang keperawatan

medikal bedah khususnya tentang pencegahan penularan tuberkulosis

dengan harapan akan memperbaiki sikap dan perilaku masyarakat.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Keluarga

Dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan yang

berguna bagi keluarga untuk mencegah penularan tuberkulosis.

2. Bagi Perawat Puskesmas Cukir

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kinerja khususnya dalam

melakukan penyuluhan tentang pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis.

3. Bagi Dosen

Sebagai tambahan pengetahuan dalam memberikan materi KMB

kususnya dalam masalah tuberkulosis dan pencegahanya serta bahan

pengabdian masyarakat.

(23)

5

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi serta menjadi referensi ilmiah pada penelitian lebih

lanjut untuk lebih menyempurnakan penelitian dengan metode lain guna

membantu mengatasi sikap dengan perilaku pencegahan penularan

tuberkulosis. Penelitian lanjutan dapat berupa penelitian dengan sampel

yang lebih besar, jenis dan rancangan penelitian yang berbeda serta

penggunaan kelompok kontrol.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sikap

2.1.1 Pengertian sikap

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan

potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan

pada stimulus yang menghendaki adannya respons (Azwar, 2013)

Sikap dapat bersikap positif dan dapat pula bersikap negatif

(Notoatmodjo, 2012).

1. Sikap positif

Sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap

stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena

orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus

yang telah diberikan.

2. Sikap negatif

Sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus

yang telah diberikan, sikap mungkin terarah terhadap benda, orang

tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai dan

lain-lain.

2.1.2 Struktur sikap

Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang

(Azwar, 2013). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai

(25)

7

komponen kognitif (kepercayaan) emosional (perasaan) dan komponen

konatif (tindakan).

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Komponen ini disamakan dengan perasaan

yang dimiliki terhadap sesuatu.

3. Komponen konatif

Komponen ini menunjukkan bagaiman kecenderungan berperilaku yang

ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (tital attitude) dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan,

berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,

2012). Komponen kognitif mengenai suatu objek dapat menjadi penggerak

terbentuknya sikap apabila komponen kognitif tersebut disertai dengan

komponen afektif (persepsi) dan komponen konatif (kesiapan untuk

melakukan tindakan) (Azwar, 2013).

2.1.3 Pembentukan sikap

Terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma

sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan

(26)

8

membentuk suatu sikap, bahkan bertindak, sikap terbentuk setelah individu

mengadakan internalisasi dari hasil (Sobur, 2011) yakni :

1. Observasi serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang

dihadapi.

2. Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang

diberikan, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya.

3. Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang

telah menyerap perasaan sulit dilupakan sehingga reaksi akan

merupakan reaksi berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.

4. Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan

pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli

dan sebagainya.

2.1.4 Perubahan sikap

Perubahan sikap pada individu ada yang terjadi dengan mudah, ada

yang sukar, hal ini tergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima

atau menolak rangsangan yang datang padanya. Perubahan sikap tidak

hanya menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri seseorang juga

menyebabkan terjadinya perubahan sikap seiring dengan perkembangan

arus informasi, ekonomi, sosial, politik, kesehatan. Perubahan suatu sikap

tergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian individu dan afiliasi

individu terhadap kelompok (Sobur, 2011)

(27)

9

2.1.5 Karakteristik sikap

Karakteristik sikap baik yang dimiliki sebelum maupun sesudah

terbentuknya sikap, mempengaruhi pembentukan sikap tertentu.

Karakteristik sikap Sobur, 2011) meliputi :

1. Sikap ekstrem (extremeness)

Sikap yang ekstrem sulit berubah, baik dalam perubahan kongruen

(perubahan yang searah, yakni bertambahnya derajat kepositifan atau

kenegatifan dari searah) maupun inkungruen (perubahan sikap ke arah

yang berlawanan, misal sikap yang semula negatif menjadi positif atau

sebaliknya.

2. Multifleksitas (multiplexity)

Sikap yang karakteristik multiflek mudah berubah secara kongruen,

namun sulit berubah secara inkongruen, sebaliknya sikap yang simple

mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah secara

kongruen.

3. Konsistensi (consistency)

Sikap yang konsisten cenderung menunjukkan sikap yang stabil, karena

komponenya saling mendukung satu sama lain, ini akan mudah berubah

ke arah konguen.

4. Interconnectedness

Interconnectedness adalah keterikatan suatu sikap dengan orang lain

dalam suatu kluster. Sikap yang mempunyai kadar keterikatan tinggi

sulit diubah ke arah kongruen.

(28)

10

5. Konsonan (consonance)

Sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk

kluster. Kluster tersebut cenderung pula memiliki derajat saling

ketergantungan.

6. Streght and number of wants served by attitude

Perubahan sikap ditentukan oleh kekuatan dan ragam-ragamnya. Sikap

yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman keinginan yang akan

dipuaskan disebut sikap multi servis. Sikap multi servis ini sangat

dihargai dan diharapkan seseorang. Sikap demikian sukar berubah pada

jenis inkongruen, namun pada perubahan mudah berubah.

7. Centrality of the value to which the attitude is related

Sikap seseorang yang berakar pada nilai yang dianutnya, meskipun

ditukarkan alasan persuasive dan didukung oleh kenyataan yang kuat

tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara mengubah nilai.

2.1.6 Faktor yang mempengaruhi sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi sosial yaitu individu beraksi membentuk pola sikap

tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor yang

mempengaruhi sikap (Azwar, 2013)

1. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secaa tiba-tiba atau mengejutan yang

meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian

dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama-kelamaan

(29)

11

secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi

terbentuknya sikap.

2. Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan, misal

dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan

mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar

terhadap pembentukan sikap. Sikap masyarakat diwarnai dengan

kebudayaan yang ada di daerahnya.

4. Media Masa

Media masa elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya

terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, pemberian

informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan

landasan kognitif baru bagi pembetukan sikap.

5. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam

pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduannya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

6. Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai

penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego,

sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu

(30)

12

setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih

persisten dan bertahan lama.

7. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam

menentukan sikap seseorang, karena dari pengetahuan mulai terbentuk

sikap sesuai dengan stimulus yang diberikan (Notoadmodjo, 2012).

2.1.7 Cara Pengukuran sikap

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang atau

kelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, maka sikap

akan dijabarkan menjadi suatu indikator. Indikator tersebut dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa

pernyataan atau pertanyaan.

Pernyataan positif diberi skor :

1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 4

2. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner, dan

diberi melalui jawaban kuesioner skor 3

3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 2

4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 1

Pernyataan negatif diberi skor :

1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 1

(31)

13

2. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner, dan

diberi melalui jawaban kuesioner skor 2

3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 3

4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 4

Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden

dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Kemudian untuk

mengetahui kategori sikap responden dicari median nilai dalam kelompok

maka akan diperoleh :

1. Sikap responden positif, bila T responden > T mean

2. Sikap responden negatif, bila T responden < T mean (Azwar, 2013).

2.2 Konsep Perilaku

2.2.1 Definisi perilaku

Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adannya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka dari skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.(Notoatmojo,

2012)

2.2.2 Macam-macam perilaku

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus masih terbatas

(32)

14

pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menrima stimulus tersebut, dan belum bisa diamati

dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain.

2.2.3 Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit).

2.2.4 Klasifikasi perilaku kesehatan

Menurut Notoatmojo (2012) perilaku kesehatan diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu :

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bila mana sudah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan

sehat, perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

seoptimal mungkin.

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Karena makanan dan minuman

dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi

sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunya

kesehatan seeorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.

(33)

15

2.2.5 Domain perilaku

Menurut Notoatmojo (2012) menjelaskan bahwa. Pengukuran

terhadap perilaku kesehatan dapat dilihat dari domain perilaku, yakni :

1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang terhadap objek

melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya)

terhadap suatu objek, dan dibagi menjadi 6 langkah yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(34)

16

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruh

yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Peneliaian-peneliaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmojo (2012)

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Setelah seseorang mengetahui ilmunya maka kemudian stimulus

akan mengadakan penlitian, seperti halnya sikap keluarga dalam

perilaku pencegahan tuberkulosis, diperlukan suatu sikap dalam upaya

menekan angka kejadian salah satunya.

(35)

17

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut

Lawrence Green, terdapat 3 faktor utama yaitu :

1. Faktor predis posisi (predis posing factors)

Faktor yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factor)

Faktor-faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku tertentu

seperti adanya sarana prasarana atau fasilitas kesehatan tidak

mendukung bagi masyarakat (puskesmas sangat jauh dan sulit untuk

dijangkau) akan berpengaruh pada kunjungan pelayanan kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor yang memperkuat atau memberikan

dukungan seseorang untuk berperilaku, yaitu kebijakan yang ada

(Notoatmojo, 2012)

2.2.7 Pengukuran perilaku

Skala Likert digunakan untuk mengukur perilaku seseorang atau

kelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert yang digunakan pada

perilaku dijabarkan menjadi suatu indikator, dan dijadikan sebagai titik

tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau

pertanyaan.

Menurut (Azwar, 2013), pengukuran perilaku yang berisi

pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji reabilitas dan validitasnya

(36)

18

maka dapat digunakan untuk mengungkapkan perilaku kelompok

responden.

Subyek memberi respon dengan empat kategori ketentuan, yaitu :

selalu, sering, jarang, tidak pernah.

Dengan skor jawaban :

Jawaban dari item pernyataan perilaku positif

1. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner

dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4

2. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan

diberikan melalui jawaban kuesioner skor 3

3. Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan kuesioner dan

diberikan melalui jawaban kuesioner skor 2

4. Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1

Jawaban dari item pernyataan untuk perilaku negatif

1. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner

dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1

2. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan

diberikan melalui jawaban kuesioner skor 2

3. Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan kuesioner dan

diberikan melalui jawaban kuesioner skor 3

4. Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pernyataan

kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4

(37)

19

Penilaian perilaku yang didapatkan jika :

1) Perilaku positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari

kuesioner ≥ T mean

2) Perilaku negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari

kuesioner ≤ T mean

2.3 Konsep Dasar Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan

individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan polah perilaku dari

keluarga, kelompok dan masyarakat (Yeni, 2015).

2.3.2 Fungsi keluarga

1. Fungsi biologis

1) Menuruskan keturunan

2) Memelihara dan membesarkan anak

3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

4) Memelihara dan merawat anggota keluarga

2. Fungsi psikologis

1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman

2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

4) Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi sosialisasi

1) Membina sosialisasi pada anak

(38)

20

2) Membentuk norma-norma tingkahlaku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak

3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga

4. Fungsi ekonomi

1) Mencari sumber-sumber perhasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa

yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)

5. Fungsi pendidikan

1) Menyekolahan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat, dan minat yang

dimilikinya

2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

6. Fungsi efektif

Hal yang harus dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap

anggota keluarga lainnya, bagaimana keluarga mengembangkan sikap

saling menghargai.

(39)

21

7. Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma, agama,

budaya, dan perilaku

8. Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,

perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana

pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga

didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari

kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu

keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan

untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota

keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan

kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

terdapat dilingkungan setempat. Hal yang dikaji sejauh mana keluarga

melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga :

1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga

mengetahui mengenai fakta dari masalah kesehatan yang meliputi

pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab, dan yang

mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.

2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan

mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji

adalah :

(40)

22

a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat

dan luasnya masalah

b. Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?

c. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang

dialami?

d. Apakah keluarga masalah takut akan akibat dari tindakan

penyakit?

e. Apakah mempunyai sifat negatif terhadap masalah kesehatan?

f. Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang

ada?

g. Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan?

h. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap

tindakan dalam mengatasi masalah?

3) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah :

a. Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat,

penyebaran, komplikasi, prognosa dan cara merawatnya)

b. Sejauhmana keluarga mengetahui tentang sikap dan

perkembangan keperawatan yang dibutuhkan

c. Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang

diperlukan untuk perawatan yang dibutuhkan

d. Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada

dalam keluarga

(41)

23

4) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara

lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :

a. Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga

yang dimiliki

b. Sejauhmana keluarga melihat keuntungan atau manfaat

pemeliharaan lingkungan

c. Sejauhmana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi

d. Sejauhmana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit

e. Sejauhmana sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene

sanitasi

f. Sejauhmana kekompakan antar anggota keluarga

5) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga menggunakan

fasilitas atau pelayanan kesehatan dimasyarakat, hal yang dikaji

adalah :

a. Sejaumana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan

b. Sejauhmana keluarga memahami keuntungan yang dapat

diperoleh dari fasilitas kesehatan

c. Sejauhmana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas

dan fasilitas kesehatan

d. Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang

terhadap petugas kesehatan

e. Apakah fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga

(42)

24

9. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah :

1) Berapa jumlah anak

2) Bagaimana keluarga merencana jumlah anggota keluarga

3) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan

jumlah anggota keluarga

10.Fungsi ekonnomi

Fungsi yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah :

1) Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan

papan

2) Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada

dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga

11.Perawatan kesehatan keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit

atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui

perawatan sebagai saran.

12.Tujuan perawatan kesehatan keluarga

1) Tujuan umum

Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga mereka, sehingga

dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.

(43)

25

2) Tujuan khusus

a. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi

masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga

b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menangulangi

masalah-masala kesehatan dasar dalam keluarga

c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil

keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para

anggotanya

d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan

asuhan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan

dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya

e. Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan

mutu hidupnya

13.Fungsi keluarga penderita tuberkulosis

Keluarga penderita tuberkulosis mempunyai tugas dalam pengobatan

dan pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara :

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota

keluarga

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

3) Memberikan keperawatan kepada salah satu anggota keluarga yang

menderita tuberkulosis, dan yang tidak dapat membantu dirinya

sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda

4) Mempertahankan suasana dirumah yag menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

(44)

26

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan

dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

2.4 Konsep Tuberkulosis

2.4.1 Definisi tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar

kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya (Mansjoer, 2010).

Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan

salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar

hasil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection

dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari

ghon (Wijaya dan Putri, 2013).

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan Tuberkulosis

(TB) merupakan penyakit infeksius atau menular yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru, tetapi dapat juga

menyerang organ lain.

(45)

27

2.4.2 Etiologi

Menurut Wijaya & Putri (2013) etiologi Tuberkulosis adalah:

1) Agen infeksius utama, mycrobacetrium tuberkulosis adalah batang

aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap

panas dan sinar ultraviolet.

2) Mycrobacetrium bovis dan mycrobacetrium avium pernah ada, tetapi

kerjadiannya jarang, berkalitan dengan kejadian infeksi tuberkulosis.

2.4.3 Penemuan penderita tuberkulosis

Kegiatan penemuan pasien tuberkulosis terdiri dari penjaringan

suspect tuberkulosis, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe

pasien.

1. Penmuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa

Penemuan penderita tuberkulosis dilakukan pasif, artinya panjaringan

tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung

ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung

dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita. Cara ini terkenal dengan sebutan passive promotion case

finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).

Selain itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan

gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan

diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat

tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan

kematian.

(46)

28

2. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak

Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang

sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas

gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

2.4.4 Penularan dan faktor-faktor resiko

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui

udara. Individu terinveksi melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau

bernyanyi, melepaskan doplet. Doplet yang besar akan menetap dan doplet

yang kecil akan tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.

Menurut Wijaya & Putri (2013) individu yang beresiko tinggi untuk tertular

tuberkulosis adalah:

1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB

aktif.

2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kangker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi

dengan HIV.

3) Pengguna obat-obatan IV dan Alkoholik.

4) Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,

tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia 15

tahun dan dewasa muda antara usia 15 sampai 44 tahun).

5) Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya

(misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).

6) Imigran dari negara yang terinfeksi TB yang tinggi (Asia tenggara,

Afrika, Amerika Latin, Karibia).

(47)

29

7) Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas kesehatan

jangka panjang, institusi spikiatrik, penjara).

8) Individu yan tinggal didaerah perumahan substandard kumuh.

9) Petugas kesehatan.

10)Resiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya

organisme yang terdapat diudara.

2.4.5 Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu

penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang

juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan

kadang-kadang asistomatik.

Menurut Wijaya & Putri (2013) gambaran klinis TB paru dapat

dibagi menjadi dua golongan, gejala raspiratorik dan gejala sistemik:

1. Gejala respiratorik meliputi:

1) Batuk : Gejala batuk paling dini dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non prokduktif

kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan.

2) Batuk darah : Darah yang keluar dalam dahak bervariasi, mungkin

tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan atau darah

segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena

pecahnya pembulu darah. Berat ringannya batuk darah tergantung

dari kecil besarnya pembulu darah yang rusak.

(48)

30

3) Sesak nafas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru

sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pnemothorax, anemia, dll.

4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang

ringan. Gejala ini timbul apa bila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gelaja sistemik, meliputi :

1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip dengan influeza, hilang timbul dan

makin lama makin panjang sedangkan masa beban serangan makin

pendek.

2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain iyalah keringat malam,

anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya grandual dalam beberapa minggu-bulan

akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas

walaupun jarang dapat juga timbul gejala menyerupai gejala

pneumonia.

Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien

menunjukkan demam tinggkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan BB,

berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya

mungkin non prokduktif, tetapi dapat berkembang kearah pembentukan

spuntum mukopurulen dengan hemoptitis.

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia,

seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia,

(49)

31

dan penurunan BB. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun

dalam keadaan dorman.

2.4.6 Diagnosa tuberkulosis paru

Diagnosa tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman tuberkulosis (BTA). Pada program penanggulangan

tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sepanjang sesuai dengan indikasinya. Semua suspect tuberkulosis diperiksa

3 spesimen dahak mikroskopis dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) yaitu:

1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada hari kedua.

2. P (pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas

di UPK.

3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

penyerahan dahak pagi.

2.4.7 Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat

dan petugas kesehatan.

1. Penderita tuberkulosis paru

1) Minum obat secara teratur sampai selesai

(50)

32

2) Menutup mulut waktu bersin atau batuk

3) Tidak meludah disembarang tempat

4) Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang

diisi sabun atau karbol/isol

2. Untuk keluarga

1) Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur

2) Buka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat

masuk

3) Kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari

2.4.8 Taktik dan strategi pengobatan tuberkulosis paru

Pada pengobatan pasien tuberkulosis paru harus menguasai taktik

dan strategi yang efektif, dan efisien untuk menekan terjadinya resistensi

basil agar tidak terjadi relap atau kekambuhan. Untuk menunjang

keberhasilan pengobatan maka taktik yang dipilih, obat kemoterapi harus

dikombinasi, tidak boleh putus-putus, dan dengan jangka waktu lama atau

dikenal sebagai combined, continued, prolonged.

1. Kombinasi (combined) dengan dosis tertentu

Obat tuberkulosis kombinasi dengan dosis tertentu adalah dua atau

lebih komponen obat di dalam satu sediaaan. Kombinasi obat

tuberkulosis bertujuan agar pasien dengan tuberkulosis tidak harus

menggunakan terlalu banyak obat selama pengobatan. Penggunaan

kombinasi dari dua komponen obat telah lama digunakan. Penderita

tuberkulosis aktif tidak dapat diobati dengan satu jenis obat, karena

bakteri tuberkulosis di tubuhnya dapat menjadi kebal atau resistan

(51)

33

terhadap obat tersebut. Kuman tuberkulosis paru menjadi resistan akibat

dari obat tersebut tidak berkerja lagi terhadap kuman di tubuh penderita.

Menghindari timbulnya resistansi, penderita tuberkulosis paru diobati

dengan kombinasi beberapa obat, yang disebut sebagai terapi anti

tuberkulosis. Terdapat lima pilihan obat yang biasanya dipakai di

Indonesia pengobatan tuberkulosis yaitu :

1) Isoniazid (INH atau H)

2) Pirazinamid (Z)

3) Ethambutol (E)

4) Rifampisin (R)

5) Streptomisin (S)

2. Tujuan dari pemberian obat tuberkulosis paru kombinasi :

1) Pengguna obat kombinasi.

a) Membuat peresepan menjadi lebih mudah.

b) Membuat penyediaan obat lebih mudah karena lebih sedikit.

c) Mengurangi kemungkinan resistensi obat tuberkulosis dengan

memastikan lebih sedikit obat yang perlu digunakan.

d) Mengurangi resiko salah obat.

e) Meningkatkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang

harus diminum lebih sedikit sehingga pengobatan menjadi

lebih mudah dan mengurangi kemungkinan pasien akan

membagi dosis atau hanya meminum beberapa obat.

Penggunaan blister packs,dengan atau tanpa tablet kombinasi

(52)

34

dosis tertentu, juga membuat pasien untuk patuh terhadap

pengobatan mereka.

2) Berkesinambungan (continued)

Berkesinambungan berarti penderita memakai obat yang

diprogramkan secara terus menerus. Penderita tidak memakai

obatnya secara disiplin, mengakibatkan tuberkulosis menjadi

resistan terhadap obat yang dipakai, selanjutnya obat tersebut tidak

efektif, dan penderita harus memakai obat antu tuberkulosis yang

lain, yang lebih mahal dan lebih sulit dipakai.

3) Jangka waktu yang lama (prolonged)

Terapi tuberkulosis biasanya berlangsung selama enam bulan

sampai dengan 12 bulan. Tantangan kepatuhan pasti ada, sebab

kadang kala penderita mengalami efek samping. Pengawasan oleh

pengawas menelan obat (PMO) seperti dilakukan berdasarkan

DOT-S dapat membantu penderita agar tetap disiplin.

2.4.9 Patofisiologi

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang

lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan

penyakit (danneberg, 1981 dikutib dari Andra & Yessie, 2013). Setelah berada

dirongga alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian lobus

bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Leokosit

polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi

tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-

(53)

35

hari pertama maka lokosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala peneumonia akut.

Peneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan

kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus

difogasit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga berkembang melalui

kelenjar limfe regional. Makrofak yang menggalami infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid

yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung 10-20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti

keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami

nekrosis kaseosa dan jarian glanurasi disekitarnya yang terdiri dari sel

epiteloid dan fibrolas menimbulkan respon berbeda. Jariangan glanurasi

menjadi lebih lebih fibrosa, membentuk jarian parut yang akhirnya

membentuk kapsul yang mengelilinggi tuberkel.

Lasi promer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan

terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks

Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat dari

orang sehat yang kebetulan mengalami pemeriksaan radiogram rutin.

Respon lain yang ysng terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan

dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Meteri

tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kepercabangan

trankeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali pada bagian lain dari

paru atau basil akan terbawa kelaring, telingga tengah atau usus. Kavitas

kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan menginggalkan

(54)

36

jariangan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumes bronkus dapat

menyempit dan menutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan

perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat

mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang

tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu

lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat

peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau

pembulu darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe

akan mencapai aliran darah dalam jumplah yang lebih kecil yang

kadang-kadang dapat menimbulkan lesi bada bagian organ lain (ekstrapulmoner).

Penyebab hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak

merusak pembulu darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem

vaskuler dan tersebar kedalam sistem vaskuler kedalam organ-organ tubuh

(Wijaya & Putri, 2013). Dalam penyakit Tuberkulosis akan muncul masalah

ketidak efektifan pola nafas, hal itu bisa terjadi karena perubahan cairan

intra pleura yang mengakibatkan sesak nafas, sianosis, dan penggunaan otot

bantu nafas. Selain itu tanda sesak nafas merupakan terjadinya kerusakan

membran alveolar-kapiler merusak pleura menyebabkan gangguan

pertukaran gas, produksi sekret yang meningkat, dan pecahnya pembulu

darah mengakibatkan batuk produktif dan batuk darah dapat mengakibatkan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

(55)

37

2.4.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tuberkulosis

Berat ringannya tuberkulosis paru tergantung pada faktor host,

Virulensi kuman dan lingkungan, menurut WHO (1997) pencetus

terjadinya infeksi yang berat adalah HIV dan kemiskinan berperan pada

keadaan malnutrisi sehingga memperburuk status gizi yang melemahkan

sistem kekebalan tubuh, hal ini dapat diperberat dengan keadaan penyakit

penyerta. Akibat krisis ekonomi terjadi penurunan konsumsi makanan

yang bergizi, sehingga komponen nutrisi untuk bahan pembentukan

antibodi berkurang. Tidak seimbangnya pemasukan yang didapat dengan

kerja keras dibandingkan pengeluaran yang lebih tinggi mengakibatkan

stres psikis yang berkepanjangan. Stres mengakibatkan produksi hormon

stresor kortisol meningkat. Peningkatan kortisol menghambat kerja IL-1,

untuk mengaktifkan limfosit sehingga melemahkan kerja makrofag

menimbulkan kuman mudah mengadakan pembiakan. Pada orang yang

mengalami infeksi namun bila ketahanan tubuhnya normal, 90% akan

sembuh dengan sendirinnya, namun pada mereka yang ketahanan

tubuhnya rendah beresiko tinggi untuk menjadi sakit dari yang ringan

sampai berat, bahkan dapat menyebar keseluruh organ tubuh (Milier, 1997

dikutif Tjandra, 2011).

2.5 Penelitian Terkait Sikap Keluarga dengan Perilaku Pencegahan

Penularan Tuberkulosis

1. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Siti, Dyah, dan Dian yang berjudul

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan

Penularan TBC pada mahasiswa di Asrama Manokwari Sleman

(56)

38

Yogyakarta tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode observasi

anlitik dengan rancangan penelitian cross setional. Penelitian ini

dilakukan di Asrama Manokwari Sleman dengan teknik Totality

Sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel penlitian sebanyak 37

responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, responden paling banyak

mempunyai perilaku baik dengan sikap yang buruk sebanyak 18

responden (48,6 persen) dan 2 (5,4 persen). dari hasil analisis yang

didapatkan korelasi regresi linier dengan nilai Sig 0,001 dan R 0,520

serta R squere 0,270 yang artinya penelitian ini memiliki hubungan

antara sikap tentang TBC dengan perilaku pencegahan penularan di

asrama Manokwari.

2. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Linda Febriana tahun 2011 dengan

judul Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Keluarga tentang

Pencegahan Penyakit Menular Tuberculosis. Desain penelitian ini

menggunakan cross sectional, jumlah sampel yang diambil pada

penelitian ini adalah 22 responden keluarga pasien TB Paru di wilayah

kerja puskesmas wringinaom-gresik melalui metode total sampling.

Setelah ditabulasi data yang dianalisis dengan menggunakan uji

spearman. Hasil penelitian menujukan sikap keluarga sebagian besar

negative yaitu 12 responden (54,5%) besikap positif yaitu 10 responden

(45,5%). Dan perilaku keluarga yang berperilaku baik 6 responden

(27,3%), berperilaku cukup 9 responden (40,9%) dan yang berperilaku

kurang 7 responden (31,8%) sedangkan dari hasil uji statistic diperoleh

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Sikap Dengan Perilaku
Gambar 4.1 : Kerangka kerja Sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita Tuberkulosis di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang
Tabel 4.6 Definisi Operasional Sikap Dengan perilaku Pencegahan Penularan pada keluarga penderita tuberkulosis
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabulasi silang antara sikap dan tindakan penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli

Hubungan Dukungan Keluarga dalam Perawatan Kesehatan Anggota Keluarga dengan Perilaku Pencegahan Penularan Oleh Klien Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2013..

Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru pada keluarga penderita Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Inap Paru

Bedasarkan hasil penelitian dan teori dapat disimpulkan bahwa hubungan antar tingkat pengetahuan keluarga dengan upaya pencegahan penularan tuberkulosis paru di

Peneliti mengharapkan jawaban atau informasi yang sesuai dengan apa yang anda alami tentang hubungan peran keluarga dengan depresi penderita kusta di Puskesmas

Tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan minat ibu nifas tentang postnatal massage di Puskesmas Jelakombo, Kecamatan Jombang, Kabupaten

Tujuan penelitian menganalisis hubungan faktor lingkungan dengan kejadian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Gayam Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro.. Desain