SKRIPSI
SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS
(Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)
Disusun Oleh:
MUHAMMAD MUSHOFFA IZZUDIN 13.321.0038
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS
(Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi S1 Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
MUHAMMAD MUSHOFFA IZZUDIN 13.321.0038
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
MOTTO
“Bagaimanapun rintangan dan cobaan yang datang pada kita, tetaplah hadapi dengan yakin, kita pasti bisa menghadapinnya. “
PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan akan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-Nya yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai sesuai dengan yang dijadwalkan. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan. Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua saya (Bapak Supriyatno dan Ibu Sri Luayanah) yang tak
henti mencurahkan do’a serta kasih sayang yang tak terhingga. Dengan semangat dan dukungan yang tiada hentinya , baik secara moril maupun materi. Hanya do’a dan prestasi yang dapat saya berikan. Terima kasih bapak dan ibu atas do’a dan kasih sayang yang telah kalian berikan.
2. Semua keluarga saya khususnya adik saya (Avinda Dwi Sagita) serta
nenek saya yang telah banyak memberi do’a , semangat serta dukungan demi kelancaran kuliah saya.
3. Teman – teman Mahasiswa S1 – Keperawatan STIKes ICMe Jombang
yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah saya dan memotivasi disetiap langkah saya.
4. Kedua dosen pembimbing saya, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,
M.Kep. serta Ibu Tri Dianti Nur W.,S.Kep.Ns yang telah membimbing saya dengan sabar dan teliti dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga ilmu dan nasehat yang beliau berdua berikan dapat bermanfaat.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen S1 Keperawatan terima kasih banyak atas
semua ilmu , nasehat serta motivasi yang telah diberikan dan semoga bermanfaat.
6. Kepala Puskesmas Cukir dan seluruh perawat di Puskesmas Cukir
Kabupaten Jombang yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian dan membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Seseorang (Nuzul Mubarokah) yang selalu menemani, membantu,
memberikan dukungan dan semangat untuk tidak menyerah mengerjakan skripsi sampai selesai.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sikap
Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis (di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)“ ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak H.Bambang Tutuko S.H.,S.Kep.,Ns.,M.H. selaku ketua STIKes ICMe
Jombang; Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns,.M.Kep. selaku Kaprodi S1
Keperawatan dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan serta motivasi
kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini; Ibu Tri Dianti Nur
W.,S.Kep.Ns selaku pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, tenaga
serta pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini; Kepala Puskesmas Cukir
Kabupaten Jombang yang telah memberikan ijin penelitian serta seluruh perawat
Puskesmas Cukir yang telah memberikan ijin penelitian serta menyediakan data
yang diperlukan selama menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, Amin.
Jombang, Mei 2017
Penulis
ABSTRACT
ATTITUDE WITH PREVENTION BEHAVIOR OF INFECTION IN THE FAMILY OF TUBERCULOSIS PATIENTS
(In Puskesmas Cukir Jombang District) By:
Muhammad Mushoffa Izzudin 133210038
Tuberculosis is a disease of global concern. Health services can not be separated from family involvement as the closest person of the patient. The phenomenon that occurs in the community there are still many families who do not bring members of his family who are sick to the health service, and they do not do the treatment until the end or break up the drug. While the prevention behavior of families is still low, such as families who live at home with family members who suffer from tuberculosis do not use a mask, and not routine control. The purpose of this research was to analyze the relation of attitude with behavior prevention of infection in family with tuberculosis in the Puskesmas Cukir Jombang
The design of this study was analytic cros sectiona. The population in this research is whole family of tuberculosis patient at Cukir Health Center of Jombang Regency as many as 50 people, the sample is 44 respondents with consequtive sampling technique. The independent variable is the prevention attitude of transmission in families of tuberculosis patients dependent variable that is the prevention behavior of transmission in the family of tuberculosis patients. Data collection using questionnaires. Data processing techniques using Editing, Coding, Scoring, Tabulating and statistical tests using statistical test sperman rank.
The research result of the attitude about prevention of infection in family with
tuberculosis showed that’s most of respondents had positive attitude a number of 26
people (59,1%) and almost half of them had negative attitude numbered of 18 people
(40,9%), the prevention behavior of infection in family with tuberculosis showed that’s
almost all of respondents had positive attitude as many as 39 people (88,6%), and a small minority had negative attitude as many as 5 people (11,4%). The statistical test of
Sperman Rank showed that’s the value of p = 0.004 < α (0.05) so H0 was rejected and H1
was accepted.
The conclusion is there is a relationship between attitude with prevention behavior of transmission in family of tuberculosis patient at Cukir Public Health Center of Jombang Regency.
Keywords: Attitude, Prevention, Family, Tuberculosis
ABSTRAK
SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKU LOSIS (Di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang)
Oleh :
Muhammad Mushoffa Izzudin 133210038
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien. Fenomena yang terjadi dimasyarakat masih banyak keluarga yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita tuberkulosis tidak menggunakan masker, dan mereka tidak melakukan pengobatan sampai selesai atau putus obat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.
Desain penelitian ini adalah analitik cros sectiona. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Kabupaten jombang sebanyak 50 orang, sampelnya berjumlah 44 responden dengan teknik consequtive
sampling. Variabel independent yakni sikap pencegahan penularan pada keluarga
penderita tuberculosis variabel dependent yaitu perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan Editing, Coding, Scoring, Tabulating serta uji statistiknya menggunakan uji statistic sperman rank.
Hasil penelitian sikap tentang pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis menunjukkan sebagian besar dari responden bersikap positif berjumlah 26 orang (59,1%) dan hampir dari setengahnya bersikap negatif berjumlah 18 orang (40,9%), perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari responden yang berperilaku positif sebanyak 39 orang (88,6%), dan sebagian kecil berperilaku negatif sebanyak 5 orang (11,4%) . Uji statistik Sperman
Rank menunjukkan bahwa nilai p = 0.004 < α (0.05) sehingga H0ditolak dan H1diterima.
Kesimpulannya adalah ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberculosis di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang. Kata Kunci: Sikap, Perilaku, Keluarga, Tuberkulosis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN... iv
PENGESAHAN PENGUJI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 10
2.1.7 Cara Pengukuran Sikap ... 12
2.2 Konsep Perilaku... 13
2.2.1 Definisi Perilaku... 13
2.2.2 Macam-macam Perilaku ... 13
2.2.3 Perilaku Kesehatan ... 14
2.2.4 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 14
2.2.5 Domain Perilaku... 15
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 17
2.2.7 Pengukuran Perilaku... 17
2.3 Konsep Dasar Keluarga ... 19
2.3.1 Pengertian Keluarga ... 19
2.3.2 Fungsi Keluarga ... 19
2.4 Konsep Tuberkulosis ... 26
2.4.1 Definisi Tuberkulosis ... 26
2.4.2 Etiologi ... 27
2.4.3 Penemuan Penderita Tuberkulosis ... 27
2.4.4 Penularan dan Faktor-faktor resiko ... 28
2.4.5 Manifestasi Klinis ... 29
2.4.6 Diagnosa Tuberkulosis ... 31
2.4.7 Penatalaksanaan ... 31
2.4.8 Taktik dan Strategi Pengobatan Tuberkulosis ... 32
2.4.9 Patofisiologi ... 34
2.4.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis 37 2.5 Penelitian Terkait Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga PenderitaTuberkulosis ... 37
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
4.3 Populasi Penelitian, Sampel dan Sampling ... 43
4.4 Kerangka Kerja ... 44
4.5 Identifikasi Variabel ... 45
4.6 Definisi Operasional ... 45
4.7 Pengumpulan dan Analisa Data ... 46
4.8 Etika penelitian ... 54
4.9 Keterbatasan peneliti... 55
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 56
5.2 Hasil Penelitian ... 57
5.2.1 Data Umum ... 57
5.2.2 Data Khusus ... 58
5.3 Pembahasan ... 61
5.3.1Sikap Tentang Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 61
5.3.2Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 63
5.3.3Hubungan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis ... 66
DAFTAR TABEL
No. Daftar Tabel Halaman
4.2 Definisi operasional... 46
5.1 Distribusi Frekuensi respoonden berdsarkan umur di
PuskesmasCukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 57 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas
Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 57
5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir di Puskesmas Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten jombang pada bulan April 2017 ... 58
5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Cukir Kecamatan Diwek kabupaten jombang pada bulan april 2017 ... 58
5.5 Karakteristik responden berdasarkan sikap tentang pencegahan
penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir
Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 58
5.6 Karakteristik responden berdasarkan perilaku pencegahan penularan
pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir
Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 59
5.7 Tabulasi silang hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir
Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada bulan april 2017 ... 59
DAFTAR GAMBAR
No. Daftar Gambar Halaman
3.1 Kerangka konseptual ... 40 4.1 Kerangka kerja ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Jadwal Kegiatan Penelitian
2. Lembar Permohonan Menjadi Responden
3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
4. Kuesioner
5. Lembar Pernyataan Dari Perpustakanan
6. Lembar Surat Studi Pendahuluan
7. Lembar Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan dan Penelitian dari
Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang
8. Lembar Tabulasi Data Umum
9. Lembar Tabulasi Data Khusus
10.Lembar Hasil Output SPSS Data Umum
11.Lembar Hasil Output SPSS Data Khusus
12.Lembar Konsultasi Proposal Penelitian dan Skripsi
13.Surat Pernyataan Bebas Plagiasi
DAFTAR LAMBANG
1. H1 : hipotesis alternatif
2. % : prosentase
3. : alfa (tingkat signifikansi)
4. X: skor responden
5.
̃
: mean skor kelompok
6. N : jumlah populasi
7. n : jumlah sampel
8. d: tingkat kepercayaan yang diinginkan
9. >: lebih besar
10.<: lebih kecil
11.≥: lebih besar sama dengan
12.≤: lebih kecil sama dengan
DAFTAR SINGKATAN
STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
SPSS : Statistic Package for The Social Software
TB : Tuberkulosis
PUSKESMAS : Pusat kesehatan Masyarakat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.
Menurut profil kesehatan Indonesia 2015, Insidens dan kematian akibat
tuberkulosis telah menurun dengan adanya berbagai upaya pengendalian
yang dilakukan. Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan
keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien terutama pasien
Tuberkulosis. Fenomena yang terjadi dimasyarakat saat ini masih banyak
keluarga yang tidak membawa anggota keluarganya yang sakit ketempat
pelayanan kesehatan mereka hanya membelikan obat di warung atau toko
saat anggota keluarganya sakit atau batuk, dan mereka tidak melakukan
pengobatan sampai selesai atau putus obat (drop out). Sedangkan perilaku
pencegahan keluarga masih rendah, hal tersebut terbukti dengan banyaknya
keluarga yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita
tuberkulosis tidak menggunakan masker saat menjaga anggota keluarganya
yang sakit, dan tidak kontrol rutin, serta melakukan upaya pencegahan yang
lainnya. (Djannah, Suryani, Purwati, 2009)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan angka tuberkulosis
di Indonesia pada tahun 2015 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis
sebanyak 330.910 kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Dengan adanya
data tersebut mengemukakan bahwa Jawa Timur menduduki peringkat
kedua Provinsi dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Indonesia. Dinkes
2
Provinsi Jawa Timur mencatat sebanyak 21.036 penderita dengan kasus
tuberkulosis BTA positif (Profil Kesehatan Jawa Timur, 2014). Sedangkan
penderita tuberkulosis BTA (+) di Jombang pada tahun 2015 sebesar 575
penderita. Jumlah prevalensi penderita tuberkulosis disebabkan oleh adanya
sikap keluarga yang sebagian besar negatif serta perilaku keluarga yang
cenderung kurang aktif dalam pencegahan penyakit TB (Nugroho, 2010).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Fibriana (2011) yang berjudul “Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan
Penyakit Menular Tuberkulosis” menunjukan bahwa sikap keluarga
sebagian besar negatif, serta perilaku keluarga masih kurang. Hal tersebut
menggambarkan masih rendahnya sikap dan perilaku masyarakat pada
umumnya tentang pencegahan tuberkulosis.
TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah penderita
tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk, bersin, berbicara, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. Orang dapat terinfeksi
apabila droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan (Wijaya dan Putri,
2013). Penularan kuman tuberkulosis dipengaruhi oleh sikap dan perilaku
penderita, keluarga serta masyarakat yang kurang memahami cara mencegah
penularan penyakit tuberkulosis seperti menutup mulut pada waktu batuk
dan bersin, meludah pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan,
imunisasi BCG pada bayi, menghindari udara dingin, serta mengusahakan
sinar matahari masuk ke tempat tidur. Penyakit tuberkulosis dapat berakibat
sangat fatal serta menyebabkan kematian, oleh karena itu
3
sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Pencegahan
penularan penyakit tuberkulosis sangat diperlukan karena jika sikap
keluarga yang positif akan berpengaruh pada perilaku yang positif.
Pencegahan penularan tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara
petugas melakukan pendekatan kepada penderita suspect tuberkulosis dan
keluarga melalui penyuluhan dan pemberian leaflet ketika datang untuk
berobat. Penyuluhan dan pemberian leaflet pada keluarga berguna untuk
mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis, meningkatkan perilaku
keluarga terkait dengan penyembuhan dan penyakit tuberkulosis. Solusi ini
di dukung juga oleh penelitian Purwanto (2011) yaitu bahwa semakin
keluarga memiliki sikap positif maka akan berperilaku baik dan jika
keluarga memiliki sikap negatif maka berperilaku cukup/kurang.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan
pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan
penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir
Jombang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi sikap tentang pencegahan penularan pada keluarga
penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.
4
2. Mengidentifikasi perilaku penceagahan penularan pada keluarga
penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.
3. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan
pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kajian
pustaka untuk menambah kasanah keilmuan dalam bidang keperawatan
medikal bedah khususnya tentang pencegahan penularan tuberkulosis
dengan harapan akan memperbaiki sikap dan perilaku masyarakat.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Keluarga
Dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan yang
berguna bagi keluarga untuk mencegah penularan tuberkulosis.
2. Bagi Perawat Puskesmas Cukir
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kinerja khususnya dalam
melakukan penyuluhan tentang pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis.
3. Bagi Dosen
Sebagai tambahan pengetahuan dalam memberikan materi KMB
kususnya dalam masalah tuberkulosis dan pencegahanya serta bahan
pengabdian masyarakat.
5
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai informasi serta menjadi referensi ilmiah pada penelitian lebih
lanjut untuk lebih menyempurnakan penelitian dengan metode lain guna
membantu mengatasi sikap dengan perilaku pencegahan penularan
tuberkulosis. Penelitian lanjutan dapat berupa penelitian dengan sampel
yang lebih besar, jenis dan rancangan penelitian yang berbeda serta
penggunaan kelompok kontrol.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sikap
2.1.1 Pengertian sikap
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan
potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada stimulus yang menghendaki adannya respons (Azwar, 2013)
Sikap dapat bersikap positif dan dapat pula bersikap negatif
(Notoatmodjo, 2012).
1. Sikap positif
Sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap
stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena
orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus
yang telah diberikan.
2. Sikap negatif
Sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus
yang telah diberikan, sikap mungkin terarah terhadap benda, orang
tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai dan
lain-lain.
2.1.2 Struktur sikap
Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang
(Azwar, 2013). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai
7
komponen kognitif (kepercayaan) emosional (perasaan) dan komponen
konatif (tindakan).
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2. Komponen afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. Komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu.
3. Komponen konatif
Komponen ini menunjukkan bagaiman kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (tital attitude) dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan,
berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2012). Komponen kognitif mengenai suatu objek dapat menjadi penggerak
terbentuknya sikap apabila komponen kognitif tersebut disertai dengan
komponen afektif (persepsi) dan komponen konatif (kesiapan untuk
melakukan tindakan) (Azwar, 2013).
2.1.3 Pembentukan sikap
Terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma
sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan
8
membentuk suatu sikap, bahkan bertindak, sikap terbentuk setelah individu
mengadakan internalisasi dari hasil (Sobur, 2011) yakni :
1. Observasi serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang
dihadapi.
2. Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang
diberikan, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya.
3. Pengalaman yang sama melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang
telah menyerap perasaan sulit dilupakan sehingga reaksi akan
merupakan reaksi berdasarkan usaha menjauhi situasi yang diharapkan.
4. Mengadakan perbandingan antara sesuatu yang dihadapinya dan
pengalaman orang lain yang dianggap lebih berpengalaman, lebih ahli
dan sebagainya.
2.1.4 Perubahan sikap
Perubahan sikap pada individu ada yang terjadi dengan mudah, ada
yang sukar, hal ini tergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima
atau menolak rangsangan yang datang padanya. Perubahan sikap tidak
hanya menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri seseorang juga
menyebabkan terjadinya perubahan sikap seiring dengan perkembangan
arus informasi, ekonomi, sosial, politik, kesehatan. Perubahan suatu sikap
tergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian individu dan afiliasi
individu terhadap kelompok (Sobur, 2011)
9
2.1.5 Karakteristik sikap
Karakteristik sikap baik yang dimiliki sebelum maupun sesudah
terbentuknya sikap, mempengaruhi pembentukan sikap tertentu.
Karakteristik sikap Sobur, 2011) meliputi :
1. Sikap ekstrem (extremeness)
Sikap yang ekstrem sulit berubah, baik dalam perubahan kongruen
(perubahan yang searah, yakni bertambahnya derajat kepositifan atau
kenegatifan dari searah) maupun inkungruen (perubahan sikap ke arah
yang berlawanan, misal sikap yang semula negatif menjadi positif atau
sebaliknya.
2. Multifleksitas (multiplexity)
Sikap yang karakteristik multiflek mudah berubah secara kongruen,
namun sulit berubah secara inkongruen, sebaliknya sikap yang simple
mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah secara
kongruen.
3. Konsistensi (consistency)
Sikap yang konsisten cenderung menunjukkan sikap yang stabil, karena
komponenya saling mendukung satu sama lain, ini akan mudah berubah
ke arah konguen.
4. Interconnectedness
Interconnectedness adalah keterikatan suatu sikap dengan orang lain
dalam suatu kluster. Sikap yang mempunyai kadar keterikatan tinggi
sulit diubah ke arah kongruen.
10
5. Konsonan (consonance)
Sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk
kluster. Kluster tersebut cenderung pula memiliki derajat saling
ketergantungan.
6. Streght and number of wants served by attitude
Perubahan sikap ditentukan oleh kekuatan dan ragam-ragamnya. Sikap
yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman keinginan yang akan
dipuaskan disebut sikap multi servis. Sikap multi servis ini sangat
dihargai dan diharapkan seseorang. Sikap demikian sukar berubah pada
jenis inkongruen, namun pada perubahan mudah berubah.
7. Centrality of the value to which the attitude is related
Sikap seseorang yang berakar pada nilai yang dianutnya, meskipun
ditukarkan alasan persuasive dan didukung oleh kenyataan yang kuat
tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara mengubah nilai.
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Interaksi sosial yaitu individu beraksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor yang
mempengaruhi sikap (Azwar, 2013)
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman yang terjadi secaa tiba-tiba atau mengejutan yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian
dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama-kelamaan
11
secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi
terbentuknya sikap.
2. Pengaruh orang lain
Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan, misal
dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan
mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pembentukan sikap. Sikap masyarakat diwarnai dengan
kebudayaan yang ada di daerahnya.
4. Media Masa
Media masa elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, pemberian
informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan
landasan kognitif baru bagi pembetukan sikap.
5. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam
pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduannya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6. Faktor emosional
Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai
penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego,
sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera berlalu
12
setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama.
7. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam
menentukan sikap seseorang, karena dari pengetahuan mulai terbentuk
sikap sesuai dengan stimulus yang diberikan (Notoadmodjo, 2012).
2.1.7 Cara Pengukuran sikap
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, maka sikap
akan dijabarkan menjadi suatu indikator. Indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan.
Pernyataan positif diberi skor :
1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan
kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 4
2. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner, dan
diberi melalui jawaban kuesioner skor 3
3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 2
4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan
pernyataan kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 1
Pernyataan negatif diberi skor :
1. Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan pernyataan
kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 1
13
2. Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner, dan
diberi melalui jawaban kuesioner skor 2
3. Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 3
4. Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju dengan
pernyataan kuesioner, dan diberi melalui jawaban kuesioner skor 4
Setelah semua data terkumpul dari hasil kuesioner responden
dikelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti. Kemudian untuk
mengetahui kategori sikap responden dicari median nilai dalam kelompok
maka akan diperoleh :
1. Sikap responden positif, bila T responden > T mean
2. Sikap responden negatif, bila T responden < T mean (Azwar, 2013).
2.2 Konsep Perilaku
2.2.1 Definisi perilaku
Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adannya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka dari skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.(Notoatmojo,
2012)
2.2.2 Macam-macam perilaku
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus masih terbatas
14
pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menrima stimulus tersebut, dan belum bisa diamati
dengan jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
2.2.3 Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit).
2.2.4 Klasifikasi perilaku kesehatan
Menurut Notoatmojo (2012) perilaku kesehatan diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bila mana sudah sembuh dari penyakit.
2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat, perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin.
3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Karena makanan dan minuman
dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi
sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunya
kesehatan seeorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.
15
2.2.5 Domain perilaku
Menurut Notoatmojo (2012) menjelaskan bahwa. Pengukuran
terhadap perilaku kesehatan dapat dilihat dari domain perilaku, yakni :
1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya)
terhadap suatu objek, dan dibagi menjadi 6 langkah yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
16
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruh
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Peneliaian-peneliaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmojo (2012)
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui ilmunya maka kemudian stimulus
akan mengadakan penlitian, seperti halnya sikap keluarga dalam
perilaku pencegahan tuberkulosis, diperlukan suatu sikap dalam upaya
menekan angka kejadian salah satunya.
17
2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut
Lawrence Green, terdapat 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor predis posisi (predis posing factors)
Faktor yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factor)
Faktor-faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku tertentu
seperti adanya sarana prasarana atau fasilitas kesehatan tidak
mendukung bagi masyarakat (puskesmas sangat jauh dan sulit untuk
dijangkau) akan berpengaruh pada kunjungan pelayanan kesehatan.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor yang memperkuat atau memberikan
dukungan seseorang untuk berperilaku, yaitu kebijakan yang ada
(Notoatmojo, 2012)
2.2.7 Pengukuran perilaku
Skala Likert digunakan untuk mengukur perilaku seseorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert yang digunakan pada
perilaku dijabarkan menjadi suatu indikator, dan dijadikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan.
Menurut (Azwar, 2013), pengukuran perilaku yang berisi
pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji reabilitas dan validitasnya
18
maka dapat digunakan untuk mengungkapkan perilaku kelompok
responden.
Subyek memberi respon dengan empat kategori ketentuan, yaitu :
selalu, sering, jarang, tidak pernah.
Dengan skor jawaban :
Jawaban dari item pernyataan perilaku positif
1. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4
2. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor 3
3. Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan kuesioner dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor 2
4. Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1
Jawaban dari item pernyataan untuk perilaku negatif
1. Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan pernyataan kuesioner
dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 1
2. Sering (SR) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor 2
3. Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan pernyataan kuesioner dan
diberikan melalui jawaban kuesioner skor 3
4. Tidak pernah (TP) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor 4
19
Penilaian perilaku yang didapatkan jika :
1) Perilaku positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner ≥ T mean
2) Perilaku negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner ≤ T mean
2.3 Konsep Dasar Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan polah perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat (Yeni, 2015).
2.3.2 Fungsi keluarga
1. Fungsi biologis
1) Menuruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
2. Fungsi psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4) Memberikan identitas keluarga
3. Fungsi sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak
20
2) Membentuk norma-norma tingkahlaku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
4. Fungsi ekonomi
1) Mencari sumber-sumber perhasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)
5. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat, dan minat yang
dimilikinya
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
6. Fungsi efektif
Hal yang harus dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaimana keluarga mengembangkan sikap
saling menghargai.
21
7. Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma, agama,
budaya, dan perilaku
8. Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga
didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu
keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota
keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
terdapat dilingkungan setempat. Hal yang dikaji sejauh mana keluarga
melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga :
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga
mengetahui mengenai fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab, dan yang
mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.
2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji
adalah :
22
a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat
dan luasnya masalah
b. Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?
c. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang
dialami?
d. Apakah keluarga masalah takut akan akibat dari tindakan
penyakit?
e. Apakah mempunyai sifat negatif terhadap masalah kesehatan?
f. Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada?
g. Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan?
h. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap
tindakan dalam mengatasi masalah?
3) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah :
a. Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat,
penyebaran, komplikasi, prognosa dan cara merawatnya)
b. Sejauhmana keluarga mengetahui tentang sikap dan
perkembangan keperawatan yang dibutuhkan
c. Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang
diperlukan untuk perawatan yang dibutuhkan
d. Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada
dalam keluarga
23
4) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :
a. Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga
yang dimiliki
b. Sejauhmana keluarga melihat keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan
c. Sejauhmana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi
d. Sejauhmana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit
e. Sejauhmana sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene
sanitasi
f. Sejauhmana kekompakan antar anggota keluarga
5) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas atau pelayanan kesehatan dimasyarakat, hal yang dikaji
adalah :
a. Sejaumana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
b. Sejauhmana keluarga memahami keuntungan yang dapat
diperoleh dari fasilitas kesehatan
c. Sejauhmana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas
dan fasilitas kesehatan
d. Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang
terhadap petugas kesehatan
e. Apakah fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga
24
9. Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah :
1) Berapa jumlah anak
2) Bagaimana keluarga merencana jumlah anggota keluarga
3) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga
10.Fungsi ekonnomi
Fungsi yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah :
1) Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan
2) Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada
dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga
11.Perawatan kesehatan keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit
atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui
perawatan sebagai saran.
12.Tujuan perawatan kesehatan keluarga
1) Tujuan umum
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan
keluarga mereka, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga mereka, sehingga
dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.
25
2) Tujuan khusus
a. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi
masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menangulangi
masalah-masala kesehatan dasar dalam keluarga
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil
keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para
anggotanya
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan
dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya
e. Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan
mutu hidupnya
13.Fungsi keluarga penderita tuberkulosis
Keluarga penderita tuberkulosis mempunyai tugas dalam pengobatan
dan pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarga
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
3) Memberikan keperawatan kepada salah satu anggota keluarga yang
menderita tuberkulosis, dan yang tidak dapat membantu dirinya
sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda
4) Mempertahankan suasana dirumah yag menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
26
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan
dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
2.4 Konsep Tuberkulosis
2.4.1 Definisi tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya (Mansjoer, 2010).
Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar
hasil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection
dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon (Wijaya dan Putri, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan Tuberkulosis
(TB) merupakan penyakit infeksius atau menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ lain.
27
2.4.2 Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013) etiologi Tuberkulosis adalah:
1) Agen infeksius utama, mycrobacetrium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet.
2) Mycrobacetrium bovis dan mycrobacetrium avium pernah ada, tetapi
kerjadiannya jarang, berkalitan dengan kejadian infeksi tuberkulosis.
2.4.3 Penemuan penderita tuberkulosis
Kegiatan penemuan pasien tuberkulosis terdiri dari penjaringan
suspect tuberkulosis, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe
pasien.
1. Penmuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa
Penemuan penderita tuberkulosis dilakukan pasif, artinya panjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung
ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung
dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
penderita. Cara ini terkenal dengan sebutan passive promotion case
finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).
Selain itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan
gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan
diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat
tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan
kematian.
28
2. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak
Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang
sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas
gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
2.4.4 Penularan dan faktor-faktor resiko
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara. Individu terinveksi melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau
bernyanyi, melepaskan doplet. Doplet yang besar akan menetap dan doplet
yang kecil akan tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.
Menurut Wijaya & Putri (2013) individu yang beresiko tinggi untuk tertular
tuberkulosis adalah:
1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif.
2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kangker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi
dengan HIV.
3) Pengguna obat-obatan IV dan Alkoholik.
4) Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia 15
tahun dan dewasa muda antara usia 15 sampai 44 tahun).
5) Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
6) Imigran dari negara yang terinfeksi TB yang tinggi (Asia tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia).
29
7) Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas kesehatan
jangka panjang, institusi spikiatrik, penjara).
8) Individu yan tinggal didaerah perumahan substandard kumuh.
9) Petugas kesehatan.
10)Resiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya
organisme yang terdapat diudara.
2.4.5 Manifestasi klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asistomatik.
Menurut Wijaya & Putri (2013) gambaran klinis TB paru dapat
dibagi menjadi dua golongan, gejala raspiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik meliputi:
1) Batuk : Gejala batuk paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non prokduktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : Darah yang keluar dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembulu darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari kecil besarnya pembulu darah yang rusak.
30
3) Sesak nafas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pnemothorax, anemia, dll.
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apa bila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gelaja sistemik, meliputi :
1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip dengan influeza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang sedangkan masa beban serangan makin
pendek.
2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain iyalah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya grandual dalam beberapa minggu-bulan
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas
walaupun jarang dapat juga timbul gejala menyerupai gejala
pneumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tinggkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan BB,
berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya
mungkin non prokduktif, tetapi dapat berkembang kearah pembentukan
spuntum mukopurulen dengan hemoptitis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia,
seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia,
31
dan penurunan BB. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun
dalam keadaan dorman.
2.4.6 Diagnosa tuberkulosis paru
Diagnosa tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman tuberkulosis (BTA). Pada program penanggulangan
tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya. Semua suspect tuberkulosis diperiksa
3 spesimen dahak mikroskopis dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) yaitu:
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada hari kedua.
2. P (pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
penyerahan dahak pagi.
2.4.7 Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat
dan petugas kesehatan.
1. Penderita tuberkulosis paru
1) Minum obat secara teratur sampai selesai
32
2) Menutup mulut waktu bersin atau batuk
3) Tidak meludah disembarang tempat
4) Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang
diisi sabun atau karbol/isol
2. Untuk keluarga
1) Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur
2) Buka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat
masuk
3) Kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari
2.4.8 Taktik dan strategi pengobatan tuberkulosis paru
Pada pengobatan pasien tuberkulosis paru harus menguasai taktik
dan strategi yang efektif, dan efisien untuk menekan terjadinya resistensi
basil agar tidak terjadi relap atau kekambuhan. Untuk menunjang
keberhasilan pengobatan maka taktik yang dipilih, obat kemoterapi harus
dikombinasi, tidak boleh putus-putus, dan dengan jangka waktu lama atau
dikenal sebagai combined, continued, prolonged.
1. Kombinasi (combined) dengan dosis tertentu
Obat tuberkulosis kombinasi dengan dosis tertentu adalah dua atau
lebih komponen obat di dalam satu sediaaan. Kombinasi obat
tuberkulosis bertujuan agar pasien dengan tuberkulosis tidak harus
menggunakan terlalu banyak obat selama pengobatan. Penggunaan
kombinasi dari dua komponen obat telah lama digunakan. Penderita
tuberkulosis aktif tidak dapat diobati dengan satu jenis obat, karena
bakteri tuberkulosis di tubuhnya dapat menjadi kebal atau resistan
33
terhadap obat tersebut. Kuman tuberkulosis paru menjadi resistan akibat
dari obat tersebut tidak berkerja lagi terhadap kuman di tubuh penderita.
Menghindari timbulnya resistansi, penderita tuberkulosis paru diobati
dengan kombinasi beberapa obat, yang disebut sebagai terapi anti
tuberkulosis. Terdapat lima pilihan obat yang biasanya dipakai di
Indonesia pengobatan tuberkulosis yaitu :
1) Isoniazid (INH atau H)
2) Pirazinamid (Z)
3) Ethambutol (E)
4) Rifampisin (R)
5) Streptomisin (S)
2. Tujuan dari pemberian obat tuberkulosis paru kombinasi :
1) Pengguna obat kombinasi.
a) Membuat peresepan menjadi lebih mudah.
b) Membuat penyediaan obat lebih mudah karena lebih sedikit.
c) Mengurangi kemungkinan resistensi obat tuberkulosis dengan
memastikan lebih sedikit obat yang perlu digunakan.
d) Mengurangi resiko salah obat.
e) Meningkatkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang
harus diminum lebih sedikit sehingga pengobatan menjadi
lebih mudah dan mengurangi kemungkinan pasien akan
membagi dosis atau hanya meminum beberapa obat.
Penggunaan blister packs,dengan atau tanpa tablet kombinasi
34
dosis tertentu, juga membuat pasien untuk patuh terhadap
pengobatan mereka.
2) Berkesinambungan (continued)
Berkesinambungan berarti penderita memakai obat yang
diprogramkan secara terus menerus. Penderita tidak memakai
obatnya secara disiplin, mengakibatkan tuberkulosis menjadi
resistan terhadap obat yang dipakai, selanjutnya obat tersebut tidak
efektif, dan penderita harus memakai obat antu tuberkulosis yang
lain, yang lebih mahal dan lebih sulit dipakai.
3) Jangka waktu yang lama (prolonged)
Terapi tuberkulosis biasanya berlangsung selama enam bulan
sampai dengan 12 bulan. Tantangan kepatuhan pasti ada, sebab
kadang kala penderita mengalami efek samping. Pengawasan oleh
pengawas menelan obat (PMO) seperti dilakukan berdasarkan
DOT-S dapat membantu penderita agar tetap disiplin.
2.4.9 Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang
lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan
penyakit (danneberg, 1981 dikutib dari Andra & Yessie, 2013). Setelah berada
dirongga alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian lobus
bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Leokosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-
35
hari pertama maka lokosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala peneumonia akut.
Peneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan
kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus
difogasit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga berkembang melalui
kelenjar limfe regional. Makrofak yang menggalami infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jarian glanurasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibrolas menimbulkan respon berbeda. Jariangan glanurasi
menjadi lebih lebih fibrosa, membentuk jarian parut yang akhirnya
membentuk kapsul yang mengelilinggi tuberkel.
Lasi promer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat dari
orang sehat yang kebetulan mengalami pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang ysng terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Meteri
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kepercabangan
trankeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali pada bagian lain dari
paru atau basil akan terbawa kelaring, telingga tengah atau usus. Kavitas
kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan menginggalkan
36
jariangan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumes bronkus dapat
menyempit dan menutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembulu darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe
akan mencapai aliran darah dalam jumplah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi bada bagian organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebab hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak
merusak pembulu darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar kedalam sistem vaskuler kedalam organ-organ tubuh
(Wijaya & Putri, 2013). Dalam penyakit Tuberkulosis akan muncul masalah
ketidak efektifan pola nafas, hal itu bisa terjadi karena perubahan cairan
intra pleura yang mengakibatkan sesak nafas, sianosis, dan penggunaan otot
bantu nafas. Selain itu tanda sesak nafas merupakan terjadinya kerusakan
membran alveolar-kapiler merusak pleura menyebabkan gangguan
pertukaran gas, produksi sekret yang meningkat, dan pecahnya pembulu
darah mengakibatkan batuk produktif dan batuk darah dapat mengakibatkan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
37
2.4.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tuberkulosis
Berat ringannya tuberkulosis paru tergantung pada faktor host,
Virulensi kuman dan lingkungan, menurut WHO (1997) pencetus
terjadinya infeksi yang berat adalah HIV dan kemiskinan berperan pada
keadaan malnutrisi sehingga memperburuk status gizi yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh, hal ini dapat diperberat dengan keadaan penyakit
penyerta. Akibat krisis ekonomi terjadi penurunan konsumsi makanan
yang bergizi, sehingga komponen nutrisi untuk bahan pembentukan
antibodi berkurang. Tidak seimbangnya pemasukan yang didapat dengan
kerja keras dibandingkan pengeluaran yang lebih tinggi mengakibatkan
stres psikis yang berkepanjangan. Stres mengakibatkan produksi hormon
stresor kortisol meningkat. Peningkatan kortisol menghambat kerja IL-1,
untuk mengaktifkan limfosit sehingga melemahkan kerja makrofag
menimbulkan kuman mudah mengadakan pembiakan. Pada orang yang
mengalami infeksi namun bila ketahanan tubuhnya normal, 90% akan
sembuh dengan sendirinnya, namun pada mereka yang ketahanan
tubuhnya rendah beresiko tinggi untuk menjadi sakit dari yang ringan
sampai berat, bahkan dapat menyebar keseluruh organ tubuh (Milier, 1997
dikutif Tjandra, 2011).
2.5 Penelitian Terkait Sikap Keluarga dengan Perilaku Pencegahan
Penularan Tuberkulosis
1. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Siti, Dyah, dan Dian yang berjudul
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan
Penularan TBC pada mahasiswa di Asrama Manokwari Sleman
38
Yogyakarta tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode observasi
anlitik dengan rancangan penelitian cross setional. Penelitian ini
dilakukan di Asrama Manokwari Sleman dengan teknik Totality
Sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel penlitian sebanyak 37
responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, responden paling banyak
mempunyai perilaku baik dengan sikap yang buruk sebanyak 18
responden (48,6 persen) dan 2 (5,4 persen). dari hasil analisis yang
didapatkan korelasi regresi linier dengan nilai Sig 0,001 dan R 0,520
serta R squere 0,270 yang artinya penelitian ini memiliki hubungan
antara sikap tentang TBC dengan perilaku pencegahan penularan di
asrama Manokwari.
2. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Linda Febriana tahun 2011 dengan
judul Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Keluarga tentang
Pencegahan Penyakit Menular Tuberculosis. Desain penelitian ini
menggunakan cross sectional, jumlah sampel yang diambil pada
penelitian ini adalah 22 responden keluarga pasien TB Paru di wilayah
kerja puskesmas wringinaom-gresik melalui metode total sampling.
Setelah ditabulasi data yang dianalisis dengan menggunakan uji
spearman. Hasil penelitian menujukan sikap keluarga sebagian besar
negative yaitu 12 responden (54,5%) besikap positif yaitu 10 responden
(45,5%). Dan perilaku keluarga yang berperilaku baik 6 responden
(27,3%), berperilaku cukup 9 responden (40,9%) dan yang berperilaku
kurang 7 responden (31,8%) sedangkan dari hasil uji statistic diperoleh