• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS

PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

SEDAR MALEM SEMBIRING NIM: 101000386

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS

PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SEDAR MALEM SEMBIRING NIM: 101000386

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS

PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : SEDAR MALEM SEMBIRING

NIM: 101000386

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Desember 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Drs. Eddy Syahrial, M.S Dra. Syarifah, M.S

NIP.19590713 198703 1 001 NIP.19611219 198703 2 002

Penguji II Penguji III

Drs.Alam Bakti Keloko, M.Kes Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi,M.KM NIP.19620604 199203 1 001 NIP. 19671219 199303 1 003

Medan, Januari 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

i ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C sesuai dengan suhu normal tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Jenis Penelitian adalah desain metode survey deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita TB Paru Positif di wilayah kecamatan Pandan sebanyak 138 orang dan dijadikan sampel 58 responden ditarik secara simple random sampling.

Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat, disajikan dalam distribusi frekuensi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden diperoleh terbanyak berusia >30 tahun 40 orang (69,0%), Jenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (69,0%), Tingkat pendidikan SMA 30 orang (51,7%), tidak bekerja sebanyak 35 orang (60,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori baik yaitu 36 orang (62,1%), Sikap responden pada kategori baik yaitu 54 orang (93,1%). Tindakan responden sebagian besar pada kategori kurang yaitu 56 orang (96,6%).

Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien, dengan informasi pentingnya pencegahan penularan Tuberkulosis terhadap keluarga.

(5)

ii

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease directly caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis. Germs will grow optimally at temperatures around 37 ° C according to the normal temperature of the human body, tuberculosis bacilli survive for months at room temperature and in a dark and damp, and die quickly in direct sunlight.

This study aims to describe the behavior of patients with positive pulmonary TB in preventing transmission of TB to families in District Pandan Central Tapanuli 2012.

Type of study design is a descriptive survey method. The study population was all patients with positive pulmonary TB in Pandan districts and as many as 138 people sampled 58 respondents drawn by simple random sampling. Data were obtained through interviews using a questionnaire and analyzed by univariate, presented in frequency distribution.

Research results showed that based on the characteristics of the respondents obtained most aged> 30 years 40 people (69.0%), male Sex in 38 people (69.0%), level of education high school 30 people (51.7%), not worked a total of 35 people (60.3%). Knowledge of respondents in the category of either the 36 people (62.1%), attitude of the respondents in both categories is 54 people (93.1%). Measures most respondents in this category is less than 56 people (96.6%).

Expected for health workers to provide health services effectively and efficiently, the importance of prevention of Tuberculosis information on the family

(6)

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Sedar Malem Sembiring

Tempat/Tanggal Lahir : Lau Pengulu / 30 Desember 1977

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Bersaudara : 6 (Enam)

Alamat : Pandan Kecamatan Pandan Kab. Tapanuli Tengah

Riwayat Pendidikan

SD Inpres Lau Pengulu : Tahun 1984 - 1990

SLTP Negeri Lau Pakam Kec. Mardingding : Tahun 1990 - 1993

SPK Herna Medan : Tahun 1993 - 1996

D III Keperawatan Stikes St.Elisabeth Medan : Tahun 2000 - 2003 Bimbingan dan Konseling FKIP UMTS : Tahun 2004 - 2005 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : Tahun 2010 – 2012

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2003 – 2005 : Bekerja di NGO Perdhaki Jakarta

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : ”Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitan Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Peasihat Akademik.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eddy Syahrial selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

v

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi,M.Kes selaku Dosen Penguji IV yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak dr.Margan R.P Sibarani, M.Kes Selaku Kepala Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah.

9. Bapak Freddy L. Situmeang Sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah.

10.Bapak dr.Rikardo Situmeang sebagai direktur RSU Daerah Pandan. 11.Ibu dr.Riana oktavianti L.Tobing selaku Pimpinan Puskesmas Pandan.

12.Kepada Ayahanda Tercinta B.Sembiring (Alm) dan Ibunda Tercinta M.Kembaren yang telah memberikan doanya tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Sebagai inspirasi dalam pencapaian hidupku.

(9)

vi

14.Kepada semua Kakanda dan Adinda Maria Gurky, teristimewa terima kasihku.

15.Kawan – kawan Adinda Darly, Dikri, Divo, Ozik, Jon Wardani, Lenni, Mei, Zul, dan rekan-rekan Peminatan PKIP FKM USU, mari mencapai sukses barsama.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2013 Penulis

(10)

vii

2.1.2. Proses Pembentukan Perilaku ... 9

2.1.3. Bentuk Perilaku ... 11

2.1.4. Perilaku Kesehatan ... 12

2.1.5. Perilaku Terhadap Sakit dan penyakit ... 12

2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan ... 13

2.1.7. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan ... 13

2.1.8. Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat ... 14

2.1.9. Perilaku Pencegahan Penyakit ... 15

2.2 Domain Perilaku ... 19

2.2.1. Pengetahuan ... 19

2.2.2. Sikap (Attitude) ... 28

2.2.3. Praktik atau Tindakan ... 32

2.3 Konsep Penyakit TB Paru ... 34

2.3.1. Definisi Tuberkulosis ... 34

2.3.2. Epidemiologi Tuberkulosis ... 34

2.3.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis ... 36

2.3.4. Diagnosa TBC (Tuberculosis) Paru ... 38

2.3.5. Gejala TBC (Tuberculosis) Paru ... 40

2.3.6. Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru ... 41

2.3.7. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis ... 42

2.3.8. Faktor Determinan Terjadinya Tuberkulosis ... 43

2.3.9. Pengobatan Tuberkulosis ... 45

(11)

viii

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2. Karakteristik Responden ... 55

4.3 Pengetahuan Responden ... 57

4.4. Sikap Responden ... 62

4.6. Tindakan Responden ... 66

4.7. Tabulasi Silang ... 69

BAB 5. HASIL PEMBAHASAN ... 71

5.1 Karakteristik Responden ... 71

5.1.1 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Umur ... 71

5.1.2 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 72

5.1.3. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Pendidikan .. 74

5.1.5. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan .... 76

5.2 Pengetahuan Responden ... 77

5.3. Sikap Responden ... 81

(12)

ix

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90 6.1 Kesimpulan... 90 6.1 Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA

(13)

x

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 4.1. Luas Kecamatan Pandan Menurut Desa/Kelurahan Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2011 ... 55 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Kelurahan/Desa

di Kecamatan Pandan Januari s/d September 2011 ... 56 4.3. Jumlah Sarana Kesehatan (Satelit Puskesmas) di Kecamatan Pandan Januari

s/d September 2011 ... 56 4.4. Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Pandan Kecamatan Pandan

Januari s/d September 2011... 57 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Terhadap Perilaku Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 57 4.6. Distribusi Pengetahuan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 59 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 63 4.8. Distribusi Sikap Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 64 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Penderita TB Paru Positif

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 68 4.10. Distribusi Tindakan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

(14)

xi

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 71 4.12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dan Tindakan Penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. ... 72 4.13. Tabulasi Silang Antara Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru Positif

(15)

i ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C sesuai dengan suhu normal tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Jenis Penelitian adalah desain metode survey deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita TB Paru Positif di wilayah kecamatan Pandan sebanyak 138 orang dan dijadikan sampel 58 responden ditarik secara simple random sampling.

Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat, disajikan dalam distribusi frekuensi.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden diperoleh terbanyak berusia >30 tahun 40 orang (69,0%), Jenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (69,0%), Tingkat pendidikan SMA 30 orang (51,7%), tidak bekerja sebanyak 35 orang (60,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori baik yaitu 36 orang (62,1%), Sikap responden pada kategori baik yaitu 54 orang (93,1%). Tindakan responden sebagian besar pada kategori kurang yaitu 56 orang (96,6%).

Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien, dengan informasi pentingnya pencegahan penularan Tuberkulosis terhadap keluarga.

(16)

ii

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease directly caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis. Germs will grow optimally at temperatures around 37 ° C according to the normal temperature of the human body, tuberculosis bacilli survive for months at room temperature and in a dark and damp, and die quickly in direct sunlight.

This study aims to describe the behavior of patients with positive pulmonary TB in preventing transmission of TB to families in District Pandan Central Tapanuli 2012.

Type of study design is a descriptive survey method. The study population was all patients with positive pulmonary TB in Pandan districts and as many as 138 people sampled 58 respondents drawn by simple random sampling. Data were obtained through interviews using a questionnaire and analyzed by univariate, presented in frequency distribution.

Research results showed that based on the characteristics of the respondents obtained most aged> 30 years 40 people (69.0%), male Sex in 38 people (69.0%), level of education high school 30 people (51.7%), not worked a total of 35 people (60.3%). Knowledge of respondents in the category of either the 36 people (62.1%), attitude of the respondents in both categories is 54 people (93.1%). Measures most respondents in this category is less than 56 people (96.6%).

Expected for health workers to provide health services effectively and efficiently, the importance of prevention of Tuberculosis information on the family

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Satu visi atau gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah terciptanya perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesadaran, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1999).

Pencapaian rencana pembangunan tersebut harus berawal dari upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan atau swadaya masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kesehatan tersebut dilihat dari empat aspek yaitu upaya pemeliharaan kesehatan yang meliputi pengobatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan yang setelah sembuh dari sakit (rehabilitatif) dan upaya peningkatan kesehatan berupa pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan itu sendiri (promotif) (Notoadmodjo 2005).

(18)

2

WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC, dengan kematian karena TBC sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru dengan BTA Positif (Depkes RI 2008).

Di Indonesia, penyakit TB Paru masih menjadi perhatian serius karena negara ini termasuk daerah endemis TBC. Kasus TB Baru di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga di bawah Cina dan India. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia, yaitu diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TB Paru. TB Paru di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TB Paru lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua. Hasil Survey Prevalensi di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB dengan BTA Positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional TB Paru Positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera, wilayah Jawa dan Bali diikuti dengan wilayah Indonesia Timur (Depkes,2008).

Hasil pendataan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama Tahun 2010, tercatat 73,8 persen penderita TB Paru BTA Positif di Sumatera Utara atau sebanyak 15.614 orang.

(19)

3

Untuk mengatasi masalah Tuberkulosis diperlukan peran serta baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat diajak untuk menanggulangi penyakit ini. Program TBC dengan menggunakan pendekatan strategi DOTS (Directly Observer Treatment Shortcause/ pengawasan makan obat secara langsung). Strategi DOTS tersebut mencakup lima kategori : Pertama, adanya jaminan komitmen pemerintah untuk menanggulangi TBC di suatu negara. Kedua, penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik. Ketiga, pemberian obat secara langsung yang diawasi oleh PMO. Keempat, jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu. Kelima, sistem monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baik (Depkes RI, 2002).

Penyakit TB paru disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut (Notoatmodjo,2003) perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu pula.

(20)

4

Faktor pengetahuan yang merupakan ilmu yang diketahui seseorang ataupun pengalaman yang dialami oleh seseorang maupun orang lain. Dan klien yang terdiagnosa TB Paru seharusnya mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit TB Paru ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap pasien sangat menentukan dalam mencegah penularannya, karena jika sikap pasien yang terdiagnosa TB Paru Positif mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi anggota keluarga lainnya. Perilaku di sini adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo,2003). Jika perilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan TB paru.

Berdasarkan penelitian Himawan (2009), hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah respon dan tindakan penderita TB paru masih sangat kurang, akibat sosialisasi dan pengetahuan yang kurang mengenai penyakit TB paru secara detail sehingga tindakan antisipasi baru dilakukan setelah positif terkena TB paru.

Menurut penelitian Riswan (2008), dengan judul Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru Dengan Perilaku Keluarga dan penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Kabupaten Malang, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang penyakit TB Paru dengan Perilaku keluarga penderita TB Paru.

(21)

5

Kabupaten Cirebon, Menunjukkan ada hubungan yang bermakna antar tingkat pengetahuan dan perilaku penderita TB dalam membuang sputum.

Kasus baru TB Paru positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandan terjadi peningkatan penderita TB Paru positif tiap tahunnya. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan yang sangat besar, yaitu mencapai 111 orang dari 93 orang penderita TB positif pada tahun 2009 sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah penderita TB Paru positif berjumlah 138 orang penderita.

Setelah dilakukan pemantauan atau observasi, ada beberapa orang penderita TB Paru Positif saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya baik dengan kertas tissue, lap tangan ataupun dengan tangan dan membuang ludah atau dahak di sembarangan tempat. Dari hasil wawancara peneliti dapatkan jawaban dari beberapa orang penderita TB Paru Positif bahwa di rumah alat makan seperti piring, gelas, dan sendok penderita tidak berbeda dengan anggota keluarga lainnya, serta penderita tidak tinggal pada ruangan khusus.

(22)

6 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan dalam penelitian ini termasuk kurang berhasilnya perilaku penderita dalam pencegahan TB paru dimana dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan, sikap dan tindakan pasien tentang penanggulangan pencegahan penularan TB Paru sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

(23)

7 1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian tentang " Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 adalah:

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan untuk memberi penyuluhan tentang penularan dan penanggulangan Tuberkulosis paru, khususnya bagian P2M. 2. Penelitian ini memberikan informasi kepada seluruh Petugas Kesehatan

tentang pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

3. Penelitian ini bermanfaat bagi Penderita TB Paru Positif dalam upaya tindakan pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

(24)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Teori Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003).

(25)

9

Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat di amati dan bahkan dapat di pelajari. Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup (Kusmiyati dan Desminiarti,1991). Menurut penulis yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Di Indonesia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan kesehatan masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya berbicara mengenai prilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan kesehatan. Kenyataanya banyak sekali prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan yang sama sekali berbeda (menurut Gochman,1988 yang dikutip Lukluk A, 2008). 2.1.2. Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :

a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak

terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2

yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang

(26)

10 b. Kebutuhan rasa aman, misalnya :

a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan kejahatan lain.

b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan lain-lain.

c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum. c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :

a) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

b) Ingin dicintai/mencintai orang lain.

c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada. d. Kebutuhan harga diri, misalnya :

a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain

c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain

b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita

(27)

11

Komponen prilaku menurut Gerace & Vorp,1985 yang dikutip Lukluk A, (2008) dapat dilihat dalam 2 aspek perkembangan penyakit, yaitu :

a. Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at-high-risk terhadap penyakit tertentu.

b. Perilaku itu sendiri dapat berupa faktor resiko. contoh : merokok dianggab sebagai faktor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker Paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok.

2.1.3. Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

a. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.

b. Perilaku Aktif (respons eksternal)

(28)

12 2.1.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau

practice/psychomotor).

Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

2.1.5. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu: a. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion behavior)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

(29)

13

2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi :

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan c. Respons terhadap petugas kesehatan d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

2.1.7. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)

Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkungan kesehatan lingkungan, yaitu :

a. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

(30)

14

2.1.8. Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat

Menurut Sarwono (2004) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku sehat sebagai berikut :

Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.

Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.

Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Sarwono (2004) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :

a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.

b. Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.

c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.

d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat.

e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

f. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit. g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

(31)

15

i. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.1.9. Perilaku Pencegahan Penyakit

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif (species–specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.

Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2007) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

(32)

16

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma–norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Secara sederhana, teori ini mengatakanbahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan–keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma–norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007).

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

(33)

17

kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007) :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas. 2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.

(34)

18

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit – penyakit tertentu.

2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan ditempat kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan–bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit menular.

6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi.

(35)

19

3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.

3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.2. Domain Perilaku 2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

(36)

20

faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

(37)

21

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu: 1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan

prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan

(38)

22 4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga

macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis:membedakan (differentiating),

mengorganisir (organizing), dan menemukan pesantersirat (attributting). 5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua

macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating),

merencanakan (planning), dan memproduksi (producing) (Widodo,2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1. Pendidikan

(39)

23 2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid, 2007)

1) Cara Memperoleh Pengetahuan

(40)

24

1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba – coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban. Cara coba – coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba – salah/coba – coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

(41)

25

dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan – kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin–pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

(42)

26

akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan – pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan – pernyataan umum kepada yang khusus.

2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

(43)

27

Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala – gejala yang berubah – ubah pada kondisi – kondisi tertentu.

Berdasarkan hasil pencatatan – pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri – ciri atau unsur – unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip – prinsip umum yang dikembangkan oleh Bacon ini kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berpikir deduktif – induktif – verivikatif seperti dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan penelitian, yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research method) (Notoatmodjo, 2005).

Proses adopsi perilaku, menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu :

(44)

28

b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

2.2.2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

(45)

29

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu: 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

(46)

30

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2005).

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi :

a. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.

b. Sikap Individu

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual berkenaan dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi diri sendiri. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentukkecenderungan untuk bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu : 1. Selalu ada objeknya

(47)

31 3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allpon (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude),

dalam penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

(48)

32

terhadap stimulus tertentu. Tingkatan sikap adalah menerima, merespons, menghargai dan bertanggung jawab.

2.1.3. Praktik atau Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2003).

(49)

33

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling)

perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

(50)

34

Seperti halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatan-tingkatan, yaitu :

a) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan.

b) Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai contoh.

c) Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah menjadi kebiasaan.

d) Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran.

2.3. Konsep Penyakit TB Paru 2.3.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB Paru (Mycobacterium TB Paru). Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2008).

2.3.2. Epidemiologi Tuberkulosis

(51)

35

tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

(52)

36

dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .

2.3.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman, Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab Tuberkulosis

Para ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882, adalah suatu basil yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob, panjangnya 1-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung (sinar ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh lemah (Alsagaff, 2005).

Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TB Paru cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes RI, 2002).

(53)

37

dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya. Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB Paru dapat terjadi akibat dari komponen lingkungan yang tidak seimbang (pencemaran udara). Masalah pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak zaman pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan manusia, tentu dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara adalah salah satu media transmisi penularan TB Paru dimana manusia memerlukan oksigen untuk kehidupan. Jadi jika seorang penderita TB Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka kuman TB dalam jumlah besar berada di udara ( Achmadi U F, 2011).

Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002).

(54)

38

yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

2.3.4 Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru

Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilakukan dengan cara : 1.Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

2. Pemeriksaan Foto Toraks

1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

(55)

39

Tujuan pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan klasifikasi/tipe penyakit, menilai kemajuan pengobatan dan untuk menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita Tuberkulosis

Paru dan suspek Tuberkulosis.

Pengambilan spesimen dahak yaitu : (Depkes RI, 2002)

a. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang berkunjung pertarma kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua.

b. P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).

c. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis Paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis Paru BTA Positif

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif.

ii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

(56)

40

klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

2. Pemeriksaan Foto Toraks

Tidak dibenarkan mendiagnosa penyakit TB Paru hanya dengan berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB Paru (Dinkes Provinsi SU, 2007). Indikasi pemeriksaan foto toraks adalah sebagai berikut :

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2. Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (Dinkes Provinsi SU, 2007).

2.3.5 Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru, (Faizal, 1992). 1. Batuk

Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau, lebih. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus dan terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan.

2. Dahak

(57)

41 3. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan kematian yang cepat.

4. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi tuberkulosis paru.

5. Nyeri Dada

Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot karena batuk.

2.3.6 Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu ; (Depkes RI, 2002)

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

(58)

42 c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten tersebut. Penderita pindahan tersebut harus membawa Surat rujukan/pindah (Form TB. 09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

e. Lain-lain 1). Gagal

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih. 2). Kasus Kroni

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Faizal, dkk., 1992).

2.3.7 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis. 1. Infeksi Primer

(59)

43

Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2002). 2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny

yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya karena daya, tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk (Depkes RI, 2002).

2.3.8 Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis 1. Host

a. Umur

(60)

44

karena orang pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga untuk terpapar kuman Tuberkulosis lebih besar (Crofton, 2002).

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung terkena TB Paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi, selain itu adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena TB Paru (Crofton, 2002). c. Nutrisi dan Sosial Ekonomi

Keadaan malnutrisi akan mempermudah terjadinya penyakit TB Paru Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, 2002).

d. Faktor Toksik

Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, selain itu obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat menurunkan kekebalan tubuh (Crofton, 2002).

e. Penyakit lain

Pada beberapa negara, infeksi HIV/AIDS Sering ditemukan bersamaan dengan penyakit Tuberkulosis. Hal ini disebabkan karena rusaknya sistem pertahanan tubuh (Crofton, 2002).

2. Agent

Tuberkulosis Paru disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Untuk dapat mempengaruhi seseorang menjadi sakit tergantung dari :

Gambar

Tabel 4.1 Luas Kecamatan Pandan Menurut Desa/Kelurahan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011
Tabel 4.4 Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Pandan Kecamatan Pandan Januari s/d September 2011
Tabel lanjutan 4.5
tabel 4.6. berikut ini:
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian dengan judul “ Perbedaan Perilaku Sehat Sebagai Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Berdasarkan Karakteristik Penderita di Wilayah Kerja

Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit TB paru pada dewasa muda di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Mengetahui

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penderita TB Paru dalam Upaya Pencegahan Potensi Penularan pada Keluarga di Kabupaten Jember; Lusi Kartikasari, 062110101070; 2011;

Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan sikap penderita TB Paru positif tentang pencegahan penularan TB Paru pada keluarga di Kecamatan Sitiung Kabupaten

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga penderita TB Paru terhadap pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang TB Paru terhadap perilaku pencegahan penularan penyakit TB

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberkulosis di Puskesmas Cukir Jombang.. Desain penelitian

Hasil penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan keluarga dalam upaya pencegahan penularan TB paru antara lain dengan membuka jendela rumah setiap hari,