• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermae, Class : Dicotyledonae, Ordo :

Leguminales, Famili : Leguminoseae, Genus: Glycine, Species : Glycine max L. Merill. (Stennis, 2005).

Kedelai memiliki akar tunggang bercabang dan berserat yang baik. Sistem akar lateral cukup luas, mencapai 45 cm dalam 4-5 minggu. Kondisi tanah yang kering akar dapat tumbuh lebih dalam untuk menyerap air dan unsur hara. Tanaman kedelai juga memiliki hubungan simbiosis dengan bakteri pengikat nitogen pada akar kedelai yaitu Bradyrhizobium spp. (Belfield, et al., 2011)

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm), menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Daun tanaman kedelai merupakan daun majemuk trifolia yaitu berdaun tiga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998; Andrianto dan Indarto, 2004).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri. Waktu berbunga tergantung kepada kultivar dan iklim. Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain itu, warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau

hijau transparan (tembus cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam atau berbintik-bintik (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998; Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu optimal untuk pertumbuhan kedelai adalah 20- 30°C. Optimal suhu tanah untuk perkecambahan dan awal pertumbuhan bibit adalah 25- 30°C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30°C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis. Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Belfield, et al., 2011;Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Suhu, panjang hari dan varietas dapat menjadi penting dalam menentukan awal berbunga dan perkembangan tahap reproduksi selanjutnya. Suhu rendah menghambat dan suhu tinggi meningkatkan reproduksi. Hari yang panjang (malam pendek)

menghambat dan hari pendek mempercepat awal tahap reproduksi (Ashlock and Purcell, 2010).

Tanah

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang bagus. Kecuali kalau diberi

tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8-7 namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik (Sumarno dan Manshuri, 2007; Prihatman, 2000).

Pengaruh Salinitas terhadap Tanaman

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang secara temporer atau permanen memiliki salinitas tinggi, dengan nilai ESP (Exchangeable Sodium Percentage) < 15%atau nilai EC (Electrical Conductivity) > 4 dS/m. Terdapat dua macam bentuk salinitas tanah, yaitu salinitas primer dan sekunder. Salinitas primer terbentuk akibat akumulasi garam terlarut dalam tanah atau air tanah melalui proses alami yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Salinitas sekunder terbentuk akibat aktivitas manusia yang mengubah keseimbangan tata air tanah, antara air yang digunakan (air irigasi atau air hujan) dengan air yang digunakan oleh tanaman dan penguapan. Penyebab utama salinitas sekunder adalah pembukaan lahan dan penggantian vegetasi tahunan dengan tanaman semusim, pengairan menggunakan air berkadar garam tinggi atau keterbatasan air irigasi (El-Hendawy, 2004).

Salinitas mempengaruhi tanaman dengan cara yang berbeda seperti efek osmotik, toksisitas spesifik-ion dan atau gangguan nutrisi. Mekanisme salinitas mempengaruhi tanaman tergantung pada banyak faktor termasuk spesies, genotipe, umur tanaman, kekuatan ionik dan komposisi solusi salinitas, dan organ yang bersangkutan (Lauchi and Grattan, 2007).

Penurunan produksi pertanian pada tanah salin yang sangat besar dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaruh salinitas secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman meliputi :

− Pengurangan potensial osmotik pada larutan tanah yang akan mengurangi jumlah air yang tersedia bagi tanaman yang menyebabkan kering fisiologis, untuk mengatasi masalah ini tanaman harus menjaga potensial osmotik internal untuk mencegah air keluar dari akar ke tanah di sekitar tanaman.

− Toksisitas akibat berlimpahknya ion Na+ dan Cl- di dalam sel, pengaruh keracunan meliputi terganggunya struktur enzim dan makromolekul lain, kerusakan organel sel dan membran plasma, gangguan fotosintesis, respirasi dan sintesis protein.

− Ketidakseimbangan hara pada tanaman menyebabkan terganggunya penyerapan dan atau transport hara ke tajuk menyebabkan defisiensi hara.

(Evelin et al., 2009).

Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :

1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji

2. Penurunan kualitas biji

3. Penurunan kandungan protein biji

4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai 5. Nodulasi kedelai

6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen 7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar (Phang et al., 2008).

Cekaman Oksidatif

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Pada tanaman ROS terbentuk dalam sel melalui beberapa cara yaitu : 1) Produksi fotokimia di atmosfer akibat pencemaran udara, 2) Penyumbangan elektron langsung ke oksigen ketika terjadi fotosintesis terutama pada kondisi cahaya yang tinggi dan konsentrasi CO2 pada kloroplas yang rendah, 3) Respon terhadap kondisi cekaman seperti kekeringan, suhu tinggi, salinitas, ozon dan serangan mikroba (Pritchard et al. 2000).

ROS yang terbentuk akan berbahaya bagi sel tanaman karena ia dapat mengoksidasi membran lipid dan aparatus fotosintesis. Melalui berbagai reaksi metabolisme tanaman oksigen dapat diubah menjadi bentuk molekul yang sangat reaktif seperti singlet oksigen (1O2), hidrogen peroksida (H2O2), superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH). Superoksida dapat berubah bentuk menjadi hidrogen peroksida (H2O2), radikal ini dapat menyebabkan kerusakan melalui beberapa cara yaitu memutus ikatan rantai protein, merusak membran lemak dan bereaksi dengan DNA sehingga menyebabkan mutasi sel (Sgherri and Navari-Izzo, 1995).

Gambar 1. Mekanisme pembentukan molekul ROS pada tanaman (Sairam and Tyagi, 2004)

Terbentuknya H2O2 di kloroplas terjadi karena terhambatnya proses fotosintesis menyebabkan tanaman kelebihan energi elektron yang ditangkap oleh pusat reaksi tidak dapat dilepas atau dipantulkan secara aman sehingga merusak perangkat Fotosistem II pada kloroplas dan membran lipid (Kader, 2001).

Sistem antioksidan di dalam sel tumbuhan menyediakan perlindungan melawan pengaruh racun dari oksigen spesies yang aktif. Komponen penting dari sistem pelindungan itu adalah pertahanan secara enzimatis, seperti SOD dan katalase yang dapat menghindari O2 - dan H2O2 selain metabolit seperti askorbat, glutation dan tokoperol yang berfungsi untuk mengatur tingkat keaktifan oksigen pada jaringan tanaman (Bosch and Alegre, 2002).

Enzim Peroksidase

Peroksidase termasuk ke dalam enzim golongan oksidoreduktase yaitu enzim yang mengkatalis reaksi oksidasi-reduksi. Radikal bebas yang terbentuk dari proses respirasi aerobik, misalnya radikal hidroksida (OH), superoksida (O2), dan hidrogen peroksida (H O ), dapat merusak fraksi lipid pada membran dan menghasilkan lipid

peroksida dan selanjutnya terurai menjadi senyawa produk oksidasi sekunder yang toksik (Dumet and Benson, 2000).

Gambar 2. Beberapa enzim antioksidan yang diproduksi tanaman untuk menghindari dampak ROS (Pessarakli, 2011)

Molekul-molekul toksik tersebut dibatasi jumlahnya di dalam sel oleh sejumlah enzim. Superoksida dipecahkan oleh SOD dimana dalam proses tersebut dihasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian diuraikan oleh peroksidase. Peroksidase memecahkan H2O2 menjadi air ketika mengoksidasi sejumlah substrat. Dengan demikian peroksidase adalah enzim golongan oksidoreduktase yang menggunakan H2O2 sebagai akseptor elektron untuk mengkatalis berbagai reaksi oksidatif. Peroksidase tanaman tersebar dalam jaringan tanaman dan terutama ditemukan pada peroksisom. Enzim peroksidase berkaitan erat dengan sejumlah proses fisiologi yang meliputi lignifikasi penyembuhan luka, oksidasi fenol, dan pertahanan terhadap patogen (Quiambao and Rojah, 2000).

Enzim Superoksida Dismutase

SOD merupakan sistem pertahanan pertama dalam menanggulangi kerusakan yang disebabkan oleh ROS dengan mengkatalisis O2- menjadi H2O2. Di tanaman,

paling banyak dan ditemukan di sitosol, peroksisom, kloroplas dan apoplas. Fe-SOD banyak terdapat di plastida, Mn-SOD terdapat di matriks mitokondria dan peroksisom (Pessarakli, 2011).

Pada tanaman tahunan diketahui terdapat 3 bentuk SOD. Ketiga bentuk SOD ini berbeda dalam ko-faktor logam dan letaknya pada sub seluler. SOD yang terletak pada sitosol dan kloroplas yaitu CuZn- SOD, pada mitokondria yaitu Mn-SOD dan pada kloroplas yaitu Fe-SOD (Aroca et al., 2001).

Antioksidan Asam askorbat

Asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu bentuk antioksidan yang secara alami terdapat pada tumbuhan. Askorbat merupakan senyawa metabolit utama pada tumbuhan yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, yang melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif yang dihasilkan dari metabolisme aerobik, fotosintesis dan berbagai polutan (Smirnoff, 1996).

Aktivitas antioksidan asam askorbat dikaitkan dengan ketahanan tanaman terhadap stres oksidatif. Kemudian tingkat endogen asam askorbat menjadi sangat penting dalam regulasi perkembangan penuaan. Dapat disimpulkan bahwa tanaman yang disemprotkan asam askorbat dapat menunda penuaan daun dengan sistem peroksida atau fenolik atau askorbat yang terlibat dalam pengurangan ROS yang dihasilkan selama penuaan daun (Farouk, 2011).

Asam askorbat telah dilaporkan berperan penting dalam mengurangi efek negatif salinitas terhadap pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Secara umum, pengaruh asam askorbat dalam mencegah dampak buruk dari stres salinitas berasal

mengatasi dampak buruk dari stres garam dikaitkan dengan stabilisasi dan perlindungan terhadap pigmen fotosintetik dan organ fotosintesis dari kerusakan oksidatif (Khan et al., 2006 ).

Asam salisilat

Asam salisilat (SA) merupakan hormon tanaman yang umum menghasilkan senyawa fenolik dan hormon tanaman endogen potensial yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peran SA secara intensif dipelajari dalam respon tanaman terhadap cekaman biotik. Beberapa tahun terakhir keterlibatan SA dalam penanggulangan cekaman abiotik telah banyak diteliti (El Tayeb, 2005; Ahmad et al. 2011). Namun peran yang sebenarnya dari SA pada cekaman abiotik tetap belum terpecahkan. Beberapa metode aplikasi (merendam benih sebelum tanam, menambah solusi hidroponik, irigasi, atau penyemprotan dengan larutan SA) telah dilakukan untuk melindungi berbagai spesies tanaman terhadap stres abiotik dengan menginduksi berbagai proses yang terlibat dalam mekanisme toleransi stres (Horvath et al. 2007).

El Tayeb (2005) menemukan bahwa aplikasi SA untuk jelai memicu respon pre-adaptif terhadap stres garam, meningkatkan sintesis Chl a, b dan mempertahankan integritas membran yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman. SA pada perlakuan awal tanaman menunjukkan kekurangan Ca2+ dan kelebihan akumulasi K+, dan gula larut dalam akar dalam kondisi salin. Jagung diberi perlakuan dengan SA menunjukkan peningkatan pertumbuhan, penurunan peroksidasi lipid dan permeabilitas membran yang meningkat karena stres garam (Gunes et al. 2007).

α- Tokoferol

Tokoferol dikenal sebagai vitamin E. Golongan senyawa ini mempunyai peranan penting terutama dikaitkan dengan sifatnya sebagai antioksidan (Winarno, 1992). Dalam proses melumpuhkan radikal bebas, tokoferol menjadi pelopor, diikuti oleh asam askorbat (Kumalaningsih, 2006).

Tokoferol biasanya terdapat dalam bentuk α-tokoferol, γ-tokoferol, dan

sejumlah kecil δ-tokoferol (Burry et al., 2003). α-Tokoferol menunjukkan aktivitas vitamin E paling tinggi (Winarno, 1992) sehingga biasanya dianggap paling penting.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun terus meningkat. Permintaan kedelai meningkat pesat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran pentingnya nilai gizi bagi kesehatan. Tahun 2012-2014, rata-rata kebutuhan kedelai nasional sebesar 2.59 juta ton per tahun sedangkan rata-rata produksi dan produktivitas nasional per tahun, berturut-turut hanya sebesar 800.00 ton/ha dan 1.5 juta ton/ha (Bappenas, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam terutama melalui pemanfaatan lahan-lahan marginal.

Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan penambahan biaya. Tanpa penambahan biaya yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan (Yuwono, 2009).

Salah satu lahan marginal adalah lahan salin. Di Indonesia, total luas lahan salin 440.300 ha yang terbagi menjadi lahan agak salin 304.000 ha dan lahan salin 140.300 ha (Rachman et al. 2007). Salinitas adalah kondisi tanah yang ditandai dengan konsentrasi garam terlarut tinggi. Tanah diklasifikasi sebagai salin jika EC (Electrical Conductivity) sebesar 4dS/m atau lebih (Munns dan Tester, 2008).

Pengaruh salinitas pada tanaman sangat kompleks. Salinitas akan

menyebabkan stres ion, stres osmotik dan stres sekunder (Kusmiyati et al., 2009; Munns et al., 2006). Penelitian Christian (2016) pada F3

menunjukkan hasil bahwa tanaman dapat beradaptasi di tanah salin dan berproduksi di atas 12 biji per tanaman.

Cekaman salinitas juga menginduksi kerusakan oksidatif pada sel-sel tumbuhan dikatalisis oleh reaktif oksigen spesies (ROS). Salah satu upaya melindungi sel-sel tanaman dari efek kondisi stres adalah sistem antioksidan kompleks yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 1) antioksidan larut lipid terasosiasi membran

(misalnya α-tokoferol dan ß-karoten), 2) reduktan larut air (misal glutation dan

askorbat), dan 3) enzim antioksidan (misal superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), peroksidase (POD) serta enzim-enzim siklus askorbat-glutation (Smirnoff, 1993). Wibowo (2016) melakukan analisis biokimia hasil persilangan F2 tanaman kedelai (Grobogan dengan Grobogan adaptasi salin) pada cekaman salinitas, hasilnya menunjukkan bahwa terjadi respon tanaman yang fluktuatif terhadap aktivitas enzim peroksidase dan superoksida dismutase.

Peningkatan toleransi tanaman terhadap salinitas dapat digunakan beberapa antioksidan antara lain asam askorbat, asam salisilat, dan tokoferol. Penelitian Sitinjak (2012) mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian asam askorbat 400 ppm pada kedelai di tanah salin dapat meningkatkan produksi. Perlakuan asam askorbat dapat mengurangi dampak negatif dari konsentrasi garam yang tinggi yaitu melindungi fungsi kloroplas sehingga menurunkan konsentrasi ROS (Afzal et al., 2005). Penelitian Nazar et al (2011) dengan perlakuan asam salisilat pada kacang hijau

memberikan respon penurunan fotosintesis dan meminimalkan kandungan Na+, Cl-, dan H2O2 di daun.

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian pemberian beberapa jenis antioksidan terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai

berdasarkan aktivitas enzim peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD).

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan dosis antioksidan yang terbaik terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai berdasarkan aktivitas enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD).

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah

1. Ada pengaruh yang nyata antara aplikasi antioksidan dan kontrol terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai berdasarkan aktivitas enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD).

2. Ada pengaruh yang nyata aplikasi beberapa antioksidan terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai berdasarkan aktivitas enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD).

3. Ada pengaruh yang nyata aplikasi beberapa dosis antioksidan terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai berdasarkan aktivitas enzim Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD).

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai informasi mengenai aktivitas biokimia genotipe turunan F4 kedelai terhadap pemberian beberapa jenis antioksidan di tanah salin. Serta sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK

Lailasari Hutabarat, Pemberian Beberapa Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Ketahanan Salinitas pada Turunan F4 Kedelai Berdasarkan Aktivitas

Enzin Peroksidase (POD) dan Superoksida Dismutase (SOD). Dibimbing oleh Dr. Diana Sofia Hanfiah, SP., MP. dan Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.

Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan memanfaatan lahan marginal seperti lahan salin melalui pemanfaatan genotipe hasil persilangan antara toleran salin dengan berproduksi tinggi dan pemberian beberapa antioksidan yaitu asam askorbat, asam salisilat, dan α-tokoferol untuk melindungi sel-sel tanaman dari efek kondisi stres garam. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, analisis karakter fisiologi dan biokimia tanaman di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman USU, Balai Penelitian Sungei Putih, Laboratorium Sentral USU bulan Februari sampai Agustus 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Satu Faktor yaitu perlakuan antioksidan dan perlakuan diulang dua kali.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan antioksidan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ketahanan salinitas pada turunan F4 kedelai. Secara deskriptif perlakuan asam askorbat 750 ppm memberikan rataan tertinggi terhadap klorofil daun dan bobot biji per tanaman, perlakuan asam salisilat 250 tertinggi pada enzim SOD, dan perlakuan asam salisilat 500 ppm tertinggi pada enzim POD.

Kata kunci : antioksidan, salinitas, POD, SOD, kedelai

ABSTRACT

Lailasari Hutabarat, Giving various type of antioxidant to Increase Resilience Salinity on Enzyme Activity Based F4 Soybean peroxidase (POD) and superoxide

dismutase (SOD). Supervisied by Dr. Diana Sofia Hanfiah, SP., MP. and Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.

The production of soybean can be increased through a marginal land use such as saline land, using genotype as the result of crossing the high-production tolerant saline and giving various of antioxidant, such as ascorbic acid, salicylic acid, and alpha-tocopherol to protect the plant cells from the effect salt-stress. This research carried out in the plastic house in experimental field of Faculty of Agriculture University of North Sumatera, physiology and biochemistry analysis in Plant Tissue Culture Laboratory University of North Sumatera, Sungei Putih Research Center and Central Laboratory of University of North Sumatera on February – August 2016. And used factorial Randomized Block Design with one factor were antioxidant and two replications.

The results showed that antioxidants not significantly effect to the increase of tolerance salinity in the F4 generation of soybean. Descriptively, 750 ppm of ascorbic acid treatment has given the highest average to chlorophyll analysis and weight of seeds per sample, the highest treatment of 250 ppm of salicylic acid was to SOD enzyme, and the highest treatment of 500 ppm of salicylic acid was to POD enzyme. Keywords : antioxidant, salinity, POD, SOD, soybean

PEMBERIAN BEBERAPA JENIS ANTIOKSIDAN TERHADAP PENINGKATAN

Dokumen terkait