• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah Masam dan Kendalanya

Indonesia memiliki 3 jenis tanah penting yang bermasalah. Salah satu diantaranya yang mempunyai agihan luas, adalah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) kurang lebih 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.

Tanah ultisol termasuk dalam kategori tanah masam. Menurut Soepardi (1983), suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, pada keadaan yang demikian, basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Hakim et al, (1986), mengemukakan bahwa kendala umum yang dihadapi pada tanah mineral masam adalah pH tanah rendah, unsur N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur Ca, Mg, K, Mo, dan kandungan Mn dan Fe berlebih, serta kelarutan Aluminium yang tinggi, sehingga merupakan faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman.

Kemasaman tanah membatasi produktivitas tanaman dibanyak tempat di dunia. Faktor kemasaman tanah yang paling penting kontribusinya terhadap potensial hasil yang rendah adalah defisiensi kalsium (Ca) dan keracunan Aluminium (Al). Walaupun demikian keracunan Al dianggap lebih menonjol.

Tingginya Al pada subsoil masam menyebabkan buruknya perkembangan akar, hal ini menyebabkan sistem perakaran terbatas pada lapisan tanah atas yang dangkal, sehingga akar tidak dapat memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil. Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air, pertumbuhannya terhambat dan biomas serta hasil yang diperoleh rendah

Nanggung merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Bogor, Jawa Barat, memiliki ketinggian beragam 200-1800 m dpl. Luas area kecamatan Nanggung sebesar 10 999,1 hektar, seluas 7 022,6 hektar dari total luas area digunakan sebagai lahan pertanian (Budidarsono, 2006). PH tanah kecamatan Nanggung umumnya masam, sekitar 5-6. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran1.

Pengelolaan tanah masam dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya menggunakan varietas toleran dalam budidaya dan produksi tanaman, pemberian kapur (CaCO3 atau MgCO3) yang dapat meningkatkan pH tanah dan kelarutan hara di dalam tanah, penambahan bahan organik, menggunakan metode pemberian pupuk kimia tambahan dengan cara di larik, bukan disebar dan menggunakan pupuk slow release.

Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman

Diantara masalah kesuburan tanah, ketersediaan nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) dalam tanah sering menjadi faktor pembatas utama dalam upaya memperoleh hasil pertanian yang optimal (Havlin et al., 1999). Fosfat (P) merupakan hara makro yang dibutuhkan oleh setiap tanaman, walaupun dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur N dan K.

Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4 , HPO4 , pirofosfat, metafosfat dan dalam bentuk fosfat organik (asam nukleat dan phytin). Sumber unsur P berasal dari Bahan organik, sisa hewan dan tanaman serta penambahan karena pemupukan (Nyakpa, et al.,1988). P merupakan unsur yang immobile dan pada tanah masam, sebagian besar P berada pada bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman sehingga P merupakan unsur pembatas pada tanah masam.

Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermedier, menyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983). Unsur P meningkatkan perkembangan akar, diperlukan untuk pembentukan primordia bunga dan organ tanaman untuk reproduksi serta mempercepat masaknya buah biji tanaman (Nyakpa, et al., 1988; Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Penambahan P ke dalam tanah dapat meningkatkan hasil tanaman maupun bahan keringnya. P juga akan menghambat pengaruh nitrogen yang merangsang infeksi cendawan.

Makin banyak pupuk P yang diberikan, maka makin banyak P yang tersedia di dalam tanah. Hal ini mungkin disebabkan karena pupuk P merangsang pertumbuhan akar dan pertumbuhan akar akan merangsang penyerapan P tanah yang lebih besar lagi, selain itu pupuk P merangsang kegiatan mikroba pelapuk bahan organik tanah sehingga P organik menjadi tersedia (mineralisasi BO), nisbah Pucuk-akar meningkat oleh pupuk P, karena hanya pucuk yang dianalisa sehingga terkesan penyerapan P meningkat.

Fosfor merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya (Havlin et al., 1999). Defisiensi fosfor berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.

Pemupukan

Keberhasilan pencapaian sasaran produksi komoditas pertanian tidak terlepas dari penggunaan sarana produksi khususnya pupuk secara tepat baik dosis/jumlah, waktu, jenis dan mutunya (Keputusan Menteri Pertanian, 2003). Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menghasilkan kualitas produksi tanaman yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Membangun kesuburan tanah yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sifat fisik, kimia biologi tanah.

Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Sedangkan pemupukan merupakan penambahan unsur hara dengan input eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara sesuai kebutuhan tanaman yang tidak dapat dipasok oleh tanah (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, minimal tanaman memerlukan 16 unsur makro dan mikro. Diantara unsur-unsur yang diperlukan oleh tanaman adalah unsur-unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) yang termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar (Havlin, 1999). Keberadaan unsur-unsur tersebut tidak dapat

tergantikan dengan unsur yang lain. Unsur hara tersebut berfungsi secara langsung bagi metabolisme tanaman.

Penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pupuk akan meningkatkan kemampuan tanaman menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksinya akan meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Namun, aplikasi pupuk secara tidak bijaksana dan dengan takaran berlebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap neraca hara, sifat fisik dan biologis tanah yang dapat mengganggu keberlanjutan produksi tanaman.

Pemupukan berimbang perlu dilakukan agar tanah tidak kekurangan unsur hara tertentu akibat penyerapan oleh tanaman, tetapi juga tidak boleh diberikan secara berlebihan karena dapat menekan ketersediaan unsur lain di dalam tanah. Teknologi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan jenis tanaman merupakan teknologi pemupukan yang dianggap paling tepat dan efisien, namun masih belum banyak dilakukan oleh petani karena masih kurangnya informasi mengenai hal tersebut.

Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara di dalam tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi yang optimum (Samijan et al., 2002). Pendekatan ini menguntungkan bila rekomendasi pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian dinamika unsur hara dalam tana dan kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Beberapa metode yang digunakan dalam penyusunan rekomendasi pemupukan pada prinsipnya bertitik tolak kepada model uji tanah dan uji tanaman.

Uji atau analisis tanah digunakan untuk mengetahui unsur mana dan dalam jumlah berapa yang dapat disuplai oleh tanah. Analisis tanah dapat dijadikan dasar untuk menentukan jumlah pupuk yang harus ditambahkan ke dalam tanah. Sampel tanah harus dianalisis di laboratorium yang kompeten, sebab laboratorium yang berbeda menggunakan metodologi yang berbeda pula. Rekomendasi pemupukan dapat di bangun berdasarkan Uji kalibrasi untuk jenis tanah, tanaman dan sistem produksi tertentu.

Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor

Agar petani dapat melakukan pemupukan berimbang yang dapat menghasilkan produksi optimum tanpa mencemari lingkungan, maka perlu dilakukan penyusunan rekomendasi pemupukan. Ada enam kriteria yang harus diketahui dalam pembuatan rekomendasi pemupukan menurut Melsted dan Peck (1973) yaitu: (1) status hara tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang akan digunakan, (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, (6) metode pemupukan.

Uji tanah dilakukan untuk menyusun rekomendasi pemupukan. Uji tanah bertujuan untuk: (1) menetapkan dengan teliti status ketersediaan hara dalam tanah, (2) menunjukkan dengan jelas adanya defisiensi atau keracunan untuk berbagai tanaman; (3) membentuk suatu dasar penyusunan rekomendasi pemupukan; dan (4) menyajikan hasil uji tanah dalam bentuk yang memungkinkan suatu evaluasi ekonomi dari rekomendasi yang dianjurkan (Melsted dan Peck, 1973).

Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, tepat dan dapat diulang (reproduciable), serta untuk menduga ketersediaan hara tertentu di dalam tanah (Sutriadi et al., 2004). Pada dasarnya kegiatan uji tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia tanah di laboratorium yang tepat dan teruji; (3) interpreta data hasil analisis; (4) rekomendasi pemupukan (Melsted dan Peck, 1973). Nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah.

Uji korelasi merupakan bagian dari proses untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan yang spesifik lokasi, teknologi budidaya dan jenis tanamannya. Uji korelasi adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu (Corey, 1987). Hubungan ini dapat ditentukan baik dengan cara matematis, maupun grafikal. Uji korelasi dilakukan untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik untuk suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik, untuk unsur hara tertentu. Hasil dari uji korelasi kemudian akan digunakan pada uji kalibrasi.

Terdapat berbagai metode ekstraksi unsur hara dari tanah. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25%, dan air. Masing-masing metode tersebut memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif.

Tanaman Sayuran

Tanaman sayuran diproduksi di daerah dengan ketinggian yang beragam dari permukaan laut di daerah pantai sampai 1500 m dpl di daerah pegunungan. Berbagai jenis tanaman sayuran tropis, seperti cabai, bayam, ketimun, terong, kangkung, bawang merah dan kacang panjang mendominasi di dataran rendah. Sedangkan di daerah dataran tinggi tanaman sayuran yang cocok di iklim sedang dihasilkan, diantaranya adalah kentang, kubis, wortel dan bawang putih. Berdasarkan pembagian daerah tanaman sayuran pada ketinggian tempat. Buurma dan Basuki (1990) membedakan tiga daerah produksi sayuran, yaitu: dataran rendah, di bawah 200 m dpl; dataran sedang, 200-700 m dpl; dan dataran tinggi, lebih dari 700 m dpl.

Tanaman sayuran umumya tumbuh dan berproduksi dengan cepat. Sebagian besar jenis tanaman sayuran mengakhiri siklus hidupnya setelah berproduksi (annual). Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sayuran, petani sangat tergantung pada pemakaian pupuk kimia, karena produktivitas tanah yang semakin menurun. Bercocok tanam tanpa menggunakan pupuk hampir dapat dipastikan mendapatkan hasil yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury (1997) yaitu, selain cahaya, faktor lingkungan lain yang sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketersediaan unsur hara.

Bayam

Bayam (Amaranthus spp.) termasuk dalam famili Amaranthaceae yang tumbuh tegak, annual dengan akar tunggang yang menyebar. Bayam termasuk tanaman sayuran penting di Indonesia dan Malaysia. Bayam kaya akan beta karoten (pro vitamin A), serat dan asam folat. Kandungan vitamin dan mineral pada bayam

dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan terdiri dari beta karoten 4-8 mg, vitamin C 60-120 mg, Fe 4-9 mg, Ca 300-450 mg (Grubben, 1994).

Bayam termasuk tanaman C4 yang berarti laju fotosintesisnya optimum pada suhu dan radiasi sinar matahari yang tinggi. Naungan berpengaruh kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan bayam baik pada suhu diatas 25 0C dan suhu malam diatas 15 0C. Pertumbuhan bayam relatif cepat sehingga konsumsi airnya tinggi. Bayam menyukai tanah yang subur, berdrainase baik dan strukturnya remah. Bayam termasuk tanaman yang kuat berkompetisi dengan gulma pada pertanaman (Grubben, 1994).

Produksi benih bayam yang bermutu dapat berhasil baik jika ditunjang dengan teknik budidaya yang tepat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memproduksi bayam adalah pengaturan jarak tanam, pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan yang tepat. Pemupukan bayam biasanya dilakukan pada awal penanaman. Aplikasi pemupukan bayam sangat bervariasi, bergantung pada sumber pustaka yang merekomendasikannya. Grubben (1994) menyatakan dalam satu hektar penanaman bayam yang menghasilkan sekitar 25 ton panenan bayam, 125 kg N, 25 kg P, 250 kg K, 75 kg Ca dan 40 kg Mg diserap dari tanah. Penyerapan N dan K yang lebih tinggi juga masih mungkin terjadi karena penyerapan berlebih “luxurious consumption” oleh tanaman bila ketersediaan unsur tersebut di dalam tanah tinggi. Masih menurut Grubben (1994), rekomendasi pemupukan untuk tanah miskin hara,untuk penanaman bayam adalah 400 kg NPK (10-10-20) dan tambahan 25 ton pupuk organik. Sedangkan bardasarkan rekomendasi BPTP Sumbar, pemupukan bayam terdiri dari pupuk Urea 250 kg, KCl 175 kg, SS 100 kg/ha. Seperdua Urea dan KCl diberikan saat tanam dan sisanya umur 10 hst. Pupuk diaduk rata dengan benih dan ditaburkan ditas bedengan yang telah disiapkan. Rahayu (2007) mengaplikasikan pupuk kotoran kuda 10 ton/ha, N 135 kg/ha, P2O5 135 kg/ha da K2O 120 kg/ha untuk budidaya bayam sebagai tanaman penghasil benih pada tanah andosol. Budidaya bayam menggunakan teknik hidroponik yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa penggunaan pupuk majemuk dengan kombinasi Saprodap 16-20-0 dan Hyponex 20-20-20 dengan kandungan yang disetarakan dengan larutan hara AB

mix (180 mg/L N) menghasilkan produksi bayam yang sama dengan penggunaan pupuk AB mix (pupuk standar untuk teknik budidaya tanaman secara hidroponik.

Bayam umumnya mulai dapat dipanen pada umur 3-4 minggu setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman. Rata-rata produksi mencapai 1-2 kg/m2 atau setara dengan 10-20 ton/ha (Grubben, 1994).

Kangkung

Kangkung (Ipomoea aquatica Forsskal) termasuk famili Convolvulaceae yang tumbuh menetap, menjalar atau membelit dan dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Kangkung memiliki bermacam-maam nama lokal, diantaranya kangkung (Indonesia), kango (Papua New Guniea), phakbung (Thailand) (Westphal, 1994).

Kangkung termasuk tanaman sayuran daun yang populer di Indonesia. Kandungan zat gizi, mineral dan vitamin tiap 100 gram tanaman kangkung diantaranya protein 3 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 5 g, serat 1 g, abu 1.6 g, Ca 81 mg, Mg 52 mg, Fe 3.3 mg, mineral 90.2 g, provitamin A 4 000-10 000IU, vitamin C 30-130 mg, energi 134 Kj/100g (Westphal, 1994).

Kangkung terbagi atas dua jenis yaitu kangkung darat (Ipomoea reftans Poirs.) dan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.). Kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung daun yang meruncing, berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Sedangkan kangkung air, mempunyai daun yang panjang dengan ujung daunnya agak tumpul, berwarna hijau kelam dan bunganya berwarna keungu-unguan. Kangkung darat ditanam di tanah yang agak kering sedangkan kangkung air ditanam di kolam atau di rawa-rawa (Sastrahidayat dan Soemarno, 1991).

Kangkung termasuk tanaman yang sanggup melakukan adaptasi yang baik pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kangkung dapat hidup dengan baik dari ketinggian tempat di dataran medium 800 m di atas permukaan laut (dpl) hingga ke daerah tepi pantai. Kondisi tanah yang lebih cocok adalah tanah yang sangat lembab dan sedikit berlempung (Laksanawati dan Dibiyantoro, 1996).

Dosis pemupukan kangkung berdasarkan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dari BPTP DKI Jakarta (2007) adalah: Pupuk kandang yang telah siap pakai sebanyak 10 ton/ha, maka 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha. Pemupukan susulan

diberikan pada umur 4-5 HST dan 7-10 hari kemudian yaitu pupuk urea sebanyak 100 kg/ha. Sebanyak 1 sendok makan urea (20 g) dilarutkan dalam 10 l air dan disiramkan pada bedengan sepanjang 2 m. Westphal (1994) menyatakan, di Indonesia petani umumnya mengaplikasikan 300 kg/ha pupuk urea untuk penanaman kangkung. Selain itu, pupuk organik dari ayam maupun bebek juga dapat diaplikasikan. Masriah (2006) dalam penelitiannya mengenai budidaya kangkung menggunakan sistem hidroponik menyimpulkan bahwa pupuk majemuk dapat digunakan sebagai pengganti larutan hidroponik standar pada budidaya kangkung darat secara hidroponik. Tanaman dengan menggunakan larutan hara B yang berasal dari pupuk majemuk memiliki pertumbuhan tanaman lebih cepat dan nilai peubah panen lebih besar dibandingkan tanaman dengan menggunakan larutan hara A yang berasal dari pupuk hidroponik standar. larutan hara standar yang digunakan : 180 mg/l N, 297 mg/l K dan 84 mg/l P. pupuk majemuk yang digunakan adalah NPK 20-20-20 dan NPK 16-20-0 yang jumlahnya telah disesuaikan dengan konsentrasi larutan hara standar AB mix.

Kangkung dapat dipanen pada umur 20-50 hari setelah tanam. Ciri tanaman kangkung siap panen adalah pertumbuan tunasnya telah memanjang sekitar 20-25 cm dan ukuran daun-daunnya sukup besar/normal. Produktivitas kangkung dapat mencapai 7-30 ton/ha (Westphal, 1994).

Terong

Terong, yang memiliki nama latin Solanum melongena L. (eggplant, Aubergin) merupakan tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini diduga berasal dari benua Asia, terutama India dan Birma. Sumber genetik terong ditemukan di Africa antara lain Solanum macrocarpon (Sutarno et al., 1994).

Tanaman terong sudah lama dikenal di Indonesia dan di berbagai daerah terdapat nama lokal terong seperti terong (Sunda), treung (Aceh), trong (Gayo), reteng (Batak), toru (Nias), encong (Jawa) (Sutarnoet al., 1994).

Sentra penyebaran produksi terong di Indonesia antara lain: Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Luas areal panen terong menurun pada tahun 2001 menjadi sebesar 35 860 hektar dan terus meningkat sampai dengan tahun 2005 dengan luas areal panen sebesar 45 340 hektar (Deptan, 2007b).

Tanaman terong berproduksi baik pada suhu udara antara 22-30 0C. Cuaca panas dan iklim kering bukan halangan pertumbuhan sehingga tanaman ini cocok pada musim kemarau. Supaya berproduksi optimal, penyinaran harus langsung tanpa naungan. Tanaman terong berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran tinggi. Ketinggian tempat optimal ± 1 000 m dpl. (Sutarno et al., 1994).

Rekomendasi pemupukan berdasarkan Sutarno et al.(1994), adalah memberikan 0.5 kg pupuk organik, 10 g TSP dan masing-masing 5 gram KCl dan Urea setiap lubang tanam. Warintek (2007b), pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5), perlu dilakukan pengapuran. Bahan kapur pertanian seperti dolomit, kalsit. Pada saat pembuatan bedengan sebarkan pupuk kandang sebanyak 15-20 ton/ha. Pada saat tanam berikan 150 kg Urea, 300 kg TSP dan 150 kg KCl per hektar untuk kultivar lokal atau 300 kg ZA, 220-250 kg TSP dan 200 kg KCl per hektar untuk kultivar hibrida. Berdasarkan rekomendasi BPTP Sumbar (2005b), dosis pupuk untuk terong adalah: 75 kg Urea/ha, 150 kg ZA, 200 kg TSP, 150 kg KCl, dan pupuk kandang sapi 5 t/ha.

Panen pertama dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam (Sutarno et al., 1994). Buah siap panen setelah berukuran dua per tiga dari ukuran maksimum dan masih muda. Pemamenan dapat dilakukan 1-2 kali seminggu. Buah panen dipetik bersama dengan tangkainya dengan tangan, pisau/gunting tajam.

Pada pertanaman yang dipelihara dengan baik, akan dihasilkan buah muda sebanyak 25-50 ton/ha, namun di Indonesia hasil panen berkisar 5.2 ton/ha. Produksi dipengaruhi oleh kultur teknik dan varitas (Sutarno et al., 1994).

Cabai

Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Cabai sangat populer di dunia digunakan sebagai bumbu. Buahnya dikonsumsi segar, dikeringkan atau diproses sebagai sayuran atau bumbu. Buah cabai yang sudah masak mengandung pigmen karotenoid dan xantofil dalam jumlah besar. Dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan terkandung 86 g air, 1.2 g protein, 14.4 mg Ca, 700-21 600 IU vitamin A, 242 mg vitamin C, dengan total energi sebesar 257 kJ (Poulos, 1994).

Habitus cabai berbentuk semak dengan tinggi sekitar 0.5-1.5 m, tegak, memiliki akar tunjang yang kuat dan akar lateral yang banyak (Poulos, 1994).

Menurut Smith dan Heiser (1951) sifat tandan merupakan sifat tegas yang menentukan perbedaan antara C. annuum dan C. frutescens. Pickersgill (1989) menyatakan secara tegas perbedaan kedua Capsicum tersebut, yaitu C. annuum mempunyai mahkota bunga berwarna putih bersih, sedangkan C. frutescens mahkota bunganya berwarna putih kehijauan.

Tanaman cabai menyukai daerah yang hangat, dengan pH optimal berkisar antara 5.5-6.8. Daya adapatasi tanaman cabai terhadap ketinggian tempat cukup luas. Curah hujan optimum berkisar 600-1250 mm. Suhu malam yang mencapai 30 0C dapat menyebabkan bunga cabai gagal berkembang. Viabilitas polen menurun pada suhu diatas 30 0C atau di bawah 15 0C (Poulos, 1994).

Pemupukan cabai bervariasi bergantung pada jenis tanah, kesuburan maupun teknik budidaya yang dilakukan. Poulos (1994) menyatakan bahwa rekomendasi pemupukan yang layak untuk budidaya cabai merah adalah 10-20 ton/ha pupuk kandang, 130 kg/ha N, 80 kg/ha P, 110 kg/ha K, dan Boron 10 kg/ha. Koryati (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman cabai merah dan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan pemupukan urea dengan dosis 135 g/plot atau 450 kg/Ha.

Panen Cabai dataran rendah lebih cepat dipanen dibanding cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 75-85 hari. Di dataran tinggi, panen baru dapat dimulai pada umur 4-5 bulan. Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman.

Cabai yang sudah berwama merah sebagaian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Kriteria panennya saat ukuran cabai sudah besar, tetapi masih berwama hijau penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama. Produktivitas cabai bervariasi antara 1.5-18 ton per hektar (Poulos, 1994).

Tomat

Lycopersicon esculentumMiller atau yang biasa kita sebut tomat merupakan salah satu komoditas tanaman sayuran yang penting. Tomat dapat dikonsumsi segar dalam bentuk salad, saus maupun sebagai bahan dalam masakan seperti sup,

daging, dan lain-lain. Nilai penting tomat lebih tinggi dalam bentuk olahan seperti saus, pure, jus maupun tomat kalengan (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Tanaman tomat termasuk perdu semusim, berbatang lemah dan basah. Daunnya berbentuk segitiga. Bunganya berwarna kuning. Buahnya buah buni, hijau waktu muda dan kuning atau merah waktu tua. Berbiji banyak, berbentuk bulat pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Tomat menyukai daerah yang sejuk dan kering. Temperatur optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 21o– 24oC. Tomat dapat tumbuh pada berbagai jenis

Dokumen terkait