• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Polimer

Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu

poly berarti banyak dan meros berarti bagian

atau unit. Polimer didefinisikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Struktur unit ulang biasanya hampir sama dengan senyawa awal pembentuk polimer yang disebut monomer (Billmayer 1984). Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP) (Cowd 1991).

Polimer dapat dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, yaitu polimer linier, polimer bercabang, dan polimer ikatan silang. Berdasarkan sumbernya polimer digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer sintetik diklasifikasikan dalam dua golongan berdasarkan sifat termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Yang termasuk golongan termoplastik antara lain polikaprolakton (PCL), poliasamglikolat (PGA), poliasamlakatat (PLA), dan polipropilen (PP), sedangkan silikon merupakan contoh golongan termoset. Perbedaan utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah termoplastik umumnya berstruktur linear dan termoset berstruktur tiga dimensi.

Polimer Biodegradabel

Polimer biodegradabel merupakan bahan yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme dan enzim. Penggunaan beberapa polimer memberikan suatu pendekatan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik. Polimer biodegradabel dapat juga digunakan untuk aplikasi medis seperti implantasi jaringan dan sebagai penyalur obat dan juga untuk aplikasi dalam pertanian seperti jerami dan agrokimia. Polimer yang secara bioligis terdegradasi mengandung gugus fungsi yang peka terhadap hidrolisis enzimatik dan

oksidasi, di antaranya gugus hidroksil (-OH), gugus ester (–COO-) dan gugus karbonil (C=O). Poliester, seperti polikaprolakton, poliasamglikolat, dan poliasamlaktat merupakan contoh polimer ini. Kebutuhan akan polimer biodegradabel diciptakan untuk memperoleh waktu hidup tertentu dan kemampuan terdegradasi, sebagai contoh, polimer peka terhadap radiasi sinar ultraviolet (Stuart 2003).

Polikaprolakton (PCL). Pada tahun 1973

ditemukan suatu semikristalin poliester alifatik, yaitu polikaprolakton (Gambar 1). Poliester ini ternyata tahan terhadap air dan mudah dibentuk menjadi lembaran, botol, dan perlengkapan plastik lainnya. Polikaprolakton adalah plastik biodegradabel yang bersifat termoplastik yang disintesis dari turunan minyak mentah dan diikuti oleh proses polimerisasi pembukaan cincin. PCL memiliki sifat tahan terhadap air, minyak, dan pelarut klorin, mempunyai kekentalan rendah, mudah diproses secara termal, serta mempunyai titik leleh yang rendah, dan memiliki sifat mekanik yang cukup baik. Untuk memperoleh hasil mekanik yang bagus

PCL biasanya dicampur (blending) atau

dikopolimerisasi dengan polimer lain. Tabel 1 merupakan sifat fisik dari PCL.

O (C H2)5 C O

n

Gambar 1 Struktur polikaprolakton Tabel 1 Sifat fisik PCL

Sifat fisik PCL

Suhu transisi kaca (°C) -60

Titik leleh (°C) 60

Kuat tarik saat putus (Mpa) 4

Elongasi (%) 800-1000

Densitas (g/cm3) 1.145

(Middleton et al. 1998)

Poliasamglikolat (PGA). Polimer ini

bersifat termoplastik dengan kristalinitas yang tinggi sekitar 46-50%. Transisi kaca dan titik leleh PGA adalah 35-55°C dan 225-230°C. Tingginya kristalinitas menyebabkan PGA tidak larut dalam pelarut organik kecuali pada pelarut organik dengan flourinasi tinggi seperti heksafluoro isopropanol. Walaupun teknik pemrosesan seperti ekstruksi, injeksi, dan cetakan pemadat dapat digunakan untuk membuat PGA dalam bermacam bentuk, PGA mempunyai sensitivitas tinggi pada degradasi

pada polimer blend tersebut dengan spektroskopi inframerah transformasi Fourier (spektroskopi FTIR). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu produk (poliblend) yang memiliki sifat fisik lebih baik sehingga poliblen tersebut layak dan dapat digunakan dalam dunia kedokteran dan farmasi serta aplikasi lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Polimer

Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu

poly berarti banyak dan meros berarti bagian

atau unit. Polimer didefinisikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Struktur unit ulang biasanya hampir sama dengan senyawa awal pembentuk polimer yang disebut monomer (Billmayer 1984). Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP) (Cowd 1991).

Polimer dapat dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, yaitu polimer linier, polimer bercabang, dan polimer ikatan silang. Berdasarkan sumbernya polimer digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer sintetik diklasifikasikan dalam dua golongan berdasarkan sifat termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Yang termasuk golongan termoplastik antara lain polikaprolakton (PCL), poliasamglikolat (PGA), poliasamlakatat (PLA), dan polipropilen (PP), sedangkan silikon merupakan contoh golongan termoset. Perbedaan utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah termoplastik umumnya berstruktur linear dan termoset berstruktur tiga dimensi.

Polimer Biodegradabel

Polimer biodegradabel merupakan bahan yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme dan enzim. Penggunaan beberapa polimer memberikan suatu pendekatan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik. Polimer biodegradabel dapat juga digunakan untuk aplikasi medis seperti implantasi jaringan dan sebagai penyalur obat dan juga untuk aplikasi dalam pertanian seperti jerami dan agrokimia. Polimer yang secara bioligis terdegradasi mengandung gugus fungsi yang peka terhadap hidrolisis enzimatik dan

oksidasi, di antaranya gugus hidroksil (-OH), gugus ester (–COO-) dan gugus karbonil (C=O). Poliester, seperti polikaprolakton, poliasamglikolat, dan poliasamlaktat merupakan contoh polimer ini. Kebutuhan akan polimer biodegradabel diciptakan untuk memperoleh waktu hidup tertentu dan kemampuan terdegradasi, sebagai contoh, polimer peka terhadap radiasi sinar ultraviolet (Stuart 2003).

Polikaprolakton (PCL). Pada tahun 1973

ditemukan suatu semikristalin poliester alifatik, yaitu polikaprolakton (Gambar 1). Poliester ini ternyata tahan terhadap air dan mudah dibentuk menjadi lembaran, botol, dan perlengkapan plastik lainnya. Polikaprolakton adalah plastik biodegradabel yang bersifat termoplastik yang disintesis dari turunan minyak mentah dan diikuti oleh proses polimerisasi pembukaan cincin. PCL memiliki sifat tahan terhadap air, minyak, dan pelarut klorin, mempunyai kekentalan rendah, mudah diproses secara termal, serta mempunyai titik leleh yang rendah, dan memiliki sifat mekanik yang cukup baik. Untuk memperoleh hasil mekanik yang bagus

PCL biasanya dicampur (blending) atau

dikopolimerisasi dengan polimer lain. Tabel 1 merupakan sifat fisik dari PCL.

O (C H2)5 C O

n

Gambar 1 Struktur polikaprolakton Tabel 1 Sifat fisik PCL

Sifat fisik PCL

Suhu transisi kaca (°C) -60

Titik leleh (°C) 60

Kuat tarik saat putus (Mpa) 4

Elongasi (%) 800-1000

Densitas (g/cm3) 1.145

(Middleton et al. 1998)

Poliasamglikolat (PGA). Polimer ini

bersifat termoplastik dengan kristalinitas yang tinggi sekitar 46-50%. Transisi kaca dan titik leleh PGA adalah 35-55°C dan 225-230°C. Tingginya kristalinitas menyebabkan PGA tidak larut dalam pelarut organik kecuali pada pelarut organik dengan flourinasi tinggi seperti heksafluoro isopropanol. Walaupun teknik pemrosesan seperti ekstruksi, injeksi, dan cetakan pemadat dapat digunakan untuk membuat PGA dalam bermacam bentuk, PGA mempunyai sensitivitas tinggi pada degradasi

hidrolitik yang membutuhkan pengontrolan dan pengkondisian proses. PGA dapat disintesis dari bentuk dimer asam glikolat, yaitu glikolida. Reaksi yang umum digunakan untuk mensintesis PGA adalah dengan cara reaksi polimerisasi pembukaan cincin dengan

katalis SnCl2.2H2O dan panas (Middleton dan

Tipton 1998). Struktur dari PGA dapat dilihat

pada Gambar 2. Dengan cara yang hampir

sama dengan polimerisasi pembukaan cincin, PGA juga dapat diperoleh dengan cara polikondensasi termal dengan menggunakan asam glikolat sebagai monomer. Tabel 2 merupakan sifat fisik dari PGA.

Gambar 2 Struktur poliasamglikolat. Tabel 2 Sifat fisik PGA

Sifat fisik PGA

Suhu transisi kaca (°C) 35-55

Titik leleh (°C) 225-230

Modulus (Gpa) 7.0

Waktu degradasi (bulan) 6-12

(Middleton et al. 1998)

Poliasamlaktat (PLA). PLA merupakan

polimer sintetik yang dihasilkan dari pembukaan cincin laktida menggunakan

katalis PbO, SbF5 atau Sb2O3 secara perlahan

dengan suhu 100-130°C. Polimer ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana (Alger 1989). Poliasamlaktat dikenal juga sebagai polilaktida karena PLA dapat pula disintesis dari laktida.

PLA dapat berada dalam bentuk optis aktif L-PLA dan dalam bentuk campuran rasemiknya (D,L-PLA) yang tidak bersifat optis aktif. L-PLA yang terdapat di alam mempunyai struktur kristalin dengan derajat kristalinitas sekitar 37%, suhu transisi gelas antara 50-80°C, dan titik lelehnya antara 173-178°C. Adanya struktur kristalin ini disebabkan karena tingginya keteraturan pada rantai polimernya. Kristalinitas yang tinggi dari PLA menyebabkan laju hidrolisisnya relatif lambat. Akan tetapi, D,L-PLA mempunyai struktur amorf karena rantai polimernya tidak teratur. Umumnya polimer ini tersusun dari campuran struktur kristalin dan amorf, dengan struktur yang dominan akan mempengaruhi sifat mekanik polimer

tersebut. Oleh karena bersifat amorf, penggunaan D,L-PLA lebih disukai dibandingkan L-PLA karena D,L-PLA lebih mampu mendispersikan obat secara homogen dalam matriks polimer (Arches 2006).

PLA mempunyai sifat biodegradabel, artinya PLA dapat terdegradasi secara alami baik oleh panas, cahaya, bakteri maupun oleh panas hidrolisis. Sifat biodegradabel ini disebabkan karena PLA memiliki beberapa gugus hidroksil pada ujung rantainya. Selain itu, PLA juga mempunyai sifat biokompatibel, artinya polimer ini dapat terurai dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. Oleh karena mempunyai kedua sifat inilah, PLA kini makin banyak digunakan terutama untuk pembuatan plastik biodegradabel dan sangat cocok digunakan untuk aplikasi medis, seperti sistem penyaluran obat, benang bedah maupun pembuatan organ buatan.

O C H3 O H n L - P L A Gambar 3 Struktur kimia L-PLA

PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175°C dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan. Sifat fisik dan mekanik PLA disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik PLA Sifat fisik PLA

Suhu transisi kaca (°C) 55-70

Titik leleh (°) 130-215 Kristalinitas (%) 10-40 Kalor leleh (J g-1) 8.1-93.1 Densitas (g/cm3) 1.25 Modulus (Mpa) 49 Elongasi (%) 2.5 (Rezwan et al. 2006)

Sifat fisik dan mekanis PLA dapat berkurang apabila dicampur dengan polimer lain yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang lebih rendah. Kiremitci dan Deniz (1998) menyatakan bahwa suhu transisi kaca PLA turun apabila poliasamglikolat dicampur dengan poliasamlaktat.

Poliblen

Proses pencampuran polimer dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu secara fisik

dan kimia. Pencampuran fisik terjadi antara dua atau lebih polimer yang berbeda dan tidak membentuk ikatan kovalen antara komponen-komponen penyusunnya yang disebut dengan poliblen. Pencampuran kimia terjadi antara polimer-polimer penyusunnya sehingga menghasilkan kopolimer (Rabek 1983). Kompatibilitas poliblen menggambarkan kekuatan antaraksi yang terjadi antara rantai polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen.

Poliblen homogen dapat membentuk film yang transparan dengan transisi kaca (Tg) dan titik leleh tunggal, sedangkan poliblen heterogen membentuk campuran keruh dan tidak transparan serta mempunyai Tg majemuk, dan mempunyai beberapa suhu titik leleh. Poliblen komersial dapat dibentuk dari polimer sintetik-polimer sintetik, polimer sintetik-polimer alam, atau polimer alam-polimer alam. Kelebihan poliblen adalah dapat memanfaatkan formulasi yang telah ada dari material dengan sifat khusus sehingga poliblen akan mempunyai ciri unggul komponen-komponen penyusunnya dan menghasilkan produk baru lebih menguntungkan.

Poliblen bertujuan mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Selain itu juga, bertujuan meningkatkan kompatibilitas dan degradabilitas yang lebih baik. Polimer yang akan dicampur harus memiliki sifat fisik dan mekanis yang lebih baik.

Penentuan Kompatibilitas Poliblen Ditinjau dari segi termodinamika, kinetika, dan kesetimbangan mekanik, suatu poliblend tidak mungkin homogen dalam satu fase. Kompatibilitas poliblen tidak dapat ditentukan secara pasti. Kompatibilitas mempunyai sifat alami dalam pencampuran dua cairan. Pengertian kompatibel dapat digambarkan sebagai cairan yang dicampur untuk membentuk campuran satu fase dan homogen. Kompatibilitas dari poliblen ditunjukkan oleh seberapa dekat poliblenm tersebut mendekati campuran fase tunggal dan pengukurannya relatif tergantung pada derajat heterogenitas poliblen itu sendiri (Rabek 1983).

Kompatibilitas poliblen menggambarkan kekuatan antaraksi yang terjadi antara rantai polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk

penentuan kompatibilitas poliblen (Rabek 1983):

1. Lelehan film. Film yang rapuh dan

kusam menunjukkan tidak kompatibilitas.

2. Penampilan poliblen. Sifat transparan

dari kertas menunjukkan kompatibilitas, sedangkan penampilan yang rapuh menunjukkan tidak kompatibilitas.

3. Suhu transisi kaca. Jika poliblen

menunjukkan dua suhu transisi kaca yang beda sesuai dengan asal polimer, maka dinyatakan tidak kompatibel. Jika poliblen menunjukkan hanya satu suhu transisi, sistem ini dinyatakan kompatibel.

4. Pengukuran mekanik-dinamik. Ini

merupakan metode yang paling akurat. Pencirian Polimer

Difraksi Sinar X (XRD). Sinar X

merupakan radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan logam dengan elektron energi tinggi. Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada hamburan cahaya oleh kisi kristal yang dikenai sinar X. Metode ini dapat digunakan dalam penentuan struktur kristal suatu padatan dengan menganalisis pola difraksinya dan juga digunakan untuk penentuan komposisi bahan penyusun suatu campuran. Pola difraksi sinar X khas untuk setiap material karena masing-masing komponen material terdiri atas kombinasi kecil dan susunan atom yang khas.

Suatu bahan yang bersifat kristalin akan mempunyai puncak difraktogram yang tajam. Hal ini terjadi karena sebuah kristalin atau mikrokristalin akan membiaskan sinar X pada sudut tertentu. Namun, lain halnya dengan bahan yang bersifat amorf akan memiliki puncak difraktogram yang lebar karena bahan amorf cenderung menghamburkan sinar X (Perdiman 2005).

Derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan kristalin). Persamaan 1: Derajat kristalinitas = Luas kristalin x 100% Luas (kristalin+amorf) Spektroskopi Inframerah Transformasi

Fourier (Spektoskopi FTIR). Spektroskopi

inframerah transformasi fourier merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan respon dari radiasi elektromagnet. FTIR dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif maupun kualitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa anorganik.

Spektroskopi ini bekerja dengan cara sampel dikenai radiasi elektromagnetik dan responnya (intensitas dari radiasi yang diteruskan) diukur. Energi dari radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi (frekuensi). Sekarang ini ciri spesifik yang dimiliki oleh contoh akan menghasilkan seri puncak spektrum yang khusus dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi contoh. Walaupun radiasi elektromagnetik ini bervariasi, dengan transformasi fourier, sampel yang diradiasi bisa dinyatakan dalam satu pulsa tunggal. Karena resonansi dari suatu sampel bervariasi, maka digunakan operasi matematika yang disebut dengan transformasi fourier sehingga sinyal tersebut dapat dihitung menjadi suatu frekuensi tertentu. Dengan cara ini, FTIR dapat menghasilkan spektrum yang sama dengan spektrofotometer biasa namun dengan waktu yang lebih singkat.

FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Hal ini dikarenakan spektrum-spektrum dapat discan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikatan silang. FTIR teristimewa bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan lain yang tidak campur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer. Spektrum paduan yang dapat campur adalah superposisi dari tiga komponen, yaitu dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antara homopolimer-homopolimer (Steven 2001).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah polikaprolakton (PCL), natrium kloroasetat, katalis timah oktoat, asam laktat, air demineral, diklorometana, metanol, dan aseton.

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, pengaduk magnet, pompa vakum, spektrofotometer FTIR Shimadzu 8400, XRD

tipe Shimadzu XD-610, ultrasonic bath, dan teflon.

Metode Penelitian

Pembuatan Polimer Poliasamglikolat (PGA)

Preparasi dalam pembuatan poliasamglikolat dilakukan dengan melarutkan sebanyak 40 gram natrium kloroasetat ke dalam 50 ml air demineral. Setelah larut kemudian ditambahkan dengan

katalis timah oktanoatsatu tetes dan divakum

selama 5 jam pada suhu 140-185 oC,

kemudian disimpan dalam lemari es selama kurang lebih 72 jam. Langkah terakhir adalah menyaring dan mengambil kristalnya untuk disimpan dalam eksikator hingga kering, dan PGA siap digunakan untuk tahap selanjutnya. Pembuatan Polimer Poliasamlaktat (PLA) Labu erlenmeyer dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang bobotnya. Setelah itu, asam laktat sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan ditimbang. Selanjutnya, asam laktat tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 120ºC selama 2 jam. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 150ºC selama 2 jam dan pada suhu 180ºC selama 48 jam.

Pembuatan Poliblen Poliasamglikolat (PGA) dengan Poliasamlaktat (PLA)

Blending PGA dengan PLA disiapkan

dengan komposisi yang berbeda (Tabel 4 dan Tabel 5). Preparasi poliblen dilakukan dengan mencampurkan setiap polimer yang kemudian dilarutkan dalam pelarut diklorometana. Larutan dicampur pada suhu ruang dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam, diikuti oleh pengendapan dalam metanol berlebih. Hasil pencampuran dikeringkan pada suhu ruang sampai bobot konstan.

Tabel 4 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (a)

Komposisi PGA (%) PLA (%)

A1 A2 A3 A4 50 35 20 05 50 65 80 95

kuantitatif maupun kualitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa anorganik.

Spektroskopi ini bekerja dengan cara sampel dikenai radiasi elektromagnetik dan responnya (intensitas dari radiasi yang diteruskan) diukur. Energi dari radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi (frekuensi). Sekarang ini ciri spesifik yang dimiliki oleh contoh akan menghasilkan seri puncak spektrum yang khusus dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi contoh. Walaupun radiasi elektromagnetik ini bervariasi, dengan transformasi fourier, sampel yang diradiasi bisa dinyatakan dalam satu pulsa tunggal. Karena resonansi dari suatu sampel bervariasi, maka digunakan operasi matematika yang disebut dengan transformasi fourier sehingga sinyal tersebut dapat dihitung menjadi suatu frekuensi tertentu. Dengan cara ini, FTIR dapat menghasilkan spektrum yang sama dengan spektrofotometer biasa namun dengan waktu yang lebih singkat.

FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Hal ini dikarenakan spektrum-spektrum dapat discan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikatan silang. FTIR teristimewa bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan lain yang tidak campur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer. Spektrum paduan yang dapat campur adalah superposisi dari tiga komponen, yaitu dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antara homopolimer-homopolimer (Steven 2001).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah polikaprolakton (PCL), natrium kloroasetat, katalis timah oktoat, asam laktat, air demineral, diklorometana, metanol, dan aseton.

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, pengaduk magnet, pompa vakum, spektrofotometer FTIR Shimadzu 8400, XRD

tipe Shimadzu XD-610, ultrasonic bath, dan teflon.

Metode Penelitian

Pembuatan Polimer Poliasamglikolat (PGA)

Preparasi dalam pembuatan poliasamglikolat dilakukan dengan melarutkan sebanyak 40 gram natrium kloroasetat ke dalam 50 ml air demineral. Setelah larut kemudian ditambahkan dengan

katalis timah oktanoatsatu tetes dan divakum

selama 5 jam pada suhu 140-185 oC,

kemudian disimpan dalam lemari es selama kurang lebih 72 jam. Langkah terakhir adalah menyaring dan mengambil kristalnya untuk disimpan dalam eksikator hingga kering, dan PGA siap digunakan untuk tahap selanjutnya. Pembuatan Polimer Poliasamlaktat (PLA) Labu erlenmeyer dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang bobotnya. Setelah itu, asam laktat sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan ditimbang. Selanjutnya, asam laktat tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 120ºC selama 2 jam. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 150ºC selama 2 jam dan pada suhu 180ºC selama 48 jam.

Pembuatan Poliblen Poliasamglikolat (PGA) dengan Poliasamlaktat (PLA)

Blending PGA dengan PLA disiapkan

dengan komposisi yang berbeda (Tabel 4 dan Tabel 5). Preparasi poliblen dilakukan dengan mencampurkan setiap polimer yang kemudian dilarutkan dalam pelarut diklorometana. Larutan dicampur pada suhu ruang dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam, diikuti oleh pengendapan dalam metanol berlebih. Hasil pencampuran dikeringkan pada suhu ruang sampai bobot konstan.

Tabel 4 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (a)

Komposisi PGA (%) PLA (%)

A1 A2 A3 A4 50 35 20 05 50 65 80 95

Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b)

Komposisi PGA (%) PLA (%)

A1 A2 A3 A4 50 65 80 95 50 35 20 05

Pembuatan Poliblen PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan

PLA didasarkan pada metode Broz et al.

(2003) yang disiapkan dengan komposisi berbeda, susunan komposisinya dapat dilihat pada Tabel 6. Pembuatan poliblen dilakukan dengan mencampurkan ketiga polimer dan dilarutkan dalam aseton pada suhu ruang. Campuran diaduk dengan ultrasonic bath sampai homogen, kurang lebih selama 8 jam. Campuran homogen dikeringkan dengan cara menguapkan pelarut pada suhu ruang.

Tabel 6 Komposisi poliblen PCL/PGA/PLA Komposisi PCL (%) PGA (%) PLA (%) A1 50 45 5 A2 50 40 10 A3 50 35 15 A4 50 30 20

Pembuatan film tipis

Poliblen yang telah dihasilkan didiamkan sampai terbebas dari gelembung-gelembung udara dan dicetak dengan menggunakan teflon. Film hasil cetakan diuapkan pelarutnya pada suhu ruang kira-kira selama 30 menit untuk mendapatkan film yang kering. Film yang telah tercetak dilepaskan dari permukaan teflon dan siap digunakan untuk pencirian lebih lanjut. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pencirian

Uji kristalinitas dengan Difraksi Sinar

X (XRD). Lembaran film dipotong dengan

ukuran 2x2 cm, kemudian dipasang pada tempat sampel dan dirotasikan agar benar-benar terorientasi secara acak. Pengukuran ini menggunakan alat difraksi sinar X tipe

Shimadzu XD-610 dengan sudut putaran (θ)

60°sampai 5° dan dengan laju putaran 2°/menit. Hasil uji ini berupa difraktogram yang menunjukkan hubungan antara intensitas

dan 2θ.

Analisis gugus fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Transformasi

Fourier (FTIR). Sampel yang berupa film,

ditempatkan ke dalam sel holder, kemudian dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya didapat berupa spektrum hubungan antara bilangan gelombang dengan persen transmittan. Spektrum FTIR dari poliblen direkam menggunakan spektrofotometer FTIR Shimadzu 8400 pada suhu ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Poliblen PGA/PLA

Pembuatan poliblen antara PGA dengan PLA dengan menggunakan pelarut diklorometana dilakukan dengan komposisi yang berbeda. Poliblen dari dua polimer ini tidak dapat menghasilkan film tipis. Hal ini

Dokumen terkait