• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Cabai

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent, C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens. Spesies C. annuum dan C. Frutescens memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luas di seluruh dunia, sedangkan spesies lain hanya terbatas di Amerika Selatan saja (Purseglove et al., 1981).

Capsicum telah dikenal pada masa penjelajahan Colombus di dunia baru tahun 1492. Capsicum tumbuh dan digunakan secara luas di Caribbean, Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Mexico. Awalnya Colombus mengganggap Capsicum sebagai pepper (lada) yang memiliki rasa pedas. Selanjutnya ia menyebarkan tanaman ini ke Spanyol melalui jalur laut. C. annuum memiliki beragam nama dibeberapa wilayah, seperti chilli di Mexico dan Amerika Tengah serta axidi Amerika Selatan dan Caribbean (Purseglove et al., 1981).

Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya diawali dari akar tunggang yang sangat kuat, bercabang-cabang ke samping dengan akar-akar rambut. Pola pertumbuhan vegetatif berupa cabang-cabang dikotomi dari batang utama dan tunas-tunas lateralnya.

Cabai merah memiliki daun-daun tunggal yang berpetiol, helai daun berbentuk ovate atau kadang-kadang lonjong, tepi daun rata yang tumbuh pada tunas-tunas samping secara berurutan. Daun-daun tunggal tersebut tersusun secara spiral pada batang utama. Daun berambut lebat atau jarang tergantung pada spesiesnya. Beberapa varietas dari spesies C. chinense memiliki daun dengan aroma yang spesifik. Bunga dan buah umumnya bersifat tunggal pada setiap buku. Spesies C. chinense memiliki dua sampai lima bunga per buku (Kusandriani dan Permadi, 1996).

Warna bunga C. annuum umumnya putih, dengan lima sampai tujuh helai mahkota bunga (corolla) dan lima sampai tujuh tangkai sari dengan kepala sari (antera) berwarna biru. Buah pada C. annuum cukup beragam dari segi ukuran, bentuk, warna, dan tingkat kepedasannya. Umumnya buah berbentuk panjang, bulat atau kerucut, panjang buah antara 0.8 - 30 cm dengan lebar mencapai 8 mm. Buah yang belum masak berwarna hijau, kekuning-kuningan, atau keungu-unguan. Sedangkan jika telah masak buah berwarna merah, jingga, kuning, coklat, atau keungu-unguan. Buah mengandung banyak biji, daging buah renyah dan rongga buah terbagi menjadi dua. Biji berukuran pipih berwarna kuning dengan diameter terbesar mencapai 3 - 5 mm. Beberapa buah seperti paprika tidak memiliki rasa pedas sehingga disebut sweet pepper, sedangkan varietas lain memiliki tingkat kepedasan yang berbeda (Purseglove et al., 1981).

Syarat Tumbuh Cabai

Cabai merah memiliki daya adaptasi yang luas. Menurut Siswanto dalam Duriat (1996) tanaman cabai merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dan sembarang musim. Tanaman cabai juga mampu berproduksi pada berbagai ketinggian. Tipe tanah yang ideal untuk pertanaman cabai adalah lempung berpasir, karena mampu mempertahankan kelembapan serta mengandung bahan organik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan cabai adalah 6.5 – 7.0.

Tanaman cabai umumnya tahan kekeringan, namun jika kelembaban tanah kurang selama pembungaan dapat terjadi kerontokan bunga dan buah muda. Menurut Sumarni (1996) cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar 600 – 1 250 mm/tahun. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan cabai berada pada selang 18– 27 0C,

sedangkan untuk pembungaan dan pembuahan berada pada kisaran suhu 21 – 27 0C dan 15.5– 21 0C. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pada suhu

dibawah 16 0C dan diatas 32 0C bunga pada cabai tidak akan terbuahi karena produksi tepung sari yang tidak baik.

Pemuliaan Cabai

Menurut Nasir (2001) pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan varietas, klon, atau galur baru dengan karakter tertentu yang lebih baik dari yang telah ada. Syukur et al. (2009) menerangkan bahwa pemuliaan tanaman merupakan suatu perpaduan antara seni dan ilmu dalam rangka mengubah dan memperbaiki pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting suatu tanaman menjadi bentuk yang lebih bermanfaat bagi manusia. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) tujuan dari pemuliaan pada umumnya adalah untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat hortikultura, maupun perbaikan terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu.

Menurut Allard (1992) proses pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul dari populasi yang tersedia dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang meliputi: 1) evaluasi plasma nutfah untuk mendapatkan sumber gen yang diinginkan, 2) pembentukan populasi dasar bersegregasi melalui persilangan dan

somaklon, 3) seleksi populasi bersegregasi dengan metode yang sesuai, 4) evaluasi daya hasil, 5) uji adaptasi/multilokasi, dan 6) pelepasan varietas

unggul baru.

Karakter Kualitatif dan Kuantitatif

Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe tanaman yang dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter tersebut dikendalikan oleh satu gen maka disebut dengan karakter monogenik, sedangkan bila dikendalikan oleh beberapa gen maka disebut karakter oligogenik. Masing-masing gen dapat memberikan peranan yang cukup besar dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen mayor (Nasir, 2001). Karakter kualitatif dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya gejala dan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Pengambilan data pada karakter kualitatif dilakukan melalui teknik observasi (pengamatan)yang dilanjutkan dengan pengujian khi-kuadrat (x2) dan dibandingkan dengan sebaran Mendel (Syukur et al., 2009).

Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda. Tipe aksi gen dapat dibagi menjadi dua, yaitu interaksi antar alel pada lokus yang sama, disebut intraalelik (alelik) dan interaksi antar alel pada lokus yang berbeda, disebut interalelik (non-alelik). Karakter yang dikendalikan oleh satu lokus (dua alel per lokus) maka interaksi alelik dominan akan menghasilkan perbandingan segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak terdapat dominansi maka akan menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1. Karakter yang dikendalikan oleh dua lokus akan menghasilkan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 jika terjadi interaksi interalelik dominan (Crowder, 2006).

Menurut Suryo (2005) nisbah segregasi yang dikendalikan oleh dua pasang gen dapat terdiri atas interaksi interlokus dominan, epistatis dominan, epistatis resesif, epistatis dominan resesif, gen resesif rangkap (epistatis resesif duplikat), gen dominan rangkap (epistatis dominan duplikat), gen-gen rangkap dengan pengaruh kumulatif (interaksi duplikat) dan interaksi kompleks. Epistatis merupakan interaksi gen dimana sepasang gen dapat menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut dengan gen hipostatis, sedangkan yang menutupi disebut dengan gen epistatis. Tabel 1 menunjukkan bentuk nisbah segregasi yang terjadi pada interaksi dua lokus (dikendalikan oleh dua pasang gen).

Tabel 1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen

Genotipe A-B- A-bb aaB- aabb

Interaksi interlokus dominan 9 3 3 1

Epistatis dominan ---12 --- 3 1

Epistatis resesif 9 3 --- 4 ---

Epistatis dominan dan resesif --- 13 --- --- 3 --- Gen resesif rangkap 9 --- 7 --- Gen dominan rangkap --- 15 --- 1 Interaksi duplikat 9 --- 6 --- 1 Interaksi kompleks 10 3 --- 3 ---

Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi (Poespodarsono, 1988). Karakter kuantitatif diatur oleh beberapa gen yang disebut dengan gen ganda (poligen). Masing-masing gen memberikan

pengaruh yang kecil, sedangkan pengaruh lingkungannya sangat besar (Crowder, 2006). Karakter kuantitatif dapat diukur dengan menggunakan satuan ukuran tertentu sehingga disebut sebagai karakter metrik. Karakter kuantitatif tidak dapat dibedakan secara tegas karena sebarannya bersifat kontinyu. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen sehingga disebut juga karakter poligenik. Setiap unit gen memberikan pengaruh yang kecil dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen minor (Nasir, 2001). Menurut Syukur et al. (2009) seleksi pada karakter kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan data statistika. Pengujian data dilakukan dengan perhitungan nilai tengah, ragam, dan simpangan bakunya.

Heritabilitas

Brewbaker (1983) menyatakan bahwa kegiatan seleksi efektif dilakukan jika memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya keragaman fenotipe yang cukup besar dalam populasi asal dan nilai heritabilitas yang cukup tinggi. Heritabilitas digunakan untuk menentukan apakah ragam pada karakter yang diamati disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Menurut Poespodarsono (1988) heritabilitas dapat diartikan sebagai proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat yang diturunkan. Nasir (2001) menyatakan bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu.

Terdapat dua bentuk heritabilitas yang lazim dikenal dalam pemuliaan tanaman, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas memperhatikan keragaman genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif yang merupakan bagian dari keragaman genetik total (Nasir, 2001).

Nilai heritabilitas dapat dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase yang berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 menunjukkan bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 menunjukkan keragaman fenotipe hanya disebabkan

oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Nilai heritabilitas dapat dikatakan rendah apabila kurang dari20 %, sedang pada 20 – 50 %, dan tinggi jika lebih dari 50 %.

Seleksi

Seleksi merupakan salah satu langkah awal pemuliaan dalam merakit suatu varietas. Seleksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan individu atau kelompok tanaman dari populasi campuran (Poehlman, 1983). Kegiatan seleksi harus berdasarkan pada prinsip pemuliaan, yaitu lebih efektif dilakukan pada keturunan yang berbeda dan keragaman tidak diciptakan oleh kegiatan seleksi. Sebaliknya seleksi menggunakan keragaman yang telah ada (Allard, 1992). Menurut Hallaeur (1981) tujuan utama dari kegiatan seleksi adalah untuk mengidentifikasi genotipe yang diinginkan. Penggunaan metode seleksi sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu arah kegiatan pemuliaan yang dilakukan, pola pewarisan sifat atas sifat yang akan diperbaiki, individu dalam populasi, sejarah seleksi, serta tujuan spesifik dari program pemuliaan yang dikehendaki.

Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) seleksi pada cabai umumnya dilakukan dengan metode seleksi massa, galur murni, silang balik (back cross), dan seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi massa dilakukan pada populasi tanaman yang dikehendaki berdasarkan fenotipenya saja. Tujuan seleksi massa adalah untuk memperbaiki penampilan populasi melalui pemilihan dan pencampuran genotipe-genotipe unggul pada populasi tanaman. Seleksi galur murni (pureline) terbatas hanya mengisolasi genotipe terbaik yang terdapat dalam populasi campuran. Seleksi silang balik (back cross) umumnya dilakukan dalam perbaikan sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal, yaitu sifat yang tampak secara visual dan mudah dideteksi secara sederhana (karakter kualitatif). Tujuan utama seleksi back cross adalah untuk mendapatkan genotipe seperti tetua penerimanya.

Seleksi silsilah (pedigree) merupakan metode seleksi yang membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Kegiatan seleksi dilakukan pada generasi awal (F2). Setiap individu tanaman diamati dan dilakukan pencatatan dengan baik menyangkut hubungan tetua dengan keturunannya untuk mendapatkan informasi genetik yang dikehendaki oleh pemulia. Menurut Syukur et al. (2009) tujuan dari metode seleksi silsilah adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan

mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan. Generasi hasil seleksi silsilah diharapkan memiliki karakter yang lebih unggul dibandingkan rata-rata kedua tetuanya.

Terdapat beberapa prinsip umum dalam melakukan kegiatan seleksi pedigree, yaitu seleksi dilakukan pada generasi awal (F2) dengan tingkat segregasi yang tinggi (keragaman terbesar), seleksi awal dilakukan terhadap individu berdasarkan fenotipe yang kemudian ditanam dalam barisan, seleksi dilakukan berulang terhadap individu terbaik hingga mencapai tingkat homozigositas yang dikehendaki, dan silsilah dari setiap galur tercatat/diketahui (Syukur et al. 2009).

Menurut Syukur et al. (2009) seleksi dapat dilakukan melalui satu karakter maupun beberapa karakter. Seleksi melalui satu karakter umumnya lebih mudah, akan tetapi seleksi tersebut dapat mempengaruhi karakter lain. Hal ini terjadi apabila karakter-karakter itu dikendalikan oleh gen yang sama atau gen-gen dalam keadaan terpaut. Seleksi melalui beberapa karakter dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu seleksi berurutan, seleksi simultan, dan seleksi indeks. Seleksi berurutan dilakukan terhadap satu karakter terhadap generasi awal, kemudian karakter lain pada generasi selanjutnya secara berurutan. Metode seleksi ini membutuhkan waktu yang lama. Seleksi simultan dilakukan terhadap beberapa karakter secara sekaligus. Beberapa karakter yang diseleksi diharapkan memiliki tingkat minimal yang ditentukan. Hanya kelompok individu yang memiliki nilai di atas tingkat minimal tersebut yang dipilih. Seleksi simultan berkaitan dengan korelasi antar karakter dan intensitas seleksi.

Seleksi indeks dianggap lebih efisien dibandingkan dengan seleksi berurutan dan simultan. Seleksi indeks dilakukan melalui beberapa karakter yang dianggap penting berdasarkan nilai ekonomi, korelasi genotipe dan fenotipe antar karakter, serta nilai heritabilitasnya (Poespodarsono, 1988). Karakter-karakter yang dipilih diberi indeks pembobot yang besarnya tergantung pada sifat yang lebih dipentingkan. Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas

minimum untuk tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya (Syukur et al., 2009).

Kemajuan Seleksi

Syukur et al. (2009) mengemukakan bahwa kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Nilai kemajuan seleksi dipengaruhi oleh heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi, dan intensitas seleksi. Menurut Baihaki (2000) intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian yang diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin kecil.

Brewbaker (1983) mengemukakan bahwa kemajuan genetik dalam seleksi umumnya bergantung pada ketepatan yang dimiliki oleh pemulia untuk membedakan dan menentukan genotipe yang diinginkan. Menurut Baihaki (2000) konsep kemajuan genetik akibat seleksi didasarkan kepada perubahan dalam rata-rata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Satu siklus seleksi meliputi pembentukan sebuah populasi bersegregasi, pembentukan genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe, seleksi genotipe-genotipe superior, pemanfaatan atau penggunaan genotipe-genotipe-genotipe-genotipe terseleksi, varietas baru atau sebagai tetua. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi dari satu strategi metode-metode seleksi. Kemajuan genetik akibat seleksi dapat dinyatakan dalam satuan per tahun.

Kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi, mempercepat waktu seleksi, meningkatkan keragaman genetik, memahami interaksi genotipe dengan lingkungan, serta memperbanyak ulangan dan lingkungan seleksi (Falconer, 1981). Menurut Trikoesoemaningtyas et al. dalam Limbongan (2008) kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan menentukan kriteria seleksi yang memberikan kemajuan seleksi terbaik. Umumnya kriteria yang digunakan dalam seleksi didasarkan pada hasil ekonomis tanaman, namun kriteria ini dipandang memiliki heritabilitas yang relatif rendah. Hal ini karena karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menurunkan kemajuan genetik yang diperoleh.

Korelasi dan Analisis Lintas

Walpole (1992) menerangkan bahwa korelasi adalah ukuran hubungan linear antara dua peubah acak x dan y yang diduga dengan nilai koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan +1. Bila r mendekati +1 atau -1, hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Bila r mendekati 0, hubungan linear antara x dan y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali.

Menurut Falconer (1981) terdapat dua jenis korelasi tunggal, yaitu korelasi fenotipe dan genotipe. Korelasi fenotipe merupakan nilai derajat keeratan hubungan antara dua sifat yang langsung diukur, sedangkan nilai korelasi genotipe adalah nilai derajat keeratan hubungan antara total rata-rata pengaruh dari gen yang dikandungnya. Menurut Ganefiani et al. (2006) dalam analisis korelasi tunggal diasumsikan bahwa selain dari kedua sifat yang dipasangkan maka sifat lain dianggap konstan. Asumsi ini jelas kurang berlaku bagi makhluk hidup, karena terjadi berbagai proses yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Penggunaan analisis lintasan dapat menjawab persoalan tersebut, masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung.

Pemilihan karakter langsung dan tidak langsung dalam analisis lintas dapat dipertimbangkan dalam penentuan kriteria seleksi. Menurut Limbongan (2008) seleksi terhadap suatu karakter dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter perlu dilakukan karena seleksi terhadap karakter tersebut lebih mudah dan dapat dilakukan lebih awal. Persyaratan untuk dapat melakukan seleksi tidak langsung adalah jika karakter tersebut memiliki korelasi yang kuat dengan karakter produksi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010. Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah latosol. Pengamatan pascapanen dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa benih tetua genotipe IPB C120, IPB C5, dan benih F2 hasil persilangan genotipe IPB C120 dengan IPB C5. Pupuk yang digunakan meliputi Urea 150 kg/ha, SP-18 300 kg/ha, KCI 200 kg/ha, pupuk kandang 15 ton/ha, dan kapur pertanian 3 ton/ha. Selain itu digunakan pula pupuk NPK mutiara, pupuk daun, dan pestisida. Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray, mulsa plastik hitam perak, plastik, label, jangka sorong, meteran, timbangan digital, alat tulis, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Populasi yang ditanam terdiri atas P1 (IPB C120) sebanyak 20 tanaman, P2 (IPB C5) sebanyak 20 tanaman, dan F2 (IPB C120 x IPB C5) sebanyak 280 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman dalam populasi tersebut. Luas lahan yang digunakan adalah 100 m2 dengan 16 bedeng. Masing-masing bedeng berukuran 1 m x 5 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m dan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan awal meliputi persiapan benih, penyemaian, dan persiapan lahan. Benih yang digunakan merupakan benih yang sehat dan diambil dari buah yang matang penuh. Media persemaian berupa kompos yang telah disterilisasi dalam oven dengan suhu 150 0C selama tiga jam. Media diisi ke dalam tray hingga 2/3

bagian. Selanjutnya benih ditanam dalam tray sebanyak satu benih/lubang dan ditutup kembali dengan media hingga penuh. Selama dipersemaian dilakukan penyiraman setiap hari agar memudahkan benih berkecambah dan tumbuh dengan baik. Dua minggu setelah persemaian dilakukan pemupukan dengan NPK mutiara dan Gandasil D masing-masing dosis 5 g/l dan 1 g/l setiap minggu hingga pindah lapang. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian dilakukan dengan penyemprotan pestisida Antracol dan Curacon dengan dosis 0.5 g/l dan 1 ml/l. Bibit dipersemaian dipindahkan ke lapang pada tujuh minggu setelah semai.

Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan lahan dan pembuatan bedeng dengan tinggi 0.2 m, lebar 1 m, dan panjang 5 m tiap bedeng, serta jarak antar bedeng 0.5 m. Bedeng yang telah diolah ditambahkan pupuk kandang dan kapur pertanian dua minggu sebelum penanaman dilakukan. Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak empat hari sebelum penanaman. Penanaman dilakukan satu tanaman/lubang dengan jarak 0.5 m x 0.5 m. Setiap tanaman diikat tali rafia pada ajir agar kokoh dan menghindari kerobohan.

Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman, pemupukan, penyemprotan pestisida, dan pewiwilan. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan awal dilakukan pada saat pindah tanam dan setiap minggu menggunakan pupuk NPK mutiara dan Gandasil D dengan dosis masing-masing 10 g/l dan 2 g/l air. Pupuk dicampur, dilarutkan, dan disiramkan sebanyak 250 ml/tanaman. Pemupukan NPK dan Gandasil D bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman dan diberikan sampai tanaman mulai muncul buah. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap minggu untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Pestisida yang digunakan meliputi Curacon 2 ml/l, Kelthane 1 ml/l, Antracol 2 g/l, dan Dithane 6 g/l.

Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas yang tumbuh pada batang utama di bawah dikotomus. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan vegetatif tanaman dan menghindari munculnya serangan penyakit secara serentak. Menurut Widodo (2002) pewiwilan harus sudah selesai saat panen pertama. Keuntungan dari pewiwilan adalah untuk menjaga kelembaban, memperbaiki warna dan kualitas buah, serta meningkatkan produksi.

Pemanenan dilakukan dengan cara memetik seluruh buah yang sudah masak (75 % permukaan buah telah berwarna merah). Pemanenan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke delapan. Panen pada pagi hari lebih baik untuk mendapatkan bobot buah yang optimal dan menjaga kesegaran buah.

Pengamatan

Pengamatan terdiri atas karakter kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan berdasarkan deskriptor cabai (IPGRI, 1995).

Karakter kualitatif terdiri atas:

1. Habitus tanaman (plant growth habit): diamati saat tanaman mulai berbuah.

2. Bentuk daun (leaf shape): diamati saat buah pertama mulai masak.

3. Bentuk batang (stem shape): cylindrical, angled, dan flattened. Diamati saat tanaman dewasa.

4. Warna batang (stem color): hijau, hijau garis ungu, dan ungu. Diamati saat tanaman dewasa.

Gambar 1. Bentuk Habitus Tanaman:3) prostrate, 5) intermediate (compact),7) erect

5. Warna buku (nodal anthocyanin): hijau, ungu terang, ungu, dan ungu gelap. Diamati saat tanaman dewasa.

6. Warna mahkota bunga (corolla colour): putih, kuning terang, kuning, kuning hijau, ungu dengan dasar putih, putih dengan dasar ungu, dan ungu. Diamati saat bunga mekar.

7. Posisi bunga (flower position): diamati saat antesis.

Gambar 3. Posisi Bunga: 3) pendant, 5) intermediate, 7) erect

8. Warna anter (anther colour): putih, kuning, biru pucat, biru, dan ungu. Diamati saat mekar sebelum antesis.

9. Warna filament (filament colour): putih, kuning, hijau, biru, ungu terang, dan ungu. Diamati saat antesis.

10. Bentuk pelekatan kelopak pada pangkal buah (fruit shape at pedicel attachment): diamati saat buah masak pada panen kedua.

11. Bentuk tepi kelopak buah (calyx margin): diamati saat buah masak pada

Dokumen terkait