• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Gizi

2.5.1. Pengertian Gizi

Istilah gizi berasal dari bahasa Arab ”giza” yang berarti zat makanan; dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi (Irianto, 2007).

Menurut Supariasa (2001), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

2.5.2. Penyakit-Penyakit Gizi

1) Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)

Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Notoatmodjo, 2003).

2) Penyakit Kegemukan (Obesitas)

Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yaitu konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan

kebutuhan atau pemakaian energi. Akibat dari obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes mellitus (Notoatmodjo, 2003).

3) Anemia (Penyakit Kurang Darah)

Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma melalui Puskesmas atau Posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil, maka program ini tampak berjalan lambat (Almatsier, 2003).

4) Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)

Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui puskesmas dan atau posyandu. Di samping itu, program pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi masyarakat tentang makanan-makanan yang bergizi, khususnya makanan-makanan sebagai sumber vitamin (Irianto, 2007).

5) Penyakit Gondok Endemik

Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon Thyroxin. Terapi penyakit ini pada penderita dewasa umumnya tidak memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik adalah pencegahan, yaitu dengan memberikan dosis iodium kepada para ibu hamil (Notoatmodjo, 2003).

2.5.3. Penyebab Masalah Gizi

Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan per orangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Rimbawan, 2004).

Malnutrition (gizi salah, malnutrisi) adalah keadaan patologis akibat

kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2001).

Berbagai studi menunjukkan bahwa gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh penyebab langsung dan berbagai penyebab tidak langsung. Anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk umumnya disebabkan oleh beberapa hal berikut:

Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang penyakit atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan

pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan dan berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya.

Dalam berbagai faktor penyebab masalah gizi yang disebutkan diatas, kemiskinan dinilai memiliki peranan yang cukup menonjol. Kemiskinan merupakan penyebab dari rendahnya kualitas intake zat gizi, penyakit infeksi, buruknya pengetahuan dan praktek keluarga berencana, yang pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya status gizi anak balita dan ibu hamil (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).

Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Daly, et al. (1979) membuat model faktor-faktor yang memengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2001).

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi (Menurut Unicef, yang dikutip DinKes Propinsi Sumut, 2006). 2.5.4. Gizi buruk

Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus / bakteri (Almatsier, 2003).

Adapun klasifikasi gizi buruk adalah sebagai berikut: 1. Kwashiorkor

Dengan gejala klinis:

- wajah membulat dan sembab

Status Infeksi

Pola asuh

Pemberian ASI/MP ASI, Pola Asuh, Penyediaan Makanan Sapihan, Praktik Higiene Asuh

Yankes&Kesling Ketahanan

Pangan Intake Gizi

Komunikasi, Informasi Dan Edukasi Status Gizi Anak Balita

- edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) - pandangan mata sayu

- cengeng dan rewel

- rambut kusam, pirang dan mudah dicabut

- bercak merah coklat pada kulit (crazy pavement dermatosis)

- perubahan status mental, apatis dan rewel

- otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk - anoreksia

- pembesaran hati

- sering disertai dengan anemia, diare dan infeksi 2. Marasmus

Dengan gejala klinis:

- tampak sangat kurus, tinggal tulang terbalut kulit - wajah seperti orang tua

- cengeng dan rewel - perut cekung - iga gambang

- kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy

pant/pakai celana longgar)

3. Kwashiorkor-marasmus

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median World Health Organization-National

Centre for Health Statistics (WHO-NCHS) disertai edema yang tidak mencolok

(Depkes RI, 2000).

2.5.5. Penilaian Status Gizi Balita

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS.

Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu: a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.

b. Gizi baik untuk well nourished

c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor dan kwasiokor.

Dalam klasifikasi status gizi menurut Rekomendasi lokakarya Antropometri, 1975 serta Puslitbang Gizi, 1978 digunakan lima macam indeks yaitu: BB/U, TB/U,

LLA/U, BB/TB, dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard.

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978

Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB Gizi baik 100-80 100-95 100-85 100-90 100-85 Gizi kurang < 80-60 < 95-85 < 85-70 < 90-70 < 85-75 Gizi buruk**) < 60 < 85 < 70 < 70 < 75 *) Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard

**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiokor dan kwashiokor.

Adapun cara yang dilakukan untuk menilai status gizi anak usia 0-5 tahun adalah dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks LLA/U digunakan pada anak usia ½-5 tahun dan 6-17 tahun dan LLA/TB pada anak usia 1-10 tahun. Setiap indeks tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Irianto, 2007).

2.5.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:

- Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya

- Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan - Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun

- Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan

- Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya - Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita

mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan - Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas

2.5.7. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia

Upaya penanggulangan masalah gizi dilakukan dalam bentuk pelayanan secara langsung ke masyarakat, yaitu dilakukan dalam bentuk pelayanan gizi di puskesmas dan posyandu. Pelayanan gizi di posyandu dengan sasaran khusus ibu dan anak. Pelayanan secara tidak langsung dilakukan dalam bentuk penyuluhan gizi, fortifikasi makanan dengan vitamin, pemakaian garam beryodium serta pemanfaatan pekarangan (Suhardjo, 1999).

Perbaikan gizi kelompok balita dicoba dijangkau melalui Taman BALITA. Program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga). Di taman balita diadakan upaya rehabilitasi para penderita KKP dan melatih para ibu dan mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus dan memasak serta menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak balita.

Proyek PMT berupa pemberian makanan bergizi, suplemen pada makanan anak balita yang biasa dikonsumsi untuk terapi dan rehabilitasi anak-anak yang kondisi gizinya tidak memuaskan. Kegiatan-kegiatan ini terutama ditujukan kepada

masyarakat lapisan yang kurang mampu, baik di kota, tetapi terutama di daerah pedesaan. Program UPGK merupakan upaya pendidikan terpadu untuk meningkatkan produksi bahan makanan bergizi di lahan pekarangan sekitar rumah, dipergunakan untuk konsumsi meningkatkan kondisi kesehatan gizi keluarga (Sediaoetama, 2008).

Dokumen terkait