PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN
GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMPLAS KOTA MEDAN
TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 051000138 SISKA DEVI BANGUN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN
GIZI BURUK PADA BALITA DI KELURAHAN SITI REJO III KECAMATAN MEDAN AMPLAS
TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 051000138 SISKA DEVI BANGUN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :
PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN
GIZI BURUK PADA BALITA DI KELURAHAN SITI REJO III KECAMATAN MEDAN AMPLAS
TAHUN 2010
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
NIM. 051000138 SISKA DEVI BANGUN
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juni 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
NIP. 19680320 199308 2 001 NIP. 140052649 dr. Fauzi. SKM
Penguji II Penguji III
dr. Heldy BZ, MPH
NIP. 19520601 198203 1 003 NIP. 19730803 199903 2 001 Siti Khadijah Nasution SKM, M.Kes
Medan, Juli 2010
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
ABSTRAK
Kasus gizi buruk di Kota Medan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 460 kasus (0,34%). Kasus gizi buruk terbanyak berada di Puskesmas Amplas sebanyak 43 kasus (0,61%).
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan metode
explanatory research (penjelasan) yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh
pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Populasi adalah ibu yang mempunyai balita. Sampel sebanyak 84 responden dan menggunakan simple random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda pada α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita adalah pengetahuan (p=0,005) dan sosial ekonomi yaitu pendapatan keluarga (p=0,000). Variabel pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.
Disarankan kepada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas agar meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi buruk serta cara penanggulangannya melalui kegiatan penyuluhan. Selain itu, petugas kesehatan dan kader sebagai orang yang terdepan di masyarakat harus lebih aktif dalam memantau status gizi balita dan segera bertindak cepat apabila menemukan kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Amplas.
ABSTRACT
Malnutrition cases has increased in Medan. In the year 2007, in Medan City, there were 8 cases of malnutrition among children under five years old, while in 2008 increased to 460 cases (0.34%). Most cases of malnutrition took place in Amplas Health Centre as much as 43 cases (0.61%).
This study was a survey with an explanatory research method that aimed to explain the influence of mothers knowledge and socioeconomic on mother’s practice in preventing malnutrition on children under five years old in Siti Rejo III village in Medan Amplas sub district in 2010. Population were mothers who have children under five years old. The samples were 84 mothers and by using simple random sampling method. Data were analyzed by using multiple linear regression test at α 0,05.
The results showed that the variables influencing the mother’s practice in preventing malnutrition among children under five years old were knowledge of mothers (p=0,005) and family income (p=0,000). Variables of education, occupation and number of children had no influence on mother’s practice.
It is suggested to the health centre officer in the working area of Amplas Health Centre to increase the knowledge of mothers about malnutrition and how to overcome them by giving health education. In addition, health centre officer and the cadres as a leader in the community should be more active in monitoring the nutritional status of children and immediately act quickly if finding malnutrition case in the working area of Amplas Health Centre.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
hidayahNya, penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Faktor
Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam
Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan
Amplas Tahun 2010”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materil. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM-USU dan sekaligus sebagai dosen pembimbing
skripsi I yang telah bersedia memberikan bimbingan, masukan dan saran
untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah
bersedia memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini.
4. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku Dosen Penguji II yang bersedia
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji III yang bersedia
6. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik,
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi
kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FKM-USU, terkhusus dosen pengajar di
Departemen AKK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan
wawasan kepada penulis selama proses perkuliahan.
8. Kepada ibu dr. Hj. Emilia, selaku Kepala Puskesmas Amplas dan staf
khususnya Ibu Petty dan Ibu Robiannna yang telah memberikan dukungan,
kerjasama dan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja
Puskesmas Amplas Kota Medan.
9. Teristimewa kepada orangtua tercinta Ayahanda H. Bangun dan Ibunda Almh.
D. Br. Ginting, yang senantiasa memberikan dukungan baik moral maupun
materil sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik.
10.Saudara-saudaraku Rika Bangun, Martin Bangun, Wanto Bangun, Rio
Bangun, dan Ardi Bangun, juga seluruh keluarga Bangun-Ginting yang telah
memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Sahabat-sahabatku Noni, Evalina, Irma, Franky, Evan, Elisabeth, Tika, dan
Macx, yang telah banyak mendukung dan membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
12.Teman-Teman Kelas Reguler B Angkatan 2005, yang telah banyak
memberikan motivasi, masukan dan saran untuk menyelesaikan penulisan
13.Teman-teman Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Franky,
Risty, Sri, Ellina, Irfani, Ria, Bertha, Vina, Husein dan lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang bersama dalam suka dan duka dalam
perkuliahan dan selama tahap penyelesaian skripsi ini.
14.Teman-teman PERMATA IMMANUEL, khususnya pengurus yang telah
banyak memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... x
Daftar Gambar ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Perilaku Kesehatan ... 9
2.2. Pengetahuan... 10
2.3. Tindakan atau Praktik ... 11
2.4. Faktor Sosial Ekonomi ... 12
2.4.1. Pendidikan ... 13
2.4.2. Pekerjaan ... 13
2.4.3. Pendapatan ... 13
2.5. Gizi... 14
2.5.1. Pengertian Gizi... 14
2.5.2. Penyakit- penyakit Gizi ... 14
2.5.3. Penyebab Masalah Gizi ... 16
2.5.4. Gizi Buruk ... 18
2.5.5. Penilaian Status Gizi Balita ... 20
2.5.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk ... 21
2.5.7. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia ... 22
2.6. Kerangka Konsep... 23
2.7. Hipotesis Penelitian ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Jenis Penelitian ... 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
3.3. Populasi dan sampel ... 25
3.3.1. Populasi ... 25
3.3.2. Sampel ... 26
3.4. Teknik Pengambilan Data ... 27
3.5.1. Variabel Bebas ... 28
3.5.2. Variabel Terikat ... 29
3.6. Aspek Pengukuran ... 29
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 30
3.7. Teknik Analisis Data... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32
4.2. Deskripsi Pengetahuan Responden ... 35
4.3. Deskripsi Sosial Ekonomi Responden ... 38
4.4. Deskripsi Tindakan Responden ... 39
4.5. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 43
4.6. Hasil Uji Statistik Multivariat ... 45
4.7. Hasil Wawancara ... 46
BAB V PEMBAHASAN... 48
5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita . ... 48
5.2. Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita . ... 49
5.2.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 50
5.2.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 51
5.2.3. Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 51
5.2.4. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
6.1. Kesimpulan ... 54
6.2. Saran ... ... 55
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. : Jumlah Balita Gizi Buruk Di Kota Medan
Tahun 2008 ... 5
Tabel 2.1. : Klasifikasi Status Gizi Menurut Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 ... 21
Tabel 3.1. : Daftar Jumlah Balita Di Wilayah Kerja Puakesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2009 ... 26
Tabel 3.2. : Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29
Tabel 3.3. : Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 30
Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 33
Tabel 4.2. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 33
Tabel 4.3. : Distribusi Sarana Kesehatan ... 34
Tabel 4.4. : Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Dan Pustu Amplas Tahun 2009 ... 34
Tabel 4.5. : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gizi Buruk ... 37
Tabel 4.6. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Gizi Buruk ... 38
Tabel 4.7. : Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 39
Tabel 4.8. : Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Gizi Buruk ... 42
Tabel 4.9. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Ibu terhadap Pencegahan Gizi Buruk... 43
Tabel 4.10. : Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. : Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi ... ... 18
ABSTRAK
Kasus gizi buruk di Kota Medan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 460 kasus (0,34%). Kasus gizi buruk terbanyak berada di Puskesmas Amplas sebanyak 43 kasus (0,61%).
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan metode
explanatory research (penjelasan) yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh
pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Populasi adalah ibu yang mempunyai balita. Sampel sebanyak 84 responden dan menggunakan simple random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda pada α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita adalah pengetahuan (p=0,005) dan sosial ekonomi yaitu pendapatan keluarga (p=0,000). Variabel pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.
Disarankan kepada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas agar meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi buruk serta cara penanggulangannya melalui kegiatan penyuluhan. Selain itu, petugas kesehatan dan kader sebagai orang yang terdepan di masyarakat harus lebih aktif dalam memantau status gizi balita dan segera bertindak cepat apabila menemukan kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Amplas.
ABSTRACT
Malnutrition cases has increased in Medan. In the year 2007, in Medan City, there were 8 cases of malnutrition among children under five years old, while in 2008 increased to 460 cases (0.34%). Most cases of malnutrition took place in Amplas Health Centre as much as 43 cases (0.61%).
This study was a survey with an explanatory research method that aimed to explain the influence of mothers knowledge and socioeconomic on mother’s practice in preventing malnutrition on children under five years old in Siti Rejo III village in Medan Amplas sub district in 2010. Population were mothers who have children under five years old. The samples were 84 mothers and by using simple random sampling method. Data were analyzed by using multiple linear regression test at α 0,05.
The results showed that the variables influencing the mother’s practice in preventing malnutrition among children under five years old were knowledge of mothers (p=0,005) and family income (p=0,000). Variables of education, occupation and number of children had no influence on mother’s practice.
It is suggested to the health centre officer in the working area of Amplas Health Centre to increase the knowledge of mothers about malnutrition and how to overcome them by giving health education. In addition, health centre officer and the cadres as a leader in the community should be more active in monitoring the nutritional status of children and immediately act quickly if finding malnutrition case in the working area of Amplas Health Centre.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama
atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas
sumber daya manusia. Kurang gizi bisa mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik
dan perkembangan kecerdasan, meningkatkan kesakitan dan kematian.
Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi
juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor
pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar
kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia.
Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan penyakit.
Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi,
dan jumlahnya dalam populasi besar (Sihadi, 2009).
Kasus gizi buruk sudah banyak menyerang anak balita di seluruh penjuru
dunia. Status gizi balita yang buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Kekurangan gizi yang menahun inilah yang memengaruhi
kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk pada anak balita dapat berdampak pada
penurunan tingkat kecerdasan atau IQ (Intelligence Quotient). Setiap anak bergizi
buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-15 point (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).
Bank Dunia dalam dokumennya yang diterbitkan pada tahun 2006 dengan
judul:” Repositioning Nutrition as Central to Development: A strategy for
utamanya kekurangan gizi, masih merupakan masalah kesehatan dunia yang paling
serius dan merupakan kontributor utama terhadap kematian anak. Masyarakat
internasional juga semakin khawatir bahwa tujuan Millenium Development Goals
tidak akan tercapai apabila masalah gizi tidak diatasi. Ini semua disebabkan oleh
kenyataan bahwa masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari
berbagai masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak-anak (Achadi, 2007).
Menurut data yang dirilis lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (2009),
sedikitnya 200 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia ini harus hidup
dalam kondisi gizi buruk. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB, Food
and Agriculture Organization (FAO), meminta para pemimpin dunia untuk serius
memperhatikannya. Anak-anak yang mengalami gizi buruk itu merupakan bagian
dari miliaran manusia di dunia yang kini terancam kelaparan (Anonim, 2009).
Sepertiga dari jumlah anak yang mengalami gizi buruk berakhir dengan
kematian. Saat ini setiap enam detik terdapat satu balita di dunia yang meninggal
karena gizi buruk dan kelaparan. Sebanyak 90 persen balita yang mengalami gizi
buruk itu, sekarang berada di Afrika dan Asia. Wilayah Asia yang menghadapi
problem tersebut secara serius meliputi negara-negara Asia Selatan seperti Nepal,
India, Pakistan, Bangladesh, juga Afghanistan. Di wilayah itu terdapat sedikitnya 83
juta balita gizi buruk (Anonim, 2009).
United Nations Development Programme (UNDP) Report 2003, melaporkan
bahwa pada tahun 2003, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menduduki
peringkat 112 dari 174 negara di dunia. Pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati
Indonesia menduduki peringkat 109 dari 179 negara. Data ini menunjukkan bahwa
IPM Indonesia belum mengalami peningkatan yang berarti selama selang waktu 3
tahun tersebut. Rendahnya IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya
status gizi dan kesehatan penduduk.
Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan
bahwa persentase anak balita gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4%. Walaupun angka
ini menurun dibandingkan hasil Susenas tahun 2005 (8,8%), tetapi menunjukkan
bahwa anak balita gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama;
jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka termasuk masalah berat
(Depkes RI, 2008).
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2008), prevalensi kasus
gizi buruk di Sumut tahun 2007, sebesar 4,4% dan gizi kurang 18,8%. Berdasarkan
data tersebut, kasus di Sumut masih berada di bawah angka nasional yang
menetapkan maksimal kasus gizi buruk 5% dan untuk gizi kurang 20%. Fenomena
gizi buruk bagai gunung es dimana banyak kasus gizi buruk yang tidak terdeteksi
oleh para petugas kesehatan dan kader. Hal ini terjadi karena kurangnya partisipasi
ibu dan keluarganya untuk memanfaatkan posyandu dan puskesmas yang berada di
lingkungannya sehingga seluruh bayi dan balita yang seyogianya ditimbang setiap
bulan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya, luput dari perhatian
dan tidak terpantau pertumbuhannya.
Kota Medan merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang mengalami
masalah peningkatan kasus gizi buruk. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8
balita gizi buruk. Pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 460 kasus gizi buruk karena
dilaksanakan kegiatan secara aktif untuk menjaring balita gizi buruk melalui operasi
timbang wajib yang dilaksanakan oleh seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu
sehingga balita yang selama ini tidak pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada
saat operasi ini (Profil Dinkes Kota Medan, 2009).
Operasi timbang wajib ini dilaksanakan karena berita munculnya kembali
kasus gizi buruk yang diawali di propinsi NTT dan NTB yang kemudian diikuti
dengan Propinsi lainnya sehingga Depkes membuat suatu kebijakan agar seluruh
balita ditimbang untuk menemukan apabila ada balita yang menderita gizi kurang dan
gizi buruk (Khafid, 2009).
Kasus gizi buruk terbanyak di Kota Medan berada di Puskesmas Amplas
Kecamatan Medan Amplas yaitu sebanyak 43 kasus (0,61 %). Jumlah balita yang ada
di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebanyak 13.811 balita sedangkan balita yang
Tabel 1.1. Jumlah Balita Gizi Buruk Di Kota Medan Tahun 2008
No Puskesmas Jumlah Balita Jumlah Balita
Gizi Buruk Balita Yang Ada Ditimbang
1 Tuntungan 2605 1564 16
2 Simalingkar 5936 2278 10
3 Medan Johor 9703 4844 26
4 Kedai Durian 4634 1771 12
5 Amplas 13811 7021 43
6 Desa Binjei 5105 1454 14
7 Tegal Sari 5288 3942 18
8 Medan Denai 3585 2101 18
9 Bromo 2713 1781 9
10 Kota Matsum 4065 2638 5
11 Sukaramai 5112 3003 28
12 M. Area Selatan 3934 1511 9
13 Teladan 3861 1769 3
14 Pasar Merah 3503 2747 8
15 Sp. Limun 4347 785 14
16 Kp. Baru 6926 4309 19
17 Polonia 4688 2953 12
18 Pd. Bulan 5166 3096 8
19 Pb. Selayang 9169 4696 10
20 Desa lalang 4079 2308 11
21 Sunggal 7307 4337 13
22 Helvetia 15072 6744 10
23 Petisah 3008 2119 1
24 darusalam 3158 1302 7
25 rantang 2165 1222 2
26 Glg. Kota 2139 1575 6
27 Pulo Brayan 2126 942 6
28 Sei Agul 4155 3612 10
29 Glugur darat 14112 7714 11
30 Sentosa Baru 10999 9647 21
31 Mandala 8098 3703 21
32 Sering 6447 2791 7
33 Mdn. Deli 14955 8903 9
34 Titi Papan 2925 2036 5
35 Mdn Labuhan 3484 1957 2
36 Pekan Labuhan 3627 1460 8
37 Martubung 6889 2585 9
38 Terjun 12902 4437 6
39 Belawan 12402 10073 13
Total 245200 133730 460
Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada
petugas gizi di Puskesmas Amplas, ditemukan bahwa faktor pengetahuan ibu tentang
gizi buruk dan sosial ekonomi keluarga menjadi penyebab terjadinya gizi buruk.
Selain itu, keadaan ini diperburuk dengan adanya penyakit penyerta seperti ISPA,
diare, dan sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (2003), masalah gizi masyarakat bukan menyangkut
aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain seperti ekonomi, sosial
budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Keadaan sosial ekonomi
merupakan aspek sosial budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga
berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi
tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus
ekonominya rendah.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, alasan yang
menyebabkan gizi buruk pada anak, yaitu kurangnya pengetahuan sang ibu tentang
asupan gizi pada balitanya, tentang masalah ekonomi rumah tangganya dan kesibukan
sang ibu di luar rumah. Faktor tersebut sangat besar pengaruhnya pada perkembangan
hidup si bayi, lebih lagi ketika seorang ibu hanya sibuk dengan urusan financial
rumah tangganya (Ronie, 2009).
Menurut Jeliffe yang dikutip Supariasa (2001), ada enam faktor ekologi yang
perlu dipertimbangkan sebagai penyebab malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial
ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan
Menurut United Nations Children’s Fund (Unicef) (1998), gizi kurang pada
anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai
penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi
kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya
penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Pokok
masalah adalah kemiskinan, kurang pendidikan, dan kurangnya keterampilan.
Adapun penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang memengaruhi
ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya
memengaruhi status gizi balita ( Supariasa, 2001).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2008), faktor sosial
ekonomi masyarakat (pendidikan, jenis pekerjaan) berpengaruh terhadap status gizi
anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen dan pengetahuan merupakan
variabel dari faktor budaya masyarakat yang sangat berpengaruh dan paling dominan
pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah penelitian adalah
pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan ibu dan
sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak) terhadap
tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan, pemantauan dan evaluasi bagi Puskesmas Amplas Kota
Medan terhadap pelaksanaan program gizi.
2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak lain yang dapat dijadikan referensi
untuk penelitian lebih lanjut
3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu Administrasi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku kesehatan (health behavior) adalah
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti
lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.
Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya.
3. Faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
2.2. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan
dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
2.3. Tindakan atau praktik (practice)
Menurut Notoatmodjo (2003), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya,
apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
2.4. Faktor Sosial Ekonomi
Masalah-masalah sosial dapat diartikan sebagai sesuatu kondisi yang
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat dan
merupakan sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai akan tetapi dirasakan
perlu untuk diatasi atau diperbaiki.
Fungsi sosial ekonomi meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat
(jumlah, umur, distribusi seks, dan geografis), keadaan keluarga (besarnya, hubungan,
jarak kelahiran) dan tingkat pendidikan. Faktor ekonomi meliputi pekerjaan,
pendapatan keluarga, dan pengeluaran (Supariasa, 2001).
Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan
berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan
kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli
makanan (Hartriyanti, 2007).
Berbagai faktor sosial ekonomi ikut memengaruhi pertumbuhan anak. Faktor
sosial ekonomi tersebut antara lain: pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya dan
pendapatan keluarga. Faktor tersebut diatas akan berinteraksi satu dengan yang
akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah yang mengakibatkan
pertumbuhan terganggu (Supariasa, 2001).
2.4.1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan merupakan
salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi
yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau
kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).
2.4.2. Pekerjaan
Menurut Kartasaputra yang dikutip Yusrizal (2008), dalam melangsungkan
kehidupannya manusia melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan fisik yang
memerlukan energi. Energi yang berasal dari makanan diperlukan manusia untuk
metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan. Pada anak-anak dan wanita
hamil atau menyusui memerlukan kebutuhan energi yang lebih besar untuk
pembentukan jaringan baru.
2.4.3. Pendapatan
Menurut Berg (1986), pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
kuantitas dan kualitas makanan. Ada hubungan erat antara pendapatan dan gizi di
dorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi
perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan
daya beli masyarakat telah tidak memungkinkannya untuk mengatasi kebiasaan
makan dan cara-cara yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk
anak-anak.
2.5. Gizi
2.5.1. Pengertian Gizi
Istilah gizi berasal dari bahasa Arab ”giza” yang berarti zat makanan; dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat
gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi (Irianto, 2007).
Menurut Supariasa (2001), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi.
2.5.2. Penyakit-Penyakit Gizi
1) Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau
defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena
pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Notoatmodjo, 2003).
2) Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan
kebutuhan atau pemakaian energi. Akibat dari obesitas ini, para penderitanya
cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes
mellitus (Notoatmodjo, 2003).
3) Anemia (Penyakit Kurang Darah)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang
atau kurang dari kebutuhan tubuh. Program penanggulangan anemia besi, khususnya
untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma melalui
Puskesmas atau Posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan
sebagian besar ibu-ibu hamil, maka program ini tampak berjalan lambat (Almatsier,
2003).
4) Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam
tubuh. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan
pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui puskesmas dan atau posyandu. Di
samping itu, program pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi
masyarakat tentang makanan-makanan yang bergizi, khususnya makanan-makanan
sebagai sumber vitamin (Irianto, 2007).
5) Penyakit Gondok Endemik
Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan
komponen dari hormon Thyroxin. Terapi penyakit ini pada penderita dewasa
umumnya tidak memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik adalah
pencegahan, yaitu dengan memberikan dosis iodium kepada para ibu hamil
2.5.3. Penyebab Masalah Gizi
Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi
kesejahteraan per orangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Rimbawan,
2004).
Malnutrition (gizi salah, malnutrisi) adalah keadaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi
(Supariasa, 2001).
Berbagai studi menunjukkan bahwa gizi kurang pada anak balita disebabkan
oleh penyebab langsung dan berbagai penyebab tidak langsung. Anak yang
mengalami gizi kurang dan gizi buruk umumnya disebabkan oleh beberapa hal
berikut:
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang
kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang penyakit atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi dalam
kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan
penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun gizinya.
Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling
berhubungan dan berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada demikian juga sebaliknya.
Dalam berbagai faktor penyebab masalah gizi yang disebutkan diatas,
kemiskinan dinilai memiliki peranan yang cukup menonjol. Kemiskinan merupakan
penyebab dari rendahnya kualitas intake zat gizi, penyakit infeksi, buruknya
pengetahuan dan praktek keluarga berencana, yang pada akhirnya berpengaruh pada
rendahnya status gizi anak balita dan ibu hamil (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).
Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks.
Daly, et al. (1979) membuat model faktor-faktor yang memengaruhi keadaan gizi
yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi (Menurut Unicef, yang dikutip DinKes Propinsi Sumut, 2006).
2.5.4. Gizi buruk
Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari
kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia
tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi virus / bakteri (Almatsier, 2003).
Adapun klasifikasi gizi buruk adalah sebagai berikut:
1. Kwashiorkor
Dengan gejala klinis:
- wajah membulat dan sembab
Status Infeksi
Pola asuh
Pemberian ASI/MP ASI, Pola Asuh, Penyediaan Makanan Sapihan, Praktik Higiene Asuh
Yankes&Kesling Ketahanan
Pangan Intake Gizi
- edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- pandangan mata sayu
- cengeng dan rewel
- rambut kusam, pirang dan mudah dicabut
- bercak merah coklat pada kulit (crazy pavement dermatosis)
- perubahan status mental, apatis dan rewel
- otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- anoreksia
- pembesaran hati
- sering disertai dengan anemia, diare dan infeksi
2. Marasmus
Dengan gejala klinis:
- tampak sangat kurus, tinggal tulang terbalut kulit
- wajah seperti orang tua
- cengeng dan rewel
- perut cekung
- iga gambang
- kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
3. Kwashiorkor-marasmus
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus, dengan BB/U <60% baku median World Health Organization-National
Centre for Health Statistics (WHO-NCHS) disertai edema yang tidak mencolok
(Depkes RI, 2000).
2.5.5. Penilaian Status Gizi Balita
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah
WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status
gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada
Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard.
Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan
penggunaan baku rujukan WHO-NCHS.
Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.
b. Gizi baik untuk well nourished
c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition)
d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor dan
kwasiokor.
Dalam klasifikasi status gizi menurut Rekomendasi lokakarya Antropometri,
LLA/U, BB/TB, dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku
[image:35.612.116.529.141.287.2]adalah persentil 50 baku Harvard.
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978
Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB Gizi baik 100-80 100-95 100-85 100-90 100-85
Gizi kurang < 80-60 < 95-85 < 85-70 < 90-70 < 85-75
Gizi buruk**) < 60 < 85 < 70 < 70 < 75
*) Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard
**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiokor dan kwashiokor.
Adapun cara yang dilakukan untuk menilai status gizi anak usia 0-5 tahun
adalah dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks LLA/U
digunakan pada anak usia ½-5 tahun dan 6-17 tahun dan LLA/TB pada anak usia
1-10 tahun. Setiap indeks tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing (Irianto, 2007).
2.5.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai
upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:
- Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan
untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
- Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan
- Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai
anjuran pemberian makanan
- Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya
- Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita
mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
- Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
2.5.7. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia
Upaya penanggulangan masalah gizi dilakukan dalam bentuk pelayanan
secara langsung ke masyarakat, yaitu dilakukan dalam bentuk pelayanan gizi di
puskesmas dan posyandu. Pelayanan gizi di posyandu dengan sasaran khusus ibu dan
anak. Pelayanan secara tidak langsung dilakukan dalam bentuk penyuluhan gizi,
fortifikasi makanan dengan vitamin, pemakaian garam beryodium serta pemanfaatan
pekarangan (Suhardjo, 1999).
Perbaikan gizi kelompok balita dicoba dijangkau melalui Taman BALITA.
Program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan UPGK (Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga). Di taman balita diadakan upaya rehabilitasi para penderita KKP dan
melatih para ibu dan mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan balita di dalam
keluarga, bagaimana mengurus dan memasak serta menyediakan makanan bergizi
bagi anak-anak balita.
Proyek PMT berupa pemberian makanan bergizi, suplemen pada makanan
anak balita yang biasa dikonsumsi untuk terapi dan rehabilitasi anak-anak yang
masyarakat lapisan yang kurang mampu, baik di kota, tetapi terutama di daerah
pedesaan. Program UPGK merupakan upaya pendidikan terpadu untuk meningkatkan
produksi bahan makanan bergizi di lahan pekarangan sekitar rumah, dipergunakan
untuk konsumsi meningkatkan kondisi kesehatan gizi keluarga (Sediaoetama, 2008).
2.6. Kerangka Konsep
Pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam
pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan
[image:37.612.145.523.322.457.2]Tahun 2010 digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
2. Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial ekonomi
keluarga misalnya, harus melalui variabel-variabel: tingkat pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan keluarga itu (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan
Sosial ekonomi - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Jumlah anggota
keluarga
3. Tindakan adalah pelaksanaan atau mempraktekkan apa yang diketahui
ataupun disikapinya (Notoatmodjo, 2003).
2.7. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pengetahuan terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi
buruk pada balita.
2. Ada pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah
anggota keluarga) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory (penelitian
penjelasan), yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan dan sosial
ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Amplas Kota Medan tahun 2010.
Explanatory research adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal
antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989).
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Amplas yang merupakan
wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan
pertimbangan yaitu: berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2009,
Puskesmas Amplas merupakan puskesmas yang tertinggi jumlah kasus gizi buruknya
yaitu 43 kasus. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita di
wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas tahun 2009.
Berdasarkan survei awal dan laporan dari petugas gizi puskesmas diketahui bahwa
pada tahun 2009 di wilayah kerja Puskesmas Amplas terdapat 14.741 orang ibu yang
Tabel 3.1. Daftar Jumlah Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2009
Kelurahan Jumlah balita
Harjosari 2 1.775
Harjosari 1 2.200
Sitirejo 2 7.900
Sitirejo 3 528
Amplas 650
Timbang Deli 1.280
Bangun Mulya 408
Jumlah 14.741
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.
Melihat jumlah populasi yang begitu besar yaitu 7 kelurahan dan berbagai
keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa tenaga, waktu maupun biaya,
maka peneliti mengambil satu kelurahan sebagai populasi yaitu Kelurahan Siti Rejo
III dengan jumlah balita sebanyak 528 balita.
3.3.2. Sampel
Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005).
) ( 1 N d2
N n + = n = ) 1 , 0 ( 528 1 528 2 +
n = 84,07 = 84 orang
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh sampel sebanyak 84 responden.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.
3.4. Teknik Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui metode wawancara langsung
kepada responden dengan berpedoman kepada kuesioner penelitian yang sudah
disiapkan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan petugas gizi Puskesmas
Amplas dan dari Dinas Kesehatan Kota Medan
3.5. Definisi Operasional Variabel 3.5.1. Variabel Bebas
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai gizi
buruk. Pengetahuan dikategorikan menjadi:
1. Pengetahuan buruk jika responden tidak tahu segala sesuatu mengenai gizi
buruk.
2. Pengetahuan sedang jika responden kurang tahu segala sesuatu mengenai gizi
buruk.
3. Pengetahuan baik jika responden tahu segala sesuatu mengenai gizi buruk.
2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan
ditamatkan oleh responden. Kategori pendidikan dibagi menjadi:
1. Pendidikan rendah, jika responden tidak sekolah atau tamat SD.
3. Pendidikan tinggi, jika responden tamat akademi atau perguruan tinggi.
3. Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan responden secara rutin
selain sebagai ibu rumah tangga dan mendapatkan imbalan berupa uang atau
barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dengan kategori:
1. Ibu yang tidak bekerja
2. Ibu yang bekerja
4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dari responden dalam satu
bulan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan diukur berdasarkan
Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara tahun 2010 sesuai Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Utara no 561 tahun 2009 yaitu sebesar Rp.
965.000, dengan kategori:
1. ≤ UMP atau ≤ Rp 965.000/ bulan
2. > UMP atau > Rp 965.000/ bulan
5. Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dilahirkan hidup oleh ibu.
Jumlah anak dibagi menjadi dua kategori yaitu:
3.5.2. Variabel Terikat
Tindakan ibu terhadap pencegahan gizi buruk adalah hal-hal yang
berhubungan dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh ibu dalam mencegah
terjadinya kasus gizi buruk pada balitanya. Tindakan dikategorikan menjadi:
1. Tindakan buruk jika responden tidak melakukan tindakan pencegahan gizi
2. Tindakan sedang jika responden dapat melakukan sebagian tindakan
pencegahan gizi buruk pada balita.
3. Tindakan baik jika responden dapat melakukan tindakan pencegahan gizi
buruk pada balita.
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Aspek pengukuran variabel bebas dalam penelitian seperti terlihat pada tabel
[image:43.612.113.531.316.550.2] [image:43.612.116.529.320.555.2]3.2 berikut ini:
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
No Variabel ∑
Indika- tor Kategori Jawaban Bo- bot
Kriteria Skor Skala Ukur 1 Pengetahuan 9 1. Tidak
Tahu 2. Tahu 1 2 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 9-11 12-14 15-18 Interval
2 Pendidikan 1. Rendah
2. Sedang 3. Tinggi
Ordinal
3 Pekerjaan 1. Tidak
Bekerja 2. Bekerja
Nominal
4 Pendapatan 1. ≤ UMP
2. > UMP
Ordinal
5 Jumlah Anak Ordinal
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Variabel terikat penelitian ini adalah tindakan ibu dalam pencegahan gizi
buruk, yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan menggunakan skala interval, aspek
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat
No Variabel ∑
Indika- tor Kategori Jawaban Bo- bot
Kriteria Skor Skala Ukur 1 Tindakan
Pencegahan
8 1. Tidak 2. Ya 1 2 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 8-10 11-13 14-16 Interval
3.7. Teknik Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan akan diedit dan dikoding dengan bantuan
komputer, serta dianalisis, untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan ibu dan
sosial ekonomi keluarga terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada
balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Data hasil
penelitian tersebut dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji regresi linier
berganda dengan α 0.05.
Uji regresi linier berganda digunakan bila variabel independen lebih dari satu
variabel yang dihubungkan dengan satu variabel dependen. Variabel dependen harus
bersifat numerik, sedangkan untuk variabel independen boleh semuanya numerik atau
campuran numerik dengan kategorik. Regresi linier ganda adalah persamaan garis
lurus untuk memprediksi variabel dependen (tindakan ibu dalam pencegahan gizi
buruk pada balita) dari beberapa variabel independen (pengetahuan dan sosial
ekonomi).
Rumus Regresi Linier Berganda:
Keterangan:
Y : variabel dependen
α : intercept + nilai Y jika X = 0
β : slope = koefisien regresi = besarnya perubahan nilai Y setiap satu unit perubahan
X
x : variabel independen
e : residual/ error term sampel = beda antara nilai Y observasi dengan nilai Y prediksi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Amplas terletak di jalan Garu II B Kelurahan Harjosari I,
Kecamatan Medan Amplas.
Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor
- Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Patumbak
Wilayah kerja Puskesmas Amplas terdiri dari 7 kelurahan yaitu:
- Kelurahan Amplas
- Kelurahan Siti Rejo II
- Kelurahan Siti Rejo III
- Kelurahan Harjosari I
- Kelurahan Harjosari II
- Kelurahan Timbang Deli
- Kelurahan Bangun Mulia
Wilayah kerja Puskesmas Amplas terdiri dari 26.501 KK, dengan jumlah
penduduk 138.484 jiwa dan luas wilayah 1.337,3 Ha. Jumlah penduduk laki-laki
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelurahan Jlh
penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah KK
1 Amplas 15.152 7.152 8.000 2.936
2 Siti Rejo II 11.230 5.711 5.519 2.270
3 Siti Rejo III 14.106 720 6.589 2.782
4 Harjosari I 37.282 19.909 18.373 7.097
5 Harjosari II 35.289 17.724 27.306 6.801
6 Timbang Deli 16.864 8.571 8.393 3.783
7 Bangun Mulia 4.380 2.005 2.515 824
Jumlah 138.484 61.792 76.692 26.501
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.
Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan sebagian besar sebagai pedagang
yaitu sebanyak 5.729 orang (40,4%) dan selanjutnya sebagai pegawai swasta
[image:47.612.113.523.351.519.2]sebanyak 3.716 orang (26,2%).
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan N
o
Pekerjaan Kelurahan
Am plas SR II SR III
HS I HS II T. Deli B. Mulia Jlh
1 PNS 335 789 375 1366 220 194 26 3305
2 Peg. Swasta 387 423 349 1630 785 117 25 3716
3 ABRI 115 12 10 45 255 37 25 499
4 Petani 65 0 0 12 65 89 220 451
5 Pedagang 270 695 1489 970 2175 84 46 5729
6 Pensiunan 65 40 50 110 120 83 15 483
Jumlah 1237 1959 2273 4133 3620 604 357 14183
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.
Distribusi sarana kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebagian
besar adalah praktek bidan sebanyak 41 tempat dan praktek dokter sebanyak 39
Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan No Sarana
Kesehatan
Kelurahan Amplas SR II SR
III
HS I HS II T. Deli
B. Mulia
Jlh
1 Pusk.Induk - - - 1 - - - 1
2 Pustu 1 - - - 1 1 1 4
3 Praktek
dokter
8 9 9 5 4 4 - 39
4 Praktek
dokter gigi
4 - - 3 1 1 - 9
5 Praktek dr.
Spesialis
1 - - 1 1 1 - 4
6 Klinik
bersalin
2 - 1 5 1 1 - 10
7 Klinik
umum
4 1 1 2 1 1 3 13
8 Praktek
bidan
6 - 6 8 9 9 3 41
9 Apotek 3 1 - 2 1 1 - 8
Jumlah 29 11 17 27 19 19 7 129
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.
Distribusi tenaga kerja Puskesmas Amplas dan Pustu seluruhnya berjumlah 63
pegawai, dengan tenaga PNS sebanyak 62 pegawai dan Honor sebanyak 1 pegawai.
Tabel 4.4. Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Dan Pustu Amplas No Jenis Tenaga
Kerja
Puskesmas+Pustu
Induk HS Amplas T. Deli B. Mulia Jlh
1 Dokter umum 2 1 1 1 1 6
2 Dokter gigi 1 1 1 1 0 4
3 SKM 0 0 0 0 0 0
4 Bidan 6 2 3 5 3 19
5 Akper 4 0 0 1 2 7
6 Perawat 4 5 2 4 1 16
7 Perawat gigi 1 1 1 1 0 4
8 Apoteker 1 0 0 0 0 1
9 Ass. Apoteker 0 1 1 1 1 4
10 Ahli gizi 0 0 0 0 0 0
11 Ak. Analis 1 0 0 0 0 1
12 SPPH 0 0 0 0 0 0
13 Psikologi 0 0 0 0 1 1
Jumlah 20 11 9 14 9 63
[image:48.612.114.528.431.654.2]4.2. Deskripsi Pengetahuan Responden
Hasil penelitian mengenai pengertian gizi buruk menunjukkan bahwa
sebanyak 63 responden (75,0%) menjawab tidak tahu, sedangkan yang tahu sebanyak
21 responden (25,0%).
Distribusi pengetahuan responden mengenai penyebab terjadinya gizi buruk
adalah karena kurangnya makanan bergizi, sebanyak 49 responden (58,3%)
menjawab tidak tahu, sedangkan yang tahu sebanyak 35 responden (41,7%).
Hasil distribusi pengetahuan responden tentang ciri-ciri anak yang terkena gizi
buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang
tua sebanyak 51 responden (60,7%) menjawab tahu, sedangkan yang tidak tahu
sebanyak 33 responden (39,3%).
Distribusi responden yang tidak tahu bahwa jika gizi buruk tidak segera
ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak adalah sebanyak 45
responden (53,6%), sedangkan yang tahu sebanyak 39 responden (46,4%).
Responden yang tidak tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita
di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan
penyuluhan masalah gizi adalah sebanyak 52 responden (61,9%) sedangkan yang
tahu sebanyak 32 responden (38,1%).
Pengetahuan responden mengenai pencegahan terjadinya gizi buruk yaitu
sebanyak 45 responden (53,6%) menjawab tidak tahu pencegahan terjadinya gizi
buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan
ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit dan yang
Responden yang menjawab tidak tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi
karena anak menderita suatu penyakit adalah sebanyak 62 responden (73,8%),
sedangkan yang tahu sebanyak 22 responden (26,2%).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 49 responden (58,3%) menjawab
tidak tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak,
sedangkan yang tahu sebanyak 35 responden (41,7%).
Sebanyak 72 responden (85,7%) menjawab tidak tahu bahwa gizi seimbang
adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
yang menjawab tahu sebanyak 12 responden (14,3%).
Uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi pengetahuan responden
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Pengetahuan tentang Gizi Buruk
No Pernyataan f Persentase
(%)
1 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan tubuh
- Tidak Tahu
- Tahu
63 21
75,0 25,0
Jumlah 84 100
2 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya makanan
bergizi
- Tidak Tahu
- Tahu
49 35
58,3 41,7
Jumlah 84 100
3 Ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang tua
- Tidak Tahu
- Tahu
33 51
39,3 60,7
Jumlah 84 100
4 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak
- Tidak Tahu
- Tahu
45 39
53,6 46,4
Jumlah 84 100
5 Ibu tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan penyuluhan masalah gizi
- Tidak Tahu
- Tahu
52 32
61,9 38,1
Jumlah 84 100
6 Pencegahan terjadinya gizi buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.
- Tidak Tahu
- Tahu
45 39
53,6 46,4
Jumlah 84 100
7 Ibu tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi karena anak menderita suatu penyakit
- Tidak Tahu
- Tahu
62 22
73,8 26,2
Jumlah 84 100
8 Ibu tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak
- Tidak Tahu
- Tahu
49 35
58,3 41,7
Jumlah 84 100
9 Ibu tahu bahwa gizi seimbang adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan
- Tidak Tahu
- Tahu
72 12
85,7 14,3
Berdasarkan tabulasi distribusi uraian variabel pengetahuan setelah dilakukan
pengkategorian sesuai dengan jawaban responden maka diperoleh hasilnya adalah
pengetahuan responden tentang gizi buruk terbanyak berada pada kategori buruk,
yaitu sebanyak 44 responden (52,4%). Secara lebih terinci terlihat pada Tabel 4.6. di
bawah ini:
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Gizi Buruk
Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
1. Buruk 44 52,4
2. Sedang 15 17,8
3. Baik 25 29,8
Jumlah 84 100
4.3. Deskripsi Sosial Ekonomi Responden
Distribusi responden berdasarkan pendidikan terbanyak pada tingkat
pendidikan sedang (tamat SLTP atau SLTA) yaitu sebanyak 59 responden (70,2%),
pendidikan tinggi sebanyak 15 responden (17,9%), dan pendidikan rendah sebanyak
10 responden (11,9%).
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan yaitu yang tidak bekerja sebanyak
72 responden (85,7%), sedangkan yang bekerja sebanyak 12 responden (14,3%).
Distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga yaitu > Rp.
965.000/bulan sebanyak 59 responden (70,2%), sedangkan pendapatan ≤ Rp.
965.000/bulan sebanyak 25 responden (29,8%).
Distribusi responden berdasarkan jumlah anak yaitu responden yang memiliki
anak 1 orang sebanyak 21 responden (35,0%), jumlah anak 2 orang sebanyak 32
anak 4 orang sebanyak 10 responden (11,9%), jumlah anak 5 orang sebanyak 3
responden (3,6%), jumlah anak 6 orang sebanyak 2 responden (2,4%), dan jumlah
anak 7 orang sebanyak 1 responden (1,2%).
Distribusi responden berdasarkan sosial ekonomi secara lebih rinci dapat
[image:53.612.114.528.222.555.2]dilihat pada Tabel 4.7. di bawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi
Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Rendah 10 11,9
2. Sedang 59 70,2
3. Tinggi 15 17,9
Jumlah 84 100
Pekerjaan
1. Tidak bekerja 72 85,7
2. Bekerja 12 14,3
Jumlah 84 100
Pendapatan keluarga
1. ≤ Rp. 965.000/bulan 25 29,8
2. > Rp. 965.000/bulan 59 70,2
Jumlah 84 100
Jumlah anak
1.1 orang 21 25,0
2. 2 orang 32 38,0
3. 3 orang 15 17,9
4. 4 orang 10 11,9
5. 5 orang 3 3,6
6. 6 orang 2 2,4
7. 7 orang 1 1,2
Jumlah 84 100
4.4. Deskripsi Tindakan Responden
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 50 responden (59,5%) rutin
membawa anaknya ke posyandu, sedangkan sebanyak 34 responden (40,5%) tidak
Responden yang tidak memberikan ASI saja kepada bayi saat berusia 0-6
bulan sebanyak 70 responden (83,3%), sedangkan sebanyak 14 responden (16,7%)
memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan.
Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan dari 54 responden yang
memiliki anak berusia di atas 2 tahun, sebanyak 29 responden (34,5%) tidak
memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun dan sebanyak 25 responden
(29,8%) memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun. Sebanyak 30 responden
yang memiliki anak berusia di bawah 2 tahun, 22 responden (26,2%) menjawab tidak
lagi memberi ASI kepada anaknya, dan 8 responden (9,5%) menjawab masih
memberi ASI kepada anaknya.
Distribusi tindakan responden menunjukkan sebanyak 50 responden (59,5%)
selalu memberikan makanan beranekaragam kepada anak setelah berusia 6 bulan,
sedangkan sebanyak 34 responden (40,5%) tidak memberikan makanan
beranekaragam kepada anaknya.
Sebanyak 50 responden (59,5%) tidak segera membawa anak ke pelayanan
kesehatan bila anak mengalami sakit, dan sebanyak 34 responden (40,5%) segera
membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.
Tindakan responden mengenai penyuluhan kesehatan menunjukkan sebanyak
72 responden (85,7%) tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan, sedangkan sebanyak 12 responden (14,3%) pernah mengikuti
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48 responden (57,1%) tidak
menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan dan sebanyak 36 responden
(42,9%) menjawab menerapkan nasehat yang dianjurkan petuga