• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)

Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.

Batang anggrek dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhannya yakni simpodial dan monopodial. Menurut Handayani (2007) anggrek yang memiliki batang tipe simpodial adalah anggrek yang memiliki pertumbuhan ujung batang yang terbatas. Batang Dendrobium termasuk dalam tipe simpodial dan umumnya beruas ruas, termasuk batang anggrek Dendrobium Lasianthera (JJ. Smith) yang tingginya dapat mencapai 3 meter.

dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman khususnya pada tinggi tanaman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith).

Hipotesis

Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek

Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)

Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.

Batang anggrek dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhannya yakni simpodial dan monopodial. Menurut Handayani (2007) anggrek yang memiliki batang tipe simpodial adalah anggrek yang memiliki pertumbuhan ujung batang yang terbatas. Batang Dendrobium termasuk dalam tipe simpodial dan umumnya beruas ruas, termasuk batang anggrek Dendrobium Lasianthera (JJ. Smith) yang tingginya dapat mencapai 3 meter.

a b

Gambar 1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Sumber foto a) Flona Serial, b). Lembaga Biologi Nasional-LIPI

Kultur Jaringan Anggrek

Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan maupun organ, dalam kondisi aseptik secara in vitro

(Marlina dan Rusnandi 2007). Fatimah (2008) menjelaskan lebih rinci bahwa kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptis yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup dan tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.

Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Kearah mana sel-sel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensi-nya, sangat tergantung pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi media, zat pengatur tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu, dan kelembaban. Setiap variabel dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman tertentu dan berdasarkan tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut, lima variabel utama harus diperhatikan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, serta faktor-faktor lingkungan dimana kultur diletakkan (Zulkarnaen 2009)

Pada era ini penelitian tentang kultur jaringan anggrek berbagai spesies telah banyak dilakukan baik diluar negeri maupun di Indonesia yang ditujukan untuk mempercepat produksi anggrek melalui kultur in vitro hingga pembentukan anggrek-anggrek varietas baru melalui induksi mutasi. Menurut Panjaitan (2005) salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah dengan melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional. Kelebihan tersebut diantaranya dapat menghasilkan anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki sifat yang sama dengan induknya, serta pertumbuhannya relatif seragam.

Media dasar yang digunakan dalam kultur jaringan bermacam-macam diantaranya adalah media Vacin dan Went (VW). Media ini termasuk salah satu

media terbaik dan banyak dipakai sebagai media dasar untuk kultur jaringan anggrek termasuk anggrek Dendrobium. Menurut Gunawan (1992) media Vacin dan Went adalah media khusus dan paling baik untuk digunakan sebagai media kultur jaringan anggrek.

Keragaman Somaklonal

Skirvin et al. (1993) mendefinisikan keragaman somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Menurut Yunita (2009) keragaman somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Keragaman somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan.

Kragaman somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993). Menurut Ahloowalia dan Maluszynski (2001), terjadinya keragaman somaklonal dapat mengakibatkan berbagai macam perubahan diantaranya adalah defisiensi klorofil, aneuploidi, resistensi terhadap penyakit atau terkadang muncul variasi yang sebelumnya tidak ada di alam. Selain itu keragaman juga dapat terjadi pada sifat seperti tinggi tanaman, luas daun, panjang daun, ketebalan batang, vigor, pembungaan, fertilisasi, dan hasil.

Induksi Mutasidengan Iradiasi Sinar Gamma

Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah tetapi frekuensinya rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi (Herawati dan Setiamihardja 2000). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan. Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Kedua cara tersebut dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan) (Soeranto 2003). Secara umum, mutasi dihasilkan oleh segala tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom, sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik (Soeranto 2003).

Salah satu cara untuk menginduksi terjadinya mutasi adalah dengan iradiasi sinar gamma. Menurut Lehninger (1994) bahwa sinar gamma

merupakan jenis iradiasi yang biasa digunakan dalam berbagai bidang karena bermuatan netral, panjang gelombang pendek dan daya tembus paling tinggi sehingga energi sinar gamma yang dipancarkan sumber terhadap target dapat menimbulkan perubahan pada sel target. Perubahan dapat terjadi secara acak dan tiba-tiba. Besar kecilnya perubahan pengaruh iradiasi sinar gamma tergantung dari energi dan waktu sumber radio aktif.

Dosis iradiasi dibagi tiga yaitu, tinggi (>10 kGy), sedang (1-10 kGy), rendah (<1 kGy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan tanaman steril. Pada umumnya dosis rendah dapat mempertahankan daya hidup bahan yang dimutasi atau tunas, dapat memperpanjang waktu pemasakan pada buah-buahan dan sayuran, serta meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji jagung, kacang, dan biji bunga matahari ( Micke et al. 1993).

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2004) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gy – 20 Gy merupakan dosis iradiasi sinar gamma yang sesuai untuk menginduksi keragaman Phalenopsis hinamatsuri x Dtps. Modern Beauty secara in vitro. Sulistianingsih et al. (2006) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma 20 dan 25 Gy yang diberikan pada tanaman anggrek bulan

Phalenopsis amabilis menunjukkan adanya perubahan secara morfologi lebih beragam, sedangkan pada dosis 35 Gy tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan pada biji. Penelitian lain yang dilakukan oleh Romeida (2013) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 30-70 Gy telah mampu meningkatkan keragaman genetik plb anggrek Spatoglotis plicata aksesi Bengkulu.

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait