Dengan ini saya menyatakan bahwa skirpsi berjudul Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) secara in vitro adalah benar-benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Januari 2015
Fitro Adi Cahyo
Dendrobium lasianthera ( JJ . Smith ) in vitro. Supervised by Diny Dinarti
This research aimed to learn the effect of gamma ray-irradiation on protocorm like bodies (plb) Dendrobium lasianthera and determined Lethal dosage (LD) 30 and 50. The irradiation has done at the Center of Technology Application of Isotops and Radiation, Nuclear Energy Agency (PATIR-BATAN), the research started from February 2014 to July 2014. The research implemented the completely randomized design (CRD) with a single factor that gamma ray-irradiation dosage were 0 Gy, 20 Gy, 40 Gy, 60 Gy, 80 Gy, and 100 Gy. Each dose of gamma ray-irradiation treatment was repeated 5 times, of which there were 30 units of the experiment and each experimental unit consisted of five culture bottles were individually planted 4 plb Dendrobium lasianthera. The results of this research showed that the effect of gamma ray-irradiation dose significantly decreased the percentage of live plb, percentage of plb germination, number of leaves, number of roots, the percentage of rooted plant. Plantlets changes observed among other wide leaves, and the spiral leaves. Lethal dose 30% (LD30) was at 19.7697 Gy irradiation dose and LD50 was at 67.3504 Gy
irradiation dose.
Keywords: Dendrobium lasianthera, gamma ray-irradiation, in vitro, Lethal Dosage (LD), mutation
ABSTRAK
FITRO ADI CAHYO. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan plb
anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) secara in vitro. dibimbing oleh Diny Dinarti.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan protocorm like bodies (plb) anggrek Dendrobium lasianthera serta menentukan Lethal dose (LD) 30 dan 50. Proses iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN). Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2014 hingga Juli 2014. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu dosis iradiasi sinar gamma 0 Gy, 20 Gy, 40 Gy, 60 Gy, 80 Gy, dan 100 Gy. Setiap dosis perlakuan iradiasi sinar gamma diulang 5 kali, seluruhnya terdapat 30 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri dari lima botol kultur yang masing-masing ditanam 4 plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata menurunkan persentase hidup plb, persentase plb berkecambah, jumlah daun, jumlah akar, dan persentase plb berakar. Perubahan planlet in vitro yang teramati antara lain daun melebar, dan daun spiral. Lethal dosis 30% (LD30) berada pada dosis iradiasi 19.7697 Gy dan untuk LD50 berada
pada dosis irradiasi 67.3504 Gy.
Kata kunci: Dendrobium lasianthera, in vitro, iradiasi sinar gamma, Lethal Dose
(JJ.Smith) SECARA
IN VITRO
FITRO ADI CAHYO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Nama : Fitro Adi Cahyo
NIM : A24100156
Disetujui oleh
Dr Ir Diny Dinarti, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
kekuatan dan hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Februari 2014 hingga bulan Juli 2014 dengan judul Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) secara in vitro.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr.Ir.Diny Dinarti, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta membantu dalam pendanaan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. BUD kementerian agama RI yang telah membantu dalam pendanaan selama masa studi. Dr.Ir Sudrajat MS selaku pembimbing akademik atas arahan, masukan, dan dukungan selama pelaksanaan studi. Orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi, staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. keluarga CSS MoRA IPB yang telah membantu dan memberi semangat serta teman-teman penulis yang telah bersedia membantu selama pelaksanaan penelitian. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Januari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) 2
Kultur Jaringan Anggrek 3
Keragaman Somaklonal 4
Induksi Mutasidengan Iradiasi Sinar Gamma 4
METODE PENELITIAN 5
Lokasi dan Waktu 5
Bahan dan Alat 5
Prosedur Percobaan 5
Pengamatan 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Persentase Hidup Plb 8
Persentase Plb berkecambah 9
Multiplikasi Tunas 10
Jumlah Daun 12
Jumlah Akar 13
Lethal Dose (LD) 15
Keragaman Planlet 15
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR TABEL
1. Persentase hidup plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) pada
berbagai dosis iradiasi sinar gamma 8
2. Persentase berkecambah plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 10
3. Rata-rata jumlah multiplikasi plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.
Smith) hasil iradiasi sinar gamma 11
4. Rata-Rata Jumlah daun per-planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.
Smith)pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 12
5. Persentase planlet berakar per-botol anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.
Smith)pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma 13
6. Rata-Rata jumlah akar per-botol anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
pada Berbagai Dosis Iradiasi sinar Gamma 14
7. Morfologi daun anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi
sinar gamma pada 22 MST 16
8. Morfologi akar planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil
iradiasi sinar gamma pada 22 MST 17
DAFTAR GAMBAR
1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) 3
2. Kondisi plb hasil iradiasi sinar gamma 9
3. Kriteria Plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) yang berkecambah 10 4. Multiplikasi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar
gamma 12
5. Nilai LD30 serta LD50 berdasarkan persentase hidup plb anggrek Dendrobium
lasianthera (JJ. Smith) 15
6. Keragaman bentuk daun anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil
iradiasi sinar gamma 16
7. Bentuk planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) pada berbagai
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dendrobium merupakan genus anggrek yang banyak tersebar di daratan Asia seperti Indonesia dan Filipina, serta Kepulauan Pasifik dan Australia. Di Kalimantan diperkirakan terdapat 143 jenis anggrek Dendrobium, dan sebagian besar ditemukan di hutan pada lokasi dengan ketinggian antara 600-1600 m di atas permukaan laut (m dpl), hampir semuanya epifit, pertumbuhan simpodial dengan tangkai yang berdaging, dan daun dengan berbagai bentuk (Sabran et al. 2003). Dendrobium merupakan komoditas yang paling banyak digemari masyarakat karena sifatnya yang relatif lebih tahan lama dan memiliki warna bunga yang bervariasi, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan karena memliki nilai ekonomis ekspor maupun pasar dalam negeri (Widiastoety et al. 2000).
Spesies anggrek Dendrobium banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, seperti Papua dan Maluku (Widiastoety et al. 2010). Salah satu anggrek
Dendrobium yang berasal dari Indonesia adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek jenis ini merupakan anggrek yang hidup di Papua dan Papua New Guinea. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 3 m, dengan panjang tangkai bunga 20 - 50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan (Yusuf et al. 2012). Habitus tanaman yang terlalu tinggi dan beratnya tandan bunga yang memiliki begitu banyak kuntum bunga akan memudahkan tanaman menjadi rebah saat terkena angin kencang dan mengakibatkan bunga menjadi rusak. Selain itu akibat ukuran tanaman yang terlalu besar dapat membatasi tempat peletakan tanaman. Oleh sebab itu, perbaikan sifat genetik tanaman dirasa perlu untuk mendapatkan morfologi tanaman yang lebih baik.
Menurut Soedjono (2003) perbaikan sifat agronomik dan genetik dapat dilakukan secara konvensional, yakni dengan persilangan antar spesies, varietas, genera, atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan, akan tetapi metode pemuliaan tanaman konvensional memiliki keterbatasan. Menurut Lamadji et al.
(1999) pemuliaan tanaman secara konvensional memerlukan waktu yang cukup lama, sulit memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi. Rendahnya frekuensi individu hasil pemuliaan yang berada dalam suatu populasi yang besar sehingga menyulitkan kegiatan seleksi untuk mendapatkan hasil yang valid secara statistik, dan pautan gen antara sifat yang diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan.
Cara lain untuk menginduksi keragaman genetik selain dengan persilangan
adalah dengan pemberian mutagen, baik mutagen fisik (sinar X, sinar α, sinar , sinar ) ataupun mutagen kimia (EMS, NMU, NTG) (Poespodarsono 1998).
dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman khususnya pada tinggi tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith).
Hipotesis
Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.
a b
Gambar 1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Sumber foto a) Flona Serial, b). Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan maupun organ, dalam kondisi aseptik secara in vitro
(Marlina dan Rusnandi 2007). Fatimah (2008) menjelaskan lebih rinci bahwa kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptis yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup dan tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Kearah mana sel-sel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensi-nya, sangat tergantung pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi media, zat pengatur tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu, dan kelembaban. Setiap variabel dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman tertentu dan berdasarkan tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut, lima variabel utama harus diperhatikan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, serta faktor-faktor lingkungan dimana kultur diletakkan (Zulkarnaen 2009)
Pada era ini penelitian tentang kultur jaringan anggrek berbagai spesies telah banyak dilakukan baik diluar negeri maupun di Indonesia yang ditujukan untuk mempercepat produksi anggrek melalui kultur in vitro hingga pembentukan anggrek-anggrek varietas baru melalui induksi mutasi. Menurut Panjaitan (2005) salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah dengan melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional. Kelebihan tersebut diantaranya dapat menghasilkan anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki sifat yang sama dengan induknya, serta pertumbuhannya relatif seragam.
media terbaik dan banyak dipakai sebagai media dasar untuk kultur jaringan anggrek termasuk anggrek Dendrobium. Menurut Gunawan (1992) media Vacin dan Went adalah media khusus dan paling baik untuk digunakan sebagai media kultur jaringan anggrek.
Keragaman Somaklonal
Skirvin et al. (1993) mendefinisikan keragaman somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Menurut Yunita (2009) keragaman somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Keragaman somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan.
Kragaman somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993). Menurut Ahloowalia dan Maluszynski (2001), terjadinya keragaman somaklonal dapat mengakibatkan berbagai macam perubahan diantaranya adalah defisiensi klorofil, aneuploidi, resistensi terhadap penyakit atau terkadang muncul variasi yang sebelumnya tidak ada di alam. Selain itu keragaman juga dapat terjadi pada sifat seperti tinggi tanaman, luas daun, panjang daun, ketebalan batang, vigor, pembungaan, fertilisasi, dan hasil.
Induksi Mutasidengan Iradiasi Sinar Gamma
Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah tetapi frekuensinya rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi (Herawati dan Setiamihardja 2000). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan. Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Kedua cara tersebut dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan) (Soeranto 2003). Secara umum, mutasi dihasilkan oleh segala tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom, sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik (Soeranto 2003).
merupakan jenis iradiasi yang biasa digunakan dalam berbagai bidang karena bermuatan netral, panjang gelombang pendek dan daya tembus paling tinggi sehingga energi sinar gamma yang dipancarkan sumber terhadap target dapat menimbulkan perubahan pada sel target. Perubahan dapat terjadi secara acak dan tiba-tiba. Besar kecilnya perubahan pengaruh iradiasi sinar gamma tergantung dari energi dan waktu sumber radio aktif.
Dosis iradiasi dibagi tiga yaitu, tinggi (>10 kGy), sedang (1-10 kGy), rendah (<1 kGy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan tanaman steril. Pada umumnya dosis rendah dapat mempertahankan daya hidup bahan yang dimutasi atau tunas, dapat memperpanjang waktu pemasakan pada buah-buahan dan sayuran, serta meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji jagung, kacang, dan biji bunga matahari ( Micke et al. 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2004) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gy – 20 Gy merupakan dosis iradiasi sinar gamma yang sesuai untuk menginduksi keragaman Phalenopsis hinamatsuri x Dtps. Modern Beauty secara in vitro. Sulistianingsih et al. (2006) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma 20 dan 25 Gy yang diberikan pada tanaman anggrek bulan
Phalenopsis amabilis menunjukkan adanya perubahan secara morfologi lebih beragam, sedangkan pada dosis 35 Gy tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan pada biji. Penelitian lain yang dilakukan oleh Romeida (2013) menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 30-70 Gy telah mampu meningkatkan keragaman genetik plb anggrek Spatoglotis plicata aksesi Bengkulu.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pemberian perlakuan iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Protocorm Like Bodies (PLB) anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Media yang digunakan pada penelitian ini adalah media dasar Vacin and Went (VW) yang ditambahkan dengan ekstrak tomat, pisang ambon, dan arang aktif. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat standar laboratorium kultur jaringan dan
Gamma Chamber 4000A
Prosedur Percobaan
MgSO47H2O, (NH4)2SO4, MnSO4,2H2O, Fe(C4H4O6)3 dalam bentuklarutan stok.
Pembuatan larutan stok dilakukan untuk masing-masing bahan yang akan digunakan dengan pemekatan 50 kali. Media dibuat dengan memipet larutan stok sesuai dengan konsentrasi yang ditetapkan. Semua bahan dilarutkan dengan aquadest kemudian ditambahkan gula 20 g L-1, ekstrak tomat 30 ml L-1, pisang ambon 30 g L-1, setelah semuanya tercampur kemudian ditambahkan aquadest sampai batas tera. Derajat keasaman (pH) media diatur hingga mencapai 5.8-6 dengan penambahan HCl jika pH terlalu tinggi dan penambahan KOH jika pH terlalu rendah. Arang aktif 2 g L-1 dan agar-agar 8 g L-1 ditambahkan ke dalam larutan media dan dipanaskan sambil diaduk. Setelah media mendidih kemudian dibagi sesuai dengan banyaknya botol percobaan. Botol yang telah berisi media disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 oC selama 20 menit. Media diinkubasi di dalam ruang kultur selama 1 minggu sebagai proses seleksi untuk mendapatkan media yang steril yang siap dipakai.
Plb Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) ditanam pada media VW yang telah disiapkan dan dibagi sesuai dengan banyaknya dosis iradiasi yang akan diaplikasikan. Selanjutnya botol kultur yang berisi plb diiradiasi di BATAN sesuai dengan dosis perlakuan yang telah dirancang. Plb yang telah diiradiasi kemudian dipindahkan ke media baru dengan komposisi media yang sama dan ditanam 4 plb untuk setiap botol. Subkultur dilakukan setiap 3 bulan sekali pada media yang sama.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu dimulai 1 minggu setelah tanam (MST) hingga kultur berumur 22 MST. Peubah yang diamati yaitu, persentase hidup, presentase berkecambah, jumlah tunas, jumlah daun, presentase planlet berakar, jumlah akar. Semua peubah tersebut diamati pada setiap minggunya. Kemudian peubah bentuk daun dan ukuran akar diamati pada minggu terakhir.
1. Persentase hidup, dilakukan dengan menghitung jumlah plb hidup kemudian dilakukan perbandingan antara plb hidup dengan jumlah seluruh plb yang ditanam.
2. Persentase berkecambah, dilakukan dengan menghitung jumlah plb yang berkecambah kemudian dilakukan perbandingan antara jumlah plb
berkecambah dengan jumlah plb yang ditanam.
3. Jumlah tunas, dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah tunas yang terbentuk selanjutnya dikurangi satu tunas per-plb sebagai kecambah awal. 4. Jumlah daun, dilakukan dengan menghitung seluruh daun yang terbentuk pada
planlet
5. Persentase planlet berakar, dilakukan dengan menghitung banyaknya planlet yang berakar kemudian dilakukan perbandingan antara jumlah planlet yang berakar dengan jumlah plb yang ditanam.
6. Jumlah akar, dilakukan dengan menghitung seluruh akar yang terbentuk pada planlet.
7. Morfologi daun, dilakukan dengan mengamati secara visual bentuk daun seperti apa yang terbentuk pada planlet serta menghitung berapa banyak jumlah daun tertentu yang terbentuk
Analisis Data
Rancangan lingkungan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu dosis iradiasi sinar gamma. Terdapat 6 taraf dosis iradiasi sinar gamma yaitu 0, 20, 40 , 60, 80, dan 100 Gy. Setiap dosis perlakuan iradiasi sinar gamma diulang 5 kali. Seluruhnya terdapat 30 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri 5 botol kultur yang masing-masing ditanam 4 plb anggrek Dendrobium lasianthera.
Model statistik yang digunakan sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Yij : Respon pengamatan pada perlakuan iradiasi sinar gamma ke-i, dan ulangan ke-j
µ : Nilai tengah umum
τi : pengaruh iradiasi gamma ke-i
εij : pengaruh galat percobaan perlakuan iradiasi sinar gamma ke-i dan ulangan ke-j
Hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada selang
kepercayaan 95% (α = 5%). Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji
lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT), serta dilakukan analisis LD 30 dan LD 50.
Terbentuknya keragaman genetik dapat terjadi secara alamiah tetapi frekuensinya rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi (Herawati dan Setiamihardja 2000) selain itu keragaman genetik dapat diinduksi dengan pemberian mutagen,
baik mutagen fisik (sinar X, sinar α, sinar , sinar ) ataupun mutagen kimia
yang dialami pada penelitian ini sebagian besar disebabkan oleh cendawan, dan muncul mulai minggu pertama setelah tanam hingga minggu ke 22 pun masih ada yang mengalami kontaminasi. Keadaan tersebut diduga karena ruang kultur sudah tidak begitu steril.
Persentase Hidup Plb
Dosis radiasi sinar gamma nyata berpengaruh menurunkan persentase hidup plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith), mulai dari 9 MST hingga 22 MST. Persentase hidup plb sebelum 9 MST belum nyata dipengaruhi iradiasi. Pada minggu pertama hingga minggu ke-6 sebagian besar plb masih dapat bertahan dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh iradiasi sinar gamma yang diterima, setelah masuk minggu ke-9 hingga ke-22 plb anggrek mengalami penurunan daya hidup terutama pada iradiasi 80 Gy dan 100 Gy (Tabel 1).
Tabel 1 Persentase hidup plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) pada
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
a b
Gambar 2. Kondisi plb hasil iradiasi sinar gamma a) Plb mati, b) Plb hidup
Kematian plb yang disebabkan iradiasi sinar gamma ditunjukkan dengan perubahan warna plb. Pada awalnya plb yang berwarna hijau akan berubah menjadi kekuningan selanjutnya plb mulai berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya menghitam dan mati (Gambar 2).
Perubahan warna plb tersebut juga teradi pada penelitian yang dilakukan oleh Romeida et al. (2013) yang menjelaskan bahwa gejala kematian plb anggrek
Spatoglotis plicata blum hasil iradiasi sinar gamma dimulai dengan menguningnya plb selanjutnya plb menjadi coklat dan menghitam. Massa plb Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) terlihat berwarna hitam tanda terjadi kematian sel akibat paparan sinar gamma. Kejadian tersebut terjadi pada semua
plb hasil iradiasi yang tidak mampu melakukan pemulihan kembali pada kerusakan sel yang dialami. Plb yang mampu melakukan pemulihan dan berhasil bertahan hidup maka memungkinkan untuk menjadi tanaman mutan.
Persentase Plb berkecambah
Semakin besar dosis radiasi sinar gamma yang diberikan maka persentase
plb berkecambah nyata akan semakin menurun. Persentase plb berkecambah didapatkan dari perbandingan antara jumlah total plb yang berkecambah dengan jumlah total plb yang ditanam. Plb yang terkena iradiasi dengan dosis tinggi terutama pada dosis 80 dan 100 Gy memiliki laju perkembangan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan dosis lain (Tabel 2). Royani et al. (2012) menyebutkan bahwa pertumbuhan tanaman obat sambiloto dengan perlakuan iradiasi sinar gamma termasuk lambat, hal tersebut diakibatkan adanya pengaruh iradiasi yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut menjadi lambat.
Sampai minggu ke-6 tidak terlihat perbedaan nyata pada setiap dosis iradiasi yang diaplikasikan mulai dari dosis 20 hingga 100 Gy. Pada perlakuan dosis iradiasi 80 dan 100 Gy persentase plb berkecambah terus mengalami penurunan setelah minggu ke-6 hingga minggu ke-22. Keadaan tersebut diduga diakibatkan karena
Tabel 2 Persentase berkecambah plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma
Dosis (Gy)
MST
6 9 12 15 18 22
0 72a 77a 75a 73a 74a 76a
20 56b 62b 67b 68a 64ab 64ab
40 56b 59bc 64b 66a 63ab 63ab
60 56b 57bc 62b 60ab 59b 58b
80 51b 49c 49c 48b 35c 35c
100 50b 48c 48c 31c 25c 19d
KK(%) 16.3 15.2 10.8 19.0 17.0 17.8
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Menurut Romeida et al. (2013) bila plb hasil iradiasi sinar gamma mengalami kerusakan sel yang sangat besar maka plb tidak akan mampu melakukan pemulihan dan bertahan hidup, sementara sel-sel yang mampu memulihkan diri akan membelah dan membentuk plb baru dan mungkin berkembang menjadi tanaman mutan.
Gambar 3. Kriteria Plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) yang berkecambah
Kriteria plb yang berkecambah dilihat dari plb yang telah mengalami penonjolan dan kemudian merekah pada ujung plb anggrek dimana setelah proses tersebut selanjutnya akan mucul bakal daun pada hasil rekahan yang telah terbentuk (gambar 3). Siska et al. (2013) menuliskan bahwa munculnya tunas ditandai dengan membengkaknya plb yang kemudian diikuti dengan merekahnya ujung eksplan sehingga membentuk nod (bakal tunas). Calon tunas mikro dapat terbentuk pada rekahan tersebut yang ditandai dengan munculnya ujung helai daun.
Multiplikasi Tunas
sinar gamma mampu menghasilkan tunas baru/bermultiplikasi. Bahkan pada pemberian dosis iradiasi sinar gamma tertentu menghasilkkan jumlah multiplikasi lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah multiplikasi pada Plb tanpa dosis iradiasi (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata jumlah multiplikasi plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Plb mulai bermultiplikasi pada minggu ke-4 pada dosis iradiasi 0 hingga 60 Gy dengan rata-rata jumlah multiplikasi 0.12 hingga 0.16. Multiplikasi pada dosis iradiasi 80 Gy teramati pada minggu ke-6 dan pada dosis iradiasi 100 Gy teramati baru pada minggu ke-7. Laju multiplikasi pada minggu ke-12 nyata meningkat pada dosis iradiasi 20 hingga 60 Gy dibandingkan dengan dosis tanpa iradiasi, sedangkan pada dosis iradiasi 80 dan 100 Gy nyata tidak meningkatkan laju multiplikasi dan masih memiliki nilai yang sama dengan dosis iradiasi 0 Gy. Pada akhir pengamatan (22 MST) laju multiplikasi plb masih mengalami peningkatan pada semua taraf dosis iradiasi. Pengaruh iradiasi sinar gamma yang mampu meningkatkan jumlah plb yang bermultiplikasi tertinggi ada pada dosis 60 Gy yakni dengan rata-rata jumlah multiplikasi 2.84. Pada dosis iradiasi 80 dan 100 Gy walaupun mengalami peningkatan rata-rata jumlah multiplikasi tetapi nilainya tidak nyata dengan dosis iradiasi 0 Gy. Kemampuan plb untuk bermultiplikasi walaupun telah mengalami proses iradiasi diduga disebabkan karena dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan mampu merangsang sintesis hormon endogen (sitokinin maupun auksin). Pada dosis iradiasi 100 Gy meski tetap mampu bermultiplikasi akan tetapi laju multiplikasinya masih lebih lambat dibandingkan dengan dosis iradiasi 0 Gy hingga 80 Gy.
Menurut Lestari et al. (2010) dosis iradiasi sinar gamma 50-60 Gy yang diaplikasikan pada tanaman Artemisia mengakibatkan pertumbuhan tanaman mulai terhambat, tetapi tingkat multiplikasi masih relatif tinggi. Devy dan sastra (2006) menyebutkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma 12.5 Gy menghasilkan persentase bertunas paling tinggi yang disebabkan karena dosis tersebut mampu memicu meningkatnya pembelahan sel sehingga terbentuk tunas baru.
Gambar 4. Multiplikasi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma. a) Planlet primer, b) Planlet skunder
Jumlah Daun
Perlakuan dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan berpengaruh sangat nyata menurunkan jumlah daun yang terbentuk pada planlet anggrek. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemampuan planlet anggrek untuk membentuk daun semakin rendah. Pada minggu ke-6 hingga minggu ke-22 planlet anggrek hasil iradiasi memiliki rata-rata jumlah daun lebih rendah dibandingkan dengan planlet anggrek tanpa iradiasi (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-Rata Jumlah daun per-planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma
Dosis (Gy)
MST
6 9 12 15 18 22
0 1.23a 1.6a 2.44a 2.44a 2.83a 4.1a
20 1.1ab 1.2ab 1.6b 1.9ab 2.4ab 2.9b
40 1.04ab 1.1ab 1.29b 1.82ab 1.9bc 2.6bc
60 0.8ab 1.06ab 1.15b 1.6bc 1.88c 2.23c
80 0.74ab 0.64b 1.12b 1.3bc 1.4c 1.45d
100 0.6b 0.6b 1b 1c 1.3c 1.3d
KK(%) 91 41.1 34.7 28.1 26.2 14.8
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Rata-rata jumlah daun per-planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) memiliki perbedaan yang nyata pada beberapa taraf dosis iradiasi (Tabel 4). Pada minggu ke-6 seluruh perlakuan dosis iradiasi sinar gamma tidak menunujukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun kecuali pada dosis 0 Gy. Perbedaan yang nyata antar perlakuan baru terlihat pada minggu ke-9 terutama pada dosis iradiasi 80 dan 100 Gy yang nyata memiliki rata-rata jumlah daun lebih sedikit dibandingkan dengan dosis iradiasi 20 hingga 60 Gy. Ketiga dosis tersebut menunjukkan pertumbuhan daun yang lebih cepat dibandingkan dengan dosis iradiasi 80 dan 100 Gy sehingga jumlah daun yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa dosis iradiasi 20 hingga 60 Gy memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan dengan dosis iradiasi 80 dan 100 Gy, selain itu dosis iradiasi 80 dan 100 Gy yang diaplikasikan kepada plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
a
menyebabkan besarnya kerusakan sel pada tanaman sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan plb termasuk pertumbuhan daun. Penelitian yang dilakukan oleh Devy dan Sastra (2006) menunjukkan bahwa kultur jahe hasil iradiasi sinar gamma yang telah bertunas tidak semuanya dapat membentuk daun. Kurniati (2004) menyebutkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma 40 Gy yang diaplikasikan pada anggrek Phal. hinamatsuri x Dtps. Modern beauty
menyebabkan sel yang terkena paparan iradiasi sinar gamma mengalami kematian, sehingga terjadi hambatan pembentukan organ planlet, termasuk daun.
Jumlah Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persen plb berakar menunjukan respon yang nyata menurun akibat perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Berdasarkan data pada Tabel 5 semakin tinggi dosis iradiasi yang diterapkan maka kemampuan planlet untuk membentuk akar akan semakin kecil.
Perlakuan dosis iradiasi 20 Gy yang diaplikasikan pada planlet anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) menghasilkan rata-rata persentase jumlah planlet berakar yang cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis iradiasi lain selain kontrol. Keadaan tersebut diduga diakibatkan karena kerusakan yang disebabkan oleh dosis iradiasi 20 Gy tidak begitu besar sehingga sebagian besar planlet masih mampu memulihkan diri lebih cepat dan akhirnya mampu tumbuh secara normal. Sementara itu pada perlakuan dosis iradiasi 40 Gy dan 60 Gy memiliki rata-rata persentase planlet berakar lebih rendah dibandingkan dengan dosis iradiasi 20 Gy. Perlakuan dosis iradiasi 80 dan 100 Gy memiliki rata-rata persentase planlet berakar paling rendah. Terbentuknya akar pada perlakuan dosis tersebut baru terlihat pada minggu ke-12 dengan rata-rata planlet berakar sebesar 1%. Keadaan tersebut diduga diakibatkan karena pemberian dosis iradiasi sinar gamma yang terlalu tinggi mengakibatkan besarnya kerusakan sel pada plb
sehingga mengakibatkan banyaknya plb yang mati dan pada plb yang mampu bertahan hidup akan mengalami pertumbuhan yang sangat lambat.
Tabel 5 Persentase planlet berakar per-botol anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma
Dosis
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
yang diberikan pada tiga spesies anggrek tanah menyebabkan penurunan terhadap jumlah akar mulai dari dosis 10 Gy dan pertumbuhan semakin terhambat pada dosis yang lebih tinggi.
Kerusakan sel yang diakibatkan oleh iradiasi yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin sedikit jumlah akar yang dihasilkan oleh tanaman akibat kerusakan sel tanaman yang semakin besar. Menurut Kurniati (2004) bahwa dosis iradiasi 10 Gy dan 20 Gy adalah dosis yang masih sesuai untuk pertumbuhan akar dan pertumbuhan daun pada anggrek Phalaenopsis hinamatsuri x Dtps. Modern beauty.
Tabel 6 Rata-Rata jumlah akar per-botol anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)pada Berbagai Dosis Iradiasi sinar Gamma
Dosis
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Pada minggu ke-6 belum terlihat adanya pembentukan akar pada semua eksplan yang diradiasi kecuali pada dosis 0 Gy, pertumbuhan akar pada dosis iradiasi 20, 40 dan 60 Gy baru terjadi pada minggu ke-9. Pada perlakuan dosis iradiasi 20 hingga 60 Gy masih memiliki rata-rata jumlah akar cukup banyak. Pada perlakuan dosis iradiasi 80 dan 100 Gy memiliki rata-rata jumlah akar per-botol sangat sedikit. Keadaan tersebut diduga diakibatkan karena banyaknya planlet anggrek yang mati serta terhambatnya pertumbuhan planlet akibat pemberian iradiasi sinar gamma dengan dosis yang terlalu tinggi. Akibatnya planlet tidak mampu membentuk akar dengan baik.
Lethal Dose (LD)
Hasil analisis LD30 dan LD50 pada plb anggrek Dendrobium lasianthera
(JJ. Smith) yang sudah diiradiasi pada 6 taraf dosis iradiasi sinar gamma menghasilkan kurva Polynomial Fit dengan persamaan (y= 97.769 - 1.918x + 0.0321x2 - 0.0002x3) dan didapatkan nilai LD30 pada dosis iradiasi 19.7697 dan
untuk LD50 pada dosis iradiasi 67.3504 (Gambar 5). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan mutan putative terbanyak yang akan didapatkan berada diantara dosis iradiasi 19.7697 hingga 67.3504 karena pada rentang dosis tersebut kematian yang diakibatkan oleh proses iradiasi sinar gamma masih dibawah 50 persen.
Gambar 5. Nilai LD30 serta LD50 berdasarkan persentase hidup plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2004) pada plb anggrek
Phalaenopsis hinamatsuri x Doritaenopsis modern beauty didapatkan nilai LD50
27.8084. Penelitian yang dilakukan oleh Romeida et al. (2013) didapatkan bahwa mutan terbanyak yang dihasilkan pada proses iradiasi sinar gamma pada plb
anggrek Spatoglotis plicata Blum dihasilkan pada dosis sekitar LD50. Nilai LD50
yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Romeida et al. (2013) berdasarkan persentase plb hidup adalah 47.71 dan nilai LD30 yang didapatkan
adalah 35.69. Nilai LD50 dari kedua penelitian tersebut berbeda dengan nilai LD50
yang diperoleh pada penelitian iradiasi sinar gamma pada plb anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Perbedaan besarnya nilai LD50 tersebut
diduga disebabkan karena perbedaan sensitivitas plb dalam menerima radiasi sinar gamma. Sensitifitas tersebut diduga diakibatkan karena perbedaan jenis anggrek atau perbedaan umur plb yang diberikan paparan sinar gamma sehingga mengakibatkan berbedanya ketebalan dari dinding sel.
Keragaman Planlet
Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan terjadinya perubahan di semua bagian tanaman termasuk daun dan akar. Pada daun pengaruh iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan berubahnya ukuran dan bentuk daun. Pada perlakuan iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan mengakibatkan beberapa daun berubah bentuk diantaranya adalah munculnya daun yang berbentuk melebar dan berbentuk spiral (Tabel 7). Data yang didapatkan menunjukkan bahwa bentuk
memanjang masih sangat dominan dibandingkan dengan bentuk daun yang lain. Perubahan bentuk daun yang teramati terdapat hampir pada setiap perlakuan iradiasi dengan persentase yang tidak terlalu besar. Bentuk daun yang paling beragam ada pada perlakuan dosis iradiasi 60 Gy dan 80 Gy. Penelitian yang dilakukan oleh Royani et al.(2012) mendapatkan bentuk daun spiral pada tanaman obat sambiloto hasil iradiasi sinar gamma cobalt 60. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Romeida et al. (2013) menghasilkan daun spiral pada tanaman anggrek Spatoglotis plicata blume hasil iradiasi sinar gamma dengan dosis 30 Gy. Menurut Kurniati (2004) keragaman bentuk daun pada anggrek Phalaenopsis hinamatsuri x Doritaenopsis modern beauty muncul sebagai akibat adanya abnormalitas sel mutan yang berkembang menjadi jaringan dan organ yang berbeda dari sel asalnya.
Tabel 7 Morfologi daun anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma pada 22 MST
Perlakuan (Gy)
Persentase Memanjang
(normal)
Melebar Spiral
0 100 (122/122) 0 0
20 98.42 (125/127) 0 1.57 (2/127)
40 95.57 (108/113) 4.42 (5/113) 0
60 80.73 (88/109) 18.35 (20/109) 0.92 (1/109)
80 94.54 (51/55) 3.64 (2/55) 3.64 (2/55)
100 83.33 (25/30) 16.67 (5/30) 0
*Data dalam kurung menunjukkan banyaknya bentuk daun tertentu per total jumlah daun
Bentuk daun normal pada planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) adalah memanjang dengan ujung yang runcing. Perubahan bentuk daun yang teramati yakni bentuk melebar dan spiral (Gambar 6).
a b c
Gambar 6. Keragaman bentuk daun anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) hasil iradiasi sinar gamma. (a) Daun memanjang (normal), (b) Daun melebar, (c) Daun spiral
sehingga menghambat pertumbuhan tanaman termasuk pertumbuhan akar (Tabel 8).
Tabel 8 Morfologi akar planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)hasil iradiasi sinar gamma pada 22 MST
Perlakuan (Gy)
Besar Sedang Kecil
0 24.56 (84/342) 26.61 (91/342) 48.83 (167/342)
20 18.66 (53/294) 28.91 (85/294) 53.06 (156/294)
40 13.48 (29/215) 36.74 (79/215) 49.77 (107/215)
60 13.47(26/193) 34.2 (66/193) 52.3 (101/193)
80 0 27.71 (23/83) 72.29 (60/83)
100 0 23.53 (20/85) 76.47 (65/85)
*Data dalam kurung menunjukkan banyaknya ukuran akar tertentu per total jumlah akar
Akar berukuran kecil pada setiap perlakuan dosis iradiasi memiliki persentase yang labih besar dibandingkan dengan akar dengan berukuran sedang dan besar. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh dosis iradiasi pada dosis tinggi mengakibatkan terhambatnya proses pertumbuhan planlet anggrek sehingga akar sulit untuk tumbuh menjadi besar. Hasil penelitian ini didapatkanbahwa akar berukuran besar sama sekali tidak terbentuk pada perlakuan dosis iradiasi 80 Gy dan 100 Gy.
Gambar 7. Bentuk planlet anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Iradiasi sinar gamma bepengaruh nyata menurunkan pertumbuhan plb
anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) berdasarkan peubah persentase plb
hidup, persentase plb berkecambah, jumlah daun, jumlah akar, jumlah multiplikasi, dan persentase plb berakar serta ukuran akar. Semakin tinggi dosis iradiasi yang dihasilkan maka semakin rendah kemampuan hidup dan pertumbuhan plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Dosis iradiasi sinar gamma yang menghasilkan pertumbuhan plb paling lambat adalah dosis iradiasi 80 dan 100 Gy. Perubahan bentuk daun yang teramati yakni munculnya daun berbentuk melebar dan berbentuk spiral pada planlet hasil iradiasi. Planlet hasil iradiasi sinar gamma yang memiliki keragaman paling tinggi ada pada dosis iradiasi 60 dan 80 Gy. Lethal dose 30% (LD30) berada pada dosis iradiasi 19.7697
dan untuk LD50 berada pada dosis iradiasi 67.3504.
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan hingga fase generatif sehingga seluruh perubahan tanaman akibat proses iradiasi sinar gamma dapat diidentifikasi dan dilihat kestabilan genetiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahloowalia BS, Maluszynski M. 2001. Induced mutation – A new paradigm in plant breeding. Euphytica. 118:167-173
Devy L, Sastra DR. 2006. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap kultur in vitro tanaman jahe. J. Sains dan Teknologi Indonesia. 8(1) : 7-14
Fatimah N. 2008. Teknologi kultur jaringan. Surabaya(ID): PBT Pertama BBP2TP
Gonzales MA. 2007. Radiosensitivity of three species of ground orchid (Spatoglotis plicata, S. kimballiana var. angustifolia and S. tomentosa) to acute gamma radiation. Tesis. Philippines (PH) : Central Luzon State University
Gunawan LW. 1992. Teknik kultur jaringan tanaman. Bogor(ID). Departemen Pendidikan dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Bioteknologi IPB.
Handayani F. 2007. Mengenal dan bertanam anggrek. Bandung (ID). Amico Handoyo F. 2008. Anggrek hibrida ragam dan perawatannya. Jakarta (ID) : Flona
Serial
Harmita, Radji M. 2008. Buku ajar analisis hayati edisi 3. Jakarta (ID): Buku kedokteran ECG
Herawati T dan Setiamihardja R, 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Diktat kuliah. Fakultas Pertanian. Bandung (ID). Universitas padjajaran
Kurniati R. 2004. Induksi keragaman genetik Phalaenopsis hinamatsuri x
tapei gold ‘GS’ dengan menggunakan iradiasi gamma. Tesis. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor
Lehninger AL. 1994. Dasar-dasar biokimia. Thenawidjaya Maggy, penerjemah. Jakarta(ID): Erlangga
Lamadji S, Hakim L, Rustidja. 1999. Akselarasi pertanian tangguh melalui pemuliaan non-konvensional. Prosiding Simposium V Pemuliaan Tanaman PERIPI Komda Jawa Timur, Indonesia. Jawa Timur (ID): 28-32 Lestari GE, Purnamaningsih R, Syukur M, Yunita R. 2010. Keragaman somaklonal untuk perbaikan tanaman artemisia (Artemisia anna L.) melalui kultur in vitro. J. Agrobiogen. 6(1):26-32
Marlina M, Rusnandi D. 2007. Aklimatisasi planlet anthurium pada beberapa media tanam. Bul Teknik Pertanian. 02 (1) : 38-40
Micke A, Domini, Maluszynski M. 1993. Les mutation induites en amelioration des plantes. Mutation Breeding. Rev. 9: 1-44
Panjahitan E. 2005. Respon pertumbuhan tanaman anggrek (Dendrobium Sp.) terhadap pemberian BAP dan NAA Secara in vitro. J. Penelitian Bidang Ilmu Penelitian. 3 (3) : 50-56
Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas (PAU)IPB
Romeida A, Sutjahjo SH, Purwito A, Sukma D, Rustikawati. 2013. Induksi mutasi
protocorm like bodies (plb) anggrek Spatoglotis plicata Blum. Aksesi Bengkulu pada sebelas dosis iradiasi sinar gamma. Prosiding Simposium dan SeminarBersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI. p 381-387 Royani JI, Purwito A,Sumaryono W. 2012. Pengaruh iradiasi gamma cobalt 60
terhadap karakter morfologi tanaman obat sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Wallich Ex Ness). Prosiding Seminar Nasional Pokjanas tol XLII. p 63-76
Sabran M, Krismawati A, Galingging YR, Firmansyah MA. 2003. Eksplorasi dan karakterisasi tanaman anggrek di kalimantan tengah. Bul Plasma Nutfah. 9(1) : 3
Sastrapradja S, Gandawidjaja D, Imelda M, Nasution ER, Roedjito W. 1979.
Jenis-jenis anggrek. Bogor (ID) : Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Siska DM, Mahadi I, Zulfarina. 2013. Pengaruh pemberian hormon IAA dan BAP terhadap pertumbuhan tunas anggrek Phalaenopsis fitzg secara in vitro. Tesis. Riau (ID) : Universitas Negeri Riau (UNRI)
Skirvin RM, Norton M, Pheeter KD. 1993. Somaclonal variation: Has it proved useful for plant improvement. Acta Hort. γγ6: γγγ−γ40
Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. J. Litbang Pertanian. 22 : (2)
Soedjono S, Solvia N, Suskandari. 1996. Tanggapan pertumbuhan anggrek
Dendrobium terhadap dosis radiasi sinar gamma. J. Aplikasi Isotop dan Radiasi p 83-88
Soeranto H. 2003. Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industri pertanian. Prosiding pertemuan dan presentasi ilmiah penelitian dasar ilmu pengetahuan dan teknlogi nuklir. Yogyakarta (ID): P3TM-BATAN p 308-316
Phalaenopsis amabilis (L)Bl. Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. hal: 121-126
Wattimena, GA. 1990. Penggunaan ZPT pada perbanyakan propagula tanaman.
Seminar nasional agrokimia UNPAD. p 1-3
Widiastoety D, Warpodo P, Nina S. 2000. Pengaruh naungan terhadap produksi tiga kultivar anggrek Dendrobium. Jakarta (ID) : Balithi
Widiastoety D, Solvia N, Soedarjo M. 2010. Potensi anggrek Dendrobium dalam meningkatkan variasi dan kualitas anggrek bunga potong. J. Litbang Pertanian. 29(3): 101-106
Wijayanti YS, Adisarwanto T, Irawati, Handoyo F, Novianto, Santoso SD, Mirtanto TD, Rahayu N, Watiningsih, Sutiwi W, Sipayung L, Erawati N, Hernita PP, Wibowo YA, Yuniardi O, Suwarno E. 2012. Anggrek spesies Indonesia. Direktorat Perbenihan Hortikultura, Direktorat Jendral Hortikultura, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta (ID) Yunita R. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. J Litbang Pertanian. 28(4): 142-148
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Lamongan pada tanggal 21 Maret 1992 dari pasangan H. Mashadi dan Hj. Jasri. Penulis adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan studi di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah Lamongan Jawa Timur, dan pada tahun yang sama penulis lulus dalam seleksi Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama Republik Indonesia melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB dan diterima pada jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Dendrobium lasianthera ( JJ . Smith ) in vitro. Supervised by Diny Dinarti
This research aimed to learn the effect of gamma ray-irradiation on protocorm like bodies (plb) Dendrobium lasianthera and determined Lethal dosage (LD) 30 and 50. The irradiation has done at the Center of Technology Application of Isotops and Radiation, Nuclear Energy Agency (PATIR-BATAN), the research started from February 2014 to July 2014. The research implemented the completely randomized design (CRD) with a single factor that gamma ray-irradiation dosage were 0 Gy, 20 Gy, 40 Gy, 60 Gy, 80 Gy, and 100 Gy. Each dose of gamma ray-irradiation treatment was repeated 5 times, of which there were 30 units of the experiment and each experimental unit consisted of five culture bottles were individually planted 4 plb Dendrobium lasianthera. The results of this research showed that the effect of gamma ray-irradiation dose significantly decreased the percentage of live plb, percentage of plb germination, number of leaves, number of roots, the percentage of rooted plant. Plantlets changes observed among other wide leaves, and the spiral leaves. Lethal dose 30% (LD30) was at 19.7697 Gy irradiation dose and LD50 was at 67.3504 Gy
irradiation dose.
Keywords: Dendrobium lasianthera, gamma ray-irradiation, in vitro, Lethal Dosage (LD), mutation
ABSTRAK
FITRO ADI CAHYO. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan plb
anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) secara in vitro. dibimbing oleh Diny Dinarti.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan protocorm like bodies (plb) anggrek Dendrobium lasianthera serta menentukan Lethal dose (LD) 30 dan 50. Proses iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN). Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2014 hingga Juli 2014. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu dosis iradiasi sinar gamma 0 Gy, 20 Gy, 40 Gy, 60 Gy, 80 Gy, dan 100 Gy. Setiap dosis perlakuan iradiasi sinar gamma diulang 5 kali, seluruhnya terdapat 30 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri dari lima botol kultur yang masing-masing ditanam 4 plb anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata menurunkan persentase hidup plb, persentase plb berkecambah, jumlah daun, jumlah akar, dan persentase plb berakar. Perubahan planlet in vitro yang teramati antara lain daun melebar, dan daun spiral. Lethal dosis 30% (LD30) berada pada dosis iradiasi 19.7697 Gy dan untuk LD50 berada
pada dosis irradiasi 67.3504 Gy.
Kata kunci: Dendrobium lasianthera, in vitro, iradiasi sinar gamma, Lethal Dose
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dendrobium merupakan genus anggrek yang banyak tersebar di daratan Asia seperti Indonesia dan Filipina, serta Kepulauan Pasifik dan Australia. Di Kalimantan diperkirakan terdapat 143 jenis anggrek Dendrobium, dan sebagian besar ditemukan di hutan pada lokasi dengan ketinggian antara 600-1600 m di atas permukaan laut (m dpl), hampir semuanya epifit, pertumbuhan simpodial dengan tangkai yang berdaging, dan daun dengan berbagai bentuk (Sabran et al. 2003). Dendrobium merupakan komoditas yang paling banyak digemari masyarakat karena sifatnya yang relatif lebih tahan lama dan memiliki warna bunga yang bervariasi, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan karena memliki nilai ekonomis ekspor maupun pasar dalam negeri (Widiastoety et al. 2000).
Spesies anggrek Dendrobium banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, seperti Papua dan Maluku (Widiastoety et al. 2010). Salah satu anggrek
Dendrobium yang berasal dari Indonesia adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek jenis ini merupakan anggrek yang hidup di Papua dan Papua New Guinea. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 3 m, dengan panjang tangkai bunga 20 - 50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan (Yusuf et al. 2012). Habitus tanaman yang terlalu tinggi dan beratnya tandan bunga yang memiliki begitu banyak kuntum bunga akan memudahkan tanaman menjadi rebah saat terkena angin kencang dan mengakibatkan bunga menjadi rusak. Selain itu akibat ukuran tanaman yang terlalu besar dapat membatasi tempat peletakan tanaman. Oleh sebab itu, perbaikan sifat genetik tanaman dirasa perlu untuk mendapatkan morfologi tanaman yang lebih baik.
Menurut Soedjono (2003) perbaikan sifat agronomik dan genetik dapat dilakukan secara konvensional, yakni dengan persilangan antar spesies, varietas, genera, atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan, akan tetapi metode pemuliaan tanaman konvensional memiliki keterbatasan. Menurut Lamadji et al.
(1999) pemuliaan tanaman secara konvensional memerlukan waktu yang cukup lama, sulit memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi. Rendahnya frekuensi individu hasil pemuliaan yang berada dalam suatu populasi yang besar sehingga menyulitkan kegiatan seleksi untuk mendapatkan hasil yang valid secara statistik, dan pautan gen antara sifat yang diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan.
Cara lain untuk menginduksi keragaman genetik selain dengan persilangan
adalah dengan pemberian mutagen, baik mutagen fisik (sinar X, sinar α, sinar , sinar ) ataupun mutagen kimia (EMS, NMU, NTG) (Poespodarsono 1998).
dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman khususnya pada tinggi tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith).
Hipotesis
Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.
dari dosis 50 Gy maka warna plb akan semakin pucat akibat adanya kerusakan pada sel. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini digunakan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek Dendrobium lasianthera (JJ.Smith) terutama perubahan genetik yang diekspresikan terhadap bentuk morfologi tanaman khususnya pada tinggi tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan Protocorm Like Bodies (plb) serta mendapatkan Lethal Dose (LD) 30 dan 50 dari proses iradiasi sinar gamma pada anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith).
Hipotesis
Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek
Dendrobium lasianthera (JJ. Smith) serta LD 30 dan LD 50 diperoleh pada salah satu dosis perlakuan iradiasi sinar gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith)
Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah satunya adalah Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Anggrek ini merupakan anggrek yang hidup di Indonesia tepatnya di Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yusuf et al. (2012) anggrek ini dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter panjang tangkai bunga 20-50 cm diduga jumlah kuntum bunga dapat mencapai 30 kuntum bunga yang letaknya saling berdekatan. Panjang bunga berukuran 6.5 cm dengan petalnya melintir serta saling berdekatan. Warna bunga merah gelap, merah muda, merah keunguan, merah jingga (gambar 1). Menurut Sastrapradja et al. 1979 anggrek ini memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. daun daun tersebut tersusun berselang seling dalam 2 deretan, tekstur daunnya kaku. Gagang perbungaan tegak dan kaku dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.
a b
Gambar 1. Morfologi anggrek Dendrobium lasianthera (JJ. Smith). Sumber foto a) Flona Serial, b). Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan maupun organ, dalam kondisi aseptik secara in vitro
(Marlina dan Rusnandi 2007). Fatimah (2008) menjelaskan lebih rinci bahwa kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptis yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup dan tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Kemampuan sel untuk berdiferensiasi disebut totipotensi. Kearah mana sel-sel tanaman dapat diinduksi untuk mengekspresikan totipotensi-nya, sangat tergantung pada sejumlah variabel termasuk faktor eksplan, komposisi media, zat pengatur tumbuh, dan stimulus fisik, seperti cahaya, suhu, dan kelembaban. Setiap variabel dapat berbeda pengaruhnya terhadap setiap organ tanaman tertentu dan berdasarkan tujuan pengkulturan. Diantara faktor-faktor tersebut, lima variabel utama harus diperhatikan, yaitu seleksi bahan tanam, teknik sterilisasi eksplan, komposisi medium dasar, keterlibatan zat pengatur tumbuh, serta faktor-faktor lingkungan dimana kultur diletakkan (Zulkarnaen 2009)
Pada era ini penelitian tentang kultur jaringan anggrek berbagai spesies telah banyak dilakukan baik diluar negeri maupun di Indonesia yang ditujukan untuk mempercepat produksi anggrek melalui kultur in vitro hingga pembentukan anggrek-anggrek varietas baru melalui induksi mutasi. Menurut Panjaitan (2005) salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah dengan melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional. Kelebihan tersebut diantaranya dapat menghasilkan anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki sifat yang sama dengan induknya, serta pertumbuhannya relatif seragam.
media terbaik dan banyak dipakai sebagai media dasar untuk kultur jaringan anggrek termasuk anggrek Dendrobium. Menurut Gunawan (1992) media Vacin dan Went adalah media khusus dan paling baik untuk digunakan sebagai media kultur jaringan anggrek.
Keragaman Somaklonal
Skirvin et al. (1993) mendefinisikan keragaman somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Keragaman tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan. Menurut Yunita (2009) keragaman somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Keragaman somaklonal merupakan perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan.
Kragaman somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993). Menurut Ahloowalia dan Maluszynski (2001), terjadinya keragaman somaklonal dapat mengakibatkan berbagai macam perubahan diantaranya adalah defisiensi klorofil, aneuploidi, resistensi terhadap penyakit atau terkadang muncul variasi yang sebelumnya tidak ada di alam. Selain itu keragaman juga dapat terjadi pada sifat seperti tinggi tanaman, luas daun, panjang daun, ketebalan batang, vigor, pembungaan, fertilisasi, dan hasil.
Induksi Mutasidengan Iradiasi Sinar Gamma
Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah tetapi frekuensinya rendah, yaitu 10-6 pada setiap generasi (Herawati dan Setiamihardja 2000). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan. Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Kedua cara tersebut dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan) (Soeranto 2003). Secara umum, mutasi dihasilkan oleh segala tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom, sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik (Soeranto 2003).