• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Klasifikasi dan Manfaat Jahe

Tanaman jahe termasuk ke dalam famili Zingiberaceae. Tanaman ini memiliki rimpang (rhizoma), bertulang daun menyirip atau sejajar, serta pelepah daun yang saling membalut secara vertikal membentuk batang semu (Tjitrosoepomo, 1994). Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya yaitu jahe putih/kuning besar (jahe gajah atau jahe badak), jahe putih kecil (jahe sunti), dan jahe merah (Paimin dan Murhananto, 1999). Balittro telah melepas varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) dengan potensi produksi 17 – 37 ton/ha (Rostiana et al., 2009).

Rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri yang terdiri atas fulandren, d-kamfen, zingiberen, dan zingiberon (Tjitrosoepomo, 1994). Kandungan lain yang terkandung di dalam rimpang jahe adalah zingiberol berupa minyak atsiri serta senyawa oleoresin (dengan komponen zingerol, zingerone, shogoal, resin, asiri), dan pati. Jahe segar dan kering banyak digunakan sebagai pemberi aroma. Jahe muda digunakan sebagai lalab, jahe asin, sirup, atau jahe kristal. Sebagai obat tradisional, jahe sering digunakan untuk mengatasi influenza, batuk, luka lecet dan luka tikam, dan gigitan ular, selain itu, jahe dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan (Paimin dan Murhananto, 1999). Jahe yang mengandung gingerol dapat dimanfaatkan sebagai obat antiinflamasi, obat nyeri sendi dan otot karena reumatik, tonikum, serta obat batuk (Syukur, 2002).

Budidaya dan Perbanyakan Jahe

Selain varietas unggul, untuk mencapai hasil jahe yang optimal diperlukan penyiapan lahan, pengaturan jarak tanam, pemupukan, dan pemeliharaan tanaman yang memadai. Tanah yang digunakan adalah tanah yang gembur. Benih jahe berupa rimpang ditanam sedalam 5 – 7 cm dengan tunas menghadap ke atas serta jarak tanam 80 cm x 40 cm untuk jahe putih besar, 60 cm x 40 cm untuk jahe putih kecil dan jahe merah. Pemupukan berupa pupuk kandang 20 ton/ha

diberikan 2 – 4 minggu setelah tanam dan pupuk buatan Urea 400 – 600 kg/ha, SP-36 300 – 400 kg/ha, dan KCl 300 – 400 kg/ha. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiangan gulma, penyulaman, pembumbunan, dan pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) (Rostiana et al., 2009). Sistem penanaman yang umum digunakan adalah monokultur atau tumpangsari dengan jagung, kacang tanah, bawang merah, cabai rawit, ketela pohon, mentimun, dan lain lain tergantung iklim, selera, dan harga pasar (Paimin dan Murhananto, 1999).

Beberapa hama penting yang sering menyerang tanaman jahe adalah kepik (Epilahra sp.) yang menyerang daun, ulat penggerek akar (Dichorcrotis puntiferalis), lalat rimpang (Eumerus figurans Walker dan Mimegrala baktcoeruleifrons), dan lalat gudang yang bersifat saprofagus (Lamprolonchase sp. dan Chaetonerius sp.). Selain hama, penyakit yang sering menyerang jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporium sp. zingiberi atau Rhizoctonia sp. (Paimin dan Murhananto, 1999). Penyakit utama yang sering menyerang jahe adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum (Syukur, 2002).

Rimpang yang digunakan sebagai benih berasal dari tanaman yang telah berumur 9 – 12 bulan. Kebutuhan benih jahe putih kecil adalah 1 – 1,5 ton/ha, jahe putih besar adalah 2 – 3 ton/ha untuk panen tua dengan populasi 40 000 tanaman/ha atau 4 – 6 ton/ha untuk panen muda dengan populasi 80 000 tanaman/ha (Paimin dan Murhananto, 1999). Persyaratan kebun benih jahe yang baik memiliki kemurnian varietas ≥ 98% dan tidak terserang OPT terbawa benih (Tabel 1). Benih jahe yang berkualitas memiliki kadar air ≥ 70%, kemurnian benih ≥ 98%, dan daya berkecambah ≥ 80%. Benih yang digunakan berkisar antara 40 – 60 gram untuk jahe putih besar dan 15 – 30 gram untuk jahe putih kecil dan jahe merah serta memiliki dua mata tunas atau lebih (Tabel 2).

Tabel 1. Persyaratan mutu kebun benih (rimpang) untuk kelas Benih Pokok (BP) dan Benih Sebar (BR)

No Jenis spesifikasi Persyaratan

1 Kemurnian varietas (%) ≥ 98

2 Serangan hama dan penyakit (OPT) yang tidak terbawa rimpang (non seed borne) (%)

≤ 10 3 Serangan OPT yang terbawa rimpang (seed

borne) (%)

0 Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2006

Tabel 2. Persyaratan mutu benih (rimpang) kelas Benih Pokok (BP) dan Benih Sebar (BR) yang siap tanam

No Jenis spesifikasi Satuan Persyaratan

BP BR

1 Berat rimpang

- Jahe putih besar - Jahe putih kecil - Jahe merah g g g 40 – 60 15 – 30 15 – 30 40 – 60 15 – 30 15 – 30 2 Kadar air % ≥ 70 ≥ 70 3 Benih murni % ≥ 98 ≥ 97

4 Jumlah mata tunas buah ≥ 2 ≥ 2

5 Daya berkecambah % > 80 ≥ 80

6 Kotoran benih % < 2 ≤ 3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2006

Bunga Jahe

Bunga jahe terangkai dalam spika yang muncul secara langsung dari rhizome. Spika terdiri atas braktea yang saling tersusun, braktea tersebut menghasilkan bunga tunggal yang muncul melalui sebuah axil. Setiap bunga memiliki petal berbentuk tabung kecil yang melebar ke atas menjadi tiga cuping. Pembungaan tidak sering terjadi, pembungaan mungkin terjadi karena faktor iklim dan panjang hari (Ravindran et al., 2005). Pucuk bunga berkembang selama 20 sampai 25 hari dari inisiasi pucuk hingga mekar penuh dan membutuhkan waktu 23 hingga 28 hari agar bunga mekar sempurna dalam sebuah spika (Jayachandran et al. dalam Ravindran et al., 2005). Selanjutnya Melati (2010) menambahkan bahwa masa berbunga jahe berkisar antara 4 – 7 BST dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat, suhu, dan kelembaban lingkungan, sedangkan waktu yang dibutuhkan mulai dari inisiasi bunga sampai bunga berkisar antara 70 – 80 hari. Oktaviani (2009) menyatakan bahwa pada Zingiberaceae genus Alpinia (A. purpurata “Kusuma” dan A. purpurara “Bethari”) terkadang tumbuh dua bunga pada satu braktea, namun keduanya tidak mekar bersamaan.

Paclobutrazol

Paclobutrazol adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dikategorikan sebagai penghambat pertumbuhan dan umumnya digunakan pada tanaman hias.

Senyawa ini memiliki nama kimia (2RS,3RD)-1-[(4-chlorphenyl)methyl]-a-(1,1- dimethyl-ethyl)-1H-1,2,4-triazole-1-ethanol dengan rumus emphiris C15H20CIN3O (Cochran et al., 1993). Paclobutrazol menghambat pertumbuhan tanaman dengan cara mencegah sintetis giberelin (Wattimena, 1988). Terhambatnya sintesis giberelin menyebabkan pertumbuhan vegetatif melambat sehingga terjadi penumpukan hasil fotosintesis yang berakibat terjadinya induksi pembungaan (Kulkarni et al., 2006).

Kulkarni et al. (2006) menyatakan metode aplikasi paclobutrazol yang terbaik adalah dengan mencampur sejumlah paclobutrazol sesuai kebutuhan dengan 1 liter air kemudian menyiramkannya langsung ke media di sekitar batang tanaman. Santiasrini (2009) melaporkan aplikasi paclobutrazol dengan konsentrasi 100, 200, 300, dan 400 ppm melalui daun maupun media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu muncul bunga gloksinia (Sinningia speciosa Pink). Akan tetapi, aplikasi melalui daun berpengaruh pada diameter bunga dan jumlah bunga.

Beberapa penelitian lain mengenai penggunaan paclobutrazol dapat menunjukkan hasil yang berbeda berdasarkan waktu aplikasi, maupun konsentrasi. Penelitian Thohirah et al. (2005) menunjukkan hasil bahwa aplikasi paclobutrazol pada umur 4 MST melalui media dengan konsentrasi 20 mg/l dapat mengontrol pertumbuhan dan meningkatkan nilai komersial jahe hias Curcuma roscoeana dengan cara menghambat tinggi tanaman dan panjang tangkai spika, meningkatkan kepekatan warna daun, dan mempercepat kemunculan spika. Aplikasi paclobutrazol dengan konsentrasi 40 mg/l melalui perendaman rimpang sebelum ditanam selama 30 menit dan pengeringan selama 20 menit dapat menghasilkan tanaman jahe hias Curcuma alismatifolia yang komersial dengan cara menghambat tinggi tanaman dan panjang tangkai spika, mempercepat kemunculan spika, dan meningkatkan jumlah daun, klorofil, dan kadar fotosintesis.

Aplikasi paclobutrazol pada saat fase istirahat (dorman) melalui media di sekitar batang tanaman dengan dosis 2,25 gram/pohon dapat mempercepat pembungaan tanaman durian (Durio zibethinus Murr.) klon Matahari menjadi 92 HSP (hari setelah aplikasi paclobutrazol) dibandingkan dengan tanpa pemberian

paclobutrazol yaitu selama 188 HSP (Lestari, 2005). Aplikasi paclobutrazol pada satu minggu setelah transplanting melalui media di sekitar batang dengan konsentrasi 16 mg/tanaman pada tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.) kultivar „Hallo‟ menyebabkan tertundanya pembungaan hingga 3 hari yaitu 26 HST (hari setelah tanam) dibandingkan dengan tanaman kontrol yaitu 23 HST (Rani, 2006).

Yasin (2009) melaporkan bahwa perlakuan paclobutrazol 90 ppm yang diaplikasikan awal periode vegetatif (2 MST) pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum) yang ditanam di dalam polybag mengakibatkan tanaman menghasilkan jumlah bunga dan jumlah buah paling sedikit serta bobot buah lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi paclobutrazol. Damayanti (2009) melaporkan bahwa Ptilotus latifolius yang ditanam pada suhu 25/10oC dengan konsentrasi paclobutrazol 25 mg/l dan 50 mg/l, dosis 5 ml/tanaman yang diaplikasikan pada 2 MST dapat mengendalikan tinggi tanaman tanpa menghambat pembungaan. Sebaliknya, pada Gomphrena leontopiodes dengan konsentrasi paclobutrazol 25-200 mg/l pada dosis yang sama tidak menginduksi pembungaan.

Melati (2010) melaporkan bahwa penambahan paclobutrazol 100 ppm pada jahe putih besar berumur 4 BST dapat meningkatkan jumlah spika/rumpun sebanyak 122,2 % (menjadi 3,4 spika) dibandingkan kontrol, cenderung mempercepat kemunculan spika, dan memperpanjang waktu pembungaan.

Media Tanam

Pemberian pupuk kandang 20 ton/ha menjadikan tanah seimbang secara fisik, kimia maupun biologi. Secara fisik, pupuk kandang membentuk agregat tanah yang mantap, yang berpengaruh terhadap porositas dan aerasi persediaan air dalam tanah sehingga mempengaruhi perkembangan akar. Secara kimia, pupuk kandang dapat menyerap bahan yang bersifat racun seperti alumunium (Al), besi (Fe), dan mangan (Mn) serta dapat meningkatkan pH tanah. Secara biologi, pemberian pupuk kandang akan memperkaya mikro organisme dalam tanah. Namun, pemberian pupuk yang berlebihan tidak akan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Muslihat, 2003). Pupuk kandang sapi memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas tanah Ultisol karena mempunyai kandungan bahan organik

sebesar 40,43% dan kapasitas tukar kation (KTK) cukup tinggi sebesar 58,12 (Cmol (+)Kg-1, bereaksi netral, cukup terombak, dan mengandung unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu (Indrasari dan Syukur, 2006).

Pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha pada tanaman abaca (Musa textilis Nee.) memberikan hasil yang tinggi pada tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun dibandingkan dengan takaran pupuk kandang sebanyak 5, 10, 15, dan 25 ton/ha (Muslihat, 2003). Pemberian pupuk kandang sapi hingga 30 ton/ha pada tanaman jagung yang ditanam pada tanah Ultisol yang dikapur masih meningkatkan kandungan bahan organik, Zn jaringan tanaman, berat segar maupun berat kering akar (Indrasari dan Syukur, 2006). Penambahan pupuk organik memberikan respon yang positif terhadap bobot rimpang jahe. Komposisi media paling baik untuk pertumbuhan dan produksi jahe adalah top soil : pupuk kandang : pasir dengan perbandingan 3:1:1 (Lesmana, 2008).

Benih mengkudu berumur 45 HSS (hari setelah semai) yang disemai pada media tanah dan pupuk kandang ayam dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang sebesar 2:1 hanya mampu tumbuh sebanyak 15% dari 300 gram benih (6 000 biji) yang disemai dengan sistem alur. Hal tersebut disebabkan oleh tanah persemaian yang semakin lama menjadi padat sehingga menghambat perkecambahan dan pertumbuhan benih (Lendri, 2003). Komposisi media tanam tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 mendukung pertumbuhan terbaik pada dua jenis legum yaitu Centrosema pubescens dan Pueraria phaseloides. Komposisi tersebut merupakan komposisi terbaik terhadap rasio tajuk akar dan produksi bahan kering hijauan (Maharyanti, 2006).

10

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cimanggu, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Cimanggu, Bogor dengan ketinggian tempat 240 mdpl. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli 2010 hingga April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah rimpang jahe putih besar berukuran 50-60 gram yang telah disemai di dalam media coco peat hingga berumur satu bulan. Rimpang yang dibutuhkan sebanyak 192 rimpang. Paclobutrazol yang digunakan pada konsentrasi 100 ppm, sedangkan bahan untuk pembuatan media adalah tanah, pasir, dan pupuk kandang. Penanaman dilakukan dalam polybag berukuran 60x60 yang diisi media sebanyak 24 kg.

Bahan lain yang digunakan adalah pupuk anorganik (Urea 3 kg, SP-36 2 kg, KCl 2 kg), Basamid-G, Dithane 45, Furadan, dan Decis. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah jangka sorong, meteran, gelas ukur, sprayer, timbangan, dan alat budidaya pertanian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Faktor pertama adalah jenis media, terdiri dari media I (M1) tanah:pasir:pupuk kandang (1:1:1), media II (M2) tanah:pupuk kandang (1:1), media III (M3) pasir:pupuk kandang (1:1), dan media IV (M4) tanah. Faktor kedua adalah waktu aplikasi paclobutrazol dengan konsentrasi 100 ppm, terdiri dari kontrol (tanpa perlakuan paclobutrazol), 2 bulan setelah tanam (BST), 3 BST, dan 4 BST. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan uji F. Jika perlakuan berpengaruh nyata pada uji F, dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Model linier yang digunakan pada percobaan ini adalah: Yijk = µ + ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk dimana

Yijk : nilai pengamatan akibat jenis media ke-j, waktu aplikasi paclobutrazol ke-k, dan ulangan ke-i

µ : nilai rataan umum

ui : ulangan ke-i, (i = 1,2,3,4)

αj : pengaruh jenis media ke-j, (j = 1,2,3,4)

βk : pengaruh waktu aplikasi paclobutrazol ke-k, (k = 0,1,2,3)

αβjk : interaksi antara pengaruh jenis media ke-j dengan waktu aplikasi paclobutrazol ke-k

εijk : galat percobaan

Percobaan ini dilakukan dengan wadah polybag dimana masing-masing polybag merupakan satuan pengamatan dari perlakuan jenis media yang dikombinasikan dengan waktu aplikasi paclobutrazol. Setiap kombinasi perlakuan tersebut diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 64 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri atas tiga tanaman sehingga terdapat 192 tanaman.

Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan empat macam, yaitu: media I tanah:pasir:pupuk kandang (1:1:1); media II tanah:pupuk kandang (1:1); media III pasir:pupuk kandang (1:1); dan media IV tanah (Gambar 1a). Setiap satu polybag berisi 24 kg media. Polybag yang telah terisi media kemudian disusun berdasarkan denah Rancangan Acak Kelompok yang telah ditentukan (Gambar 1b).

2. Penanaman Rimpang jahe

Rimpang jahe yang digunakan sebagai benih adalah rimpang yang berumur sembilan bulan dan terbebas dari hama dan penyakit seperti lalat rimpang dan layu bakteri. Rimpang berukuran 50 gram dengan syarat memiliki minimal tiga calon tunas. Rimpang tersebut selanjutnya ditanam sebanyak satu

rimpang/polybag dengan posisi mata tunas mengarah ke atas. Setiap polybag diberi Furadan dengan dosis 5 gram/rimpang untuk mengendalikan rayap. Setelah seluruh rimpang ditanam, Dithane 45 diberikan dengan konsentrasi 2 gram/liter, volume siram sebanyak 1,5 liter/polybag untuk mencegah pertumbuhan cendawan pada media.

Gambar 1. Persiapan media tanam: a) Media dicampur sesuai perlakuan dengan perbandingan 1:1; b) Pengisian polybag dan penyusunan denah rancangan acak kelompok.

3. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi: pemasangan mulsa plastik di bawah polybag, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, khusus untuk hama belalang dilakukan penyemprotan dengan Decis dengan interval waktu 10 hari, penyiangan gulma, dan pemupukan pada tiga bulan pertama sesuai prosedur (SOP) budidaya jahe dari BALITTRO yaitu pada bulan pertama diberi Urea sebanyak 6,4 gram/polybag, SP-36 sebanyak 12,8 gram/polybag, KCl sebanyak 12,8 gram/polybag, bulan kedua diberi Urea sebanyak 6,4 gram/polybag, dan bulan ketiga Urea sebanyak 6,4 gram/polybag (Rostiana et al, 2009).

4. Aplikasi Paclobutrazol

Paclobutrazol 100 ppm diaplikasikan sesuai dengan waktu aplikasi yang terdiri dari kontrol (tanpa pemberian paclobutrazol), 2 BST, 3 BST, dan 4 BST dengan volume siram 500 ml per polybag. Paclobutrazol tersebut diaplikasikan dengan cara disiramkan secara langsung di sekitar rimpang. Aplikasi tersebut diulang setiap dua minggu sekali sehingga total lima kali aplikasi.

5. Pengamatan

Pengamatan dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan pada fase vegetatif dan pengamatan pada fase generatif. Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan setiap dua minggu, sedangkan fase generatif dilakukan setiap tiga hari sejak munculnya tunas generatif (spika) hingga panen.

6. Panen

Panen rimpang dilakukan pada saat tanaman jahe telah berumur sembilan bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar tanaman jahe dari dalam polybag untuk diambil rimpangnya. Rimpang jahe kemudian dibersihkan dari sisa media yang masih melekat.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif tanaman jahe yang terdiri atas:

1. Jumlah tunas: banyaknya tunas yang tumbuh pada ruas rimpang jahe, dihitung setiap dua minggu pada 8-28 minggu setelah tanam (MST).

2. Tinggi tunas: tinggi daun yang diukur 5 cm dari rimpang, diukur setiap dua minggu pada 8-28 MST.

3. Diameter tunas: diameter tunas diukur 5 cm dari rimpang, diukur setiap dua minggu pada 8-28 MST.

4. Jumlah daun: daun pada satu tunas, dihitung setiap dua minggu pada 8-28 MST.

5. Bobot rimpang: ditimbang setelah pemanenan rimpang yaitu pada saat tanaman jahe berumur 9 bulan.

6. Ketebalan rimpang: rimpang sekunder diukur dengan menggunakan jangka sorong.

7. Pembungaan jahe, dengan peubah yang diamati sebagai berikut: a. Waktu pemunculan spika; diamati pada saat spika pertama muncul.

b. Jumlah spika, diameter spika, panjang spika, tinggi tangkai spika, dan jumlah braktea/spika.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Curah hujan rata-rata harian selama bulan Agustus – Oktober 2010 berturut-turut sebesar 25 mm, 24 mm, dan 23 mm. Curah hujan rata-rata harian turun pada bulan November dan Desember 2010 menjadi 12 mm dan 9,5 mm sedangkan pada bulan Januari – April 2011 berturut-turut sebesar 11 mm, 6,5 mm, 12 mm, dan 14 mm. Jumlah hari hujan pada bulan Agustus – Desember 2010 rata- rata 23 – 27 hari hujan sedangkan bulan Januari – April 2011 rata-rata 14 – 17 hari hujan (Lampiran 1).

Tanaman jahe yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas Cimanggu-1 yang berumur 1 bulan di persemaian serta tinggi seragam yang didapat dengan cara menyeleksi benih di persemaian. Pengamatan pertumbuhan vegetatif dan generatif jahe dimulai sejak tanaman berumur 2 bulan sampai 9 bulan. Pemanenan rimpang jahe dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan yang ditandai dengan luruhnya tunas jahe. Pada tahap tersebut dilakukan penimbangan bobot dan pengukuran tebal rimpang.

Organisme pengganggu tanaman (OPT) mulai muncul pada saat tanaman jahe berumur 3 BST, umumnya menyerang bagian tunas dan daun jahe. Beberapa OPT yang berhasil diidentifikasi menyerang tanaman jahe dalam penelitian ini adalah Phyllosticta zingiberi, Pseudomonas solanacearum, Fusarium oxysporium sp zingiberi, ulat penggerek daun, dan walang sangit. Penanganan serangan OPT dilakukan melalui penyemprotan dan penyiraman pestisida kimia. Tanaman yang mati karena serangan OPT disulam dengan tanaman cadangan yang memiliki umur serta perlakuan yang sama dengan tanaman utama.

Pertumbuhan Tajuk Tanaman Jahe

Pengaruh interaksi antara media tanam dan waktu aplikasi paclobutrazol terhadap tinggi tunas terjadi hanya saat tanaman berumur 14, 18, dan 20 MST. Pengaruh interaksi perlakuan terhadap diameter tunas nyata pada saat tanaman berumur 10 – 16 MST dan 20 – 28 MST dan terhadap jumlah tunas terjadi saat tanaman berumur 8 – 20 MST (Tabel 3).

Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis pengaruh media tanam dan waktu aplikasi paclobutrazol terhadap pertumbuhan tajuk tanaman

Peubah F-Hitung KK (%)

Media tanam Waktu aplikasi Interaksi Tinggi tunas jahe

8 MST * tn tn 10.12 10 MST ** tn tn 9.94 12 MST ** * tn 10.61 14 MST ** tn * 10.12 16 MST ** tn tn 10.43 18 MST ** tn * 10.71 20 MST ** tn * 11.92 22 MST ** tn tn 12.43 24 MST tn * tn 12.17 26 MST tn tn tn 15.64 28 MST tn tn tn 15.51

Diameter tunas jahe

8 MST * tn tn 7.47 10 MST ** tn * 6.55 12 MST ** tn ** 6.65 14 MST ** tn ** 6.57 16 MST tn tn * 8.12 18 MST * tn tn 8.81 20 MST tn tn ** 7.46 22 MST tn tn * 7.90 24 MST tn tn ** 7.97 26 MST tn * * 11.49 28 MST tn tn * 11.50 Jumlah daun 8 MST tn tn tn 10.82 10 MST tn * tn 10.24 12 MST tn tn tn 8.39 14 MST ** tn tn 12.84 16 MST * tn tn 9.28 18 MST tn tn tn 11.75 20 MST tn tn tn 10.89 22 MST tn tn tn 13.06 24 MST tn * tn 9.23 26 MST tn * tn 14.34 28 MST tn * tn 14.13 Jumlah tunas 8 MST ** ** * 18.25 10 MST ** ** * 20.98 12 MST ** ** * 19.38 14 MST ** ** * 17.07 16 MST ** ** * 20.22 18 MST ** ** * 19.63 20 MST ** * * 22.24 22 MST ** * tn 25.70 24 MST tn tn tn 43.32 26 MST * tn tn 38.50 28 MST * tn tn 40.90

Keterangan: tn (tidak nyata), * (nyata pada α=5%), ** (nyata pada α=1%), KK (koefisien

Hasil rekapitulasi tersebut juga menunjukkan adanya pengaruh tunggal perlakuan media tanam dan waktu aplikasi paclobutrazol terhadap pertumbuhan vegetatif jahe. Pengaruh media tanam terhadap tinggi tunas terjadi saat 8 – 22 MST lebih kuat daripada pengaruh interaksi kedua perlakuan. Jumlah daun dipengaruhi media tanam hanya pada 14 dan 16 MST. Waktu aplikasi paclobutrazol memberikan pengaruh terhadap tinggi tunas pada 12 dan 24 MST, diameter tunas pada 26 MST, jumlah daun pada 10 MST dan 24 – 28 MST, serta jumlah tunas pada 8 – 22 MST.

Secara umum tanaman jahe memiliki pertumbuhan yang relatif seragam. Pengaruh interaksi kedua perlakuan hanya nyata terhadap diameter tunas dan jumlah tunas pada awal pertumbuhan tanaman.

Tinggi Tunas Jahe

Hasil pengamatan tinggi tunas menunjukkan bahwa perlakuan media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada 8 MST – 22 MST. Tinggi tunas dari tanaman pada media tanah lebih pendek dibandingkan tiga media yang lain pada 10 – 22 MST, sedangkan pada 24 – 28 MST keempat media memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tunas (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh media tanam terhadap tinggi tunas jahe (cm) pada 8 – 28 MST Umur tanaman (MST) Media tanam

M1 M2 M3 M4 8 37.85ab 39.14a 38.49a 35.24b 10 49.29a 49.25a 48.02a 43.73b 12 54.98a 55.86a 52.79a 46.80b 14 61.12a 61.72a 57.41a 51.84b 16 65.42a 66.55a 62.74a 55.79b 18 66.54a 67.75a 63.67a 57.99b 20 67.99a 68.47a 64.82a 58.49b 22 68.47a 69.80a 65.34ab 60.19b 24 66.07 71.36 66.10 63.28 26 67.61 69.23 66.24 60.14 28 68.10 69.50 66.71 60.46

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

M1: tanah:pasir:pupuk kandang (1:1:1); M2: tanah:pupuk kandang (1:1); M3: pasir:pupuk kandang (1:1); M4: tanah.

Pada 26 – 28 MST, tinggi tunas pada semua tanaman tidak berubah. Hal ini memberi indikasi bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman sudah berhenti. Tajuk tanaman secara perlahan akan luruh dan pada saat seluruh tajuk sudah luruh, panen dilaksanakan (Paimin dan Murhananto, 1999). Secara umum, tinggi tanaman maksimum dalam penelitian ini lebih rendah daripada yang diperoleh Lesmana (2008) yang menyatakan bahwa rataan tunas jahe tertinggi terjadi pada 8 bulan setelah tanam (BST) dengan media tanah:pasir:pupuk kandang dengan perbandingan 3:1:1 sebesar 73,61 cm.

Pertumbuhan tinggi tunas jahe pada media tanah lebih lambat dibandingkan dengan tiga perlakuan media yang lain. Hal tersebut diduga karena rendahnya unsur hara yang terkandung pada media tanah sehingga pertumbuhan tanaman jahe tidak maksimum. Penambahan pupuk kandang pada ketiga media yang lain menyebabkan terjadinya peningkatan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan vegetatif tanaman jahe.

Penelitian Muslihat (2003) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dengan komposisi yang tepat menjadikan tanah seimbang secara fisik, kimia maupun biologi, berpengaruh terhadap porositas, aerasi dan persediaan air dalam tanah, membentuk agregat tanah yang mantap, menyerap bahan yang bersifat racun seperti alumunium (Al), besi (Fe), dan mangan (Mn) serta meningkatkan pH tanah, dan memperkaya mikro organisme dalam tanah. Kondisi tersebut dapat menunjang ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman sehingga tanaman tumbuh dengan subur.

Waktu aplikasi paclobutrazol secara umum tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas, kecuali pada 12 dan 24 MST (Tabel 5). Saat tanaman berumur 12 MST, tanaman kontrol menghasilkan tunas yang terendah. Diduga pemberian paclobutrazol di awal pertumbuhan vegetatif (2 BST) tidak menurunkan pertumbuhan vegetatif. Perbedaan tinggi tunas pada 12 MST tidak sepenuhnya disebabkan oleh aplikasi paclobutrazol, karena pada saat itu tanaman yang seharusnya diberi perlakuan paclobutrazol 4 BST belum mendapat

Dokumen terkait