• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian dan Fungsi Bank

Menurut Kasmir (2012:3), dalam bukunya “Dasar-dasar Perbankan” menyatakan bahwa : “Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegitannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya.”

Menurut Abdurahman dalam Abdullah dan Francis, (2013:2), menyatakan bahwa: “Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain.”

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dalam pasal 1 angka 2, disebutkan bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Menurut Latumaerissa (2013:135), fungsi bank adalah sebagai berikut:

a. Agent of Trust

Fungsi ini menunjukan bahwa aktivitas intermediary yang dilakukan oleh dunia perbankan dilakukan berdasarkan asas kepercayaan, artinya kegiatan pengumpulan dana yang dilakukan oleh bank tentu harus didasari rasa percaya dari masyarakat terhadap kredibilitas dan eksistensi dari masing-masing bank yang bersangkutan. Kepercayaan itu berkaitan dengan masalah keamanan dana masyarakat yang ada di bank.

b. Agent of Development

Agent of Development, yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi disuatu negara. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut antara lain memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepas dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

c. Agent of Service

Industri perbankan adalah lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan maupun jasa nonkeuangan. Sebagai bank, disamping

memberikan pelayanan jasa keuangan, bank juga turut serta dalam memberikan jasa pelayanan lain seperti jasa transfer, jasa kotak pengaman (Safety Box), inkaso (collection), dan lain sebagainya.

2. Pemasaran Jasa

Definisi dari pemasaran jasa yang dikutip oleh Kotler dan Keller dalam Fandy Tjiptono (2009;4) pemasaran jasa adalah setiap tindakan jasa adalah perbuatan tersebut dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Menurut Lovelock dan Gummesson (2011;36) pemasaran jasa mendefinisikan bahwa service (pelayanan) adalah sebuah bentuk jasa dimana para nasabah atau konsumen dapat memperoleh manfaat melalui nilai jasa yang diharapkan. Konsep pemasaran jasa secara sederhana sebagai usaha untuk mempertemukan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan calon nasabah yang akan menggunakan jasa tersebut, oleh karena itu produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu atau perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah.

Rismiati (2005;270) mendefinisikan pemasaran jasa adalah kegiatan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang tidak berwujud (intangible) serta tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu. Melihat pendapat dari para ahli diatas, peniliti menyimpulkan bahwa pemasaran jasa adalah proses setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan dan diberikan oleh suatu pihak yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible).

a. Menurut Payne dalam Jasfar (2012:6) karakteristik jasa yaitu sebagai berikut: Tidak berwujud. Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Artinya, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi, atau disentuh, seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.

b. Tidak dapat dipisahkan. Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Artinya, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya sehingga konsumen melihat dan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.

c. Heteregonitas. Jasa merupakan variabel nonstandard dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut. Tidak tahan lama.

d. Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa, di mana konsumen membeli jasa tersebut.

3. Karakteristik Pemasaran Jasa

Menurut Payne dalam Jasfar (2012:6) karakteristik jasa yaitu sebagai berikut:

a. Tidak berwujud, jasa yang bersifat abstrak dan tidak berwujud. Artinya, jasa tidak dapat dilihat atau dirasakan, dicicipi, disentuh, seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.

pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Artinya, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya sehingga konsumen melihat dan ikut “ambil bagian” dalam proses produksi tersebut.

c. Heteregonitas, jasa merupakan variabel nonstandar dan sangat bervariasi. Artinya karena jasa itu merupakan suatu unjuk kerja, tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.

d. Tidak tahan lama, jasa tidak mungkin disimpan pada persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan atau dijual kembali kepada orang lain, dan

dikembalikan

kepada produsen jasa, di mana konsumen membeli jasa.

Menurut Nasution (2004:8) terdapat empat karakteristik pemasaran jasa yang perlu diketahui dalam pemasaran jasa yaitu:

a. Intagibillty (tidak berwujud)

Jasa bersifat tidak berwujud (intagibillty), artinya tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya. Apabila mereka belum membelinya. Nilai tidak berwujud dari jasa dapat berupa kenikmatan, rasa aman, serta kepuasan. Untuk mendapatkan semua itu biasanya konsumen akan mencari terlebih dahulu informasi dari jasa yang akan digunakan seperti lokasi, harga, serta bentuk pelayanan yang akan diberikan.

b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)

Tidak dapat dipisahkan (inseparability), artinya jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya. Yaitu perusahaan jasa yang menghasilkan konsumen yang menggunakan jasa tersebut, interaksi antara penyedia jasa dengan konsumen dapat terjadi ketika jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika konsumen membeli suatu jasa maka mereka akan berhadapan laangsung dengan sumber penyedia jasa.

c. Variabillity atau heterogeneity (berubah-ubah)

Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung siapa yang menyediakannya kapan dan dimanapun penyaji jasa tersebut dilakukan. Konsumen sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan suatu jasa biasanya akan dimintai pendapat oleh orang lain, karena penyedia jasa akan terus berlomba untuk menawarkan jasa dengan kualitas yang baik agar menciptakan kepuasan dari konsumennya.

d. Perishabbility (tidak tahan lama)

Jasa tidak dapat disimpan sehingga tidak dapat dijual pada masa yang akan mendatang. Dalam hal ini jasa berbeda dengan barang, karena biasanya barang dapat disimpan dan digunaka berulang kali, maka tidak dengan jasa, apabila jasa tidak langsung digunakan maka jasa tersebut akan begitu saja. Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa tergantung dari permintaan pasar yang berubah.

Menurut Kotler dan Armstrong (2012:260) menjelaskan bahwa jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi

rancangan program yaitu:

a. Tidak Berwujud, jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium,atau menggunakan indra lainnya sebelum jasa itu dibeli. Inilah yang membedakan antara jasa dengan hasil produksi produk perusahaan. Penampilan suatu barang jasa diwakili oleh wujud tertentu seperti perbuatan, penampilan, atau sebuah usaha lainnya yang tidak dapat disimpan, dipakai, atau ditempatkan di suatu tempat yang kita inginkan. Wujud inilah yang dapat membentuk pengalaman dan mempengaruhi kepuasan konsumen. Hal inilah yang membuat sulit unruk mengevaluasi suatu produk layanan. Oleh karena itu, tugas perusahaan adalah untuk memberikan pelayanan yang nyata pada satu atau lebih cara dan mengirimkan sinyal yang tepat tentang kualitas perusahaan.

b. Tidak Terpisahkan, jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia pelayanannya, baik itu kepada orang maupun mesin. Jika seorang karyawan memberikan pelayanan, maka karyawan menjadi bagian dari pelayanan tersebut Karena pelanggan juga turut hadir pada saat jasa dihasilkan. Jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan, dan baru kemudian dikonsumsi, jasa biasanya dijual terlebih dulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan atau dipisahkan.

c. Bervariasi, jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta dimana jasa itu dilakukan. Misalnya jasa yang diberikan oleh suatu bank. Walaupun setiap bank mempunyai

standaryang sama, tetapi jasa yang diberikan akan bervariasi. Hal ini membuktikan bahwa kualitas pelayanan karyawan bervariasi sesuai dengan tenaga dan pemikirannya pada saat bertemu dengan pelanggan.

d. Tidak Tahan Lama, suatu jasa tidak dapat disimpan untuk dipakai 4. Kualitas Jasa Dan Kepuasan Nasabah

a. Kualitas Jasa

Kualitas jasa sering didefinisikan sebagai usaha pemenuhan dari keinginan nasabah serta ketepatan penyampaian jasa dalam rangka memenuhi harapan nasabah.

Wyckof dalam Tjiptono (2005:260) berpendapat bahwa kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dalam pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan nasabah. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service).

Tjiptono (2000:51) Dan untuk berbagai jasa upaya yang telah dikembangkan untuk merumuskan ukuran seperti itu. Pada dasarnya, didefinisikan “kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan”.

Menurut Parasuraman dalam Sangidji dan Sopiah (2013:10) mendefinisikan kualitas jasa sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan nasabah. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan

kebutuhan dan keinginan para pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan para nasabah.

b. Kepuasan Nasabah

Menurut Tjiptono (2000:89) Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin yaitu “satis” (cukup baik dan memadai) sedangkan “facio” (melakukan dan membuat), sehingga secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu.

Menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2014:228) Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk jasa yang diterima sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut Kotler dan Amstrong (2004) dalam Jasfar (2012:21) menyatakan bahwa terdapat empat perangkat untuk mengukur kepuasan nasabah adalah sebagai berikut:

1) Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system). Sebuah perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan biasanya mengediakan formulir, kotak saran, nomor telepon dengan nomor gratis sehingga memudahkan nasabahnya untuk memberikan saran dan keluhan. Perusahaan juga mempekerjakan karyawan khusus untuk segera menangani keluhan pelangganya sehingga masalah dapat diselesaikan dengan cepat.

2) Survei kepuasan nasabah (customer satisfaction survey). Perusahaan melaksanakan survei secara berkala kepada pelanggan di berbagai tempat untuk mengetahui apakah mereka merasa puas dengan apa yang ditawarkan oleh perusahaan, melalui pembagian kuesioner atau dengan wawancara secara langsung, melalui telepon, atau melalui

email. Hal ini dilakukan untuk memperoleh umpan balik secara langsung dari nasabah. nasabah akan lebih segan terhadap perusahaan karena merasa diperhatikan oleh perusahaan tersebut. 3) Menyamar berbelanja (ghost shopping). Perusahaan menempatkan

karyawannya bertindak sebagai pembeli potensial dengan tujuan untuk mengetahui apakah produk atau jasa yang diberikan sesuai dengan standar perusahaan dan melaporkan hasil temuan tentang kekuatan dan kelemahan ketika membeli produk atau jasa perusahaan bahkan yang dimiliki oleh pesaingnya.

4) Analisis nasabah yang hilang (customer loss rate analysis). Perusahaan melakukan analisis penyebab dari para nasabah yang berhenti membeli atau berganti ke perusahaan lainnya. Perusahaan menghubungi secara langsung nasabahnya untuk mengetahui penyebab hal tersebut sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijaka perbaikan dimasa kini dan masa yang akan datang, serta tentu saja diharapkan nasabahnya selalu loyal terhadap perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan nasabahnya adalah besarnya perbandingan antara harapan konsumen dengan apa yang dirasakan secara nyata dengan hasil kinerja yang dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen.

Adapun indikator kepuasan nasabah menurut Tjiptono (2014: 368-369) yaitu:

1) Kepuasan nasabah keseluruhan (overall customer satisfaction)

menanyakan kepada nasabah seberapa puas mereka dengan produk atau jasa suatu perusahaan. Penilaiannya meliputi mengukur tingkat kepuasan nasabah terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan serta membandingkan dengan tingkat kepuasan nasabah terhadap perusahaan pesaing.

2) Dimensi kepuasan nasabah

Kepuasan nasabah diukur dengan empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi kunci kepuasan nasabah. Kedua meminta nasabah menilai produk atau jasa perusahaan. Ketiga, meminta nasabah menilai produk atau jasa perusahaan pesaing berdasarkan item yang sama. Dan keempat, meminta para nasabah untuk menentukan dimensi yang penting dalam menilai kepuasan pelanggan.

3) Konfirmasi harapan (confirmation of expectations)

Kepuasan diukur berdasarkan kesesuaian atau ketidak sesuaian antara harapan nasabah dengan kinerja produk atau jasa perusahaan.

4) Bersedia untuk merekomendasi (willingness to recommend)

Kesediaan nasabah untuk merekomendasikan produk atau jasa kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran penting untuk dianalisis dan ditindak lanjuti dalam kasus pembelian produk atau jasa yang pembeliannya relatif lama.

5) Ketidakpuasan nasabah (customer dissatisfaction)

Ketidakpuasan nasabah meliputi complain, pengembalian produk, biaya garansi, penarikan produk, dan konsumen yang beralih ke pesaing.

c. Metode Pengukuran Kepuasan Nasabah

Menurut Kotler dan Keller (Tjiptono, 2014: 369-370), untuk mengukur Kepuasan nasabah ada empat metode yaitu sebagai berikut.

1) Sistem keluhan dan saran

Setiap perusahaan yang berpusat pada nasabah hendaknya memberi kesempatan kepada nasabahnya untuk menyampaikan keluhan, kritik dan saran kepada perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai media seperti kotak saran, telepon layanan konsumen, dan kartu komentar. Dari informasi tersebut, perusahaan dapat dengan cepat memperbaiki masalah-masalah yang ada sehingga tidak lagi mengganggu kenyamanan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa perusahaan.

2) Ghost atau mystery shopping

Ghost atau mystery shopping dilakukan dengan cara menerapkan beberapa orang untuk bertindak menjadi nasabah yang potensial perusahaan dan pesaing. Tujuannya untuk menggali informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan itu sendiri dan perusahaan pesaing. Selain itu bertugas juga untuk mengetahui secara langsung bagaimana kinerja karyawan.

3) Lost customer analysis

Perusahaan setidaknya menghubungi dan menanyakan kepada nasabah yang telah berhenti membeli produk atau jasa dan beralih kepada pesaing, agar perusahaan dalam mengetahui permasalahan dan dapat segera memperbaikinya.

4) Survei kepuasan nasabah

mengukur kepuasan nasabah. Dengan metode ini, perusahaan dapat memperoleh tanggapan dan umpan balik dari pelanggan.

d. Teknik Pengukuran Kepuasan Nasabah

Metode survei. Metode survei kepuasan nasabah dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

1) Directly reported satisfaction yaitu pengukuran kepuasan nasabah secara langsung dengan menanyakan tingkat kepuasan nasabah terhadap suatu produk atau jasa perusahaan.

2) Derives dissatisfaction yaitu dengan menanyakan langsung kepada responden antara harapan dengan kenyataan terhadap produk/jasa perusahaan.

3) Problem analysis yaitu dengan meminta responden untuk menuliskan masalah-masalah yang dihadapi dan menulis saran untuk perbaikan-perbaikan.

4) Importance atau performance analysis atau performance ratings yaitu dengan meminta responden untuk merangking elemen-elemen berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.

Menurut Tse dan Wilton (Sunyoto, 2013: 38) untuk mengukur kepuasan nasabah adalah sebagai berikut:

Kepuasan nasabah = f (expectations, perceived performance)

Dari persamaan tersebut ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan nasabah yaitu expectation dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectation maka nasabah akan memperoleh kepuasan, jika sebaliknya nasabah tidak akan memperoleh

kepuasan. Untuk itu perceived performance diharapkan melebihi expectation sehingga menciptakan kepuasan nasabah.

Sunyoto (2013: 39). Selain itu, dapat juga digunakan skala pengukuran untuk menentukan tingkat kepuasan nasabah. Skala pengukuran ada yang 2 point, 4 point, 5 point, sampai 7 point. Contoh skala 1 sampai 5 yaitu dari sangat tidak memuaskan, tidak memuaskan, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Dengan terciptanya kepuasan nasabah maka akan memberikan dampak positif bagi perusahaan tersebut antara lain hubungan antara perusahaan dan nasabah menjadi harmonis, meningkatnya pembelian ulang, terciptanya promosi dari mulut ke mulut oleh nasabah.

5. Kualitas Layanan

Kualitas Layanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Tjiptono (2007), kualitas layanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata diterima. Dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau dinginkan terhadap pelayanan suatu perusahaan.

Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarkan tida berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Layanan merupakan perilau konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan

sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya tinggi pembelian ulang yang lebih sering, kualitas mengartikan secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang cara penyampainnya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut:

a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

Dari definisi tentang kualitas layanan dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas layanan merupakan segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna untuk memenuhi harapan servis yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan yang ditunjukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen.

Adapun indikator dari kualitas layanan menurut Parasuraman (2016:137) yaitu:

1. Reability, kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan handal dan akurat. Dalam arti luas berarti perusahaan memberikan janji tentang penyediaan, penyelesaian masalah dan harga.

2. Assurance, pengetahuaan, sopaan santun, dan kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan. Dimensi ini mungkin akan sangat penting pada jasa layanan yang memerlukan tingkat kepercayaan yang cukup tinggi.

3. Tangible, berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, staff dan

bangunannya. Dimensi ini menggambarkan wujud secara fisik dan layanan yang akan diterima oleh konsumen.

4. Empathy, kepeduliaan dan perhatian secara pribadi yang diberikan kepada nasabah. Inti dari dimensi empati adalah menunjukkan kepada nasabah melalui layanan yang diberikan bahwa nasabah itu spesial, dan kebutuhan mereka dapat dimengerti dan dipenuhi.

5. Responsiveness, dengan kesedian dan kemampuan para karyawan untuk membantu para nasabah dari merespon permintaan mereka, serta

menginformasikan kapan saja akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

B. Tinjauan Empiris

Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan factor-faktor yang mempengaruhi kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah pada Bank BRI Cabang Kabupaten Bulukumba adalah sebagai berikut : 1. Chusnul Chotimah (2014). Dengan judul “Pengaruh produk, layanan,

promosi dan lokasi terhadap masyarakat memilih Bank Syariah Di Surakarta”. Hasil penelitian menunjukkan pelayanan dan lokasi berpengaruh terhadap masyarakat memilih Bank Syariah. Sedangkan produk dan promosi tidak berpengaruh terhadap masyarakat memilih Bank Syariah.

2. Karendita Dayri Prawira (2020). Dengan judul “Analisis Kualitatif Faktor-faktor Penentu Kepuasan Nasabah PT.OSO Sekuritas Indonesia Cabang Galeri Universitas MH. Thamrin”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan persepsi para nasabah, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah di PT. OSO sekuritas cabang galeri Universitas MH. Thamrin yaitu relasi yang baik antara karyawan dengan nasabah, ketepatan dalam memuaskan keinginan nasabah (responsiveness) juga

fasilitas yang memadai di Galeri Investasi. Strategi inilah yang akan selalu ditingkatkan oleh para karyawan untuk memberikan kepuasan nasabah dalam jangka panjang.

3. Maslakatus Solikah (2020). Dengan judul “Pengaruh Automatic Teller Machine (ATM) dan Mobile Banking Terhadap Kepuasan Nasabah Pada Bank BRI Syariah KC Madiun”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) ATM berpengaruh positif dan signifikan secra persial terhadap kepuasan nasabah, semakin baik fasilitas ATM maka semakin baik juga keouasan nasabahnya. 2) M-Banking berpengaruh positif dan signifikan secara persial terhadap kepuasan nasabah, semakin baik fasilitas Banking maka semakin baik juga kepuasan nasabahnya. 3) ATM dan M-Banking berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan nasabah, semakin baik fasilitas ATM dan M-Banking maka semakin baik juga kepuasan nasabahnya.

4. Abd. Khaliq Hs. Pandipta (2020). Dengan judul “Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabh BRI Unit Mapane”. Hasil penelitian yang dilakukan maka dalam pertanyaan mengenai ketepatan pada proses penyelesaian urusan yang diberikan pegawai kantor BRI Unit Mapane berdasarkan tanggapan responden yang menyatakan kurang tepatnya dan mengenai cepatnya proses penyelesaian urusan yang diberikan pegawai BRI Unit Mapane kepada masyarakat menyatakan kurang cepat, mengenai murahnya biaya pelayanan yang diberikan pegawai BRI Unit Mapane menyatakan murah dan mengenai keramahn dan kesopanan pegawai BRI Unit Mapane dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat menyatakan ramah. Faktor yang menjadi penghambat dalam kualitas

pelayanan publik pada kantor BRI Unit Mapane yaitu pegawai BRI Unit Mapane yang kurang informasi dan fasilitas sarana dan prasarana yang

Dokumen terkait