• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan Harga Saham 1. Nilai Tukar Rupiah

2.1.2.2. Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reelly and Brown, 1997). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sertifikat ekuitas atau hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang hanya dibenarkan jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dan penambahan modal tersebut (Riyanto, 1995). Suku bunga yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah. Suku bunga yang rendah akan

merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat.

Dalam dunia Industri, suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sering diidentikkan dengan aktiva yang bebas resiko artinya aktiva yang resikonya nol atau paling kecil. Hasil penelitian Haryanto (2007) membuktikan bahwa besarnya suku bunga SBI mempengaruhi resiko sistematik saham Suku bunga Bank Indonesia merupakan patokan dalam menentukan besarnya bunga kredit dan tabungan. Suku bunga SBI yang tinggi tidak menggairahkan perkembangan usaha-usaha karena mengakibatkan suku bunga bank yang lain juga tinggi. Sehingga rendahnya suku bunga SBI mengandung risiko lesunya ekonomi. Hal ini mengakibatkan tingginya risiko berinvestasi di pasar modal.

SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI bertujuan menjaga kestabilan nilai rupiah dengan mengurangi jumlah uang promer yang berlebihan dipasar.

Besarnya tingkat suku bunga SBI akan berpengaruh pada besarnya tingkat suku bunga perbankan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Suku bunga perbankan dianggap

Dalam penelitian suku bunga yang digunakan adalah nilai suku bunga SBI dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010.

2. 1.2.3. Inflasi

Inflasi adalah peningkatan secara umum dari harga-harga barang dan jasa, yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, atau pengurangan daya beli dari mata uang negara tersebut. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam perekonomian ada kekuatan tertentu yang menyebabkan tingkat harga melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kembali harga berlangsung terus menerus secara perlahan.

Peristiwa yang cenderung mendorong naiknya tingkat harga disebut gejolak inflasi (Lipsey. 1992). Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada (i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii) kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin, 2000). Inflasi Inti adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor fundamental, Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga BBM Listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi barang dan jasa.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta pruduk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity

effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional

masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000), yaitu 1. Efek terahadap Pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keutungan dengan inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects).

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dan barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek terhadap Output (Output Effects).

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper Inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi nilai uang riil turun dengan drastis masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter dan biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output, tetapi bisa dibarengi dengan kenaikan output, dan juga dibarengi dengan punurunan output.

Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan investor mengharapkan tingkat return yang lebih tinggi untuk mendapatkan real return yang tetap, dimana real return adalah selisih dari return yang didapat oleh investor dengan inflasi yang terjadi di negara tersebut. Bila return yang didapat di negara tersebut dianggap sudah tidak lagi menguntungkan bagi investor maka akan menimbulkan kemungkinan larinya modal keluar negeri yang tentunya akan merugikan kondisi di dalam negeri. Ada juga investor yang beranggapan bahwa investasi di Pasar Modal adalah perlindungan nilai uangnya terhadap inflasi, sehingga kenaikan inflasi akan meningkatkan investor tersebut dalam berinvestasi di Pasar Modal.

2.1.3. Pengaruh Kurs Rupiah -USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan

Dokumen terkait