TESIS
Oleh
A M B O E N R E
097017034/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
A M B O E N R E
097017034/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HARGA SAHAM SEKTORAL DI BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : A m b o E n r e Nomor Pokok : 097017034
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi pembimbing
( Dr. B a s t a r i, MM, Ak ) ( Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak ) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. B a s t a r i, MM, Ak
Anggota : 1. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA
3. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak
“Pengaruh Kurs Rupiah – USD, Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap indeks
Harga saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia’
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan , 22 November 2011
Yang Membuat Pernyataan,
Tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh Kurs Rupiah-USD, Tingkat
Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2007 sampai Desember 2010.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, metode pemilihan sampel adalah purposive sampling. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan metode analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data dengan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurs Rupiah-USD dan Tingkat Suku Bunga SBI sama-sama berpengaruh negatif signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate, sedangkan Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate.
Kata Kunci : Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi dan Indeks Harga Saham Sektoral
The purpose of this study was to analyze the Influence of IDR – USD exchange rate, SBI interest rate and Inflation on the movement of Sectoral Share Price Index of Property and Real Estate sectors at the Indonesia Stock Exchange within the period of Januari 2007 to December 2010.
The data used in this study were secondary data obtained from Bank Indonesia and the Indonesia Stock Exchange. The samples for this study were selected through purposive sampling technique. Before the hypothesis was analyzed through multiple regression analysis method, the data were first tested by means of classic assumption test.
The result of this study revealed that simultaneously IDR – USD exchange rate and SBI interest rate had negative influence on the movement of Sectoral Share Price Index of Property and Real Estate Sectors, while Inflation did not have significant influence on the movement of Sectoral Share Price index of Property and Real Estate Sectors.
Keywords : IDR – USD Exchange Rate, SBI Interest Rate, Inflation, Sectoral Share
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, yang mana berkat Rahmat dan
petunjuk-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Kurs
Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi Terhadap Pergerakan Indeks Harga
Saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia.
Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak memperoleh bantuan, dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan dalam
proses pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku ketua Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Anggota
komisi pembanding, yang telah banyak memberikan bimbingan dan kemudahan
dalam proses pendidikan di Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana di
Universitas Sumatera Utara, serta masukan yang berguna untuk perbaikan tesis ini.
4. Bapak Dr. Bastari, MM, Ak, sebagai pembimbing Utama, dan Bapak Arifin
Akhmad, M.Si, Ak, sebagai anggota pembimbing, yang banyak memberikan
5. Ibu Dra, Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, AK, dan Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA. Ak
selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan yang
berguna untuk perbaikan tesis ini.
6. Bapak Andri Hidayat, M.Kes, Apt, selaku Regional Head I PT. Prodia
Widyahusada, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi sehingga
selesai penulisan tesis ini.
7. Seluruh Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademik,
khususnya rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Akuntansi.
8. Keluarga Besar (Alm) H. Sahabuddin dan Ibunda Hj. Hamdana serta Keluarga
(Alm) Yose Rizal dan Nurhaedah Harahap yang telah banyak memberikan doa
serta dukungan moril sehingga selesai penulisan tesis ini.
9. Isteri tersayang Yenni Sari, S.Pd yang dengan segala ke ikhlasannya memberikan
dukungan, waktu dan perhatian kepada penulis, serta anak-anakku tersayang Debby
Tamara Enre dan Ricky Irfan Enre yang telah memberikan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
10.Rekan-rekan Angkatan XVII khususnya Razali, Aston, Sigit, Eky, Uswa, Fitri dan
seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan motivasi dan semangat dalam penulisan ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua
yang telah memberikan bantuan dan perhatian kepada penulis ketika masa kulliah dan
sempurna, namun diharapkan akan berguna bagi semua pihak khususnya bagi
pengembangan serta penelitian di bidang Pasar Modal.
Medan, 22 November 2011
Penulis
vi N a m a : A m b o E n r e
Tempat dan Tanggal Lahir : Maros, SulSel. 09 Mei 1964
Jenis Kelamin : Laki-laki
A g a m a : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Nama Orang Tua
- A y a h : H. Sahabuddin
- I b u : Hj. Hamdana
Alamat Rumah : Jl. Bajak I ( Komp. Perumahan Suka Cipta ) No. 7
Medan
Pendidikan
1. Tahun 1971-1976 : SD Negeri No. 1 Camba – Maros
2. Tahun 1977-1981 : SMP Negeri Camba – Maros
3. Tahun 1981 – 1984 : SMA Ampera Ujungpandang
4. Tahun 1984 – 1987 : AKPER Depkes RI Ujungpandang
5. Tahun 1989 -1994 : Fakultas Ekonomi UMA
6. Tahun 2009 – 2011 : Sekolah Pasca Sarjana USU Program Studi Ilmu
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB.1 PENDAHULUAN ...…... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Rumusan Masalah ...…. 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Originalitas... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Landasan Teori ... 12
2 .1.1. Indeks Harga Saham Gabungan ...…… 12
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan Harga Saham... 17
. 2.1.3. Pengaruh Kurs Rupiah-USD, tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham....….... 24
2.2. Tinjauan Penelitian Terhadahulu ... 27
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 29
3.1. Kerangka Konsep ………...…... 29
3.2. Hipotesis Penelitian ………...…...…... 31
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 32
4.2. Lokasi Penelitian ... 32
4.3. Populasi dan Sampel penelitian ... 32
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 34
4.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran variabel ..……….. 34
4.6. Metode Analisa Data... 36
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …...………... 41
5.1. Deskripsi Variabel Penelitian...………...……..…. 41
5.1.1. Statistik Deskriptif………...……..… 48
5.1.2. Analisa Data ………...….. 49
5.1.2.1. Uji Asumsi Klasik………...……. 49
5.1.2.2. Uji Statistik hasil Estimasi Model ………... 54
5.2. Pengujian Hipotesis………...…………... 55
5.3. Pembahasan Hasil Penelitian... 57
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………....………... 60
6.1. Kesimpulan ………...………….. 60
6.2. Keterbatasan penelitian………...………... 60
6.3. Saran... ………...………. 61
1.1. Perkembangan Indeks harga saham gabungan tahun 1994-2009... 4
1.2. Perubahan Indeks Sektoral dari Desember 2008 ke Tahun 2009... 7
2.1. Tinjauan Penelitian terdahulu... 28
3.1. Imdeks harga Saham gabungan Lima Negara Asean Tahun 2005-2009.... 30
4.1 Daftar Perusahaan Sampel ... 33
4.2. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel... 35
5.1. Perkembangan Kurs Rupiah – USD Januari 2007 – Desember 2010 ... 42
5.2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Januari 2007–Desember 2010. 44
5.3. Perkembangan Tingkat Inflasi januari 2007 – Desember 2010... 46
5.4. Perkembangan IHS Sektoral Sektor Properti dan Real Estate Januari 2007 Sampai Desember 2010... 47
5.5. Descriptive Statistics... 48
5.6. Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa... 49
5.7. Hasil Uji Multikolonieritas Colrelation... 50
1.1. Perkembangan Indeks Sektor Properti dan Real Estate1977-2009.... ... 8
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 29
5.1. Perkembangan Kurs Rupiah– SD Januari 200 –Desember 2010... 41
5.2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Januari 2007 – Desember 2010 43
5.3. Perkembangan Tingkat Inflasi januari 2007 – Desember 2010... 45
5.4. Perkembangan IHS Sektoral Sektor Properti dan Real Estate Januari 2007
Sampai Desember 2010... 47
5.5. Hasil Uji Heterkedastisitas... 51
1. Daftar Populasi dan Perusahaan sampel... 65
2. Data Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estate... 67
3. Data Kurs Rupiah Bank Indonesia... 68
4. Data Suku Bunga SBI... 69
5. Data Inflasi dari Bank Indonesia... 70
Tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh Kurs Rupiah-USD, Tingkat
Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2007 sampai Desember 2010.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, metode pemilihan sampel adalah purposive sampling. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan metode analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data dengan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurs Rupiah-USD dan Tingkat Suku Bunga SBI sama-sama berpengaruh negatif signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate, sedangkan Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate.
Kata Kunci : Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi dan Indeks Harga Saham Sektoral
The purpose of this study was to analyze the Influence of IDR – USD exchange rate, SBI interest rate and Inflation on the movement of Sectoral Share Price Index of Property and Real Estate sectors at the Indonesia Stock Exchange within the period of Januari 2007 to December 2010.
The data used in this study were secondary data obtained from Bank Indonesia and the Indonesia Stock Exchange. The samples for this study were selected through purposive sampling technique. Before the hypothesis was analyzed through multiple regression analysis method, the data were first tested by means of classic assumption test.
The result of this study revealed that simultaneously IDR – USD exchange rate and SBI interest rate had negative influence on the movement of Sectoral Share Price Index of Property and Real Estate Sectors, while Inflation did not have significant influence on the movement of Sectoral Share Price index of Property and Real Estate Sectors.
Keywords : IDR – USD Exchange Rate, SBI Interest Rate, Inflation, Sectoral Share
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Di era globalisasi, hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap
pasar modal karena memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu
negara. Di beberapa negara, pasar modal telah menjadi sumber kemajuan negara
sehingga dengan berkembangnya pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi.
Pasar modal tidak hanya dimiliki negara industri, bahkan banyak
negara-negara sedang berkembang yang juga memiliki pasar modal. Indonesia merupakan
salah satu negara yang telah membuka diri bagi para investor asing.
Perkembangan pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang
semakin pesat sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini
ditunjukkan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi yang ditampilkan pada
tabel 1.1 halaman 4, Nilai IHSG pada mengalami peningkatan hingga 402 persen dan
tahun 2000 (IHSG = 703,483), hingga 2008 ( IHSG 2.830,263) Kondisi ini juga
diikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai IHSG yang semakin tinggi
merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi Indonesia yang semakin
kondusif.
Ada dua pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di
negara Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia.
Kepemilikan asing yang masih mendominasi dengan porsi 60 % kepemilikan saham
global karena kemampuan finansial para pemilik modal tersebut (Tempo Interaktif,
2008), Kedua di bidang Ekspor Impor, Amerika Serikat merupakan negara tujuan
ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20 % - 30 % dari total ekspor
(Deppenin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara
langsung akan mempengaruhi Ekspor Impor negara Indonesia juga.
Dampak lain krisis finansial global adalah dari sisi tingkat suku bunga.
Dengan naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga akan
naik karena Bank Indonesia akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan
meningkat. Pengaruh gabungan antara kurs dollar tinggi dan suku bunga yang tinggi
akan berdampak pada investasi dan sektor rill, dimana investasi sektor rill seperti
properti dan Real Estate serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam hitungan
semesteran akan sangat terganggu. Pengaruhnya pada investasi di pasar modal, krisis
global ini akan membuat orang tidak lagi memilih pasar modal sebagai tempat yang
menarik untuk berinvestasi karena kondisi makro yang kurang mendukung
(Adiwarman, 2008).
Dampak merosotnya rupiah terhadap pasar modal memang dimungkinkan
mengingat sebagian besar perusahaan yang go publik di BEJ mempunyai hutang luar
negeri dalam bentuk Valuta Asing. Disamping itu produk yang dihasilkan oleh
perusahaan publik banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor
tinggi dan kepemilikan saham di bursa efek Indonesia masih didominasi asing.
Merosotnya rupiah di mungkinkan menyebabkan jumlah utang perusahaan dan biaya
Kenaikan tingkat suku bunga akan berdampak negatif terhadap setiap emiten,
karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih
perusahaan. Kenaikan tingkat suku bunga pada Tahun 2008 sebesar 5,66 % dari 8,63
pada tahun 2007 menjadi 9,12 tahun 2008 berakibat turunnya IHSG terendah tahun
2007 = 1.678,044 menjadi 1.111,390 tahun 2008.
Reaksi tingkat Inflasi yang terjadi pada tahun 2008, tidak berdampak langsung
terhadap perkembangan IHSG, inflasi yang terjadi pada tahun 2008 sebesar 4,9 %
atau terjadi penurunan dari tahun 2007 (inflasi = 5,2 %) sebesar -5,77 % tidak
berdampak terhadap perbaikan IHS menjadi lebih baik, begitu juga dengan inflasi
yang terjadi tahun 2009 yang cukup tinggi 10,3 %, terjadi penurunan ISHG sebesar
-10,45 % dari IHSG tertinggi tahun 2008 = 2.830,263 turun menjadi 2.534,356 pada
Tahun 2009.
Krisis ekonomi moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998,
menunjukkan hubungan antara kondisi makro ekonomi terhadap kinerja, dimana
dengan melemahnya nilai tukar rupiah telah berdampak besar terhadap pasar modal di
Indonesia., Setyorini dan Supriadi (2000) mengungkapkan bahwa sejak minggu
kedua bulan Juli 1997, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai tertekan ke
bawah dan di luar perkiraan pada tanggal 1 September1997 melemah sampai 458,97
poin. Penurunan indeks tersebut terus berlangsung seiring dengan merosotnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar dan mencapai titik terendah pada tanggal 15 Desember
1997 sebesar 339,536 poin yang berarti turun sebesar 401,29 poin (54 %) sejak
tanggal 8 Juli 1997 dan lebih rendah lagi pada tahun 1998. IHSG hanya 256,834 poin
Perkembangan IHSG di Indonesia pada tabel 1.1 (halaman 4), menunjukkan
bahwa pasar modal mulai menunjukkan peningkatan dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Pada akhir tahun 1994,
IHSG masih berada pada level 469,640. Meskipun sempat mengalami penurunan
-14,46 % pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 di bandingkan tahun
1994, akan tetapi pada era tahun 2000- an IHSG mengalami pertumbuhan yang luar
biasa, sejak tahun 2004 yaitu 112,98 % dan mengalami level tertinggi pada tahun
2008 sebesar 2.830,263 atau meningkat sebesar 502,65 % di bandingkan penutupan
tahun 1994, dan pada tanggal 9 Desember 2010 IHSG di bursa efek
Indonesia
Tabel 1.1. Perkembangan Indeks Harga Saham GabunganTahun 1994-2009
Rata-rata transaksi hasrian Indeks Harga Saham Gabungan Tahun Volume (Juta) Nilai (Rp. Miliar) Frek (Ribu X)
Tertinggi Terendah Akhir
Kapitalisasi Pasar (Rp. Triliun) Jumlah Emiten 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 21,6 43,3 118,8 311,4 366,9 722,6 652,9 603,2 698,8 967,1 1.708,6 1.653,8 1.805,5 4.225,5 4.282,7 6.089,9 104,0 131,5 304,1 489,4 403,6 598,7 513,7 396,4 492,9 518,3 1.024,9 1.670,8 1.841,8 4.268,9 4.435,5 4.046,2 1,5 2,5 7,1 12,1 14,2 18,4 19,4 14,7 12,6 12,2 15,1 16,5 19,9 48,2 55,9 87,0 612,888 519,175 637,432 740,833 554,107 716,460 703,483 470,229 551,607 693,033 1.004,430 1.192,203 1.805,523 2.810,962 2.830,263 2.534,356 447,040 414,209 512,478 339,536 256,834 372,318 404,115 342,858 337,475 379,351 668,477 994,770 1.171,709 1.678,044 1.111,390 1.256,109 469,640 313,847 637,432 401,712 389,038 676,919 416,321 392,036 424,945 691,895 1.000,233 1.162,635 1.805,523 2.745,826 1.355,408 2.534,356 104 152 215 160 176 452 260 239 168 460 680 801 1.249 1.988 1.076 2.019 217 238 253 282 288 277 287 316 331 333 331 336 344 383 396 398
mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yaitu di tutup pada
level 3.786,097 (BEI, 2010). Hal tersebut di dorong suku bunga perbankan yang terus
menurun, sehingga investor mencari alternatif lain dalam menginvestasikan dana
yang dimilikinya agar memperoleh return yang lebih besar, dan salah satunya adalah
dengan berinvestasi dalam pasar modal.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat
menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi investor. Investasi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu asset selama
periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau peningkatan
nilai investasi ( Suad Husnan, 1998). Investasi dapat berasal dari dalàm dan luar
negeri yang berupa investasi langsung maupun tidak langsung dan mempunyai
tingkat resiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi lainnya,
seperti obligasi, deposito, dan tabungan. Apabila kesempatan investasi mempunyai
tingkat resiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi resiko suatu
kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return)
yang disyaratkan oleh investor (Jogianto, 2000). Saham perusahaan yang go public
sebagi komoditi investasi tergolong beresiko tinggi, karena sifat komoditinya sangat
peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan di luar negeri
maupun dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif
terhadap nilai saham yang ada di pasar saham.
Setiap investor di pasar saham sangat membutuhkan informasi untuk
bahan pertimbangan dalam menyusun strategi dan pengembalian keputusan investasi
di pasar modal. Menurut Cheng (1997), dalam melakukan pemilihan investasi di
pasar modal dipengaruhi oleh informasi fundamental dan tehnikal. Informasi
Fundamental adalah informasi kinerja dan kondisi internal perusahaan yang
cenderung dapat dikontrol, sedangkan informasi teknikal adalah informasi kondisi
makro seperti tingkat pergerakan, suku bunga, nilai tukar mata uang, inflasi, indeks
saham di pasar dunia, kondisi keamanan dan politik. Informasi teknikal sering
digunakan sebagai dasar analisa pasar modal. Jika kondisi indikator makro ekonomi
mendatang diperkirakan jelek, maka kemungkinan besar refleksi Indeks harga saham
menurun, demikian sebaliknya (Robbert Ang, 1977).
Secara garis besar ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap
pergerakan Indeks Harga Saham yaitu faktor domestik, faktor asing dan faktor aliran
modal ke Indonesia. Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor
fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku
bunga, maupun nilai tukar Rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap
dapat berpengaruh terhadap Investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan
indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008) Faktor asing merupakan salah satu
implikasi dan bentuk globalisasi dan semakin terintegrasi pasar modal di seluruh
dunia, Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-bursa yang maju
(developed) terhadap bursa yang sedang berkembang. Selama tiga periode terakhir,
jumlah investor asing mendominasi kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia.
periode terakhir. Kondisi ini yang membuat pasar modal Indonesia rentan atas aliran
dana yang masuk-keluar Indonesia.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor di atas
terhadap Indeks Harga Saham. Selain itu, pasar modal Indonesia yang termasuk
kategori berkembang (emerging) sangat dipengaruhi oleh kinerja indeks saham pada
negara maju (Amerika Serikat dan Cina), sehingga perlu dilihat pengaruhnya
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan termasuk didalamnya adalah
Indeks Sektoral. Indeks sektoral adalah bagian dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG).
Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa indeks sektoral. Kesemua indeks
saham sektoral yang tercatat di BEI di klasifikasi kedalam sembilan sektor, menurut
klasifikasi industri. Kesembilan sektor tersebut adalah Pertanian, Pertambangan,
Industri dasar dan kimia, Aneka Industri, Industri Barang Konsumsi, Properti dan
Tabel 1.2. Perubahan Indeks Sektoral Dari Desember 2008 Ke Tahun 2009
No Indek Tertinggi Terendah Penutup
perubahan dari Des.
2008
Persentase (%)
1 Pertanian 1.931,65 918,87 1.753,09 834,32 90,81 2 Pertambangan 2.328,78 871,00 2.230,18 1.325,80 151,06 3 Industri Dasar 237,93 121,80 273,93 138,95 102,93 4 Ragam Industri 604,60 212,50 601,47 386,53 179,84
5 Konsumsi 671,31 326,84 671,31 344,46 105,39
6 Properti & real estate
166,19 95,17 46,80 43,31 41,85
7 infraktuktur 745,02 444,31 728,53 23,18 48,57
8 Keuangan 318,82 145,59 301,42 125,09 0,94
9 Perdagangan 283,81 143,00 275,76 127,43 85,91
Real Estate, Infrastruktur Utilitas dan Transportasi, Keuangan, Perdagangan Jasa dan
Investasi.
Perkembangan sembilan sektor dari bulan Desember 2008 ke tahun 2009 seperti
terlihat pada tabel 1.2. bahwa perubahan terbesar terjadi pada sektor ragam Industri
yaitu sebesar 179,84 %, dan perubahan yang paling sedikit adalah sektor properti dan
real estate yaitu sebesar 41,85 %. Sektor properti dan real estate sebagai salah satu
sektor yang penting karena merupakan indikator penting untuk menganalisis
kesehatan ekonomi suatu negara. Industri properti juga merupakan sektor yang
pertama memberikan sinyal jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah
negara (Santoso, 2005).
Perkembangan indeks saham sektor properti dan real estate mulai tahun 1996
- 2009 dapat terlihat pada gambar 1.1. di bawah ini.
Sektor properti dan real estate adalah salah satu sektor yang perubahannya
paling sedikit diantara sembilan sektor yaitu sebesar 41,85 %. Serta cakupan indeks
sektoral ada 9 sektor, maka peneliti membatasi pada sektor properti dan real estate
yang akan di teliti, begitu juga dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di
batasi tiga faktor yaitu kurs rupiah terhadap US Dollar, tingkat suku bunga SBI dan
inflasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing
faktor tersebut terhadap investasi yang dilihat dari pergerakan nilai indeks di bursa
Efek Indonesia. Sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan maka dipilih judul
dan penulisan ini adalah Pengaruh Kurs Rupiah - USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan
Inflasi terhadap Indeks Sektoral Sektor Properti dan Real Estate di Bursa Efek
Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh perubahan Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan
Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real
Estate di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan Kurs Rupiah-USD,
Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak
diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral terutama
pengaruh Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap
Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate.
2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan tambahan referensi dan informasi untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai pertimbangan bagi perusahaan, pemerintah dan pihak-pihak yang terkait
dalam mengambil kebijakan mengenai kebijakan yang akan ditempuh
sehubungan dengan pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan
Real Estate.
4. Bagi Investor, dapat memberikan informasi dan masukan yang dibutuhkan oleh
pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak yang terkait lainnya.
1.5. Originalitas
Sampai saat ini penelitian tentang hubungan Kurs Rupiah-USD, Tingkat Suku
Bunga SBI dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan
Real Estate di Bursa Efek Indonesia, masih sangat terbatas, seperti penelitian tentang
faktor fundamental telah dilaksanakan oleh:
1. Suciwati dan Machfoedz (2002) telah meneliti tentang “ Pengaruh resiko nilai
yang terdaftar di BEJ”, menyimpulkan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh
signifikan positif terhadap return saham sebelum terjadi depresiasi dan
berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai tukar rupiah setelah terjadi
depresiasi.
2. Muji dan Mudjilah (2003) telah meneliti tentang “Peranan Profitabilitas, suku
bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal Indonesia selama
krisis ekonomi, menyimpulkan bahwa Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai
tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara
signifikan.
3. Almilia, (2004) telah meneliti tentang “Analisis Faktor-fàktor yang
mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan yang terdaftar di BEJ,
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara inflasi dan financial
distress.
4. Suyanto, (2007) telah meneliti tentang” Analisa pengaruh nilai tukar uang, suku
bunga dan inflasi terhadap return saham sektor properti tahun 2001 - 2005”
menyimpulkan bahwa nilai tukar rupiah dan suku bunga berpengaruh negatif,
sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap return saham.
Peneliti-peneliti yang dikemukakan tersebut, memiliki beberapa perbedaan
dengan penelitian ini, diantaranya tahun penelitian, variabel dependen yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk melihat perubahan
mengenai harga dalam waktu dan tempat yang sama ataupun berlainan. Indeks
adalah ukuran statistik yang biasanya digunakan menyatakan perubahan perubahan
perbandingan nilai suatu variabel tunggal atau nilai sekelompok variabel.
Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan
pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima
fungsi (BEI, 2008) yaitu:
1. Sebagai indikator trend pasar,
2. Sebagai idikator tingkat keuntungan,
3. Sebagai tolak ukuran (brandmark) kinerja suatu portofolio,
4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif,
5. Memfasilitasi perkembangan produk derivatif.
Ada beberapa macam pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan
untuk menghitung indeks, yaitu (1) menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga
saham yang masuk dalam anggota indeks, (2) menghitung (geometric mean) dan
indeks individual saham yang masuk anggota indeks, (3) menghitung rata-rata
(composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek
Indonesia (BEJ, 2008).
Sekarang ini PT. Bursa Efek Indonesia memiliki 8 macam harga saham yang
secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai
salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal (BEJ, 2008). Ke
delapan macam indeks tersebut adalah:
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang
tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
2. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam
masing-masing sektor.
3. Indeks LQ 45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria
likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
4. Jakarta Islamic Index (JlI), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam kriteria
syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi.
5. Indeks Kompas 100, menggunakan saham yang dipilih berdasarkan kriteria
likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
6. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan
utama.
7. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria
papan pengembangan.
8. Indeks Individual, yaitu harga saham masing-masing emiten.
Seluruh indeks yang ada di BEJ menggunakan metode perhitungan yang
Perbedaan utama yang terdapat pada masing-masing indeks adalah jumlah emiten dan
nilal dasar yang digunakan untuk perhitungan indeks. Misalnya untuk indeks LQ 45
menggunakan 45 saham untuk perhitungan indeks sedangkan Jakarta Islamic Index
(JII) menggunakan 30 saham untuk perhitungan indeks melalui display wall di lantai
bursa dan disebarkan ke masyarakat luas oleh data vendor melalui data feed
Indeks Sektoral merupakan bagian dari IHSG. Semua perusahaan yang sektor
tercantum di BEJ di klasifikasikan ke dalam sembilan sektor yang didasarkan pada
klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEJ yang disebut JESICA (Jakarta Stock
Exchange Indurtrial Classification).
a. Kesembilan sektor tersebut adalah Sektor Utama (industri yang menghasilkan
bahan-bahan baku yaitu:
1. Sektor l. Pertanian
2. Sektor 2, Pertambangan
b. Sektor kedua (Industri pengolahan/Manufaktur)
3. Sektor 3, Industri Dasar dan Kimia
4. Sektor 4, Aneka Industri
5. Sektor 5, Industri Barang Konsumsi
c. Sektor ketiga (jasa)
6. Sektor 6, Properti dan Real Estate
7. Sektor 7, Transportasi dan Inftrastruktur
8. Sektor 8, Keuangan
Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan Nilai Dasar
100 untuk setiap sektor dan menggunakan Hari Dasar tanggal 28 Desember 1995.
Disamping kesembilan sektor tersebut, BEI menghitung indeks industri
manufaktur/pengolahan yang mempresentasikan kumpulan saham yang
diklasifikasikan ke dalam sektor 3, sektor 4 dan sektor 5.
Pergerakan indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi,
sehingga dijadikan barometer kesehatan ekonomi di suatu Negara dan Juga sebagai
landasan ana1isis statistik pasar terakhir. Fenomena ekonomi tersebut meliputi mikro
dan makro ekonomi. Fenomena makro ekonomi diantaranya perubahan nilai tukar,
suku bunga, tingkat inflasi. Perubahan harga saham setiap hari perdagangan akan
membentuk IHS angka indeks dibuat sedemikian rupa hingga dapat digunakan untuk
mengukur kinerja saham yang dicatat di bursa efek, dimana return dan risiko pasar
tersebut dihitung, Return portofolio diharapkan meningkat jika IHS cenderung
meningkat, demikian sebaliknya return tersebut menurun jika IHS cenderung
menurun.
Dasar perhitungan indeks adalah jumlah nilai pasar dari total saham yang
tercatat dengan metologi perhitungan menggunakan rata-rata tertimbang nilai pasar
(market value weighted average index) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Indeks = Indeks Harga Saham hari ke INilai Pasar = Rata-rata
tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa efek dikali
dengan harga pasar perlembarnya) dan saham umum dan saham
preferen pada hari ke-1
Nilai Dasar = Sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dan tanggal 10 Agustus 1982
Untuk mengeliminir pengaruh faktor-faktor yang bukan harga saham, nilai
dasar selalu disesuaikan bila terjadi corporate action seperti split saham, dividen
saham, saham bonus, penawaran terbatas dan sebagainya. Dengan demikian indeks
akan benar-benar mencerminkan pergerakan saham saja.
Formula untuk mengukur Nilai dasar adalah
Lama Dasar Nilai Lama
Pasar Nilai
Baru Saham Pasar Nilai + lama Pasar Nilai Baru
Dasar
Nilai = x
Perhitungan Indeks dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan
perdagangan setiap hari. Indeks Harga Saham yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dam Real Estate yang nilainya
diambil dan Monthly Statistic Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan Harga Saham 2.1.2.1. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga Kurs Rupiah adalah perbandingan nilai
atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di
mana masing-masing negara mempunyai alat tukar sendiri mengharuskan adanya
angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut
kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).
Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian
terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan
maupun variable-variabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang
digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan
pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan
sebagai harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik
dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar
saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya
Dollar AS memiliki pengaruh negatif tehadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan
Kurniasari, 2003).
Nilai tukar yang naik turun secara drastis tak terkendali akan menyebabkan
kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka
yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya kepasar
satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro. Naik turunnya
nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara yakni
bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu Negara yang
menganut system managed foating exchange rate, atau bisa juga karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market
mechanism).
Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam
negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang. Nilai tukar
uang lazim disebut nilai kurs, mempunyai peranan penting dalam rangka stabilitas
monoter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan
untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk
menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan
intervensi di pasar-pasar valuta asing, khusunya pada saat terjadinya gejolak yang
berlebihan.
Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian
internasional, (Kuncoro, 2001) Yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate),, sistem kurs ini di tentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilitas oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu: a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya
oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlakukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambahannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam system ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat Oleh karena itu sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari system ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “Keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dan beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
2.1.2.2. Suku Bunga
Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reelly and Brown,
1997). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat
dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan
sertifikat ekuitas atau hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang
hanya dibenarkan jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dan
penambahan modal tersebut (Riyanto, 1995). Suku bunga yang rendah akan
merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham
meningkat.
Dalam dunia Industri, suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas
ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan yang berakibat langsung
pada meningkatnya return saham. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sering
diidentikkan dengan aktiva yang bebas resiko artinya aktiva yang resikonya nol atau
paling kecil. Hasil penelitian Haryanto (2007) membuktikan bahwa besarnya suku
bunga SBI mempengaruhi resiko sistematik saham Suku bunga Bank Indonesia
merupakan patokan dalam menentukan besarnya bunga kredit dan tabungan. Suku
bunga SBI yang tinggi tidak menggairahkan perkembangan usaha-usaha karena
mengakibatkan suku bunga bank yang lain juga tinggi. Sehingga rendahnya suku
bunga SBI mengandung risiko lesunya ekonomi. Hal ini mengakibatkan tingginya
risiko berinvestasi di pasar modal.
SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem
diskonto. Dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia dapat melakukan transaksi
jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI bertujuan
menjaga kestabilan nilai rupiah dengan mengurangi jumlah uang promer yang
berlebihan dipasar.
Besarnya tingkat suku bunga SBI akan berpengaruh pada besarnya tingkat
suku bunga perbankan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat, baik suku
Dalam penelitian suku bunga yang digunakan adalah nilai suku bunga SBI
dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010.
2. 1.2.3. Inflasi
Inflasi adalah peningkatan secara umum dari harga-harga barang dan jasa,
yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, atau pengurangan daya beli dari mata
uang negara tersebut. Salah satu peristiwa yang sangat penting dan dijumpai di
hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Didalam perekonomian ada kekuatan
tertentu yang menyebabkan tingkat harga melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain
yang menyebabkan kembali harga berlangsung terus menerus secara perlahan.
Peristiwa yang cenderung mendorong naiknya tingkat harga disebut gejolak
inflasi (Lipsey. 1992). Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung
tergantung pada (i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau
senjang resesi, (ii) kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar
yang datang terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga
komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin, 2000).
Inflasi Inti adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor
fundamental, Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah seperti kebijakan harga BBM Listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan
inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan
distribusi barang dan jasa.
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi
effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional
masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000), yaitu
1. Efek terahadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh
pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang
menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena
adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keutungan dengan inflasi
adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih
besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana
nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian
inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan
dan kekayaan masyarakat.
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects).
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan
ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang
tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan
yang lebih besar dan barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan
3. Efek terhadap Output (Output Effects).
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper Inflation) dapat
mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang
tinggi nilai uang riil turun dengan drastis masyarakat cenderung tidak mempunyai
uang kas, transaksi mengarah ke barter dan biasanya diikuti dengan turunnya
produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
langsung antara inflasi dan output, tetapi bisa dibarengi dengan kenaikan output, dan
juga dibarengi dengan punurunan output.
Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan investor mengharapkan tingkat
return yang lebih tinggi untuk mendapatkan real return yang tetap, dimana real return
adalah selisih dari return yang didapat oleh investor dengan inflasi yang terjadi di
negara tersebut. Bila return yang didapat di negara tersebut dianggap sudah tidak lagi
menguntungkan bagi investor maka akan menimbulkan kemungkinan larinya modal
keluar negeri yang tentunya akan merugikan kondisi di dalam negeri. Ada juga
investor yang beranggapan bahwa investasi di Pasar Modal adalah perlindungan nilai
uangnya terhadap inflasi, sehingga kenaikan inflasi akan meningkatkan investor
2.1.3. Pengaruh Kurs Rupiah -USD, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Inflasi terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham
2.1.3.1. Pengaruh Kurs Rupiah-USD terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Hubungan
antara nilai tukar mata uang Rupiah dengan pasar modal terjadi karena adanya
operating exposure dan perusahaan domestik yang menggunakan mata uang USD
sebagai bagian dari kegiatan usahanya. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan
aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan
uang riil dan nilai mata uang domestik. Disamping itu harga saham dapat
mencerminkan variabel makro ekonomi, karena menunjukkan ekpektasi pasar
terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Nilai tukar mempengaruhi harga
saham, tapi pertumbuhan pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai
tukar. Indeks SCC (Structural Contagion Coefficient) yang negatif juga menunjukkan
bahwa hubungan antara harga saham dan nilai tukar adalah positif. yang berarti ketika
dollar Hongkong terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu juga pula
sebaliknya. Mok (1993) menemukan bahwa nilai tukar (FOREX) dan harga saham
merupakan dua variabel yang independent tetapi ada kualitas dua arah antana FOREX
dan harga saham penutupan dan pembukaan saham. Perubahan dalam harga saham
dapat menyebabkan efek dan nilai tukar. Ibrahim (2000) juga menemukan hubungan
positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi luar negeri)
Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dan juga merupakan hasil dari
market contagion (penularan dan pasar lain). Dalam kondisi asimetri informasi
tethadap harga pasar, perubahan harga pada satu segmen pasar dapat bergantung dari
perubahan harga dalam segmen lain melalui SCC. Pada kondisi ini, pasar tidak
menyerap seluruh informasi secara simultan dari pergerakan harga menunjukkan
lead/lag struktur korelasi., Amain dan Hook ( Damele dkk, 2004) meneliti tukar di
Kuala Lumpur Stock Exhange, menemukan bahwa return saham nampak mengkuti
pergerakan nilai tukar selama periode ini. Sementara itu Ang (1997) dalam damele
dkk (2004) menemukan bahwa harga saham bergerak secara cepat mengikuti
pergerakan nilai tukar. Karmarkar dan Kawadia ( Damele dkk., 2004) menemukan
hubungan yang kuat antara nilai tukar dollar AS terhadap Rupee dengan India Stock
Market. India dengan menggunakan Indeks sektoral yang berbeda, penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa Rupee terdepresiasi maka stock market terapresiasi begitu pula
sebaliknya.
2.1.3.2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham
Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat
dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Ketika suku bunga yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku
bunga kredit yang dikeluarkan oleh Bank. Suku bunga merupakan harga atas dana
yang dipinjam (Reilly and Brown, 1997). Dengan meningkatnya suku bunga kredit
maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit sehingga nantinya akan
Pengaruh signifikan dan suku bunga terhadap harga saham sebagaimana yang
ditemukan Granger (Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif
antar suku bunga dan harga saham. Pengaruh antara suku bunga terhadap harga
saham dikemukakan pula oleh Boedie dkk (1995) yang menyatakan bahwa perubahan
harga saham dipengaruhi oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara
empiris pengaruh negatif bunga terhadap harga saham selama masa krisis di
Indonesia.
2.1.3.3. Pengaruh Inflasi Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham
Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992). Inflasi
sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun
perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan harga saham seperti
yang dilakukan oleh Widjojo (Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi
inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit
perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat
mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Pada penelitian lain yang dikemukakan oleh Utami dan Rahayu (2003)
membuktikan secara empiris pengaruh return saham. Penelitian tersebut juga
dilakukan oleh Adams dkk (2004) yang menemukan secara signifikan pengaruh
return saham. Inflasi yang tinggi bagi perusahaan sehingga return saham pun dapat
dipengaruhi. Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara Variabel makro harga
bahwa hanya GDP yang berpengaruh positif terhadap return dan variable lainnya
tidak berpengaruh.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variable makro ekonomi terhadap
kinerja indeks harga saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang di
temukan oleh Suciwati dan Machfoedz (2002) hasilnya menunjukkan bahwa nilai
tukar rupiah terhadap UD dollar berpengaruh positif terhadap saham. Hardiningsih
(2001), mengatakan bahwa ROA, PBV, Inflasi berpengaruh positif dengan
return saham, sedangkan nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap return
saham.
Utami dan Rahayu (2003), menyimpulkan bahwa profitabilitas suku bunga,
inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha
secara signifikan. Selanjutnya penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan
return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (Almilia, 2003) menyatakan bahwa
makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Park
(2000) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubunga negatif saham dan inflasi.
Demikian juga. Adams dkk (2004) menyatakan bahwa berita mengenai inflasi
mempunyai dampak pada return saham. Sedangkan Suyanto, (2007), menyatakan
bahwa secara signifikan kedua variabel bebas nilai tukar uang dan suku bunga
berpengaruh secara negatif terhadap return saham. Dari uraian penelitian terdahulu
dapat dirangkum dan disajikan secara sistematis, seperti tercatum pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu N o Nama Penelitian/ Tahun
Penelitian Variabel Model Hasil
1 Suyanto, (2007)
Analisa pengaruh nilai tukar uang, suku bunga dan inflasi terhadap return saham sektor properti tahun 2001-2005 Variabel independen adalah nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi variabel. dependen adalah return Saham
Regresi linear
Nilai tukar rupiah dan suku bunga berpengaruh negatif, sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap return saham 2 Almilia, Luciana Spica (2004) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta Variabel independen yaitu inflasi, sedangkan financial distress sebagai variabel dependen Regresi berganda Inflasi terdapat hubungan positif dengan financial distress
3 Utami dan Rahayu (2003) Peranan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan Nilai tukar dalam mempengaruhi pasar Modal Indonesia selama krisis Ekonomi. Variabel independen yaitu profitabilitas, suku bungan, inflasi dan nilai tukar sedangkan harga saham sebagai variabel dependen Regresi berganda Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama
mempengaruhi
harga saham badan usaha secara signifikan 4 Suciwati dan Machfoed (2002) Pengaruh resiko nilai tukar rupiah terhadap return saham : studi empiris pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ
Nilai tukar dan return saham
Regresi berganda
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti
mengidentifikasi 3 independen variabel yaitu kurs rupiah-USD (X1), tingkat suku
bunga SBI (X2) dan inflasi (X3), yang diperkirakan mempengaruhi pergerakan Indeks
Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Eastate (Y). Kerangka konsep yang
digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 3.1.
Ha
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Faktor Fundamental yang bergejolak, sangat berpengaruh terhadap kinerja
pasar modal yang diperlihatkan dengan pergerakan dan Indeks Harga Saham
Gabungan naik turun tidak menentu seiring dengan perkembangan prekonomian
suatu Negara seperti yang di gambarkan pada tabel 3.1. dari tahun 2005 sampai tahun
2009.
Penilaian kinerja saham perusahaan dari luar perusahaan dilakukan oleh pasar
melalui pola perilaku pergerakan harga saham dari waktu ke waktu. Harga saham
(market prie) merupakan nilai pasar ( market value) dari setiap lembar saham
perusahaan.
-Kurs Rupiah-USD (X1) -Suku Bunga SBI (X2) -Inflasi (X3)
Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti
Tabel 3.1. Indeks Harga Saham Gabungan Lima Negara Asean Tahun 2005-2009 Akhir periode Indonesia (IHSG) Sungapure (STI) Malaysia (KLSE) Thailand (SETI) Phlipina (PSE) 2005 2006 2007 2008 2009 1.162,63 1.805,52 2.745,83 1.355,41 2.534,36 2.347,34 2.985,83 3.445,82 1.761,56 2.837,70 899,79 1.096,24 1.447,04 876,75 1.263,24 713,73 679,84 858,10 449,96 730,41 209,04 2.982,54 3.621,60 1.872,85 3.024,33
Penilaian kinerja saham perusahaan dari luar perusahaan dilakukan oleh pasar
melalui pola perilaku pergerakan harga saham dari waktu ke waktu. Harga saham
(market prie) merupakan nilai pasar ( market value) dari setiap lembar saham
perusahaan. Pergerakan harga saham ditentukan oleh dinamika penawaran (supply)
dan permintaan (demand). Banyak hal yang mempengaruhi naik turunnya kinerja
saham, diantaranya faktor ekonomi seperti inflasi, nilai tukar uang, dan suku bunga
sebagaimana yang ditemukan oleh Tirapat dan Nitayagasetwat (1999).
Menurut Ang (1977), berbagai variabel ekonomi akan memberikan pengaruh
kepada pasar modal, khususnya ekuitas Variabel ekonomi yang mempengaruhi
indeks harga saham adalah pertumbuhan Gross Domestic Product, keuntungan
perusahaan, pertumbuhan produksi industri, inflasi, tingkat suku bunga, kurs mata
uang rupiah, pengangguran dan jumlah uang beredar, Tadelilin (2000) menyatakan
bahwa faktor-faktor ekonomi makro secara emfirik telah terbukti mempunyai
yaitu pertumbuhan produk domestik bruto, laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai
tukar mata uang (exchange rate).
Berdasarkan landasan teoritis tersebut maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 3.1. halaman 28.
3.2. Hipotesis Penelitian (Ha)
Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual
pada gambar 3.1 halaman 28, hipotesis penelitiannya sebagai berikut :
“Ada pengaruh perubahan Kurs Rupiah – USD, Tingkat Suku bunga SBI dan
Inflasi terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan
Real Estate di Bursa Efek Indonesia”
BAB IV
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriftif kuantitatif untuk
memperkirakan secara kuantitatif pengaruh variabel independen yaitu kurs
rupiah-USD, tingkat suku bunga SBI dan Inflasi terhadap variabel dependen Indeks Harga
Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data skunder.
4.2. Lokasi Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di bursa efek Indonesia melalui situs
www.bei.co.id sedangkan waktu penelitian dimulai bulan Maret 2011 sampai dengan
selesai. Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diduga dapat
mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Sektoral sektor Properti dan Real
Estate, dan faktor-faktor tersebut yaitu nilai kurs rupiah-USD, tingkat suku bunga,
dan inflasi. Jangka waktu penelitian selama 4 tahun, dimulai tahun 2007 sampai tahun
2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang go public di sektor
properti dan Real Esate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
penelitian 48 bulan yaitu mulai bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010
tertentu terhadap sample yang akan diteliti (Indriantoro, 1999), dan sample harus
memenuhi kriteria:
1. Emiten secara rutin setiap bulan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari bulan
Januari 2007 sampai Desember 2010
[image:51.612.134.532.239.633.2]2. Data Emiten tersedia lengkap untuk dianalisis
Tabel 4.1. Daftar Perusahaan Sampel
No Perusahaan 1 Bakrie Land Development, Tbk
2 Bhuwanatala Indah Permai, Tbk 3 Ciputra Development, Tbk Bakrie 4 Ciputra Raya, Tbk
5 Duta Anggada Relaty, Tbk 6 Duta Pertiwi, Tbk
7 Fortuna Male Indonesia, Tbk 8 Gowa Makasar Tourism, Tbk 9 Indonesia Prima Properti, Tbk 10 Jaya Real Properti, Tbk
11 Kawasan Industri Jabotabek, Tbk 12 Lamicitra Nusantara, Tbk
13 Lippo Cikarang, Tbk 14 Lippo Karawaci, Tbk
15 Moderland Realty, Ltd, Tbk. 16 New Century Development, Tbk 17 Pakuwon Jati, Tbk
18 Panca Wiratama Sakti, Tbk 19 Ristia Bintang Mahkotasejati, Tbk 20 Sentul City, Tbk
21 Summarecom Agung, Tbk 22 Surya inti Permata, Tbk 23 Surya Mas Datamakmur, Tbk Sumber : Lampiran 1, halaman 65
Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh perusahaan sampel penelitian
2007 sampai dengan Desember 2010. Adapun sampel penelitian yang memenuhi
kedua kriteria seperti yang disajikan pada tabel 4.1. halaman 33.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder yang diambil untuk diteliti/diproses meliputi kurs rupiah-USD,
suku bunga, inflasi dan Indeks Harga Saham Sektoral sektor properti dan real estate
yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat
Statistik dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010.
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder rata-rata bulanan dari 23 emiten
perusahaan sampel untuk mendapatkan Indeks Harga Saham Sektoral sektor properti
dan real estat setiap bulannya dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2010.
4.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan diuji. Maka
variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel kurs rupiah-USD adalah harga mata uang dollar Amerika Serikat
dalam mata uang domestik yaitu Rupiah. Variabel ini diukur dengan
menggunakan kurs tengah Dollar US terhadap rupiah yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia setiap bulannya. Satuannya adalah indeks.
2. variabel suku bunga adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI adalah surat
berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka
pendek dengan sistem diskonto. SBI yang diambil adalah SBI dengan jangka
3. Variabel Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi ekonomi nasional, yaitu tentang pengingkatan harga
rata-rata barang dan jasa yang diproduksi sistem perekonomian. Variabel ini
diukur dengan mencatat data laju inflasi indeks harga konsumen nasional
yang dari diterbitkan Bank Indonesia setiap bulan. Inflasi diukur dalam persen
4. Indeks harga saham merupakan suatu indikator yang menunjukkan
pergerakan harga saham secara bulanan. Sektor yang diambil adalah sektor
properti dan real estate yang merupakan salah satu dan sembilan indeks
[image:53.612.123.522.371.695.2]sektoral yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Satuannya adalah basis point.
Tabel 4.2. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Variabel Defenisi operasional Formula pengukuran Skala Indeks harga
saham sektor properti
(Y)
Satuan Indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham, saham secara bulanan, satuan basis point.
Indeks harga saham sektoral sektor properi dan real estate, penutupan yang telah dihitung oleh Bursa Efek Indonesia
Indeks
Kurs Rupiah-USD (X1)
Nilai tukar yang digunakan adalah nilai dollar Amerika serikat terhadap rupiah secara bulanan, satuan Rp/$
Nilai tengah antara kurs jual dan beli yang digunakan oleh bank indonesia yang diterbitkan bulanan
Rasio
Suku bunga SBI (X2)
Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan untang jangka pendek dengan sistem diskonto, satuan persen
Rata-rata SBI 1 bulanan
Rasio
Tingkat Inflasi
(X3)
Kenaikan harga barang secara umum terhadap nilai mata uang suatu negara yang dijuwudkan dengan meningkatkan kebutuhan impor luar negeri, satuan persen
Tingkat inflasi yang
tercatat dan diterbitkan oleh Bank Indonesia tiap bulannya
Adapun variabel-variabel Definisi Operasional dan Metode Pengukuran
Variabel terangkum dalam tabel 4,2. (halaman 35)
4.6. Metode Analisa Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Metode
Regresi Berganda (multiple regression analysis). Hal ini digunakan untuk melihat
elastisitas Variabel Dependen (Indeks harga saham sektoral sektor properti dan real
estate). Analisis untuk mengolah data adalah dengan menggunakan program SPSS.
Untuk melihat seberapa besar pcngaruh kurs rupiah-USD, tingkat suku bunga
SBI, dan inflasi terhadap Indeks harga saham Sektoral Sektor Properti dan Real
Estate selama kurun waktu 48 bulan dari bulan Januari 2007 sampai Desember 2010,
dianalisis dengan menggunakan Regresi Berganda (multiple regression analysis);
Analisis berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel terikat terhadap
variabel bebas. Persamaan model regresi berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana : Y = Indeks Harga Saham Sektoral Sektor Properti dan Real Estate
a = Konstanta
b1b2b3 = Koefisien regresi
X1 = NilaitukarUS$
X2 = Tingkat suku bunga
4.6.1. Uji Asumsi klasik
Uji asumsi klasik digunakan dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk
mengetahui apakah penggunaan model regresi linier berganda dalam menganalisis
telah memenuhi asumsi klasik yang dipersyaratkan.
Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear
diantara variable-variabel dalam model regresi. Interprestasi dan persamaan regresi
linier secara emplisit bergantung bahwa variable-variable beda dalam persamaan
tidak saling berkolerasi. Uji Multikoliniritas terjadi jika korelasi antara variabel
independen yang dilibatkan dalam model. Jika terjadi gejala multikolinearitas yang
tinggi, standar error koefisien regresi akan semakin besar dan mengakibatkan
confidence interval untuk pendugaan parameter semakin besar, dengan demikian
terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan terhadap hipotesa. Uji multikolinearitas
dapat dilakukan dengan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar
independen variabel dengan menggunakan Variance Inflating Factor (VIF). Batas
VIF adalh 10 apabila nilai VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikoliniearitas,
(Ghozali, 2002).
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara