• Tidak ada hasil yang ditemukan

A

.

Pepaya

Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein, dan serat. Buah-buahan merupakan makanan penting untuk diet, baik dalam bentuk buah segar atau produk olahannya (Tucker, 1993 dalam Seymour et al, 1993). Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri, seperti rasa yang lezat, aroma yang khas serta warna dan bentuk yang mengandung nilai-nilai estetis (Sjaifullah, 1997).

Pepaya (Carica papaya) menjadi buah yang penting di tingkat internasional, baik sebagai buah segar dan produk olahan (Mitra, 1997). Pepaya sebagai salah satu tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexico dan Costa Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi tinggi, yang telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman pepaya merupakan tanaman pekarangan yang hampir ditanam oleh setiap keluarga (Sunarjono, 1998). Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara (Manado).

Sunarjono (1998) menyatakan bahwa pepaya merupakan tanaman perdu yang tingginya mencapai 3 m, batangnya berongga karena intinya (galihnya) berupa sel gabus dan batangnya lunak berair. Buah pepaya bergetah dan getahnya semakin hilang pada saat mendekati tua (matang), dimana getah pepaya (dari buah, daun maupun batang) mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein).

Jenis tanaman pepaya ada tiga yaitu pepaya jantan, pepaya betina dan pepaya hermafrodit. Pepaya jantan memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang mengandung beberapa kuntum anak bunga,

biasa dinamakan juga pepaya Gantung (Jawa). Ciri-ciri bunga berbau harum, kelopaknya berbentuk cangkir yang panjangnya 1 mm, korolanya berbentuk terompet yang panjangnya 2.5 mm, benang sari berjumlah 10, 5 panjang dan 5 lainnya pendek. Bunga betina mempunyai panjang 3.5 – 5 cm dan yang bertangkai pendek tidak berfungsi (steril). Pepaya betina memiliki bunga majemuk artinya pada satu tangkai bunga yang pendek terdapat bunga betina kecil dan besar. Bunga yang besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang sempurna, tetapi tidak mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga sepanjang tahun (Ashari, 1995).

Pepaya hermafrodit bersifat biseksual dan lebih bersifat andromonocious (benang sari lebih berfungsi), mempunyai 5 benang sari dengan tangkai sari panjang. Pepaya hermafrodit terdiri dari tiga jenis yaitu hermafrodit elongata yang mempunyai tangkai putik panjang dan berkembang menjadi buah memanjang dengan 10 bunga jantan muncul pada bagian dalam mahkota bunga, hermafrodit petandria yang mempunyai bakal buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol, dengan 5 bunga jantan terletak pada dasar bakal buah, dan hermafrodit intermedia yang beberapa bunga jantannya (2 – 10) telah berubah bentuk, demikian juga dengan bunga betinanya telah berubah bentuk sehingga menghasilkan buah yang tidak beraturan bentuknya (Ashari, 1995).

Kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri, sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut, baik sebagai bahan makanan (buah dan sayuran) maupun sebagai kesenangan (tanaman hias). Foyet (1972) dalam Samson (1980) menyatakan bahwa pepaya terdiri dari 10% gula, banyak vitamin A dan sedikit vitamin C. Sedangkan Marte (1996) dalam Mitra (1997) menyatakan bahwa pepaya terdiri dari 85-90% air, 10-13% gula dan 0.6% protein, vitamin A, B1, B2 dan C. Setiap 100 gram pepaya segar mempunyai komposisi seperti pada Tabel 1.

Pepaya mempunyai beberapa fungsi, antara lain kaya akan antioksidan karoten, vitamin C dan flavonoid yang berperan sebagai anti kanker, mengandung papain yaitu suatu enzim protease yang bermanfaat untuk membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencerna protein,

5 mengandung karpaina yaitu suatu alkaloid yang dapat berfungsi untuk mengurangi serangan jantung, anti amuba, dan peluruh cacing. Selain itu, pepaya dapat memperlancar pencernaan dan buang air, sehingga sangat baik dikonsumsi oleh penderita jantung dan darah tinggi yang sering mengalami kesulitan dalam buang air. Jus pepaya sangat baik digunakan untuk mengurangi kadar keasaman lambung, sehingga dapat membantu mengatasi penyakit maag (www.rusnasbuah.or.id).

Tabel 1. Analisis komposisi buah dan daun pepaya

Unsur komposisi Buah masak Buah mentah Daun

Energi (kal) 46 26 79 Air (g) 86.7 92.3 75.4 Protein (g) 0.5 2.1 8 Lemak (g) * 0.1 2 Karbohidrat (g) 12.2 4.9 11.9 Vitamin A (IU) 365 50 18.25 Vitamin B (mg) 0.04 0.02 0.15 Vitamin C (mg) 78 19 140 Kalsium (mg) 23 50 353 Besi (mg) 1.7 0.4 0.8 Fosfor (mg) 12 16 63

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979 dalam Kalie, 1999 Keterangan : * = sedikit sekali, dapat diabaikan

Menurut Kalie (1991), jenis pepaya yang banyak ditanam di Indonesia adalah pepaya Bangkok, pepaya Jinggo, pepaya Semangka, pepaya Cibinong dan pepaya Meksiko. Sedangkan jenis pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya IPB-1 yang dapat dilihat pada Gambar 1. Pepaya ini dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor. Deskripsi dari pepaya IPB-1 ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 1. Buah pepaya IPB-1 Tabel 2. Ciri-ciri buah pepaya IPB-1

Deskriptor Nilai Warna batang Coklat keabu-abuan

Warna petiole Hijau dan sedikit ungu kemerahan Bentuk sinus daun Agak tertutup

Bentuk gerigi daun Cembung Warna daging buah Jingga Warna kulit buah Hijau muda

Tipe daun 11.00

Warna bunga Putih

Bentuk Buah lonjong

Ukuran buah Kecil

Panjang buah (cm) 14 + 1 Diameter buah (cm) 10 + 1 Bobot per buah (gr) 654 + 146

Rasa daging buah Sangat manis (11 – 12 oBrix)

Kadar air (%) 88 + 2

Kadar vitamin C (mg/100 gr) 122 + 30 Umur petik (hari setelah anthesis) + 140

Sumber : www.rusnasbuah.or.id

B

.

Penyimpanan

Menurut Pantastico (1986), mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki tetapi dapat dipertahankan. Bila dipungut lebih awal dapat lebih lama tinggal hijau, namun mutunya jelek. Sebaliknya, penundaan waktu pemungutan buah-buahan dan sayur-sayuran akan meningkatkan kepekaan buah-buahan dan sayur-sayuran itu terhadap pembusukan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Pantastico (1986); MacDonald dan John Low (1984)

7 menyatakan produk yang dipanen pada tingkat ketuaan sedikit dibawah tingkat optimum panen akan memberikan waktu tambahan untuk transportasi dan penyimpanan sebelum dikonsumsi. Mutu buah pepaya ditentukan oleh ketuaan, kekerasan, bentuk serta ada tidaknya kerusakan akibat terbakar sinar matahari maupun penyakit (Sjaifullah, 1997).

Penyimpanan yang efektif untuk mencegah kerusakan hasil panen ialah dalam refrigerator dan kamar dingin, karena kerusakan hasil panen yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat ditekan oleh suhu rendah. Dengan demikian, usia/masa jual produk dapat diperpanjang. Satuhu (2004) menyatakan bahwa suhu penyimpanan harus tetap dijaga agar tetap konstan demikian pula kelembabannya. Kelembaban udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Penyusutan bobot menyebabkan buah mengerut dan layu serta dapat mempercepat pertumbuhan jasad renik pembusuk sehingga bahan yang disimpan menjadi cepat rusak. Kebersihan gudang penyimpanan juga harus tetap dijaga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan jasad renik perusak.

Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa kondisi penyimpanan produk buah-buahan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan ini adalah kerusakan hasil panen justru karena suhu terlalu dingin atau suhu beku. Jenis buah-buahan tertentu, terutama buah-buah-buahan tropik tidak tahan terhadap penyimpanan dalam suhu dingin (dibawah 10 oC), diantaranya avokad, pisang, pepaya, nanas, melon, mangga, lemon, dan semangka. Buah yang tidak tahan terhadap suhu dingin biasanya mengalami perubahan warna kulit buah menjadi kecoklatan, kisut dan tidak dapat matang sempurna (Ashari, 1995).

Pepaya merupakan buah yang relatif lebih mudah rusak dibandingkan dengan buah-buahan lainnya karena mempunyai kulit yang tipis (Broto dkk, 1994). Nazeeb dan Broughton (1978) dalam Jagtiani et al. (1998) menyatakan buah pepaya sensitif terhadap suhu rendah dan chilling injury terjadi pada suhu dibawah 7 oC. Menurut Sjaifullah (1997), buah pepaya akan mengalami chilling injury jika disimpan pada suhu 6 oC dengan gejala buah matang

sebagian, kulit berlekuk dan mengeras serta daging buah seperti tersiram air mendidih.

Firmaningsih (1993), menyatakan bahwa daya simpan buah pepaya pada suhu kamar dengan pelilinan 6% selama 16 hari, pelilinan 4% selama 10 hari, pelilinan 8% selama 12 hari dan tanpa pelilinan hanya bertahan 4 hari. Sedangkan penyimpanan pada suhu dingin (7-9 oC) dengan pelilinan 6% dapat bertahan selama 32 hari, pelilinan 4% bertahan selama 24 hari, pelilinan 8% bertahan 28 hari dan tanpa pelilinan bisa bertahan 20 hari.

Tabel 3. Kondisi penyimpanan beberapa jenis buah-buahan Komoditas Suhu penyimpanan

(oC) Kelembababn relatif (%) Perkiraan ketahanan Avokad 4 – 13 85 – 90 2 – 4 minggu Pisang - 85 – 95 - Lemon 10 – 14 85 – 95 1 – 6 bulan Lime 9 – 10 85 – 90 6 – 8 minggu Mangga 13 85 – 90 2 – 3 minggu Pepaya 7 85 – 90 1 – 3 minggu Nanas 7 85 – 90 2 – 4 minggu Plum -1 – 0 90 – 95 2 – 4 minggu Markisa 0 90 2 – 4 minggu Stroberi -0.5 – 0 90 – 95 5 – 7 hari Jeruk keprok 0 – 3 85 – 90 2 – 4 minggu Semangka 4 – 10 80 – 90 2 – 3 minggu Sumber : Chang, 1983 ; Splittstoesser, 1984 dalam Ashari, 1995

C

.

Pemeraman

Tidak semua buah dapat diperam atau dipacu tingkat kematangannya, yang dapat diperam ialah golongan buah klimakterik (Satuhu, 1995). Menurut Sjaifullah (1997), buah klimakterik adalah buah dengan pola respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak (Gambar 2). Kematangan optimum buah untuk dimakan terjadi setelah puncak klimakterik tercapai (Sutrisno, 1994).

Menurut Haard dan Salunkhe (1975), pemeraman (ripening) buah merupakan perlakuan terhadap buah dengan tujuan untuk mempercepat proses

9 dan menyeragamkan kematangan buah. Sumoprastowo (2004) menyatakan bahwa selama proses pematangan, warna, rasa, tekstur dan aroma buah mengalami perubahan. Biale dan Young (1981) dalam Linskens dan Jackson (1995) menyebutkan bahwa selama pematangan buah, terjadi banyak perubahan yang sebagian besar merupakan penurunan seperti pecahnya klorofil, hidrolisis pati dan meluruhnya dinding sel, dan beberapa susunan seperti susunan karotenoid dan antosianin, sintesis aroma dan susunan etilen.

Waktu

Gambar 2. Fase dari periode klimakterik (Watada et al., 1984 dalam Sutrisno, 1994)

Banyak cara yang dilakukan untuk mempercepat kematangan buah diantaranya menggunakan karbit, asap, daun gamal, gas etilen dan gas asetilen. Pada umumnya pemeraman dengan karbit sering dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeraman diantaranya :

1. Tingkat Ketuaan Buah

Secara umum tahap-tahap pertumbuhan meliputi pembelahan sel, pembesaran sel (maturation), pematangan (ripening), penuaan (senesence), dan pembusukan (deterioration). Mutu buah-buahan, daya simpan dan kandungan kimia atau zat gizi sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan panen. Mutu yang baik akan diperoleh apabila pemanenan dilakukan pada tingkat ketuaan yang tepat (Satuhu, 2004). Tingkat ketuaan buah sangat berpengaruh terhadap pemeraman baik penampilan dan cita rasa buah yang diperam. Tingkat ketuaan buah dapat dilihat dari umurnya mulai saat

Puncak klimakterik Pasca klimakterik Peningkatan klimakterik Pra-klimakterik Pra-klimakterik minimum Tingkat produksi CO2 atau C2H4

bunga mekar sampai panen, tetapi dapat juga diukur dengan melihat tanda fisik buah tersebut seperti bentuk, warna kulit dan tekstur. Cara lain yang paling rumit dan merepotkan adalah dengan mengukur kandungan kimia dan berat jenis buah.

2. Suhu

Suhu sangat berpengaruh dalam pemeraman terutama terhadap kecepatan pematangan dan mutu buah yang diperam. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kelainan fisiologis pada buah yang ditandai dengan fermentasi buah sehingga warna kulit kusam dan tidak cerah serta daging buah rusak karena flavor kurang baik. Pemeraman pada suhu yang rendah menghasilkan warna yang lebih cerah daripada dengan suhu tinggi.

Biale (1986) dan Burg (1962) dalam Pantastico (1986) menyatakan bahwa pada suhu yang lebih rendah, pengaruh rangsangan etilen terhadap respirasi menjadi berkurang. Keadaan suhu yang menurun menyebabkan berkurangnya tingkat respon etilen yang sebanding dengan penurunan tingkat respirasi.

3. Kelembaban

Kelembaban ruang pemeraman sangat berpengaruh terhadap mutu buah yang diperam terutama terhadap warna dan tekstur. Kelembaban tinggi dapat memperlambat terbentuknya warna kuning buah dan respirasi serta produksi etilen menjadi terhambat. Pemeraman pada kelembaban ini menyebabkan buah menjadi lunak, kulit buah mudah sobek dan buah mudah terlepas dari tangkainya. Kelembaban yang rendah dapat menyebabkan buah kehilangan bobot, mengkerut, hitam dan warna kurang menarik bahkan buah tidak masak. Kelembaban yang baik untuk pemeraman antara 85 – 90%, sedang kelembaban mendekati titik jenuh dapat mempertahankan kesegaran buah (Pantastico, 1986).

4. Kandungan CO2

Perubahan konsentrasi CO2 dalam ruangan yang lebih tinggi daripada keadaan normal dapat menghambat proses pematangan buah. Jika CO2

11 lebih banyak, kelebihan CO2 akan mensubtitusi etilen akibatnya pemeraman menjadi terhambat. Kandungan diatas 5% dapat menghambat laju pemeraman (Satuhu, 1995).

5. Kandungan O2

Perubahan kandungan O2 sangat mempengaruhi pemeraman, dimana konsentrasi yang rendah dapat menunda pematangan, sedangkan kandungan O2 yang lebih tinggi dapat mempercepat pematangan mungkin juga tidak.

Zat-zat yang dapat mempengaruhi kecepatan pemeraman buah dan mutu buah antara lain :

1. Gas Etilen (C2H4)

Etilen merupakan hormon pematangan buah yang dapat memacu kematangan yang dapat dikeluarkan dari buah yang matang, dimana semakin matang buah semakin sedikit produksi etilennya. Menurut Satuhu (1995), etilen adalah gas yang tidak berwarna, agak berbau, mudah terdeteksi, tidak beracun bagi manusia dan hewan selama kepekatannya dibawah 1000 ppm (0.1%).

Pemberian etilen berpengaruh nyata terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai klimakterik. Pada buah-buah klimakterik, C2H2 hanya menggeser sumbu waktu, tidak mengubah bentuk kurva respirasi dan tidak menimbulkan perubahan pada zat-zat yang utama yang terkandung (Biale and Young, 1962 dalam Pantastico, 1986).

Menurut Ryall dan Pentzer (1982), etilen adalah gas yang mudah menguap yang terdapat pada buah-buahan pada tingkat pertumbuhan tertentu, dimana pada konsentrasi cukup tinggi akan memacu proses pematangan.

2.Karbit dan Asetilen

Karbit atau kalsium karbida (CaC2) seperti etilen merupakan zat pemacu kematangan buah. Reaksi karbit dengan air menghasilkan gas asetilen yang dapat mempercepat pematangan buah-buahan. Dosis yang

umum digunakan dalam pemeraman adalah 1-2 kg per ton buah, dimana dalam pemakaiannya cukup dengan dibungkus kertas kemudian ditaruh bersama buah yang akan diperam.

Asetilen atau gas karbit dikenal masyarakat sebagai gas untuk mengelas. Gas ini juga dapat mempercepat pematangan buah dengan dosis umum 500-2000 ppm (Satuhu, 1995).

Dokumen terkait