• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Mujair

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah pantai delta Zambezi sampai pantai Algoa. Pada saat ini ikan mujair telah tersebar luas ke 90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Ikan mujair diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial (Webb, dkk., 2007). Ikan mujair hidup di perairan tawar seperti danau, waduk, dan rawa.

Toleransinya yang luas terhadap salinitas, menyebabkan ikan ini juga dapat hidup di air payau dan air laut (Setianto, 2012). Ikan mujair bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus, crustaseae, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air (Ersa, 2008).

Ikan mujair mempunyai ciri-ciri bentuk badan pipih, berwarna abu-abu, coklat, atau hitam tergantung pada lingkungan habitatnya, dengan bentuk badan pipih memanjang, bersisik kecil dan memiliki garis vertikal, sirip ekor berwarna merah. Berikut ini merupakan klasifikasi ikan mujair:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb, dkk., 2007).

Kandungan gizi ikan mujair

Secara umum komposisi daging ikan meliputi 15-24% protein, 0,1-22%

lemak, 1-3% karbohidrat, 0,8-2% senyawa anorganik, dan 66-84% air. Komposisi dari daging ikan sangat bervariasi tergatung faktor biologis dan faktor alam di sekitar habitat ikan tersebut. Faktor biologis meliputi jenis ikan, umur, dan jenis kelamin ikan. Sedangkan faktor alam meliputi segala hal yang berada di habitat ikan seperti musim dan juga jenis makanan yang tersedia (Muchtadi, dkk., 2007).

Ikan mujair merupakan ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang enak dan gurih serta mengandung komposisi zat gizi yang cukup lengkap untuk memenuhi kesehatan manusia.

Mengkonsumsi ikan mujair dapat meningkatkan kecerdasan otak karena adanya kandungan asam lemak tak jenuh yakni omega-3. Selain itu ikan mujair juga mengandung mineral seperti selenium, fosfor, kalium, dan vitamin B kompleks.

Gambar ikan mujair dapat dilihat pada Gambar 1 (Setianto, 2012).

Gambar 1. Ikan mujair (Dokumentasi Pribadi)

Berbagai kandungan zat gizi yang terkandung dalam 100 g daging ikan mujair dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging

Sumber : United States Department of Agriculture (USDA) (2016)

Manfaat ikan mujair

Ikan mujair mengandung protein sekitar 18,7% dalam 100 g daging.

Protein adalah komponen yang sangat diperlukan oleh tubuh sebagai pembentuk jaringan baru. Kekurangan protein bagi tubuh dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan otak. Berbagai fungsi protein antara lain sebagai komponen pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai zat pembangun, dan zat pengatur pemberi tenaga. Protein juga terdiri dari asam-asam amino esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh namun tidak dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga diperlukan sumber asam amino esensial dari berbagai bahan makanan seperti ikan (Marsetyo dan Kartasapoetra, 2003).

Selain protein, daging ikan mujair juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol darah.

Asam lemak tak jenuh antara lain terdiri dari asam lemak omega-3, docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapentaenoic acid (EPA) yang sangat baik untuk perkembangan sel-sel otak dan berguna bagi kecerdasan serta untuk mempertajam penglihatan. Daging ikan mujair juga mengandung vitamin A yang

bermanfaat bagi kesehatan mata dan sebagai antioksidan, vitamin B kompleks yang berfungsi dalam metabolisme asam amino dan lemak, mencegah anemia, kerusakan syaraf, pembentukan sel darah merah, metabolisme lemak, dan melindungi jantung (Departemen Kesehatan, 2001).

Bekasam

Ikan mujair merupakan ikan jenis air tawar yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah diperoleh dengan harganya yang murah. Selain itu ikan mujair juga mengandung zat gizi yang cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun, ikan mujair, sama seperti ikan pada umumnya, memiliki masa simpan yang relatif pendek karena tingginya kandungan air dan protein ikan sehingga menyebabkan ikan mujair mudah busuk. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengolahan ikan mujair yang dapat memperpanjang masa simpan ikan tersebut. Salah satu jenis pengolahan ikan mujair adalah pembuatan bekasam ikan (Widayanti, dkk., 2015).

Bekasam merupakan produk makanan tradisional yang diolah dengan cara fermentasi. Bekasam berasal dari daerah Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah produk bekasam dikenal dengan sebutan wadi dan di Pelembang, Sumatera Selatan dikenal dengan ikan peda.

Selama fermentasi, bakteri asam laktat adalah bakteri utama yang berkembang dalam prosesnya. Hingga saat ini bekasam yang dibuat masyarakat lebih mengandalkan fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL) yang berkembang sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi (Astriani, 2011).

Kandungan gizi bekasam

Fermentasi pada dasarnya terjadi karena aktivitas mikroba dalam substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi tersebut dapat menyebabkan perubahan sifat awal yang diakibatkan oleh adanya pemecahan beberapa kandungan bahan awal tersebut sehingga menjadi komponenen-komponen yang lebih sederhana. Bekasam memiliki komposisi gizi yang cukup tinggi (Sari, dkk., 2013). Produk makanan yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroba pada produk fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks pada bahan pangan menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Mikroba tersebut juga dapat mensintesis beberapa vitamin (Berlian, dkk., 2016). Metode fermentasi ini sangat praktis dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi, dapat meningkatkan nilai gizi, memiliki aroma dan rasa yang khas serta bernilai ekonomis (Suyatno, dkk., 2015).

Proses fermentasi bekasam dikondisikan dalam suasana anaerob, selama proses fermentasi berlangsung diharapkan tumbuh bakteri asam laktat yang dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba seperti asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, CO2, dan bakteriosin yang dapat menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri asam laktat juga tidak akan menghasilkan toksin sehingga aman jika ditambahkan ke dalam pengolahan bahan pangan (Rif’ah, 2016).

Fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme pembentuk asam serta menekan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik (Afriani, 2010). Bakteri yang berperan dalam fermentasi ikan adalah BAL yang mempunyai kemampuan memproduksi asam laktat (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

Dalam proses pengolahan makanan, BAL berperan sebagai pengawet. Hal ini

karena BAL menghasilkan senyawa antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Selain itu asam laktat yang dihasilkan juga mampu menurunkan pH dan keadaan ini akan mengganggu aktivitas enzim sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas metabolisme. Hal ini menjadikan salah satu ciri khas dari bekasam, yaitu mempunyai rasa asam akibat hasil metabolisme bakteri yang menghasilkan asam laktat (Ray, 2004).

Komposisi bekasam yang dibuat dari ikan mas dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik kimia dan nilai gizi bekasam ikan mas

Parameter Nilai

Bakteri asam laktat yang diproduksi selama proses fermentasi bekasam berlangsung mempunyai berbagai keunggulan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Bakteri asam laktat dikenal sebagai agen probiotik dan biopreservasi.

Selain itu bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme Generally Recognized as Safe (GRAS), yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan.

Oleh karena itu bakteri asam laktat tidak memproduksi racun yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa jenis bakteri asam laktat juga berguna bagi kesehatan (Rif’ah, 2016).

Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif yang tidak membentuk spora. Bakteri ini juga tidak dapat menghasilkan enzim katalase dan bersifat anaerob fakultatif yang akan memecah protein menjadi mono-peptida dan juga

asam-asam amino yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu bakteri asam laktat juga menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat bakteri patogen, berperan sebagai probiotik yang tumbuh dan berkembang di dalam saluran pencernaan.

Bakteri asam laktat mampu hidup pada pH rendah, mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mampu menyerap bahan-bahan penyebab kanker dan tumor, serta bermanfaat bagi kekebalan tubuh manusia (Utama dan Mulyanto, 2009).

Cara pembuatan bekasam

Bekasam dapat dibuat dengan cara yang beragam. Namun pada prinsipnya pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan, penggaraman, kemudian fermentasi ikan dengan penambahan sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat. Ikan yang telah dipotong dan dibersihkan dari isi perut, insang, dan sisiknya selanjutnya dicuci bersih. Kemudian ikan direndam dalam larutan garam atau dilumuri dengan garam maksimum 20% dari berat ikan selama 24-48 jam. Larutan garam harus dapat menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang membusuk akibat kontak dengan udara luar (Irianto, 2008).

Produk fermentasi tradisional dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain dengan penambahan inokulum, penerapan aspek sanitasi dan estetika, serta dengan teknik produksi lain agar dapat meningkatkan mutu hasil (Soetrisno dan Apriyantono, 2005). Penambahan kultur starter yakni cairan asinan sawi sebagai sumber BAL mempengaruhi jumlah BAL dan total koloni bakteri anaerob awal. Cairan tersebut menyebabkan jumlah koloni kedua jenis bakteri lebih tinggi (Irianto, 2012).

Dengan penambahan bakteri asam laktat pada awal proses fermentasi, kualitas produk akhir bekasam menjadi lebih konsisten. Bakteri asam laktat diperoleh dari asinan sawi yang disebut dengan sauerkraut. Penambahan bakteri asam laktat dari sauerkraut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi sehingga terjadi peningkatan jumlah koloni jenis bakteri tersebut. Bakteri asam laktat akan menghasilkan asam laktat pada saat fermentasi berlangsung. Asam laktat ini meresap ke dalam jaringan tubuh ikan sehingga ikan yang difermentasi akan bersifat asam dan dapat mengawetkan ikan. Produk bekasam akhir mempunyai cita rasa asam dan juga aroma yang khas hasil fermentasi (Astriani, 2011).

Jumlah garam, sumber karbohidrat, dan lama fermentasi dalam pembuatan bekasam beragam, tergantung dari bahan yang digunakan. Variasi jumlah garam yang ditambahkan pada pembuatan bekasam biasanya yaitu 10-25%. Variasi jumlah dan sumber karbohidrat yang ditambahkan adalah 15% beras sangrai, nasi sebanyak 20-50%. Lama fermentasi bekasam biasanya berkisar antara 5 sampai 10 hari. Variasi jumlah bahan-bahan yang digunakan ini membuat mutu bekasam yang dihasilkan beragam (Wikandari, dkk., 2012).

Sauerkraut

Fermentasi adalah pengawetan makanan yang sangat berperan dalam perbaikan dari kandungan nutrisi dan fungsi dari makanan (Astuti dan Syamhudi, 2014). Sauerkraut adalah makanan Jerman dari sayuran yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus dalam fermentasi spontan. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh

bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.

Kadar asam yang dihasilkan dari fermentasi berkisar antara 0,8-1,5% dan dinyatakan sebagai asam laktat. Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15%. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang tumbuh (Pato, 2003). Medium fermentasi dalam pembuatan sauerkraut digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Yanuari, 2011).

Jenis bakteri yang berperan dalam fermentasi asam laktat adalah Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan juga Pediococcus. Bakteri tersebut akan mensintesis gula menjadi asam organik terutama asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Bakteri asam laktat merupakan spesies bakteri yang dapat membentuk asam laktat dari hasil metabolisme karbohidrat dan mampu tumbuh pada pH yang cukup rendah.

Selama proses fermentasi berlangsung, produksi asam dari bakteri asam laktat berjalan cepat sehingga dapat menekan jumlah mikroorganisme lainnya (Sulistiyanto dan Nugroho, 2009).

Pada pembuatan sauerkraut digunakan sayuran sawi hijau sebagai bahan baku. Sawi hijau (Brassica rapa) mengandung zat gizi yang cukup lengkap dan sangat baik jika dikonsumsi untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Sawi hijau memiliki manfaat sebagai pencegah penyakit kanker pada tubuh karena mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat yang cukup tingi.

Mengkonsumsi sawi hijau secara rutin dapat menurunkan resiko terserang kanker prostat pada tubuh (Margiyanto, 2007). Gambar sawi hijau dapat dilihat pada

Gambar 2, sedangkan kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau dijelaskan pada Tabel 3.

Gambar 2. Sawi hijau (Dokumentasi Pribadi) Tabel 3. Kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau

Komposisi Jumlah

Protein (g) 2,3

Lemak (g) 0,4

Karbohidrat (g) 4,0

Kalsium (mg) 220

Fosfor (mg) 38,0

Besi (mg) 2,9

Vitamin A (mg) 1940,0

Vitamin B (mg) 0,09

Vitamin C (mg) 102

Energi (kal) 22,0

Serat (g) 0,7

Air (g) 92,2

Natrium (mg) 20,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2012)

Kandungan gizi sauerkraut

Konsentrasi garam pada sauerkraut berpengaruh terhadap pH. Semakin rendah konsentrasi garam maka pH semakin rendah. Konsentrasi garam 3%

pertumbuhan bakteri asam laktat paling optimal, akibatnya asam laktat yang dihasilkan semakin banyak sehingga semakin menurunkan pH. Rasa yang

dihasilkan dengan konsentrasi garam 5% sangatlah asin sehingga kurang dapat diterima secara organoleptik (Fathonah, 2009).

Garam menghambat pertumbuhan jenis mikroorganisme yang tidak diinginkan yaitu mikroorganisme pembusuk dengan cara mengatur aktivitas air media tumbuh. Garam menarik keluar cairan sel dari bahan baku yang antara lain mengandung sakarida. Bila konsentrasi garam kurang dari 5% maka mikroorganisme proteolitik akan tumbuh, sedangkan konsentrasi garam lebih dari 15% maka pertumbuhan Lactobacillus akan terhambat dan bakteri halofilik akan dipacu pertumbuhannya (Tjahjadi, 2008).

Selama ini sauerkraut telah dikenal dengan makanan hasil produk fermentasi yang mempunyai kandungan gizi tinggi dengan cara pembuatan yang mudah. Kandungan gizi dalam 100 gram sauerkraut dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi dalam 100 gram sauerkraut

Kandungan zat gizi Jumlah

Sumber : USDA Food Composition Database (2015)

Manfaat sauerkraut

Asinan sayuran merupakan sayuran yang diawetkan dengan cara fermentasi asam, atau biasa disebut dengan sauerkraut. Sauerkraut biasanya dikonsumsi dalam keadaan mentah atau tidak ada pengolahan lebih lanjut.

Sauerkraut juga diketahui memiliki banyak manfaat bagi tubuh karena

mengandung antimikroba dan juga antioksidan. Sauerkraut juga mengandung zat penangkal kanker dan hipertensi. Selain itu sauerkraut diketahui dapat membuat orang yang mengkonsumsinya awet muda dan terhindar dari bahaya osteoporosis (Safitri, 2015).

Sayuran yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan sauerkraut mengandung berbagai zat gizi untuk pertumbuhan mikroba serta mengandung bakteri asam laktat alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan inokulum ataupun ragi. Selain itu garam yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lainnya yang akan mengontrol pertumbuhan mikroflora. Garam juga merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi dan Marta, 2011).

Proses pembuatan sauerkraut

Pembuatan sauerkraut dilakukan hanya dengan menggunakan air dan garam saja tanpa penambahan sumber karbohidrat lain. Salah satu perlakuan pada pembuatan asinan sawi yaitu pelayuan selama satu malam yang bertujuan agar sayuran tidak patah-patah (hancur) saat dilakukan proses peremasan dengan garam serta membantu proses pelunakan jaringan agar nutrisi dalam sayuran keluar saat proses fermentasi berlangsung (Shobahiya, 2017).

Sauerkraut terbuat dari sayuran yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat seperti Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus.

Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam karena bakteri asam laktat terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.

Sauerkraut merupakan produk fermentasi bakteri asam laktat yang berasal dari

rajangan tipis sayur dengan panjang sekitar 20 cm dan lebar 2-5 mm (Astuti dan Syahmudi, 2014).

Peran sauerkraut sebagai starter fermentasi

Selama fermentasi sauerkraut dimanfaatkan BAL, seperti Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan Pediococcus cerevisiae. BAL diseleksi melalui garam yang digunakan. Pada awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalah Leuconostoc mesenteroides yang menghambat pertumbuhan bakteri lain dan memproduksi asam dan CO2 sehingga menurunkan pH. Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, Lactobacillus plantarum, yang menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Sadek, dkk., 2009).

Mutu bekasam dapat diperbaiki dengan menambahkan kultur starter bakteri asam laktat seperti cairan dari fermentasi sauerkraut. Penggunaan cairan tersebut sebagai sumber bakteri asam laktat secara nyata mempengaruhi jumlah bakteri asam laktat dan total koloni bakteri anaerob. Cairan tersebut menyebabkan jumlah koloni kedua jenis bakteri lebih tinggi (Irianto, 2012). Ketersediaan nutrisi di dalam larutan garam saat fermentasi disebabkan karena adanya tekanan osmosis dari larutan garam terhadap bahan sehingga gula, vitamin, dan mineral akan keluar dari bahan, zat-zat nutrisi ini akan digunakan BAL untuk pertumbuhannya (Manurung, 2011).

Pada pembuatan sauerkraut ditambahkan garam berkonsentrasi 2%

(aw 0,94-0,98) sampai 15% (aw 0,85-0,86). Dengan menambahkan konsentrasi garam sebanyak 15% tidak akan mempengaruhi kualitas akhir sauerkraut yang dihasilkan. Garam memberikan beberapa pengaruh bila ditambahkan pada

jaringan sayuran segar. Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan mikroorganisme pembentuk spora tidak tahan terhadap kadar garam, bahkan yang rendah sekalipun (Ammor dan Mayo, 2007).

Penambahan sauerkraut sebagai starter fermentasi akan mempercepat tumbuhnya BAL dibandingkan pada fermentasi secara spontan sehingga jumlah asam laktat pada fermentasi lebih banyak, inilah yang mengakibatkan nilai pH lebih rendah dibandingkan pada fermentasi secara spontan. Menurut Yusra dan Efendi (2010), BAL dapat mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat dan asam lainnya. Penambahan sauerkraut dapat mempercepat terjadinya penurunan pH dan lama fermentasi juga dapat dipercepat (Zummah dan Wikandari, 2013).

Selama fermentasi berlangsung, adanya bakteri asam laktat yang berasal dari sauerkraut akan mengeluarkan metabolit berupa asam laktat yang menyebabkan penurunan pH (Surono, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa semakin banyak jumlah sauerkraut yang diberikan maka semakin tinggi nilai keasaman pada fermentasi ikan (Manurung, 2011).

Sauerkraut yang digunakan sebagai starter fermentasi bekatul meningkatkan kandungan mineral sebesar 20% dan membuat bekatul dapat disimpan selama 1 tahun dalam suhu ruang dan dapat digunakan sebagai starter fermentasi selanjutnya. Hal ini disebabkan sauerkraut mengandung bakteri aktif seperti Lactobacillus sp dan Sacaromyces, serta mengandung 2,1×1010 CFU bakteri asam laktat, 0,0244% asam asetat, 0,0017% asam butirat, 0,7997% asam laktat dengan 1,104% total asam. Hal ini menyebabkan cairan sauerkraut mampu digunakan sebagai pengawetan maupun pengolahan bahan pangan (Utama, 2009).

Pelepasan protein akibat tekanan osmosis akan meningkatkan total kandungan N ikan (Lopetcharat dan Park, 2002). Prinsip pengolahan bahan makanan secara fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan sehingga dapat merombak rantai molekul yang panjang menjadi lebih sederhana. Bahan makanan fermentasi memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya karena komponen kompleks diubah oleh mikroorganisme menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna (Manurung, 2011).

Dengan penambahan kultur sauerkraut menghasilkan jumlah BAL yang lebih tinggi sehingga degradasi protein ikan menjadi protein terlarut, peptida, maupun asam amino juga lebih banyak. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wikandari (2011) yang telah membuktikan bahwa bakteri asam laktat mempunyai sistem enzim proteolitik yang dapat mendegradasi protein ikan menjadi peptida.

Air Kelapa

Air kelapa adalah air yang terdapat di dalam buah kelapa. Air kelapa merupakan cairan endosperma dari buah kelapa. Jumlah air kelapa dalam satu buah kelapa yakni berkisar antara 250 ml hingga 300 ml tergantung dari ukuran buah. Air kelapa mulai muncul pada bulan ketiga pematangan buah dan mencapai maksimal pada bulan kedelapan pematangan. Namun setelah buah kelapa mengalami ripening (ketuaan), terjadi penurun jumlah air kelapa tersebut. Ciri-ciri dari air kelapa yakni merupakan cairan dengan aroma yang khas, berwarna sedikit keruh namun ada pula yang jernih tetapi tidak berwarna, berasa manis dan sedikit asam, serta mempunyai pH 4,2 hingga 6 (Satheesh dan Prasad, 2013).

Air kelapa yang berasal dari buah kelapa tua dikategorikan sebagai hasil samping yang belum banyak dimanfaatkan bahkan cenderung dibuang sebagai limbah. Limbah dari air buah kelapa tua akan menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu air buah kelapa tua lebih baik dimanfaatkan dengan maksimal. Berbagai pemanfaatan air buah kelapa tua yang bisa dilakukan adalah sebagai medium pembuatan nata de coco, pembuatan kecap, dan sebagai pemacu pertumbuhan pada proses pembibitan dan kultur jaringan. Pemanfaatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai medium fermentasi asam laktat (Widowati dan Malahayati, 2016).

Produksi air kelapa di Indonesia sangat berlimpah, yakni mencapai 1 juta hingga 900 juta liter per tahun. Akan tetapi, air kelapa yang berlimpah ini pemanfaatannya tidak menonjol di bidang industri pangan dan menyebabkan air kelapa terbuang sia-sia dan bahkan dapat menyebabkan polusi asam asetat akibat dari proses fermentasi limbah air kelapa tersebut. Hal ini sangat mengganggu dan membuat pencemaran lingkungan. Untuk itu sebaiknya dilakukan pemanfaatan limbah air kelapa dalam industri pangan (Onifade dan Jeff-Agboola, 2003).

Kandungan gizi air kelapa

Selama ini air kelapa muda sering dimanfaatkan karena rasanya yang lebih manis dari air kelapa tua, padahal jika dilihat dari segi kandungan gizinya air kelapa tua masih memiliki susunan gizi yang sesuai sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk pangan (Palungkun, 2004). Air kelapa tua mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi produk fermentasi karena kaya akan nutrisi yaitu gula, protein, dan lemak sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan (Onifade dan Jeff-Agboola, 2003).

Terdapat beberapa perbedaan komposisi air buah kelapa mudah dan air buah kelapa tua. Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan komposisi air kelapa

Sumber air kelapa (dalam 100 g) Air kelapa muda Air kelapa tua

Kalori (kal) 17,0 -

Air kelapa mengandung karbohidrat, asam amino esensial, dan asam organik dalam fraksi kecil. Dalam air kelapa terdapat pH berkisar antara 5,4 sampai 5,6, total padatan sebesar 3,92% hingga 5,99%, dan gula reduksi sebesar 2,6% hingga 3,99%. Secara alami, air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang lengkap sehingga mempunyai potensi yang besar untuk bisa

Air kelapa mengandung karbohidrat, asam amino esensial, dan asam organik dalam fraksi kecil. Dalam air kelapa terdapat pH berkisar antara 5,4 sampai 5,6, total padatan sebesar 3,92% hingga 5,99%, dan gula reduksi sebesar 2,6% hingga 3,99%. Secara alami, air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang lengkap sehingga mempunyai potensi yang besar untuk bisa

Dokumen terkait