• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBANDINGAN SAUERKRAUT DENGAN AIR KELAPA DAN WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERBANDINGAN SAUERKRAUT DENGAN AIR KELAPA DAN WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

SKRIPSI

OLEH :

FADIAH SYAHFITRI

130305061 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

SKRIPSI

OLEH :

FADIAH SYAHFITRI

130305061 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)
(4)

dan waktu pengukusan terhadap mutu bekasam instan ikan mujair (Oreochromis mossambicus), dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan TERIP KARO-KARO.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap mutu bekasam instan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor yaitu perbandingan sauerkraut dengan air kelapa (K) : (40%:60% ; 30%:70% ; 20%:80% ; 10%:90%) dan waktu pengukusan (P) : (5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, nilai pH, total asam, total mikroba, nilai hedonik aroma dan rasa, nilai skor warna, rasa, dan tekstur.

Perbandingan sauerkraut dengan air kelapa memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, nilai pH, total mikroba, dan nilai skor rasa.

Waktu pengukusan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, nilai pH, total mikroba, nilai skor warna, rasa, dan tekstur.

Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai pH. Perbandingan sauerkraut dengan air kelapa 40%:60% dan waktu pengukusan 5 menit memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu bekasam instan ikan mujair.

Kata kunci : ikan mujair, sauerkraut, air kelapa, waktu pengukusan, bekasam

ABSTRACT

FADIAH SYAHFITRI : The effect of ratio of sauerkraut with coconut water and steaming time on the quality of instant bekasam of mujair fish (Oreochromis mossambicus), supervised by ISMED SUHAIDI and TERIP KARO-KARO.

The purpose of this study was to determine the effect of ratio of sauerkraut with coconut water and steaming time on the quality of instant bekasam of mujair fish. This study used completely randomized design with two factors, i.e ratio of sauerkraut with coconut water (K) : (40%:60% ; 30%:70% ; 20%:80% ; 10%:90%) and steaming time (P) : (5 minutes, 10 minutes, 15 minutes, 20 minutes). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, pH values, total acid, total microbes, hedonic values of flavour and taste, score values of color, taste, and texture.

Ratio of sauerkraut with coconut water gave highly significant effect on protein content, pH values, total microbes, and score values of taste. Steaming time gave highly significant effect on moisture content, protein content, pH values, total microbes, score values of color, taste, and texture. Interactions of the two factors had highly significant effect on pH values. Ratio of sauerkraut with coconut water with consentration of 40%:60% and 5 minutes of steaming produced the best quality of instant bekasam of mujair fish.

Keywords : mujair fish, sauerkraut, coconut water, steaming time, bekasam

(5)

FADIAH SYAHFITRI dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Februari 1996 dari Bapak Jalaluddin dan Ibu Khadijah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, beragama Islam.

Penulis menempuh pendidikannya di SD Panca Budi Medan, SMP Panca Budi Medan, penulis lulus dari SMA Panca Budi Medan pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU. Penulis juga merupakan asisten praktikum di Laboratorium Biokimia Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian USU. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara IV Air Batu dari tanggal 11 Juli 2016 sampai 11 Agustus 2016.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Sauerkraut dengan Air Kelapa dan Waktu Pengukusan Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)”. Penelitian ini dilakukan mulai Oktober hingga Desember 2017 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Perbandingan Sauerkraut dengan Air Kelapa dan Waktu Pengukusan Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)”

sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana teknologi pangan di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Selain itu banyak pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang mendalam kepada Kedua orang tua tercinta Papa Jalaluddin dan Mama Khadijah Nasution, beserta kedua adik tersayang Muhammad Rizky Hanafiah dan Dinda Nur Amaliyah yang telah memberikan motivasi, semangat, dan mendoakan penulis selama penulisan skripsi.

Terimakasih kepada Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas bimbingan, motivasi, masukan, saran sehingga penulis menyelesaikan skripsi.

Terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua program studi, bapak Ridwansyah, STP, M.Si selaku sekretaris, beserta jajaran dosen program studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu dan nasihat yang bermanfaat, dan kepada staf tata usaha beserta laboran program studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

(7)

selama perkuliahan berlangsung, Mutiara Balqis dan Eka Putri Harianto yang telah memberikan semangat dan menemani selama masa perkuliahan, Suci Farina Andika dan Fachri Zaqie yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi, dan teman-teman ITP 2013 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kepada asisten Laboratorium Biokimia, Bang Rahman, Kak Elan, Kak Gloria, Tiara, Suci, Putra, Elisabet, Nia, Refianti, dan Shafira yang telah memberikan semangat selama penelitian dilakukan, kepada asisten Laboratorium Teknologi Pangan yang telah membantu selama penelitian. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2018

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Ikan Mujair ... 6

Kandungan gizi ikan mujair ... 7

Manfaat ikan mujair... 8

Bekasam ... 9

Kandungan gizi bekasam ... 10

Manfaat bekasam ... 11

Cara pembuatan bekasam ... 12

Sauerkraut ... 13

Kandungan gizi sauerkraut ... 15

Manfaat sauerkraut... 16

Proses pembuatan sauerkraut ... 17

Peran sauerkraut sebagai starter fermentasi ... 18

Air Kelapa ... 20

Kandungan gizi air kelapa ... 21

Penggunaan air kelapa dalam fermentasi ... 22

Bekasam Instan ... 23

Waktu Pengukusan ... 23

Bahan Tambahan dalam Pembuatan Bekasam Instan ... 26

Garam ... 26

Gula pasir ... 27

Santan kelapa ... 27

Bumbu-bumbu ... 27

(9)

BAHAN DAN METODA ... 31

Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

Bahan Penelitian ... 31

Reagensia ... 31

Alat Penelitian ... 31

Metode Penelitian ... 32

Model Rancangan ... 33

Pelaksanaan Penelitian... 33

Pembuatan sauerkraut ... 33

Penyiangan dan pencucian ikan ... 34

Persiapan air kelapa ... 34

Persiapan alat ... 34

Pembuatan bekasam ... 35

Pembuatan bumbu bekasam instan ... 35

Pembuatan bekasam instan ... 35

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data ... 36

Penentuan kadar air ... 36

Penentuan kadar abu ... 36

Penentuan kadar lemak ... 37

Penentuan kadar protein ... 37

Penentuan nilai pH... 38

Penentuan total asam ... 39

Pengujian total mikroba ... 39

Uji organoleptik hedonik aroma dan rasa ... 40

Uji organoleptik skor warna ... 40

Uji organoleptik skor rasa... 40

Uji organoleptik skor tekstur ... 41

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

Pengaruh Perbandingan Sauerkraut dengan Air Kelapa Terhadap parameter yang Diamati ... 46

Pengaruh Waktu Pengukusan Terhadap Parameter yang Diamati ... 47

Kadar Air ... 49

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 49

Pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 49

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 51

Kadar Abu ... 51

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 51

Pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 52

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 52

(10)

Kadar Lemak ... 52 Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 52 Pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 52 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 53 Kadar Protein ... 53

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 53 Pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 55 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 56 Nilai pH ... 57

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 57 Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 59 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 60 Total Asam ... 62

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 62 Pengaruh waktu pengukusan terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 64 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 65 Total Mikroba ... 66

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 66 Pengaruh waktu pengukusan terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 67 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 69 Nilai Organoleptik Hedonik Aroma ... 69

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai organoleptik hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 69 Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 70 Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 70

(11)

Nilai Organoleptik Hedonik Rasa ... 70

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai organoleptik hedonik rasa bekasam instan ikan mujair ... 70

Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik hedonik rasa bekasam instan ikan mujair ... 70

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik hedonik rasa bekasam instan ikan mujair ... 71

Nilai Organoleptik Skor Warna ... 71

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai organoleptik skor warna bekasam instan ikan mujair ... 71

Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor warna bekasam instan ikan mujair... 71

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor warna bekasam instan ikan mujair ... 73

Nilai Organoleptik Skor Rasa ... 73

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 73

Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 75

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 76

Nilai Organoleptik Skor Tekstur ... 77

Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai organoleptik skor tekstur bekasam instan ikan mujair ... 77

Pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor tekstur bekasam instan ikan mujair ... 77

Pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai organoleptik skor tekstur bekasam instan ikan mujair ... 79

KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

Kesimpulan ... 80

Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 88

(12)

No. Hal

1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging ... 8

2. Karakteristik kimia dan nilai gizi bekasam ikan mas ... 11

3. Kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau ... 15

4. Kandungan gizi dalam 100 gram sauerkraut ... 16

5. Perbandingan komposisi air kelapa ... 22

6. Skala uji hedonik terhadap aroma dan rasa ... 40

7. Skala uji skor terhadap warna ... 40

8. Skala uji skor terhadap rasa ... 41

9. Skala uji skor terhadap tekstur ... 41

10. Pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap parameter yang diamati ... 46

11. Pengaruh waktu pengukusan terhadap parameter yang diamati ... 48

12. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 50

13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 53

14. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 55

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair... 57

16. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 59

17. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 61

18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 63

(13)

20. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 66 21. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap total

mikroba bekasam instan ikan mujair ... 68 22. Nilai LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai

organoleptik skor warna bekasam instan ikan mujair ... 72 23. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air

kelapa terhadap nilai organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 74 24. Uji LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai

organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 75 25. Nilai LSR efek utama pengaruh waktu pengukusan terhadap nilai

organoleptik skor tekstur bekasam instan ikan mujair ... 77

(14)

No. Hal

1. Ikan mujair ... 7

2. Sawi hijau ... 15

3. Skema pembuatan sauerkraut... 42

4. Persiapan air kelapa ... 43

5. Skema pembuatan bekasam basah ... 44

6. Skema pembuatan bekasam instan ... 45

7. Hubungan waktu pengukusan dengan kadar air bekasam instan ikan mujair ... 51

8. Hubungan perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair... 54

9. Hubungan waktu pengukusan dengan kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 56

10. Hubungan perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 58

11. Hubungan waktu pengukusan dengan nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 60

12. Hubungan interaksi perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 62

13. Hubungan perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total asam bekasam instan ikan mujair... 63

14. Hubungan waktu pengukusan dengan total asam bekasam instan ikan mujair ... 65

15. Hubungan perbandingan sauerkraut dengan air kelapa terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 67

16. Hubungan waktu pengukusan dengan total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 68

17. Hubungan waktu pengukusan dengan nilai organoleptik skor warna bekasam instan ikan mujair ... 72

(15)

19. Hubungan waktu pengukusan dengan nilai organoleptik skor rasa bekasam instan ikan mujair ... 76 20. Hubungan waktu pengukusan dengan nilai organoleptik skor tekstur

bekasam instan ikan mujair ... 78

(16)

No. Hal 1. Data pengamatan analisis kadar air dan data sidik ragam kadar air ... 88 2. Data pengamatan analisis kadar abu dan data sidik ragam kadar abu ... 89 3. Data pengamatan analisis kadar lemak dan data sidik ragam kadar

lemak ... 90 4. Data pengamatan analisis kadar protein dan data sidik ragam kadar

protein ... 91 5. Data pengamatan analisis nilai pH dan data sidik ragam nilai pH ... 92 6. Data pengamatan analisis kadar total asam dan data sidik ragam kadar

total asam ... 93 7. Data pengamatan analisis kadar total mikroba dan data sidik ragam

kadar total mikroba ... 94 8. Data pengamatan uji hedonik aroma dan data sidik ragam uji hedonik

aroma ... 95 9. Data pengamatan uji hedonik rasa dan data sidik ragam uji hedonik

rasa ... 96 10. Data pengamatan uji skor warna dan data sidik ragam uji skor warna .... 97 11. Data pengamatan uji skor rasa dan data sidik ragam uji skor rasa... 98 12. Data pengamatan uji skor tekstur dan data sidik ragam uji skor tekstur .. 99 13. Foto produk bekasam instan ikan mujair ... 100

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Komposisi kimia daging ikan adalah air sebesar 60-84%, protein sebesar 18-30%, lemak sebesar 0,1-2,2%, karbohidrat sebesar 0-1%, serta vitamin dan mineral dalam jumlah kecil.

Tingginya kadar protein dan kadar air pada ikan menyebabkan ikan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Selain itu banyaknya asam lemak tidak jenuh pada ikan menyebabkan mudahnya terjadi proses oksidasi sehingga menimbulkan bau tengik. Untuk itu diperlukan pengawetan dan pengolahan yang tepat bagi ikan agar kualitasnya dapat dipertahankan.

Pengawetan dan pengolahan ikan tidak banyak berbeda, karena pada umumnya pengawetan ikan selalu diikuti dengan proses pengolahan. Tujuan utamanya adalah memperpanjang masa simpan, memperlambat kerusakan sehingga mutu ikan dapat dipertahankan tetap dalam kondisi baik. Berbagai metode pengawetan ikan yang sering dilakukan adalah penggunaan suhu rendah seperti pendinginan dan pembekuan, penggaraman, pengasapan, pengeringan, pemindangan, dan fermentasi. Sedangkan beberapa cara pengolahan ikan yang sering dilakukan adalah pembuatan bakso ikan, ikan asap, dendeng ikan, bekasam ikan, dan abon ikan.

Produk makanan yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya, karena mikroba pada produk fermentasi dapat memecah komponen kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana

(18)

sehingga lebih mudah dicerna. Bekasam adalah salah satu produk fermentasi ikan air tawar yang diawetkan dengan cara penggaraman dan peragian. Olahan bekasam banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedangkan di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan bekasam yaitu ikan air tawar, garam, dan sumber karbohidrat. Variasi jumlah garam yang biasa ditambahkan pada pembuatan bekasam yaitu 10-25%, jumlah karbohidrat 20-50%, dengan lama fermentasi 5 sampai 10 hari.

Ikan yang biasa digunakan pada fermentasi bekasam adalah ikan mujair.

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Ikan mujair juga banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang semakin banyak. Selain itu ikan mujair juga mengandung kandungan gizi yang cukup lengkap bagi kesehatan manusia. Ikan mujair mengandung mineral, protein, dan omega 3 yang cukup banyak yang berfungsi untuk kecerdasan otak. Selain itu terdapat selenium, fosfor, kalium, vitamin B12, B3, B6 dan B5. Oleh karena itu ikan mujair sangat cocok digunakan sebagai bahan utama fermentasi bekasam.

Fermentasi bekasam ikan dilakukan secara tradisional dan berlangsung secara spontan. Hal ini menyebabkan mikroba dapat tumbuh sesuai dengan perubahan lingkungannya, sehingga kualitas produk fermentasi menjadi kurang baik dan sering terkontaminasi oleh mikroba patogen dan perusak serta berbahaya untuk dikonsumsi. Kelemahan ini perlu diperbaiki untuk menghasilkan produk bekasam dengan kualitas yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

(19)

dengan meningkatkan jumlah bakteri yang berperan dalam proses fermentasi, yakni dengan penambahan kultur atau starter bakteri asam laktat (BAL).

Starter bakteri asam laktat yang dapat digunakan dalam fermentasi bekasam adalah sauerkraut atau ekstrak sayur. Sauerkraut merupakan hasil fermentasi sayuran yang diambil larutan atau ekstraknya. Sayur yang sering digunakan dalam pembuatan sauerkraut adalah kubis dan sawi. Cara pembuatan sauerkraut adalah dengan memotong sayur kemudian ditambahkan garam 2,5%

dan difermentasi selama 5 hari, setelah itu disaring dan larutan siap digunakan sebagai starter fermentasi bahan pangan olahan lain. Sauerkraut mengandung bakteri asam laktat sehingga asam laktat lebih cepat diproduksi dan diikuti dengan penurunan pH bahan pangan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Faktor lain yang yang penting dalam proses fermentasi bekasam ikan adalah sumber karbohidrat yang ditambahkan. Sumber karbohidrat merupakan sumber energi atau makanan yang digunakan oleh bakteri asam laktat. Kadar karbohidrat yang ditambahkan dapat mempengaruhi penurunan pH sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Oleh karena itu pada proses fermentasi perlu dilakukan penambahan karbohidrat yang tepat. Selama ini sumber karbohidrat yang ditambahkan berupa nasi, gula merah, tepung, atau air tajin. Namun sumber karbohidrat tersebut sulit untuk penyediaannya dalam jumlah yang besar. Untuk itu sumber karbohidrat dapat diganti dengan limbah air kelapa. Hal ini dikarenakan limbah air kelapa mempunyai kandungan gizi yang lebih tinggi serta jumlahnya yang melimpah. Air kelapa mempunyai komposisi

(20)

gula dan mineral yang lengkap sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan sumber karbohidrat untuk proses fermentasi asam laktat.

Fermentasi bekasam ikan dengan menggunakan sauerkraut dan limbah air kelapa memiliki kelemahan, yakni kadar air yang tinggi dapat menyebabkan ikan mudah busuk sehingga diperlukan penanganan dan pengolahan lebih lanjut.

Pengolahan lanjutan yang bisa dilakukan adalah dengan membuat produk bekasam basah menjadi bentuk instan sehingga daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu bekasam instan lebih praktis dan bisa digunakan sebagai makanan pendamping nasi. Pembuatan bekasam instan dilakukan dengan menyuir daging ikan, penambahan bumbu, kemudian dilakukan penggorengan.

Faktor penting dalam pembuatan bekasam instan yaitu waktu pengukusan ikan setelah difermentasi. Tujuan pengukusan adalah untuk mempertahankan mutu ikan, perbaikan cita rasa dan tekstur, serta mempertahankan nilai gizi dan daya cerna ikan. Ikan hasil fermentasi mempunyai tekstur yang cukup lunak sehingga diperlukan waktu pengukusan yang tepat untuk dapat membuat ikan mudah dipisahkan menjadi serat-serat yang halus. Selain itu pengukusan dapat menghilangkan bakteri selama proses fermentasi berlangsung, serta dapat menghentikan proses fermentasi.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak sayur dalam pembuatan silase ikan mampu mengawetkan ikan selama 12 hari tanpa mengurangi kandungan nutrisi ikan tersebut (Utama dan Sumarsih, 2006). Selama fermentasi sawi asin dalam medium air kelapa terjadi penurunan pH dan peningkatan total asam serta peningkatan populasi bakteri asam laktat (Widowati dan Malahayati, 2016).

(21)

Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang

”Pengaruh Perbandingan Sauerkraut dengan Air Kelapa dan Waktu Pengukusan Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)” dengan harapan akan diperoleh komposisi bekasam instan dengan mutu terbaik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan yang menghasilkan bekasam instan ikan mujair terbaik dengan sifat fisik, kimia, dan organoleptik terbaik yang disukai konsumen.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai sumber informasi dalam pembuatan bekasam instan dengan fermentasi menggunakan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan dengan mutu yang baik, serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbandingan sauerkraut dengan air kelapa dan waktu pengukusan serta interaksi keduanya terhadap mutu bekasam instan ikan mujair (Oreochromis mossambicus).

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Mujair

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berasal dari perairan Afrika, yaitu sekitar dataran rendah pantai delta Zambezi sampai pantai Algoa. Pada saat ini ikan mujair telah tersebar luas ke 90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Ikan mujair diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial (Webb, dkk., 2007). Ikan mujair hidup di perairan tawar seperti danau, waduk, dan rawa.

Toleransinya yang luas terhadap salinitas, menyebabkan ikan ini juga dapat hidup di air payau dan air laut (Setianto, 2012). Ikan mujair bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus, crustaseae, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air (Ersa, 2008).

Ikan mujair mempunyai ciri-ciri bentuk badan pipih, berwarna abu-abu, coklat, atau hitam tergantung pada lingkungan habitatnya, dengan bentuk badan pipih memanjang, bersisik kecil dan memiliki garis vertikal, sirip ekor berwarna merah. Berikut ini merupakan klasifikasi ikan mujair:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb, dkk., 2007).

(23)

Kandungan gizi ikan mujair

Secara umum komposisi daging ikan meliputi 15-24% protein, 0,1-22%

lemak, 1-3% karbohidrat, 0,8-2% senyawa anorganik, dan 66-84% air. Komposisi dari daging ikan sangat bervariasi tergatung faktor biologis dan faktor alam di sekitar habitat ikan tersebut. Faktor biologis meliputi jenis ikan, umur, dan jenis kelamin ikan. Sedangkan faktor alam meliputi segala hal yang berada di habitat ikan seperti musim dan juga jenis makanan yang tersedia (Muchtadi, dkk., 2007).

Ikan mujair merupakan ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang enak dan gurih serta mengandung komposisi zat gizi yang cukup lengkap untuk memenuhi kesehatan manusia.

Mengkonsumsi ikan mujair dapat meningkatkan kecerdasan otak karena adanya kandungan asam lemak tak jenuh yakni omega-3. Selain itu ikan mujair juga mengandung mineral seperti selenium, fosfor, kalium, dan vitamin B kompleks.

Gambar ikan mujair dapat dilihat pada Gambar 1 (Setianto, 2012).

Gambar 1. Ikan mujair (Dokumentasi Pribadi)

Berbagai kandungan zat gizi yang terkandung dalam 100 g daging ikan mujair dijelaskan pada Tabel 1.

(24)

Tabel 1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging

Kandungan zat gizi Jumlah

Energi (Kkal) 128

Protein (g) 26,15

Lemak (g) 2,65

Karbohidrat (g) 0

Kalsium (mg) 14

Fosfor (mg) 204

Besi (mg) 0,69

Vitamin A (μg) 0

Vitamin B (mg) 0,093

Air (g) 71,59

Sumber : United States Department of Agriculture (USDA) (2016)

Manfaat ikan mujair

Ikan mujair mengandung protein sekitar 18,7% dalam 100 g daging.

Protein adalah komponen yang sangat diperlukan oleh tubuh sebagai pembentuk jaringan baru. Kekurangan protein bagi tubuh dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan otak. Berbagai fungsi protein antara lain sebagai komponen pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai zat pembangun, dan zat pengatur pemberi tenaga. Protein juga terdiri dari asam-asam amino esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh namun tidak dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga diperlukan sumber asam amino esensial dari berbagai bahan makanan seperti ikan (Marsetyo dan Kartasapoetra, 2003).

Selain protein, daging ikan mujair juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol darah.

Asam lemak tak jenuh antara lain terdiri dari asam lemak omega-3, docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapentaenoic acid (EPA) yang sangat baik untuk perkembangan sel-sel otak dan berguna bagi kecerdasan serta untuk mempertajam penglihatan. Daging ikan mujair juga mengandung vitamin A yang

(25)

bermanfaat bagi kesehatan mata dan sebagai antioksidan, vitamin B kompleks yang berfungsi dalam metabolisme asam amino dan lemak, mencegah anemia, kerusakan syaraf, pembentukan sel darah merah, metabolisme lemak, dan melindungi jantung (Departemen Kesehatan, 2001).

Bekasam

Ikan mujair merupakan ikan jenis air tawar yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah diperoleh dengan harganya yang murah. Selain itu ikan mujair juga mengandung zat gizi yang cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun, ikan mujair, sama seperti ikan pada umumnya, memiliki masa simpan yang relatif pendek karena tingginya kandungan air dan protein ikan sehingga menyebabkan ikan mujair mudah busuk. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengolahan ikan mujair yang dapat memperpanjang masa simpan ikan tersebut. Salah satu jenis pengolahan ikan mujair adalah pembuatan bekasam ikan (Widayanti, dkk., 2015).

Bekasam merupakan produk makanan tradisional yang diolah dengan cara fermentasi. Bekasam berasal dari daerah Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah produk bekasam dikenal dengan sebutan wadi dan di Pelembang, Sumatera Selatan dikenal dengan ikan peda.

Selama fermentasi, bakteri asam laktat adalah bakteri utama yang berkembang dalam prosesnya. Hingga saat ini bekasam yang dibuat masyarakat lebih mengandalkan fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL) yang berkembang sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi (Astriani, 2011).

(26)

Kandungan gizi bekasam

Fermentasi pada dasarnya terjadi karena aktivitas mikroba dalam substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi tersebut dapat menyebabkan perubahan sifat awal yang diakibatkan oleh adanya pemecahan beberapa kandungan bahan awal tersebut sehingga menjadi komponenen-komponen yang lebih sederhana. Bekasam memiliki komposisi gizi yang cukup tinggi (Sari, dkk., 2013). Produk makanan yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroba pada produk fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks pada bahan pangan menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Mikroba tersebut juga dapat mensintesis beberapa vitamin (Berlian, dkk., 2016). Metode fermentasi ini sangat praktis dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi, dapat meningkatkan nilai gizi, memiliki aroma dan rasa yang khas serta bernilai ekonomis (Suyatno, dkk., 2015).

Proses fermentasi bekasam dikondisikan dalam suasana anaerob, selama proses fermentasi berlangsung diharapkan tumbuh bakteri asam laktat yang dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba seperti asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, CO2, dan bakteriosin yang dapat menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri asam laktat juga tidak akan menghasilkan toksin sehingga aman jika ditambahkan ke dalam pengolahan bahan pangan (Rif’ah, 2016).

Fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme pembentuk asam serta menekan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik (Afriani, 2010). Bakteri yang berperan dalam fermentasi ikan adalah BAL yang mempunyai kemampuan memproduksi asam laktat (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

Dalam proses pengolahan makanan, BAL berperan sebagai pengawet. Hal ini

(27)

karena BAL menghasilkan senyawa antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Selain itu asam laktat yang dihasilkan juga mampu menurunkan pH dan keadaan ini akan mengganggu aktivitas enzim sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas metabolisme. Hal ini menjadikan salah satu ciri khas dari bekasam, yaitu mempunyai rasa asam akibat hasil metabolisme bakteri yang menghasilkan asam laktat (Ray, 2004).

Komposisi bekasam yang dibuat dari ikan mas dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik kimia dan nilai gizi bekasam ikan mas

Parameter Nilai

Kadar air (%) 58,40 – 66,95

Kadar abu (%) 6,11 – 8,67

Kadar protein (%) 4,80 – 6,91

Kadar lemak (%) 5,00 – 5,72

Kadar garam (%) 14,95 – 17,20

pH 4,57 – 4,89

Kadar asam laktat (%) 0,60 – 5,33

Sumber : Irianto (2012)

Manfaat bekasam

Bakteri asam laktat yang diproduksi selama proses fermentasi bekasam berlangsung mempunyai berbagai keunggulan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Bakteri asam laktat dikenal sebagai agen probiotik dan biopreservasi.

Selain itu bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme Generally Recognized as Safe (GRAS), yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan.

Oleh karena itu bakteri asam laktat tidak memproduksi racun yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa jenis bakteri asam laktat juga berguna bagi kesehatan (Rif’ah, 2016).

Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif yang tidak membentuk spora. Bakteri ini juga tidak dapat menghasilkan enzim katalase dan bersifat anaerob fakultatif yang akan memecah protein menjadi mono-peptida dan juga

(28)

asam-asam amino yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu bakteri asam laktat juga menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat bakteri patogen, berperan sebagai probiotik yang tumbuh dan berkembang di dalam saluran pencernaan.

Bakteri asam laktat mampu hidup pada pH rendah, mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mampu menyerap bahan-bahan penyebab kanker dan tumor, serta bermanfaat bagi kekebalan tubuh manusia (Utama dan Mulyanto, 2009).

Cara pembuatan bekasam

Bekasam dapat dibuat dengan cara yang beragam. Namun pada prinsipnya pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan, penggaraman, kemudian fermentasi ikan dengan penambahan sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat. Ikan yang telah dipotong dan dibersihkan dari isi perut, insang, dan sisiknya selanjutnya dicuci bersih. Kemudian ikan direndam dalam larutan garam atau dilumuri dengan garam maksimum 20% dari berat ikan selama 24-48 jam. Larutan garam harus dapat menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang membusuk akibat kontak dengan udara luar (Irianto, 2008).

Produk fermentasi tradisional dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain dengan penambahan inokulum, penerapan aspek sanitasi dan estetika, serta dengan teknik produksi lain agar dapat meningkatkan mutu hasil (Soetrisno dan Apriyantono, 2005). Penambahan kultur starter yakni cairan asinan sawi sebagai sumber BAL mempengaruhi jumlah BAL dan total koloni bakteri anaerob awal. Cairan tersebut menyebabkan jumlah koloni kedua jenis bakteri lebih tinggi (Irianto, 2012).

(29)

Dengan penambahan bakteri asam laktat pada awal proses fermentasi, kualitas produk akhir bekasam menjadi lebih konsisten. Bakteri asam laktat diperoleh dari asinan sawi yang disebut dengan sauerkraut. Penambahan bakteri asam laktat dari sauerkraut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi sehingga terjadi peningkatan jumlah koloni jenis bakteri tersebut. Bakteri asam laktat akan menghasilkan asam laktat pada saat fermentasi berlangsung. Asam laktat ini meresap ke dalam jaringan tubuh ikan sehingga ikan yang difermentasi akan bersifat asam dan dapat mengawetkan ikan. Produk bekasam akhir mempunyai cita rasa asam dan juga aroma yang khas hasil fermentasi (Astriani, 2011).

Jumlah garam, sumber karbohidrat, dan lama fermentasi dalam pembuatan bekasam beragam, tergantung dari bahan yang digunakan. Variasi jumlah garam yang ditambahkan pada pembuatan bekasam biasanya yaitu 10-25%. Variasi jumlah dan sumber karbohidrat yang ditambahkan adalah 15% beras sangrai, nasi sebanyak 20-50%. Lama fermentasi bekasam biasanya berkisar antara 5 sampai 10 hari. Variasi jumlah bahan-bahan yang digunakan ini membuat mutu bekasam yang dihasilkan beragam (Wikandari, dkk., 2012).

Sauerkraut

Fermentasi adalah pengawetan makanan yang sangat berperan dalam perbaikan dari kandungan nutrisi dan fungsi dari makanan (Astuti dan Syamhudi, 2014). Sauerkraut adalah makanan Jerman dari sayuran yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus dalam fermentasi spontan. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh

(30)

bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.

Kadar asam yang dihasilkan dari fermentasi berkisar antara 0,8-1,5% dan dinyatakan sebagai asam laktat. Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15%. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang tumbuh (Pato, 2003). Medium fermentasi dalam pembuatan sauerkraut digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Yanuari, 2011).

Jenis bakteri yang berperan dalam fermentasi asam laktat adalah Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan juga Pediococcus. Bakteri tersebut akan mensintesis gula menjadi asam organik terutama asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Bakteri asam laktat merupakan spesies bakteri yang dapat membentuk asam laktat dari hasil metabolisme karbohidrat dan mampu tumbuh pada pH yang cukup rendah.

Selama proses fermentasi berlangsung, produksi asam dari bakteri asam laktat berjalan cepat sehingga dapat menekan jumlah mikroorganisme lainnya (Sulistiyanto dan Nugroho, 2009).

Pada pembuatan sauerkraut digunakan sayuran sawi hijau sebagai bahan baku. Sawi hijau (Brassica rapa) mengandung zat gizi yang cukup lengkap dan sangat baik jika dikonsumsi untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Sawi hijau memiliki manfaat sebagai pencegah penyakit kanker pada tubuh karena mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat yang cukup tingi.

Mengkonsumsi sawi hijau secara rutin dapat menurunkan resiko terserang kanker prostat pada tubuh (Margiyanto, 2007). Gambar sawi hijau dapat dilihat pada

(31)

Gambar 2, sedangkan kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau dijelaskan pada Tabel 3.

Gambar 2. Sawi hijau (Dokumentasi Pribadi) Tabel 3. Kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau

Komposisi Jumlah

Protein (g) 2,3

Lemak (g) 0,4

Karbohidrat (g) 4,0

Kalsium (mg) 220

Fosfor (mg) 38,0

Besi (mg) 2,9

Vitamin A (mg) 1940,0

Vitamin B (mg) 0,09

Vitamin C (mg) 102

Energi (kal) 22,0

Serat (g) 0,7

Air (g) 92,2

Natrium (mg) 20,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2012)

Kandungan gizi sauerkraut

Konsentrasi garam pada sauerkraut berpengaruh terhadap pH. Semakin rendah konsentrasi garam maka pH semakin rendah. Konsentrasi garam 3%

pertumbuhan bakteri asam laktat paling optimal, akibatnya asam laktat yang dihasilkan semakin banyak sehingga semakin menurunkan pH. Rasa yang

(32)

dihasilkan dengan konsentrasi garam 5% sangatlah asin sehingga kurang dapat diterima secara organoleptik (Fathonah, 2009).

Garam menghambat pertumbuhan jenis mikroorganisme yang tidak diinginkan yaitu mikroorganisme pembusuk dengan cara mengatur aktivitas air media tumbuh. Garam menarik keluar cairan sel dari bahan baku yang antara lain mengandung sakarida. Bila konsentrasi garam kurang dari 5% maka mikroorganisme proteolitik akan tumbuh, sedangkan konsentrasi garam lebih dari 15% maka pertumbuhan Lactobacillus akan terhambat dan bakteri halofilik akan dipacu pertumbuhannya (Tjahjadi, 2008).

Selama ini sauerkraut telah dikenal dengan makanan hasil produk fermentasi yang mempunyai kandungan gizi tinggi dengan cara pembuatan yang mudah. Kandungan gizi dalam 100 gram sauerkraut dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi dalam 100 gram sauerkraut

Kandungan zat gizi Jumlah

Energi (kkal) 19

Karbohidrat (g) 4,3

Gula (g) 1,8

Serat pangan (g) 2,9

Lemak (g) 0,14

Protein (g) 0,9

Air (g) 92

Vitamin B6 (mg) 0,13

Vitamin C (mg) 15

Besi (mg) 1,5

Natrium (mg) 661

Sumber : USDA Food Composition Database (2015)

Manfaat sauerkraut

Asinan sayuran merupakan sayuran yang diawetkan dengan cara fermentasi asam, atau biasa disebut dengan sauerkraut. Sauerkraut biasanya dikonsumsi dalam keadaan mentah atau tidak ada pengolahan lebih lanjut.

Sauerkraut juga diketahui memiliki banyak manfaat bagi tubuh karena

(33)

mengandung antimikroba dan juga antioksidan. Sauerkraut juga mengandung zat penangkal kanker dan hipertensi. Selain itu sauerkraut diketahui dapat membuat orang yang mengkonsumsinya awet muda dan terhindar dari bahaya osteoporosis (Safitri, 2015).

Sayuran yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan sauerkraut mengandung berbagai zat gizi untuk pertumbuhan mikroba serta mengandung bakteri asam laktat alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan inokulum ataupun ragi. Selain itu garam yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lainnya yang akan mengontrol pertumbuhan mikroflora. Garam juga merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi dan Marta, 2011).

Proses pembuatan sauerkraut

Pembuatan sauerkraut dilakukan hanya dengan menggunakan air dan garam saja tanpa penambahan sumber karbohidrat lain. Salah satu perlakuan pada pembuatan asinan sawi yaitu pelayuan selama satu malam yang bertujuan agar sayuran tidak patah-patah (hancur) saat dilakukan proses peremasan dengan garam serta membantu proses pelunakan jaringan agar nutrisi dalam sayuran keluar saat proses fermentasi berlangsung (Shobahiya, 2017).

Sauerkraut terbuat dari sayuran yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat seperti Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus.

Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam karena bakteri asam laktat terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi.

Sauerkraut merupakan produk fermentasi bakteri asam laktat yang berasal dari

(34)

rajangan tipis sayur dengan panjang sekitar 20 cm dan lebar 2-5 mm (Astuti dan Syahmudi, 2014).

Peran sauerkraut sebagai starter fermentasi

Selama fermentasi sauerkraut dimanfaatkan BAL, seperti Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan Pediococcus cerevisiae. BAL diseleksi melalui garam yang digunakan. Pada awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalah Leuconostoc mesenteroides yang menghambat pertumbuhan bakteri lain dan memproduksi asam dan CO2 sehingga menurunkan pH. Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, Lactobacillus plantarum, yang menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Sadek, dkk., 2009).

Mutu bekasam dapat diperbaiki dengan menambahkan kultur starter bakteri asam laktat seperti cairan dari fermentasi sauerkraut. Penggunaan cairan tersebut sebagai sumber bakteri asam laktat secara nyata mempengaruhi jumlah bakteri asam laktat dan total koloni bakteri anaerob. Cairan tersebut menyebabkan jumlah koloni kedua jenis bakteri lebih tinggi (Irianto, 2012). Ketersediaan nutrisi di dalam larutan garam saat fermentasi disebabkan karena adanya tekanan osmosis dari larutan garam terhadap bahan sehingga gula, vitamin, dan mineral akan keluar dari bahan, zat-zat nutrisi ini akan digunakan BAL untuk pertumbuhannya (Manurung, 2011).

Pada pembuatan sauerkraut ditambahkan garam berkonsentrasi 2%

(aw 0,94-0,98) sampai 15% (aw 0,85-0,86). Dengan menambahkan konsentrasi garam sebanyak 15% tidak akan mempengaruhi kualitas akhir sauerkraut yang dihasilkan. Garam memberikan beberapa pengaruh bila ditambahkan pada

(35)

jaringan sayuran segar. Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan mikroorganisme pembentuk spora tidak tahan terhadap kadar garam, bahkan yang rendah sekalipun (Ammor dan Mayo, 2007).

Penambahan sauerkraut sebagai starter fermentasi akan mempercepat tumbuhnya BAL dibandingkan pada fermentasi secara spontan sehingga jumlah asam laktat pada fermentasi lebih banyak, inilah yang mengakibatkan nilai pH lebih rendah dibandingkan pada fermentasi secara spontan. Menurut Yusra dan Efendi (2010), BAL dapat mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat dan asam lainnya. Penambahan sauerkraut dapat mempercepat terjadinya penurunan pH dan lama fermentasi juga dapat dipercepat (Zummah dan Wikandari, 2013).

Selama fermentasi berlangsung, adanya bakteri asam laktat yang berasal dari sauerkraut akan mengeluarkan metabolit berupa asam laktat yang menyebabkan penurunan pH (Surono, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa semakin banyak jumlah sauerkraut yang diberikan maka semakin tinggi nilai keasaman pada fermentasi ikan (Manurung, 2011).

Sauerkraut yang digunakan sebagai starter fermentasi bekatul meningkatkan kandungan mineral sebesar 20% dan membuat bekatul dapat disimpan selama 1 tahun dalam suhu ruang dan dapat digunakan sebagai starter fermentasi selanjutnya. Hal ini disebabkan sauerkraut mengandung bakteri aktif seperti Lactobacillus sp dan Sacaromyces, serta mengandung 2,1×1010 CFU bakteri asam laktat, 0,0244% asam asetat, 0,0017% asam butirat, 0,7997% asam laktat dengan 1,104% total asam. Hal ini menyebabkan cairan sauerkraut mampu digunakan sebagai pengawetan maupun pengolahan bahan pangan (Utama, 2009).

(36)

Pelepasan protein akibat tekanan osmosis akan meningkatkan total kandungan N ikan (Lopetcharat dan Park, 2002). Prinsip pengolahan bahan makanan secara fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan sehingga dapat merombak rantai molekul yang panjang menjadi lebih sederhana. Bahan makanan fermentasi memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya karena komponen kompleks diubah oleh mikroorganisme menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna (Manurung, 2011).

Dengan penambahan kultur sauerkraut menghasilkan jumlah BAL yang lebih tinggi sehingga degradasi protein ikan menjadi protein terlarut, peptida, maupun asam amino juga lebih banyak. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wikandari (2011) yang telah membuktikan bahwa bakteri asam laktat mempunyai sistem enzim proteolitik yang dapat mendegradasi protein ikan menjadi peptida.

Air Kelapa

Air kelapa adalah air yang terdapat di dalam buah kelapa. Air kelapa merupakan cairan endosperma dari buah kelapa. Jumlah air kelapa dalam satu buah kelapa yakni berkisar antara 250 ml hingga 300 ml tergantung dari ukuran buah. Air kelapa mulai muncul pada bulan ketiga pematangan buah dan mencapai maksimal pada bulan kedelapan pematangan. Namun setelah buah kelapa mengalami ripening (ketuaan), terjadi penurun jumlah air kelapa tersebut. Ciri-ciri dari air kelapa yakni merupakan cairan dengan aroma yang khas, berwarna sedikit keruh namun ada pula yang jernih tetapi tidak berwarna, berasa manis dan sedikit asam, serta mempunyai pH 4,2 hingga 6 (Satheesh dan Prasad, 2013).

(37)

Air kelapa yang berasal dari buah kelapa tua dikategorikan sebagai hasil samping yang belum banyak dimanfaatkan bahkan cenderung dibuang sebagai limbah. Limbah dari air buah kelapa tua akan menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu air buah kelapa tua lebih baik dimanfaatkan dengan maksimal. Berbagai pemanfaatan air buah kelapa tua yang bisa dilakukan adalah sebagai medium pembuatan nata de coco, pembuatan kecap, dan sebagai pemacu pertumbuhan pada proses pembibitan dan kultur jaringan. Pemanfaatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai medium fermentasi asam laktat (Widowati dan Malahayati, 2016).

Produksi air kelapa di Indonesia sangat berlimpah, yakni mencapai 1 juta hingga 900 juta liter per tahun. Akan tetapi, air kelapa yang berlimpah ini pemanfaatannya tidak menonjol di bidang industri pangan dan menyebabkan air kelapa terbuang sia-sia dan bahkan dapat menyebabkan polusi asam asetat akibat dari proses fermentasi limbah air kelapa tersebut. Hal ini sangat mengganggu dan membuat pencemaran lingkungan. Untuk itu sebaiknya dilakukan pemanfaatan limbah air kelapa dalam industri pangan (Onifade dan Jeff-Agboola, 2003).

Kandungan gizi air kelapa

Selama ini air kelapa muda sering dimanfaatkan karena rasanya yang lebih manis dari air kelapa tua, padahal jika dilihat dari segi kandungan gizinya air kelapa tua masih memiliki susunan gizi yang sesuai sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk pangan (Palungkun, 2004). Air kelapa tua mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi produk fermentasi karena kaya akan nutrisi yaitu gula, protein, dan lemak sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan (Onifade dan Jeff-Agboola, 2003).

(38)

Terdapat beberapa perbedaan komposisi air buah kelapa mudah dan air buah kelapa tua. Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan komposisi air kelapa

Sumber air kelapa (dalam 100 g) Air kelapa muda Air kelapa tua

Kalori (kal) 17,0 -

Protein (g) 0,2 0,14

Lemak (g) 1,0 1,5

Karbohidrat (g) 3,8 4,6

Kalsium (mg) 15,0 -

Fosfor (mg) 8,0 0,5

Besi (mg) 0,2 -

Vitamin C (mg) 1,0 -

Air (g) 95,5 91,5

Sumber: Palungkun (2004)

Pengunaan air kelapa dalam fermentasi

Air kelapa mengandung karbohidrat, asam amino esensial, dan asam organik dalam fraksi kecil. Dalam air kelapa terdapat pH berkisar antara 5,4 sampai 5,6, total padatan sebesar 3,92% hingga 5,99%, dan gula reduksi sebesar 2,6% hingga 3,99%. Secara alami, air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang lengkap sehingga mempunyai potensi yang besar untuk bisa dikembangkan sebagai medium untuk proses fermentasi asam laktat.

Pertumbuhan bakteri asam laktat akan menggunakan komponen karbohidrat air kelapa sebagai sumber karbon (Vigliar, dkk., 2006).

Tinggi rendahnya kandungan glukosa sisa dalam media fermentasi dipengaruhi oleh kemampuan mikroorganisme untuk mengkonversi sumber karbon yang terdapat dalam substrat menjadi biomassa dan produk. Namun glukosa yang berfungsi sebagai substrat dapat juga menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan mikroorganisme bila keberadaannya berlebih atau lebih besar dari nilai kritisnya (Yuliana, 2008).

(39)

Air kelapa tua sangat cocok digunakan sebagai medium pada proses fermentasi bakteri asam laktat, termasuk fermentasi sawi pahit (Brassica juncea) menjadi asinan sawi. Fermentasi sawi ini dilakukan pada suhu ruang dengan penambahan garam berkonsentrasi 5%. Fermentasi dilakukan sampai hari ke empat. Fermentasi menggunakan medium air kelapa tua dapat mengawetkan sayur sawi hijau hingga hari ke empat (Widowati dan Malahayati, 2016).

Bekasam Instan

Bekasam yang diolah dengan cara diberikan bumbu-bumbu tambahan dapat meningkatkan masa simpan yang relatif lebih lama dalam suhu kamar.

Maka dari itu perlu dilakukan pengolahan bekasam dengan menambahkan bumbu-bumbu tambahan lainnya agar dapat meningkatkan masa simpan bekasam serta dapat meningkatkan nilai rasa dari produk bekasam. Bekasam instan diolah dengan cara ikan yang telah difermentasi kemudian dikukus, setelah itu ikan (bekasam) disuir-suir untuk memperkecil ukuran, kemudian ikan (bekasam) diberikan bumbu-bumbu tambahan lainnya lalu dimasak hingga kering, setelah itu bekasam instan siap dikemas dan dikonsumsi secara langsung serta dapat dijadikan sebagai makanan pelengkap lauk pauk (Setiadi, 2001).

Waktu Pengukusan

Pengukusan merupakan salah satu proses pemanasan yang sering dilakukan dalam proses pengolahan bahan pangan. Semakin lama waktu pengukusan, pH semakin tinggi karena air dipanaskan dengan waktu yang cukup lama sehingga molekul-molekul air bergerak demikian cepat dan tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer yang mengakibatkan beberapa molekul air hilang dan

(40)

menjadi gas dan pH air akan semakin naik. Selain itu karena adanya pengukusan, pH bekasam instan cenderung akan mengalami kenaikan dengan semakin lamanya pemanasan. pH mempunyai korelasi dengan total asam, pH yang rendah menunjukkan jumlah asam yang meningkat begitu juga sebaliknya. Pengaruh panas yang diberikan saat pengolahan dapat mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang labil terhadap panas seperti asam-asam organik dan beberapa kandungan vitamin yang terdapat pada bahan maupun produk.

Kerusakan asam juga dapat dipercepat oleh adanya kontak panas yang lama, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Lama pemanasan juga mempengaruhi rasa bekasam (Winarno, 2002).

Waktu yang digunakan selama pengukusan juga dapat menurunkan kadar air pada ikan. Hal ini terjadi karena selama proses pemanasan, tubuh ikan melepaskan sejumlah air sehingga terjadi penurunan kadar air pada produk yang dihasilkan. Lama pemanasan menyebabkan perubahan jaringan pada bahan.

Semakin tinggi suhu yang digunakan menyebabkan molekul air keluar dari permukaan dan menjadi gas (Girsang, dkk., 2018). Selain itu berdasarkan pernyataan Saraswati (2013), bahwa kadar air pada bahan makanan mengalami penyusutan setelah proses pemasakan karena pada umumnya proses pemasakan menggunakan suhu tinggi yaitu sampai titik didih air (100 ⁰C). Besarnya penyusutan kadar air dipengaruhi oleh laju serta besarnya suhu yang digunakan pada proses pemasakan.

Air merupakan kebutuhan dasar dari seluruh makhluk hidup, demikian juga dengan bakteri. Bakteri memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, disamping komponen gizi lainnya sehingga semakin tinggi kada air suatu bahan

(41)

pangan maka kerusakan pangan tersebut akibat aktivitas bakteri akan semakin tinggi pula. Terjadinya penurunan nilai total mikroba seiring bertambahnya waktu pemanasan disebabkan karena semakin lama waktu pemanasan maka daya tahan bakteri terhadap panas akan hilang sehingga terjadi kematian terutama pada sel yang peka terhadap panas (Tapotubun, dkk., 2008).

Warna berperan penting dalam penerimaan bahan pangan karena warna memberikan petunjuk perubahan kimia di dalam makanan selama proses pengolahan. Semakin lama pemanasan pada ikan akan terjadi reaksi pencoklatan.

Suhu pemasakan secara alamiah mempengaruhi tingkat konversi pigmen-pigmen (Lawrie, 2003). Menurut Winarno (2002), panas sangat berpengaruh terhadap pigmen bahan pangan dan menyebabkan perubahan warna pada bahan pangan.

Penggunaan panas dengan waktu yang tepat akan menyebabkan air yang terdapat pada daging ikan menguap sehingga akan berpengaruh terhadap jaringan tekstur daging ikan (Ratnasari, 2009). Menurut Djumarti dkk. (2004) terjadinya pelunakan duri dan keempukan daging pada ikan dipengaruhi oleh lama pemasakan dan suhu yang digunakan, sehingga duri ikan menjadi rapuh dan mudah hancur walaupun bentuknya masih seperti aslinya. Rendahnya kadar air menyebabkan produk yang dihasilkan kering dan memiliki tekstur serat yang halus. Proses pengukusan menyebabkan daging ikan akan semakin matang dan proses pencabikan akan semakin mudah sehingga tekstur yang dihasilkan lembut dan pada proses pemasakan kadar air yang ada pada bahan dapat menguap (Sulthoniyah, dkk., 2012).

Kandungan protein ikan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu pemanasan. Hal ini disebabkan semakin panjang waktu pemanasan maka

(42)

sebagian kecil protein juga ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari daging ikan. Beberapa protein yang larut dalam air antara lain protamin, histamin, pepton, dan proteosa (Winarno, 2002). Selain itu panas dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein yaitu hasil dari denaturasi protein pada suhu tinggi (Tapotubun, dkk., 2008).

Bahan Tambahan dalam Pembuatan Bekasam Instan

Diperlukan penambahan bumbu-bumbu lainnya pada proses pembuatan bekasam untuk meningkatkan nilai organoleptik dan juga masa simpan dari produk bekasam instan. Bekasam yang telah difermentasi kemudian di kukus dan disuir-suir hingga ukuran yang lebih kecil. Selanjutnya bekasam diberikan bumbu-bumbu lain yang diperlukan dan dimasak hingga kering. Kemudian produk bekasam instan dikemas dan dapat dikonsumsi. Bekasam instan juga dapat dijadikan lauk sebagai pendamping nasi (Setiadi, 2001).

Garam

Industri yang modern umumnya memanfaatkan garam sebagai peningkat cita rasa, penampilan, serta sifat fungsional produk yang dihasilkan. Garam yang sering digunakan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan pangan (Assadad dan Utomo, 2011). Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) pada bahan pangan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya. Garam merupakan salah satu bumbu yang paling penting dalam produk pangan. Selain untuk menambah citarasa pada produk pangan garam juga berperan pentimg dalam produk pangan

(43)

fermentasi maupun non fermenatasi. Garam juga berperan penting dalam pelarutan protein dan daya ikat air (Hutkins, 2006).

Gula pasir

Penambahan gula dimaksudkan sebagai penambahan rasa, memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk pada bahan yang diolah. Gula dapat menghambat pertumbuhan plasmolisis dari sel-sel mikroba dengan cara menurunkan kandungan air seminimal mungkin sehingga ketersediaan air untuk aktivitas hidup mikroba tidak ada (Buckle, dkk., 2009). Kadar gula yang tinggi (lebih dari 40%) bila ditambah ke dalam bahan pangan maka air di dalam bahan pangan akan terikat sehinga tidak dapat dipergunakan oleh mikroba dan aw

menjadi rendah (Muchtadi dan Fitriyono, 2010).

Santan kelapa

Santan kelapa adalah emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam daging buah kelapa. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Santan kelapa mengandung tiga nutrisi utama, yaitu lemak sebesar 88,30%, protein sebesar 6,10% dan karbohidrat sebesar 5,60% (Srihari, dkk., 2010). Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Produk yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi masakan.

Bumbu-bumbu

Bawang merah (Allium cepa L.) mengandung vitamin C, potassium, serat, dan asam folat. Selain itu juga mengandung kalsium, zat besi, dan protein dengan

(44)

kandungan yang tinggi (Cahyadi, 2008). Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang termasuk ke dalam sayuran rempah yang digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambah citarasa dan kenikmatan masakan. Wibowo (2005) menyatakan bahwa bawang merah mengandung protein 1,5 g, lemak 0,3 g, kalsium 36 mg, fosfor 40 mg, vitamin C 2 g, kalori 39 kkal, dan air 88 g serta bahan yang dapat dimakan sebanyak 90%. Komponen lain berupa minyak atsiri yang dapat menimbulkan aroma khas dan memberikan citarasa gurih pada makanan.

Bawang putih mengandung flavonoid, saponin, minyak atsiri, kalsium, saltivine, polifenol, belerang, protein, fosfor, lemak, dan besi. Selain itu bawang putih juga mengandung allin. Jika zat allin dibantu dengan enzim amilase akan menghasilkan alisin dan sangat dimanfaatkan dalam tubuh manusia karena bisa membunuh bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, efektif melawan organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik, serta mengandung khasiat antitrombotik, antiarthritis, antitumor dan memiliki efek antioksidan. Komposisi bawang putih secara kasar dalam 100 g yaitu kadar air 63 ml, protein 6 g, lemak 29 g, karbohidrat 6,8 g, serat 0,8 g, kalsium 30 g, dan zat besi 1,3 g (Robinowitch dan Currah, 2002).

Lengkuas biasanya digunakan sebagai penambah bumbu dalam masakan.

Selain itu lengkuas juga sering dimanfaatkan sebagai bahan antijamur dan antibakteri. Lengkuas mengandung minyak atsiri yang bisa mencegah pertumbuhan beberapa spesies jamur patogen seperti Tricophyton, Mycrosporum, Gyseum, dan Epidermo floccasum. Selain mencegah pertumbuhan jamur patogen,

(45)

lengkuas juga mampu menghambat pertumbuhan jamur aflatoksin (Handajani dan Purwoko, 2008).

Serai (Cymbopogon nardus (L.) Rendle.) termasuk dalam 5 tanaman utama diantara bermacam-macam tanaman di daerah tropis selain kunyit, temulawak, kencur, akar wangi, lengkuas dan lain-lain. Serai dapur merupakan salah satu komoditi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan penggunaannya, baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bahan baku industri. Sebagai bahan makanan, serai banyak digunakan sebagai bumbu atau sebagai penambah aroma dalam beberapa makanan olahan. Sedangkan sebagai bahan baku industri serai dapat diolah menjadi minyak serai ataupun sitral (Slamet, dkk., 2013).

Daun jeruk mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Selain itu daun jeruk biasa digunakan sebagai bahan penyedap makanan. Daun jeruk juga mengandung beberapa metabolit sekunder seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan steroid. Daun jeruk digunakan sebagai sumber flavor pada berbagai masakan. Flavor daun jeruk berasal dari kandungan minyak atsiri sintronellal.

Selain itu sintronellal juga memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Salmonella dan Entrobacteria (Ayusuk, dkk., 2009).

Kunyit (Curcuma domestica Val.) dimanfaatkan sebagai peyedap rasa dan aroma, pewarna alami makanan, pengawet makanan, dan menghilangkan bau amis. Naufalin dan Herastuti (2012) menyatakan bahwa rimpang kunyit berfungsi sebagai bahan rempah karena kandungan minyak atsirinya dan sebagai bahan pewarna karena kandungan kurkuminnya. Bubuk kunyit dapat menghambat

(46)

pertumbuhan mikroba Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Enterococcus faecalis. Zat aktif pada kunyit sebagai antioksidan adalah kurkumin.

Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi. Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang (75 mg hingga 200 mg vitamin C), namun harus dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Prajnanta, 2001). Budaya kuliner nusantara sering menggunakan cabai sebagai bahan campuran industri makanan. Sebagian besar bumbu masakan Indonesia memakai cabai sebagai bahan utama maupun pelengkap (Setiadi, 2000).

Gambar

Gambar ikan mujair dapat dilihat pada Gambar 1 (Setianto, 2012).
Gambar 2. Sawi hijau (Dokumentasi Pribadi)  Tabel 3. Kandungan gizi dalam 100 gram sawi hijau
Gambar 3. Skema pembuatan sauerkraut Sawi hijau
Gambar 4. Persiapan air kelapa  Disediakan dua buah stoples kaca, kemudian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar,

cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, pengaruh yang tidak nyata terhadap rendemen minyak, kadar air, kadar asam laurat

Pengujian dilakukan terhadap produk gel kedua jenis ikan meliputi pengukuran pH, analisis proximst (protein, lernak, air dan abu) dan analisis protein larut g a r

Interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap daya serap air dan rendemen, serta berbeda tidak nyata terhadap kadar air, nilai pH, kadar abu,

Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, rendemen, dan daya serap air serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai pH, kadar

Perbandingan sari mengkudu dan sirsak memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, daya larut, kecepatan larut, kadar vitamin C, total asam, pH, dan uji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi susu sapi segar memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, daya larut, kadar lemak, kadar protein,

Interaksi perbandingan biji nangka dan air dan konsentrasi carboxy methyl cellulose memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein dan