• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Starter Saccharomyces Cereviceae Dan Waktu Fermentasi Terhadap Hasil Dan Mutu Minyak Kelapa Virgin Coconut Oil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Starter Saccharomyces Cereviceae Dan Waktu Fermentasi Terhadap Hasil Dan Mutu Minyak Kelapa Virgin Coconut Oil"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces cereviceae

DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP HASIL DAN MUTU

MINYAK KELAPA VIRGIN COCONUT OIL

T E S I S

OLEH

ROMMEL DOLOKSARIBU

077030020

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(2)

PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces cereviceae

DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP HASIL DAN MUTU

MINYAK KELAPA VIRGIN COCONUT OIL

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

OLEH

ROMMEL DOLOKSARIBU

077030020

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces

cereviceae DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP

HASIL DAN MUTU MINYAK KELAPA VIRGIN COCONUT

OIL

Nama : ROMMEL DOLOKSARIBU

NIM : 077030020

Program Studi : BIOLOGI

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.Sc Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Dr. Sutarman, M.Sc

Ketua Program Studi Biologi Direktur SPs USU

Tanggal Lulus : 02 September 2010 Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces cereviceae DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP HASIL DAN MUTU

MINYAK KELAPA VIRGIN COCONUT OIL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010 Penulis

Rommel Doloksaribu

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi S. cereviceae dan lama fermentasi yang optimum dalam fermentasi minyak kelapa VCO. Variasi konsentrasi starter S. cereviceae adalah 0% (sebagai kontrol), 5, 10, 15, 20% (V/V) dengan lama fermentasi 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam. Metode penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan Pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter yang dianalisis adalah rendemen minyak, kadar air, asam lemak bebas, asam laurat, bilangan peroksida.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi starter S. cereviceae memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen minyak,

pengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, kadar asam laurat, bilangan peroksida dan tidak berbeda nyata terhadap kadar air. Interaksi antara konsentrasi starter S. cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, pengaruh yang tidak nyata terhadap rendemen minyak, kadar air, kadar asam laurat dan pengaruh nyata terhadap bilangan peroksida. Konsentrasi starter S. cereviceae 15% dan lama fermentasi 24 jam menghasilkan minyak kelapa murni yang lebih baik.

(7)

ABSTRACT

The purpose of this research was to obtain the concentration of S. cereviceae and the duration of the optimum fermentation in the fermentation of

VCO coconut oil. The research had been performed using factorial completely rendomized design with two factors i.e : starter consentration of S. cereviceae (C) : 0,5, 10, 15, 20% and fermentation time (T) : 12,24,36,48 hours. Parameter analyzed were rendemen of oil, moisture content, free fatty acid content, lauric acid, peroxide value.

The results showed that S. cereviceae starter concentration had significant effect on rendemen, highly significant on free fatty acid content, lauric acid content, peroxide value and not significant effect on moisture content. The interaction of S. cereviceae starter concentration and fermentation time had significant effect on peroxide value and had highly significant effect on free fatty acid content, not significant effect on rendemen, moisture content, lauric acid content and significant effect on peroxide value. The results obtained from each parameter show that the highest results of combination C3T2 from each 100 cc milk coconut oil. The 15% S. cereviceae starter concentration and 24 hours fermentation time gave the best and more acceptable quality of Virgin Coconut Oil.

Key word : S. cereviceae, Virgin Coconut Oil, Fermentation, Rendemen, Moisture Content, Free Fatty Acid Content, Lauric Acid, Peroxide Value.

(8)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan kasih karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “PENGARUH KONSENTRASI STARTER Saccharomyces cereviceae

DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP HASIL DAN MUTU MINYAK KELAPA VIRGIN COCONUT OIL”.

Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program

Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur Program Pacasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc. atas

kesempatan yang diberikan kepada saya menjadi mahasiswa pada Program

Pascasarjana USU.

2. Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.Sc selaku pembimbing utama, yang dengan tulus

dan penuh perhatian membimbing penulis sehingga penelitian dan penulisan tesis

ini dapat terselesaikan.

3. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai pembimbing

penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penelitian dan

(9)

4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc sebagai Penguji, yang telah memberikan masukan

dalam penulisan tesis ini.

5. Dr. Ir. Edy Batara, M.Sc selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan

dan arahan selama proses penulisan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi

Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali Penulis dengan

berbagai disiplin ilmu.

7. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Ketua Bapeda Sumatera Utara yang telah

memberikan Beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Studi S-2 pada Program Pascasarjana USU.

8. Kepala SMA Negeri 21 Medan dan seluruh rekan staf pengajar dan pegawai yang

telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis selama mengikuti studi

pada Program Pascasarjana USU.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penulisan tesis ini.

Kepada Istri terkasih Dra. Tetty Siagian dan Ananda terkasih Yonadab

Doloksaribu dan Yolanda Doloksaribu yang telah memberi dukungan sepenuhnya

dan pengertian yang dalam serta kesabaran selama penulis mengikuti studi sampai

terselesaikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Medan, Juli 2009

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar, pada tanggal 06 Agustus 1962,

sebagai anak ke-lima dari delapan bersaudara, dengan nama Ayah M. Doloksaribu

dan Ibu T. Br. Panggabean.

Memasuki sekolah dasar SD Taman Harapan Medan dan lulus tahun 1976,

melanjut ke SMP Advent 1 Medan lulus tahun 1980, kemudian lulus dari SMA

Negeri 11 Medan tahun 1983. Pada tahun 1983 penulis diterima sebagai mahasiswa

pada program Pendidikan Diploma 3 Jurusan Biologi FMIPA IKIP Medan, dan lulus

pada tahun 1986.

Penulis ditempatkan sebagai tenaga pendidik pada bulan Maret tahun 1987 di

SMA Negeri Pintu Padang Tapanuli Selatan. Pada tahun 1991, penulis pindah tugas

sebagai tenaga pendidik di SMA Negeri 5 Medan. Penulis melanjutkan studi pada

Universitas Negeri Medan, dan lulus tahun 1995. Pada tahun 2004 penulis pindah

tugas sebagai pengajar di SMA Negeri 21 Medan. Kemudian pada tahun 2007

mendapat kesempatan belajar pada Strata-2 Sekolah Pasca Sarjana USU Program

Studi Biologi Konsentrasi Mikrobiologi.

Medan, Juli 2009

(11)

DAFTAR ISI

Fermentasi dan Peranan Mikroorganisme ... 10

Kandungan Kimia Minyak Kelapa Murni atau Virgin Coconut Oil (VCO)... 12

Teknik Pengolahan Minyak Pemanasan ... 15

Teknik Pengolahan Minyak Tanpa Pemanasan ... 16

Kerusakan Minyak Kelapa ... 17

(12)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian ... 19

Peralatan dan Bahan Kimia yang Digunakan ... 19

Tempat Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Analisis Data ... 21

Pembuatan Santan Kelapa ... 21

Pembuatan Kultur Murni S. cereviceae ... 22

Pembuatan Starter ... 23

Pembuatan Minyak Kelapa ... 23

Penyaringan ... 24

Analisis Rendemen Minyak ... 24

Analisis Kadar Air ... 25

Analisis Kadar Asam Lemak Bebas... 25

Analisis Kadar Asam Laurat ... 25

Analisis Bilangan Peroksida ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Komposisi Buah Kelapa... 5 2 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai

Tingkat Kematangan ... 6 3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa ... 13 4. Pengaruh Konsentrasi Starter Saccharomyces

cereviceae Terhadap Rendemen Minyak (%) ... 29 5. Pengaruh Waktu Fermentasi (Jam) Terhadap

Rendemen Minyak (%) ... 31 6. Pengaruh Konsentrasi Starter Saccharomyces

cereviceae terhadap Kadar Air (%)... 33 7. Pengaruh Lama Fermentasi (Jam) terhadap

Kadar Air (%)... 34 8. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter Saccharomyces

cereviceae dan Lama Fermentasi terhadap Asam Lemak Bebas (%) ... 35 9. Pengaruh Konsentrasi Starter S. cereviceae

terhadap Kadar Asam Laurat (%) ... 38 10. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Asam Laurat (%) ... 39 11. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter

S. cereviceae dan Lama Fermentasi (Jam)

Terhadap Bilangan Peroksida (meq/kg) ... 40

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Histogram hubungan antara konsentrasi starter

S. cereviceae terhadap rendemen minyak ... 29

2. Histogram hubungan lama fermentasi terhadap rendemen minyak ... 30

3. Histogram hubungan antara konsentrasi starter

S. cereviceae terhadap kadar air ... 32

4. Histogram hubungan antar lama fermentasi terhadap kadar air ... 33

5. Histogram pengaruh interaksi starter S. cereviceae

dan lama fermenasi terhadap asam lemak bebas ... 36

6. Histogram hubungan antara konsentrasi starter

S. cereviceae terhadap asam laurat ... 37

7. Histogram pengaruh lama fermentasi terhadap asam laurat ... 39

8. Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi starter

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Penentuan Kultur S. cereviceae ... 47

2. Skema Pembuatan Starter S. cereviceae ... 48

3. Skema Pembuatan Minyak Kelapa ... 49

4. Data Pengamatan Rendemen Minyak (%) ... 50

5. Data Pengamatan Kadar Air (%) ... 51

6. Data Pengamatan Kadar Asam Lemak Bebas (%) ... 52

7. Data Pengamatan Kadar Asam Laurat (%) ... 53

8. Data Pengamatan Bilangan Peroksida ... 54

9. Proses Fermentasi Krim pada Setiap Perlakuan ... 55

10.Minyak Kelapa Murni Hasil Fermentasi pada Setiap Perlakuan ... 57

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi S. cereviceae dan lama fermentasi yang optimum dalam fermentasi minyak kelapa VCO. Variasi konsentrasi starter S. cereviceae adalah 0% (sebagai kontrol), 5, 10, 15, 20% (V/V) dengan lama fermentasi 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam. Metode penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan Pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter yang dianalisis adalah rendemen minyak, kadar air, asam lemak bebas, asam laurat, bilangan peroksida.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi starter S. cereviceae memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen minyak,

pengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, kadar asam laurat, bilangan peroksida dan tidak berbeda nyata terhadap kadar air. Interaksi antara konsentrasi starter S. cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, pengaruh yang tidak nyata terhadap rendemen minyak, kadar air, kadar asam laurat dan pengaruh nyata terhadap bilangan peroksida. Konsentrasi starter S. cereviceae 15% dan lama fermentasi 24 jam menghasilkan minyak kelapa murni yang lebih baik.

(17)

ABSTRACT

The purpose of this research was to obtain the concentration of S. cereviceae and the duration of the optimum fermentation in the fermentation of

VCO coconut oil. The research had been performed using factorial completely rendomized design with two factors i.e : starter consentration of S. cereviceae (C) : 0,5, 10, 15, 20% and fermentation time (T) : 12,24,36,48 hours. Parameter analyzed were rendemen of oil, moisture content, free fatty acid content, lauric acid, peroxide value.

The results showed that S. cereviceae starter concentration had significant effect on rendemen, highly significant on free fatty acid content, lauric acid content, peroxide value and not significant effect on moisture content. The interaction of S. cereviceae starter concentration and fermentation time had significant effect on peroxide value and had highly significant effect on free fatty acid content, not significant effect on rendemen, moisture content, lauric acid content and significant effect on peroxide value. The results obtained from each parameter show that the highest results of combination C3T2 from each 100 cc milk coconut oil. The 15% S. cereviceae starter concentration and 24 hours fermentation time gave the best and more acceptable quality of Virgin Coconut Oil.

Key word : S. cereviceae, Virgin Coconut Oil, Fermentation, Rendemen, Moisture Content, Free Fatty Acid Content, Lauric Acid, Peroxide Value.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak kelapa sudah dikenal di Indonesia sejak lama. Penggunaan minyak

kelapa dalam kehidupan sehari-hari sangat luas seperti untuk minyak goreng/ bahan

makanan, obat-obatan, bahan pembuat sabun dan lain sebagainya. Ada beberapa cara

yang dikenal untuk membuat minyak kelapa yakni cara pressing, rendering, ekstraksi

dengan bahan pelarut atau gabungan dari cara tersebut (Hasbullah, 2001). Minyak

kelapa yang dihasilkan selama ini bermutu kurang baik, hal tersebut ditandai dengan

adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi dalam minyak kelapa

dengan warna minyaknya agak kecoklatan dan mudah berbau tengik. Daya

simpannya tidak lama, sekitar 2 bulan saja.

Untuk melakukan perbaikan mutu minyak kelapa, Balai Penelitian Tanaman

Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) Manado telah melakukan serangkaian pengujian

untuk memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa. Dari hasil pengujian diperoleh

minyak kelapa yang mutunya jauh lebih baik dari sebelumnya. Minyak kelapa yang

dihasilkan memiliki kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, bewarna bening

dan berbau harum. Daya simpan minyak lama, dapat lebih dari satu tahun. Minyak itu

disebut sebagai virgin coconut oil atau minyak kelapa murni (Novrianto, 2005).

Banyak manfaat yang diperoleh dari minyak kelapa murni seperti obat

penyakit jantung dan kanker. Dengan mengkonsumsi minyak kelapa murni dapat

(19)

membantu mencegah infeksi virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, menyediakan

sumber energi dengan cepat, menyediakan nutrisi penting untuk kesehatan,

memperbaiki sistem pencernaan dan penyerapan nutrisi, membantu kulit tetap lembut

dan halus, tidak menaikkan kolesterol darah dan tidak menyebabkan kegemukan.

Minyak kelapa murni juga dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetika dan susu

formula. Pada saat ini, minyak kelapa murni digunakan untuk produk shampo,

detergen, minyak telon dan minyak rambut (Siswono, 2006)

Ada berbagai metode untuk memperoleh minyak kelapa murni. Salah satu

metode yang telah dikenal cara basah yang modern. Prinsip cara basah ini adalah

proses fermentasi yang didasarkan atas pengrusakan lapisan protein yang melindungi

emulsi minyak yang terdapat pada santan kelapa (Hasbullah, 2001) Salah satu bahan

yang dapat digunakan untuk proses fermentasi adalah S. cereviceae. Beberapa faktor

yang mempengaruhi produksi minyak kelapa secara fermentasi diantaranya lamanya

fermentasi, konsentrasi inokulum, suhu, bahan baku kelapa dan pH (Sukmadi dan

Nugroho, 2001).

Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana

cara fermentasi dengan S. cereviceae. Dalam penelitian ini dengan perbedaan

konsentrasi S. cereviceae dalam pembuatan starter dan perbedaan waktu fermentasi

diharapkan dapat diperoleh taraf perlakuan yang paling baik untuk pemecahan

sempurna emulsi minyak dalam santan kelapa sehingga dengan demikian dapat

diketahui apakah pengolahan minyak kelapa dengan cara fermentasi ini dapat

menghasilkan jumlah minyak kelapa dan kualitas yang lebih baik.

(20)

Perumusan Masalah

Minyak kelapa murni digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari

sebagai minyak goreng, obat-obatan, bahan makanan, bahan pembuatan sabun dan

lain sebagainya. Minyak kelapa murni dapat juga digunakan untuk membantu

mencegah infeksi virus, melindungi sistem kekebalan tubuh, menyediakan sumber

energi dengan cepat, menyediakan nutrisi untuk kesehatan, memperbaiki sistem

pencernaan dan penyerapan nutrisi, membantu kulit tetap halus, tidak menaikkan

kolesterol darah dan tidak menyebabkan kegemukan. Di samping dapat

menyembuhkan penyakit, minyak kelapa murni juga dimanfaatkan dalam industri

farmasi, kosmetika dan susu formula.

Atas dasar tersebut pembuatan suatu produk minyak kelapa murni perlu

ditingkatkan melalui berbagai cara. Ada berbagai metode untuk memperoleh minyak

kelapa murni, salah satu adalah dengan fermentasi menggunakan starter S. cereviceae

yang dapat memproduksi enzim amilase. Selain itu waktu fermentasi harus

diperhatikan untuk mendapatkan produksi minyak kelapa murni yang optimum oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai apakah ada pengaruh konsentrasi

starter S. cereviceae dan waktu fermentasi dalam pengolahan kelapa untuk

menghasilkan minyak goreng secara fermentasi sehingga pemanfaatan kelapa untuk

(21)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi

starter S. cereviceae dan waktu fermentasi terhadap rendemen dan mutu minyak

kelapa yang diproses dengan cara fermentasi.

Hipotesis

a. Terdapat pengaruh konsentrasi starter 5 – 20% S. cereviceae terhadap jumlah

produksi dan mutu virgin coconut oil.

b. Lamanya fermentasi 12 – 48 jam memberikan produksi dan mutu virgin coconut

oil yang lebih tinggi.

c. Terdapat interaksi antara konsentrasi starter 5 – 20% S. cereviceae dengan

lamanya waktu fermentasi 12 – 48 jam terhadap parameter virgin coconut oil.

Kegunaan Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk mendapatkan minyak kelapa

melalui fermentasi dalam pembuatan virgin coconut oil yang lebih efisien.

b. Untuk memperoleh data bagaimana konsentrasi starter S. cereviceae dan lamanya

waktu fermentasi yang optimal untuk memperoleh virgin coconut oil dalam

jumlah dan mutu yang maksimal.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa (Cocos nucifera. L) merupakan tanaman yang sangat berguna

dalam kehidupan ekonomi pedesaan di Indonesia. Karena semua bagian dari pohon

kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu bagian

kelapa yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah (Palungkung, 2004).

Berikut komposisi buah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Buah Kelapa

Kelapa segar mengandung 30-50% minyak, bila dikeringkan menjadi kopra

kadar lemaknya mencapai 63-65%. Kadar minyak sangat dipengaruhi oleh tingkat

ketuaan buah, semakin tua buah semakin tinggi kadar minyaknya. Buah kelapa yang

sudah tua atau matang umumnya dipanen pada umur 11–12 bulan (Rindengan et al.,

1995). Oleh karena itu buah kelapa yang sesuai untuk diolah menjadi minyak kelapa

murni harus berumur 12 bulan (Rindengan dan Riyanto, 2004). Komposisi kimia

daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah kelapa pada berbagai tingkat

(23)

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai Tingkat Sumber : Thieme dalam Ketaren (1987)

Daging buah kelapa dapat diolah menjadi santan (juice extract) dengan air

atau tanpa penambahan air. Adapun komposisi dari santan adalah 66% air,

28% minyak dan 6% kandungan non minyak (Suhardiyono, 1988). Santan kelapa

merupakan sistem emulsi dalam air yang berwarna putih susu. Emulsi tersebut

distabilkan oleh stabilizer yang berupa campuran karbohidrat dan protein dalam

bentuk lapisan kuat.

Menurut Winarno (1984) sistem emulsi dapat mengalami pemecahan

sehingga membentuk dua lapisan yang tidak bercampur. Perusakan stabilizer

dilakukan oleh enzim yang dihasilkan S. cereviceae. Ekstraksi santan kelapa tanpa

menggunakan campuran air menghasilkan ampas yang beratnya sekitar 56% dari

berat daging kelapa semula dengan kandungan minyak sebesar 50% (Hagen Maier,

1977). Efisiensi ekstraksi akan meningkat dengan penambahan air sebelum

(24)

pemisahan dilakukan. Menurut Arih Surjadi dan Sumaatmadja (1975) pembuatan

santan dari perbandingan 1 : 3 (g/v) telah cukup untuk menghasilkan ampas dengan

kadar lemak 23,85% dan dari satu pembuatan santan satu bagian berat kelapa dengan

daging kelapa segar mengandung kadar lemak 64,02%.

Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa.

Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34,7%. Minyak kelapa

digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa

dapat diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang telah

dikeringkan atau yang biasa disebut kopra (Tarwiyah, 2001).

Pengolahan minyak kelapa dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara

kering dilakukan dengan pengepresan kopra. Cara kering dilakukan di pabrik

pengolahan minyak kelapa karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk

pembelian alat dan mesin-mesin. Cara basah dilakukan dengan cara membuat santan

dari daging kelapa dan dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian yang

mengemulsinya. Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah adalah

secara fermentasi (Hasbullah, 2001).

Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai

inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini

dapat dilakukan dengan skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki

(25)

tidak terlalu tinggi. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak dan warnanya lebih

jernih (Sukmadi dan Nugroho, 2003).

Untuk mendapatkan minyak kelapa secara fermentasi dapat juga dilakukan

dengan enzim papain. Enzim ini merupakan enzim proteolitik yang diperoleh dari

getah pepaya yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan, reaksi peptida pada protein

dengan mengkatalisis ikatan peptidanya menghasilkan senyawa yang lebih sederhana

(Purnomo, 2006).

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam

minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika dibandingkan

dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya yang

dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), minyak kelapa dapat dimasukkan ke

dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara

7,5-10,5 (Djatmiko dan Widjaya, 1973).

Minyak kelapa secara fisik berwujud cairan yang berwarna bening sampai

kuning kecokelatan dan memiliki karakteristik bau yang khas. Zat warna yang

termasuk golongan ini terdapat secara alamiah dalam bahan yang banyak

mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak dalam proses ekstraksi.

Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya.

Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah betakaroten yang

merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Proses

pengolahan minyak kelapa dengan udara panas menyebabkan warna kuning berubah

akibat karoten mengalami degradasi (Suhardijono dan Syamsiah, 1987).

(26)

Kualitas minyak kelapa sangat tergantung pada stabilitas penyimpanan,

pemasakan, karakteristik penggorengan, serta perangkat fisik dan nutrisinya.

Hidrolisis yang terjadi dapat mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan. Selama

penggorengan terdapat lebih sedikit asam lemak teroksidasi, sehingga makanan tidak

terasa lengket di lidah karena titik leleh minyak berada di bawah suhu tubuh.

Kerugian penggunaan minyak kelapa untuk tujuan memasak dan menggoreng

diantaranya tingginya penyerapan minyak oleh makanan (Ketaren, 1987).

Sifat Fisika Kimia Minyak Kelapa

Sifat fisika kimia minyak kelapa sangat diperlukan dalam perancangan proses,

pengembangan proses, pengembangan produk, dan penanganan sistem

penyimpanannya. Sifat fisika kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai. Oleh

karena perbedaannya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta. Konstanta fisik

minyak kelapa yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias, dan titik

cair. Konstanta kimia yang penting lainnya adalah bilangan iod, bilangan

penyabunan, bilangan Reichert Meissel, bilangan Polenske, bilangan asam, dan angka

tak tersabunkan (Syah, 2005).

Minyak kelapa memiliki titik cair dan bilangan penyabunan yang lebih tinggi

serta bilangan iod yang lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya. Titik cair

minyak ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Kandungan lemak, semakin pendek rantai karbon asam lemak penyusun

(27)

2. Semakin banyak ikatan ganda pada asam lemak, semakin rendah titik cair

minyaknya (Ketaren, 2005).

Fermentasi dan Peranan Mikroorganisme

Fermentasi adalah reaksi disimilasi anaerobik senyawa-senyawa organik yang

disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau ekstrak dari sel-sel tersebut. Oleh

karena itu mikroorganisme adalah kunci keberhasilan atau kegagalan suatu

fermentasi, dimana jenis dan jumlah hasil fermentasi tergantung dari jenis

mikroorganisme dan perlakuannya. Dari ribuan jenis spesies mikroorganisme yang

mampu melakukan proses fermentasi hanya beberapa puluh saja yang dipilih untuk

digunakan dalam industri, yakni yang memiliki keunggulan-keunggulan yang

diperlukan untuk berhasilnya suatu proses fermentasi (Sa’id, 1987).

Makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang

tinggi daripada bahan asalnya. Tidak hanya disebabkan karena mikroba bersifat

katabolik atau memecah komponen yang komplek menjadi zat-zat yang lebih

sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa

beberapa vitamin yang kompleks. Melalui fermentasi juga dapat terjadi pemecahan

oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh

manusia (Winarno, 1980).

(28)

Ada tiga karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikroorganisme bila

akan digunakan dalam fermentasi, yaitu :

a. Mikrobiologi harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan

lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar.

b. Organisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis

dalam kondisi seperti di atas, dan menghasilkan enzim-enzim essensial dengan

mudah dan dalam jumlah besar agar perubahan-perubahan kimia yang

dikehendaki dapat terjadi.

c. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum

secara komparatif harus sederhana (Desrosier, 1988).

Ragi tape merupakan bentuk awetan dari mikroba berbentuk padatan dan

kering. Mikroba dalam ragi tape merupakan campuran terutama dari yeast dan mold

seperti Mucor, Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Saccharomyces, Candida, dan

Hansenula (Dwijoseputro, 1970). Secara teoritis hampir semua jenis ragi (yeast)

dapat digunakan dalam ekstraksi minyak, hanya tergantung pada keaktifan

mikrobanya. Salah satu yeast yang memberikan hasil yang baik untuk merombak

karbohidrat yang dikandung suatu bahan adalah S. cereviceae (Anonimus, 1977).

Dalam pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan faktor-faktor pertumbuhan

antara lain unsur C, H, O, N, S dan P yang diperolehnya dengan mengubah protein,

karbohidrat, dan zat-zat lain dalam media pertumbuhannya, sehingga zat-zat dalam

(29)

jauh lebih banyak daripada yang dibutuhkan, dan produk-produk disimilasi akan tidak

berguna bahkan menghambat banyak organisme (Winarno dan Fardiaz, 1984).

Fermentasi tidak dapat berlangsung tanpa adanya enzim. Enzim yang biasa

dihasilkan oleh mikroorganisme adalah enzim amilase, enzim protease dan pektinase.

Enzim amilase menghidrolisis pati menjadi dekstrin dan senyawa-senyawa gula

sederhana, kemudian hasil-hasil ini diubah menjadi asam-asam organik. Enzim

protease memutus rantai-rantai peptida dari protein yang mempunyai berat molekul

tinggi menjadi molekul-molekul yang sederhana dan akhirnya menjadi

peptida-peptida dan asam-asam amino. Aktivitas mikroba akan menghasilkan asam sehingga

akan menurunkan pH, pada pH tertentu tercapailah titik isoelektris pada protein yang

merupakan lapisan pelindung emulsi minyak. Protein akan menggumpal akhirnya

mudah dipisahkan dari minyak (Suhardijono dan Syamsiah, 1988).

Kandungan Kimia Minyak Kelapa Murni atau Virgin Coconut Oil (VCO)

Minyak kelapa murni dikenal sebagai minyak laurat tinggi mengandung asam

lemak jenuh (Saturated Fatty Acid) yang bersama gliserol membentuk trigliserida

rantai sedang (Medium Chain Triglyceride). Minyak ini dibuat dari daging kelapa

segar yang diolah dalam suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan sehingga

kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan. Minyak kelapa

murni mempunyai warna yang lebih jernih dan dapat tahan disimpan selama 2 tahun

tanpa menjadi tengik (Rindengan dan Riyanto, 2005).

(30)

Tingginya asam lemak jenuh ini menyebabkan minyak kelapa murni tahan

terhadap proses ketengikan akibat oksidasi (Alamsyah, 2005). Menurut Van der

Vossen dan Umail (2001) minyak kelapa murni mengandung lebih dari 95%

trigliserida (trigliserol) serta beberapa jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam

lemak jenuh meliputi asam laurat, meristat, palmitat, dan stearat, sedang asam lemak

tidak jenuhnya meliputi asam oleat, linoleat dan linolenat. Asam lemak jenuh yang

dominan adalah asam laurat.

Woodroof (1979) menyebutkan bahwa kandungan asam-asam lemak utama di

dalam minyak kelapa murni adalah laurat (45%), miristat (18%), palmitat (9,5%),

oleat (8,2%), kaprilat (7,8%), kaprat (7,6%) dan stearat (5%). Minyak kelapa murni

dikenal sebagai minyak laurat tinggi mengandung asam lemak jenuh. Komposisi

asam lemak minyak kelapa murni dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa

(31)

Asam lemak jenuh bukanlah kelompok homogen, tetapi terdiri atas tiga sub

kelompok. Pertama, kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau short

chain triglceride (STC). Kedua kelompok minyak dengan rantai sedang atau medium

chain triglceride (MCT), dan ketiga adalah long chain triglceride (LTC). Perbedaan

panjang rantai karbon ini merupakan faktor utama yang menentukan mekanisme

lemak dapat dicerna dan dimetabolisir tubuh, serta cara lemak tersebut mempengaruhi

tubuh.

Asam lemak rantai sedang atau Medium Chain Trigliceride (MCT) pada

minyak kelapa murni lebih khusus asam laurat yang merupakan asam lemak dominan

yang terkandung pada minyak kelapa murni ternyata memiliki khasiat yang sama

dengan Air Susu Ibu (ASI) yaitu sebagai anti virus, anti bakteri dan anti partosiat. Di

dalam tubuh asam laurat akan berubah bentuk menjadi monolaurin agar lebih

berfungsi dalam menjaga kesehatan manusia (Wibowo, 2006). Asam lemak rantai

sedang mempunyai kekentalan lebih rendah daripada minyak lain. Penyebabnya

adalah panjang rantai asam lemaknya lebih pendek dan terkait dengan ukuran

molekulnya yang lebih kecil. Sifat kekentalan MCT yang rendah menyebabkan

mudah tersebar dan melekat di permukaan serta menghasilkan keseragaman dengan

baik (Alamsyah, 2005).

Sifat utama MCT stabilitas oksidatifnya tinggi yang dapat memperpanjang

umur simpan produk akhir. MCT dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas

oksidatif minyak konvensional. Perbaikan sifat stabilitas menjadi konvensional

dibutuhkan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada minyak (Rindengan dan

(32)

Novarianto, 2005). MCT sangat stabil pada suhu yang sangat rendah dan tinggi,

misalnya tidak mengental meskipun dalam waktu yang lama digunakan pada suhu

penggorengan. Warna MCT tidak berubah hitam akibat penambahan panas

sebaliknya sebagian besar minyak nabati apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan

berubah warna serta menjadi kebal dan kental. Selain itu MCT masih berwujud cairan

jernih dan tidak mengental meskipun berada pada suhu 0°C (Alamsyah, 2005).

Secara luas MCT banyak digunakan dalam industri, flavour (industri aroma

atau rasa) karena kualitas organoleptik yang baik dan kelarutannya yang tinggi.

Industri farmasi memanfaatkan kelebihan sifat daya larut MCT dalam vitamin dan

formulasi obat. Kualitas MCT terjamin dan tidak berbau, tidak berasa, dan hampir

tidak berwarna, oleh karena itu MCT tidak memberikan efek buruk pada produk

(Rindengan dan Novarianto, 2004).

Kelebihan lain yang ditawarkan MCT adalah asam lemak rantai sedang dapat

bersifat jenuh secara alami, sehingga tidak mengandung lemak trans yang dapat

menyebabkan penyakit jantung. MCT dapat digunakan untuk menggantikan beberapa

atau semua bagian tertentu dan minyak terhidrogenasi dalam suatu varietas atau

formula (Alamsyah, 2005).

Teknik Pengolahan Minyak Dengan Pemanasan

Tahapan proses pembuatan minyak kelapa murni dengan cara pemanasan

tidak membutuhkan perlakuan yang sangat khusus. Hal ini disebabkan proses

(33)

dilakukan petani. Dalam pembuatan minyak kelapa murni ini ada beberapa tahapan

yang perlu dilakukaan yaitu pembuatan santan, pemisahan krim, pemanasan krim

santan, pemanasan minyak dan penyaringan minyak (Setiaji dan Prayugo, 2006).

Krim merupakan bagian dari santan kelapa yang kaya dengan kandungan

minyak. Agar kandungan minyak dapat diambil dari krim diperlukan proses

pemanasan. Lama pemanasan santan hingga diperoleh minyak yang belum matang

sekitar tiga jam. Minyak belum masak ini diperoleh dengan penyaringan blondo.

Blondo tersebut masih mengandung minyak sebanyak 10-15% sehingga perlu dipres

untuk mengeluarkan kandungan minyaknya (Rindengan dan Novarianto, 2005).

Minyak kelapa murni yang diperoleh melalui proses pemanasan bertahap atau

pengolahan terkontrol dengan perbaikan pada cara pengolahan tradisional memiliki

mutu yang lebih baik. Beberapa kriteria mutu minyak yang diperoleh melalui proses

pemanasan bertahap adalah kadar asam lemak bebas (ALB) 0,02%, kadar air

0,02-0,03%, tidak berwarna (bening) dan berbau harum. Bahkan daya simpan

minyaknya masih lebih baik yaitu 6-8 bulan (Alamsyah, 2005).

Teknik Pengolahan Minyak Tanpa Pemanasan

Pengolahan minyak kelapa murni tanpa proses pemanasan merupakan proses

pengolahan menggunakan enzim atau mikroba penghasil enzim-enzim yang berperan

pada pemisahan ikatan lemak dengan protein dan karbohidrat. Dengan cara itu

minyak akan langsung terpisah pada lapisan atas (Anonimous, 2005).

(34)

Ada tiga cara umum yang dilakukan yaitu melalui minyak pancing, kemudian

metoda fermentasi dan enzimatis. Metoda fermentasi menggunakan sel hidup seperti

mikroba yang disimpan sebagai ragi. Sementara sistem enzimatik menggunakan

enzim. Metode berikutnya adalah cara mekanis yang sering disebut sentrifugasi

(Alamsyah, 2005). Dengan metode pemancingan molekul minyak dalam santan

ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya bersatu. Tarikan itu membuat air dan

protein yang sebelumnya terikat dengan molekul santan menjadi putus. Teknik

pemancingan pada dasarnya adalah mengubah bentuk emusi air-minyak menjadi

minyak-minyak (Setiaji dan Prayugo, 2005).

Kerusakan Minyak Kelapa

Bahan makanan berlemak merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan

beberapa jenis jamur dan bakteri. Kerusakan lemak dalam minyak kelapa dapat

terjadi selama proses pengolahan seperti pemanasan dan penyimpanan. Kerusakan

pada minyak berupa ketengikan yang menyebabkan bau dan rasa yang tidak enak

pada minyak. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh air, cahaya, panas, oksigen,

logam, basa dan enzim (Alamsyah, 2005).

Sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung pada

komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak. Minyak yang

mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mudah teroksidasi, sedangkan yang

banyak mengandung asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis. Asam lemak pada

(35)

Penyebab utama terjadinya ketengikan hidrolisis adalah adanya air, baik yang

terdapat di dalam minyak maupun gliserol dan asam lemak. Reaksi dipercepat oleh

basa, asam dan enzim-enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang

berasal dari bahan dengan kadar air tinggi. Minyak kelapa yang diperoleh melalui

proses ekstraksi secara basah (wet rendering) cenderung lebih banyak mengandung

air, sehingga mudah mengalami kerusakan hidrolisis dan tidak tahan lama (Djatmiko

dan Widjaya, 1973).

Kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang

disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak

tidak jenuh dalam minyak. Proses oksidasi yang berlangsung bila terjadi kontak

antara antara oksigen dengan minyak (Winarno, 1986).

(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa daging buah kelapa

(Cocos nucifera L.) yang cukup tua, ragi roti yang diperoleh dari Pasar Kotamadya

Medan dan air kelapa yang digunakan untuk pembuatan starter.

Peralatan dan Bahan Kimia yang digunakan

Saringan santan, panci/waskom, timbangan, kain saring, parutan kelapa,

kompor, plastik penutup, inkubator, autoclove, erlenmeyer, gelas piala, pipet,

patridish, petroleum ether, alkohol 96%, KOH 0,1 N, indikator thymol blue, aquades,

Glukosa Yeast Pepton Agar (GYPA), Glukosa Yeast Pepton Broth (GYPB), Potato

Dextrose Agar (PDA) dan Plate Count Agar (PCA).

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium

Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan dan Pusat Penelitian Kelapa

Sawit (PPKS) Medan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan pola

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan kombinasi yang dicobakan

(37)

Faktor I : Kadar ragi yang digunakan dalam pembuatan starter (C) dengan 4 taraf

percobaan yakni :

C0 = 0% (Kontrol)

C1 = 5% (v/v)

C2 = 10% (v/v)

C 3 = 15% (v/v)

C 4 = 20% (v/v)

Faktor II :

Waktu fermentasi (T), dengan 4 taraf percobaan yakni :

T1 = 12 jam

T2 = 24 jam

T3 = 36 jam

T4 = 48 jam

Kombinasi perlakuan (treatment combination) sebanyak 16.

Adapun perlakuan kombinasi yang dicobakan adalah sebagai berikut :

1. C1 T1 5. C2 T1 9. C3 T1 13. C4 T1

2. C1 T2 6. C2 T2 10. C3 T2 14. C4 T2

3. C1 T3 7. C2 T3 11. C3 T3 15. C4 T3

4. C1 T4 8. C2 T4 12. C3 T4 16. C4 T4

Banyaknya ulangan yang digunakan :

T (n – 1) ≥ 15

16 (n – 1) ≥ 15

(38)

16 n – 16 ≥ 15

16n ≥ 31

n ≥ 31/16

n ≥ 1,9375

untuk ketelitian dilakukan 2 ulangan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam. Analisis sidik

ragam dimaksudkan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh perlakuan terhadap

keragaman data hasil percobaan. Data terlebih dahulu diuji parameter atau non

parameter, kemudian uji homogenitas. Bila terdapat perbedaan nyata, diuji lebih

lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) (Hanafiah, 1991).

Pembuatan Santan Kelapa

Daging buah kelapa diparut dan dibuat santan dengan cara mengekstraknya

dengan air hangat (suhu antara 35-40°C) yang dicampur dengan air kelapa dengan

perbandingan 1 : 1 (g/l). Ekstraksi santan dilakukan dua kali kemudian santan

dicampur jadi satu dan didiamkan selama 1 jam sehingga terpisah antara krim,

skimnya dan air. Penggunaan air kelapa sebagai air perasan santan didasarkan pada

aspek manfaat, karena air kelapa sebagai limbah pada hal ketersediaannya mencapai

25% dari berat total buah kelapa (Jefri dan Kaunang, 1990). Menurut Rumokoi, 1991,

(39)

bagi perkembangan mikroba yang berperan membantu proses perusakan komponen

minyak dan santan.

Pembuatan Kultur Murni S. cereviceae

Kultur murni S. cereviceae dibuat dari ragi roti. Sebanyak 1 g ragi roti diambil

secara aseptis dan dilarutkan ke dalam 10 ml akuades steril dan divortex hingga

homogen. Kemudian dipipet 0,1 ml ke cawan petri yang berisi media GYPA dan

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 °C. Koloni yang tumbuh di subkulturkan pada

media miring dalam tabung reaksi yang berisi PDA dan diinkubasi sebagai stok

kultur (Lay, 1994).

Kultur S. cereviceae diambil secara aseptis dan dilarutkan ke dalam aquades

steril, kemudian dilakukan pengenceran. Suspensi S. cereviceae yang telah

diencerkan dimasukkan ke dalam larutan GYPB sebanyak 1 ml lalu diguncang dan

diinkubasi selama 24 jam. Suspensi S. ereviceae diambil secara aseptis 1 ml suspensi

S. cereviceae dan diteteskan ke dalam cawan petri yang berisi medium PCA supaya

dapat tumbuh lalu disebarkan dengan Hockey stick steril dan dibiarkan beberapa saat

supaya suspensi meresap ke dalam agar media. Kultur di inkubasi pada suhu 30°C

selama 24 jam (Lay, 1994).

Maka sel hidup dapat dihitung berdasarkan rumus :

(40)

Penentuan kultur S. cereviceae dilakukan dengan standar Mc Farland dengan

membandingkan kekeruhan suspensi kultur S. cereviceae (Lorian, 1980). Skema

penentuan kultur S. cereviceae dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pembuatan Starter

Krim, skim dan air kemudian dipisahkan dengan tabung dekantasi kemudian

krim disimpan di dalam lemari pendingin sedangkan skim di campur dengan air

kelapa dengan perbandingan volume 3 : 1 dan disterilkan dalam otoklaf pada suhu ±

110°C selama 30 menit tutup segera setelah disterilkan. Sebanyak 108 sel

S. cereviceae diinokulasikan ke dalam campuran air kelapa dan skim disimpan dalam

suhu kamar selama 24 jam. Menurut Rumokoi (1991) penggunaan air kelapa sebagai

starter karena mengandung bahan kimia dan nutrisi yang cukup tinggi, berfungsi

sebagai zat perangsang tumbuh yang berguna bagi perkembangan S. cereviceae.

Skema pembuatan stater dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembuatan Minyak Kelapa

Krim santan dengan volume 100 ml per unit percobaan dimasukkan ke dalam

gelas piala, kemudian ditambahkan dengan starter sesuai dengan perlakuan dan

dihomogenkan dengan mengaduknya secara merata. Masing-masing gelas piala

ditutup dengan lembaran plastik sesuai dengan taraf perlakuan waktu fermentasi yang

(41)

48 jam, air yang terdapat pada lapisan bawah dipisahkan. Masing-masing kombinasi

perlakuan diulangi sebanyak dua kali. Skema pembuatan minyak kelapa dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Penyaringan

Pemisahan minyak dilakukan, menurut Sukmadi dan Nugroho (2000) yaitu

dengan memisahkan 3 lapisan berupa air, minyak dan blondo dengan labu pemisah.

Campuran minyak dan protein kemudian dipanaskan pada suhu ± 100°C selama

5 menit sehingga terlihat pemisahan antara minyak dan protein. Blondo yang

dihasilkan kemudian dipres lagi secara manual sehingga minyak dapat diperoleh

secara maksimum. Protein menggumpal dan selanjutnya disentrifugasi pada 5000

rpm selama 15 menit. Untuk memisahkan bagian minyak dan gumpalan protein

minyak yang diperoleh diukur volumenya sebagai virgin coconut oil yang berwarna

kuning, minyak diperoleh secara maksimum.

Analisis Rendemen Minyak

Rendemen kelapa hasil fermentasi dihitung sebagai persentase

perbandingan volume minyak yang diperoleh dengan volume krim santan mula-mula

(Soeka et al., 2008 )

Rendemen = x100%

Santan Krim

Volume

Minyak Volume

(42)

Analisis Kadar Air

Contoh minyak ditimbang sebanyak 10 g di dalam petridish yang telah

ditentukan berat kosongnya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven suhu 60 ± 1°C

selama 3 jam. Petridish didinginkan dalam eksikator selama 15 menit kemudian

dimasukkan kembali ke dalam oven selama 30 menit dan didinginkan kembali dalam

eksikator selama 15 menit. Perlakuan ini diulangi hingga tercapai berat yang konstan

dari minyak (Sudarmadji et al., 1989).

Kadar air = x100%

Analisis Kadar Asam Lemak Bebas

Contoh minyak ditimbang sebanyak 5,0 gram di dalam erlenmeyer 100 ml yang sudah ditentukan beratnya, kemudian ditambahkan 20 ml petroleum eter.

Setelah minyak melarut ditambahkan lagi 20 ml alkohol 96%. Larutan lemak ini

dititrasi dengan KOH 0,1N dan thymol-blue sebagai indikatornya sampai tepat warna

merah jambu (Sudarmadji et al., 1989).

Kadar ALB (%FFA) = 100%

Analisis Kadar Asam Laurat

Contoh minyak ditimbang 0,5 g dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan

BF3 metanol (15% BF dalam metanol) lalu dipanaskan pada suhu 65°C selama

(43)

divorteks, selanjutnya ditambahkan 1 ml NaCl jenuh untuk memisahkan gliserol dan

di vortex lalu didiamkan selama 5 menit. Lapisan atas yang terbentuk diinjeksikan ke

dalam kromatografi gas (Yunita et al., 2007).

Analisis Bilangan Peroksida

Minyak atau lemak sebanyak 5 gr dilarutkan dalam campuran asetat dan

kloroform (3 : 2) dibiarkan selama 30 detik sambil sesekali digoyang, kemudian

diteteskan KI ± 0,25 ml lalu ditambah aquades sebanyak 30 ml, kemudian dititrasi

dengan natrium thiosulfat sampai warna kuning hampir hilang campuran. Ditetesi

dengan indikator pati ± 0,5 ml, kemudian dititrasi sampai warna biru hampir hilang

(Sudarmadji et al., 1989).

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tiga belas butir kelapa digunakan untuk menghasilkan parutan daging buah

seberat 6,24 kg. Santan kelapa merupakan sistim emulsi dalam air yang berwarna

putih susu. Emulsi tersebut distabilkan oleh stabilizer berupa campuran protein dan

karbohidrat dalam bentuk lapisan yang sangat kuat. Menurut Winarno (1984) sistem

emulsi dapat mengalami pemecahan sehingga membentuk dua lapisan yang tidak

bercampur. Ekstraksi dilakukan menggunakan air hangat (35 – 40°C) yang dicampur

dengan air kelapa dengan perbandingan 1 : 1 (v/v) menghasilkan krim santan

sebanyak 4,25 liter. Menurut Duryatmo, (2005) pada suhu 35°C asam kaprat mulai

terurai, dan pada suhu di atas 60°C asam-asam lemak menguap. Pembuatan starter

menggunakan skim dan air kelapa dengan perbandingan 3 : 1 (v/v) dan disterilkan

pada suhu 110°C. Menurut Rumokoi, 1991, air kelapa mengandung bahan kimia dan

nutrisi yang cukup tinggi yang berfungsi bagi perkembangan mikroba yang berperan

membantu proses perusakan komponen minyak dan santan. Hasil proses fermentasi

krim santan kelapa dengan penambahan starter S. cereviceae pada variasi waktu dan

konsentrasi starter menghasilkan volume minyak yang bervariasi. Volume minyak

dari semua kombinasi perlakuan berkisar antara 27 - 37,75 ml dari 100 ml krim

santan.

Analisis sidik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan

konsentrasi starter dan waktu menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap

(45)

kombinasi C3T2 merupakan kombinasi paling baik dengan hasil 37,75 ml minyak

VCO. Volume paling sedikit diperoleh dari kombinasi perlakuan C1T1 yaitu 27,75 ml.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan rendemen minyak yang diperoleh

Soeka et al., (2008) yang menggunakan inokulum yang berasal dari khamir dan

kapang dengan memvariasikan inokulum 1 : 1, 1 : 2,5, 1 : 5 dan 1 : 10. Mereka

mendapatkan rendemen minyak berkisar antara 18 – 25% dalam 100 ml krim santan.

Rendemen ini juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan fermentasi minyak kelapa

dengan enzim papain oleh Lydia (2006) dengan memvariasikan konsentrasi enzim

papain menghasilkan minyak berkisar 7 – 16%. Hasil ini juga lebih tinggi bila

dibandingkan yang diperoleh Yurnaliza (2007) dengan menggunakan inokulum

Citrobacter sp yaitu 26 – 31%. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan jenis

inokulum, sumber enzim, kualitas kelapa dan air yang digunakan untuk ekstraksi

parutan kelapa.

Variasi konsentrasi starter yang digunakan menunjukkan perbedaan nyata

terhadap rendemen minyak kelapa yang dihasilkan. Pada penggunaan starter 0%

tidak menghasilkan rendemen minyak kelapa, hal ini disebabkan proses fermentasi

tidak berlangsung dalam emulsi santan. Menurut Sukmadi dan Nuguroho (2002),

salah satu faktor yang mempengaruhi produksi minyak kelapa secara fermentasi

adalah konsentrasi starter semakin tinggi konsentrasi starter, rendemen minyak

semakin tinggi, sampai penggunaan starter 15% yaitu 33,94 ml, turun pada

penggunaan starter 20% yaitu 32,50%. Dari analisis rendemen minyak, dapat dipilih

kombinasi perlakukan yang efektif adalah kombinasi C3T2 yaitu sebanyak 37,75%.

(46)

Variasi konsentrasi stater terhadap rendemen minyak yang dihasilkan digambarkan

Konsentrasi Starter S. cereviceae (%)

Gambar 1. Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae terhadap rendemen minyak (%)

Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae dalam pembuatan VCO terhadap

rendemen minyak telah diuji dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) seperti

pada pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Starter S. cereviceae Terhadap Rendemen Minyak (%)

Konsentrasi Starter S. cereviceae Rataan

C1 (5%) 32,00 bB C2 (10%) 33,44 aA C3 (15%) 33,94 aA C4 (20%) 32,50 bB

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 4 terlihat bahwa rendemen minyak yang diperoleh pada

penggunaan konsentrasi starter S. cereviceae 10% dan 15% dalam pembuatan VCO

(47)

10% dan 15% menghasilkan volume minyak tidak berbeda nyata. Peningkatan

rendemen minyak terjadi karena kerusakan yang terjadi semakin sempurna akibat

semakin banyaknya S. cereviceae yang berperan dalam memecahkan emulsi minyak

dalam krim santan. Menurut Pelczar dan Chan (1986) proses ekstraksi krim secara

fermentasi melibatkan enzim amilase pemecah emulsi krim santan dan aktifitas enzim

akan menurun atau berhenti. Dengan menurunnya aktifitas enzim maka rendemen

minyak yang dihasilkan akan semakin menurun.

Analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa pengaruh lama

fermentasi memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rendemen minyak

kelapa murni (VCO) yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi, semakin

tinggi rendemen minyak yang dihasilkan sampai waktu fermentasi 24 jam, turun

penggunaan waktu 36 – 48 jam. Rendemen minyak yang dihasilkan dapat

digambarkan pada Gambar 2.

23.2

Gambar 2. Pengaruh lama fermentasi terhadap rendemen minyak (%)

(48)

Pengaruh waktu fermentasi terhadap rendemen minyak telah diuji dengan

DMRT seperti pada Tabel 5

Tabel 5. Pengaruh Lama Fermentasi (Jam) Terhadap Rendemen Minyak (%)

Lama Fermentasi (Jam) Rataan

T1 (12 Jam) 23,20 cC T2 (24 Jam) 28,10 aA T3 (36 Jam) 27,65 bB T4 (48 Jam) 26,55 bB

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 5 variasi waktu 12 jam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

dengan lama fermentasi 24 - 48 jam. Sementara penggunaan waktu 36 jam dan

48 jam terlihat perbedaan yang tidak nyata.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa terjadi peningkatan rendemen minyak pada

perlakuan waktu fermentasi 12 jam sampai 24 jam. Setelah itu penambahan waktu

fermentasi menyebabkan rendemen minyak menurun. Peningkatan rendemen minyak

yang terjadi disebabkan pada awal fermentasi sel-sel S. cereviceae berada dalam

keadaan pertumbuhan sehingga mencapai jumlah yang maksimum. Dengan demikian

enzim pemecah karbohidrat dan protein berada dalam keadaan maksimum.

Penurunan rendemen minyak setelah 24 jam waktu fermentasi mungkin disebabkan

oleh digunakannya unsur-unsur penyusun minyak sebagai sumber dan pertumbuhan

sel S. cereviceae.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa kombinasi

(49)

perbedaan yang nyata. Kadar air yang terdapat dalam minyak berkisar antara

0,20 – 0,60%. Jumlah ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam minyak kelapa

murni sangat rendah dan rendahnya kadar air inilah yang memungkinkan minyak

kelapa murni tahan lama untuk disimpan dan tidak cepat menjadi tengik. Hasil

penelitian yang diperoleh Elisabeth et al., (2003) VCO yang dioleh secara fermentasi

dengan jenis air perasan, mereka mendapatkan kadar air 0,22%. Jumlah ini hampir

sama dengan yang diperoleh. Hasil analisis menunjukkan bahwa mutu minyak kelapa

murni yang dibuat telah sesuai dengan standar yang dipersyaratkan yaitu berkisar

antara 0,1 – 0,6% (Alamsyah, 2005).

Analisis sidik ragam (Lampiran 5) variasi starter yang digunakan

menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata. Semakin tinggi konsentrasi starter, kadar

air semakin tinggi seperti yang disajikan pada Gambar 3.

0,45 0,48 0,5

Konsentrasi Starter S. cereviceae (%)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae terhadap kadar air (%)

Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae dalam pembuatan VCO terhadap

kadar air telah diuji dengan DMRT seperti pada Tabel 6.

(50)

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Starter S. cereviceae terhadap Kadar Air (%) Konsentrasi Starter S. cereviceae Rataan

C1 (5%) 0,45 aA C2 (10%) 0,48 aA C3 (15%) 0,50 aA C4 (20%) 0,55 aA

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar air VCO yang diperoleh pada perlakuan

konsentrasi starter 5–20% menghasilkan kadar air tidak ada perbedaan yang nyata.

Peningkatan kadar air VCO terjadi karena enzim amilase yang digunakan memecah

emulsi santan yang merupakan emulsi minyak dalam air menjadi emulsi air dalam

minyak. Pemecahan emulsi ini berlangsung melalui reaksi hidrolisis. Dengan adanya

enzim amilase yang berfungsi mengkatalisis reaksi pemecahan karbohidrat.

Analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa variasi waktu

fermentasi yang digunakan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air

VCO yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi kadar air dalam VCO semakin

tinggi sampai penggunaan waktu 36 jam, turun penggunaan waktu 48 jam. Kadar air

yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.

0.26

(51)

Pengaruh lama fermentasi S. cereviceae dalam pembuatan VCO terhadap

kadar air telah diuji dengan DMRT seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Lama Fermentasi (Jam) terhadap Kadar Air (%)

Lama Fermentasi (Jam) Rataan

T1 (12 Jam) 0,26 bB T2 (24 Jam) 0,42 aA T3 (36 Jam) 0,46 aA T4 (48 Jam) 0,44 aA

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 7 terlihat bahwa kadar air yang tertinggi diperoleh pada perlakuan

lama fermentasi 24 – 48 jam tidak berbeda nyata. Waktu fermentasi 12 jam

menunjukkan perbedaan sangat nyata dengan kandungan air terendah. Peningkatan

kadar air dalam VCO disebabkan semakin lama waktu fermentasi maka terjadi

pemecahan rantai peptida pada protein menjadi senyawa yang lebih sederhana cukup

tinggi pula. Hal ini mengakibatkan semakin banyak minyak yang terekstrak keluar

dan membawa molekul air yang ikut bercampur dengan minyak sehingga kadar air

yang dihasilkan meningkat.

Analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa pengaruh kombinasi

perlakuan konsentrasi starter dan waktu fermentasi memberikan pengaruh yang

berbeda sangat nyata terhadap asam lemak bebas VCO yang dihasilkan. Kadar asam

lemak bebas yang terdapat dalam minyak berkisar antara 0,07 – 0,24%. Jumlah ini

menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa murni sangat

rendah. Kadar asam lemak bebas yang diperoleh Elisabeth et al., (2003) pada VCO

(52)

yang diolah secara fermentasi dengan jenis air perasan, mereka mendapatkan 0,13%

jumlah ini hampir sama dengan kadar asam lemak bebas yang diperoleh.

Pengaruh interaksi konsentrasi starter S. cereviceae dan lama fermentasi

terhadap asam lemak bebas telah diuji dengan DMRT seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter S. cereviceae dan Lama Fermentasi terhadap Asam Lemak Bebas (%)

Perlakuan Rataan

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara konsentrasi

starter S. cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat

nyata terhadap asam lemak bebas. Asam lemak bebas tertinggi diperoleh dari

kombinasi perlakuan C4 T4 sebesar 0,25% dan terendah diperoleh pada C1 T1 sebesar

0,07%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas dalam VCO

(53)

disimpan dan tidak cepat menjadi tengik. Standar asam lemak bebas yang

dipersyaratkan pada mutu VCO sebesar ≤ 0,5% (Alamsyah, 2005). Hasil analisis

menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas dalam VCO dibuat telah sesuai dengan

standar. Semakin tinggi konsentrasi starter S. cereviceae dan semakin lama

fermentasi maka asam lemak bebas akan meningkat yang dapat dilihat pada Gambar

5. Peningkatan asam lemak bebas ini disebabkan oleh minyak yang mengandung air

sehingga menghidrolisis ikatan ester dari trigliserida yang menghasilkan asam lemak

dan gliserol, dimana peristiwa ini akibat jumlah enzim yang diproduksi oleh

mikrobial yang berlebihan dan waktu fermentasi yang lama menyebabkan ekstraksi

lemak sangat cepat.

Gambar 5. Pengaruh interaksi starter S. cereviceae dan lama fermentasi terhadap asam lemak bebas (%)

(54)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa kombinasi

perlakuan konsentrasi starter dan waktu menunjukkan pengaruh berbeda

tidak nyata, tapi asam laurat yang dihasilkan berkisar 20,69–34,88%. Yang

dapat dilihat pada Gambar 6. Kandungan asam laurat menurut standar yang

dipersyaratkan berkisar 43,0 - 53,0% (Alamsyah, 2005). Menurut Novariyanto H. dan

Tulalo M. (2007) kadar asam laurat dipengaruhi oleh jenis inokulum.

Variasi konsentrasi starter yang digunakan menunjukkan pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap kadar asam laurat VCO yang dihasilkan. Semakin tinggi

konsentrasi starter dalam pembuatan VCO, kadar asam laurat semakin tinggi sampai

penggunaan starter 15% sebesar 31,55%, turun penggunaan starter 20% yaitu 31,07%

yang disajikan pada Gambar 6.

25,18

Konsentrasi Starter S. cereviceae (%)

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae terhadap asam laurat (%)

Pengaruh konsentrasi starter S. cereviceae dalam pembuatan VCO terhadap

(55)

Tabel 9. Pengaruh Konsentrasi Starter S. cereviceae terhadap Kadar Asam Laurat (%)

Konsentrasi Starter S. cereviceae Rataan

C1 (5%) 25,18 bB C2 (10%) 29,58 aA C3 (15%) 31,55 aA C4 (20%) 31,07 aA

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar asam laurat yang diperoleh pada

perlakuan konsentrasi starter 5% berbeda sangat nyata bila dibandingkan dengan

perlakuan konsentrasi starter 10% - 20%. Pada perlakuan stater 15% menghasilkan

asam laurat tertinggi yaitu sebesar 31,55% dan terendah perlakuan 5% yaitu 25,18%,

Hasil analisis kadar asam laurat minyak kelapa murni (VCO) pada penelitian ini

lebih rendah dibanding dengan kadar asam laurat hasil fermentasi yang diperoleh oleh

Soeka, et al., (2008) yang menggunakan khamir Saccharomycopsis yang

memvariasikan inokulum 1 : 1, 1 : 5, 1 : 10. Mereka mendapatkan kadar asam laurat

sebesar 46,70%. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan varietas kelapa. Menurut

Novarianto H. dan Tulalo M. (2007) kadar asam laurat dipengaruhi oleh varietas

kelapa, tinggi tempat tumbuh, dan tempat analisis laboratorium.

Variasi waktu yang digunakan menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata

terhadap kadar asam laurat yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi, kadar

asam laurat semakin tinggi sampai penggunaan waktu fermentasi 48 jam dan dapat

dilihat pada Gambar 7.

(56)

19,9

Gambar 7. Pengaruh lama fermentasi terhadap asam laurat (%)

Pengaruh lama fermentasi S. cereviceae dalam pembuatan VCO terhadap

kadar asam laurat telah diuji dengan DMRT seperti Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Asam Laurat (%)

Lama Fermentasi (Jam) Rataan

T1 (12 Jam) 19,90 bB T2 (24 Jam) 23,02 aA T3 (36 Jam) 24,84 aA T4 (48 Jam) 26,15 aA

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kadar asam laurat pada perlakuan waktu

24 – 48 jam tidak ada perbedaan nyata, sementara pada perlakuan waktu 12 jam

terlihat ada perbedaan sangat nyata. Peningkatan kadar asam laurat disebabkan oleh

semakin lama waktu fermentasi yang digunakan untuk memecah protein pada emulsi

santan oleh enzim protease menyebabkan semakin meningkatnya asam-asam organik

(57)

Analisis sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi

konsentrasi starter S. cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang

nyata terhadap bilangan peroksida VCO yang dihasilkan, tapi bilangan peroksida

yang terdapat pada minyak berkisar antara 0,90 – 3,50 meq/kg. Penelitian yang

diperoleh Elisabeth et al., (2003) pada VCO yang diolah secara fermentasi dengan

menggunakan air perasan santan dari campuran air kelapa dan air hangat 1 : 1 mereka

mendapatkan 0,46 meq/kg. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan bilangan

peroksida yang dihasilkan. Pengaruh interaksi konsentrasi stater S. cereviceae dan

lama fermentasi terhadap bilangan peroksida telah diuji dengan DMRT seperti pada

Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Starter S. cereviceae dan Lama Fermentasi (Jam) terhadap Bilangan Peroksida (meq/kg)

Perlakuan Rataan

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji DMRT

(58)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara konsentrasi

starter S. cereviceae dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata

terhadap bilangan peroksida. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh dari kombinasi

perlakuan C4T4 sebesar 3,5 meq/kg minyak dan terendah diperoleh pada C1T1 sebesar

0,19 meq/kg minyak. Semakin tinggi konsentrasi starter S. cereviceae dan semakin

lama fermentasi maka bilangan peroksida akan semakin meningkat seperti terlihat

pada Gambar 8.

Konsentrasi Starter S. cereviceae (%)

T1 (12 Jam) T2 (24 Jam) T3 (36 Jam) T4 (48 Jam)

Gambar 8. Pengaruh interaksi antara konsentrasi starter S. cereviceae dan lama fermentasi terhadap bilangan peroksida (meq/kg)

Menurut standar yang dipersyaratkan CODEX Rev.2 – 1999 (Alamsyah,

2005) besar bilangan peroksida ≤ 3 meq/kg minyak. Kombinasi perlakuan konsentrasi

starter 10 – 20% dan lama fermentasi 24 – 48 jam menghasilkan bilangan peroksida

(59)

Peningkatan bilangan peroksida ini disebabkan oleh aktifitas enzim yang

memecahkan emulsi lemak sehingga menghasilkan asam lemak tidak jenuh. Asam

lemak tidak jenuh akan mengalami penambahan oksigen pada ikatan rangkap yang

merupakan senyawa yang tidak stabil dan kemudian dilanjutkan dengan proses

hidroperoksida (H2O2) peningkatan konsentrasi S. cereviceae akan meningkatkan

asam lemak tidak jenuh. Semakin meningkat konsentrasi stater dan waktu fermentasi

makin meningkat asam lemak tidak jenuh.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Buah Kelapa
Tabel 2.  Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai Tingkat Kematangan
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Gambar 1.  Pengaruh konsentrasi starter  S. cereviceae terhadap rendemen minyak (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ikan koi juga dijadikan sebagai simbol dalam ramalan perbintangan yang mewakili salah satu zodiak yaitu picses. Picses merupakan simbol terakhir dari perputaran zodiak karena simbol

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga Tugas Akhir Penciptaan Karya Seni dengan judul Pengalaman Pribadi Sebagai

Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya,

Silitonga RS, “Perilaku Menonton dan Persepsi Mahasiswa terhadap Program Jelajah di Trans TV”, Skripsi (Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, 2009), h.. Ratarata khalayak setuju bahwa

Memiliki ketakutan yang beralasan akan persekusi atas alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di

Dalam perkembangan berikutnya jalannya pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu yang dilaksanakan oleh Komite Nasional Daerah sampai dengan awal Tahun 1946 kurang dapat berfungsi

Theoretically, technical and fundamental analysis could be used by the investors as the base to make financial decisions in the capital market with regards to

Evaluasi sistem distribusi air minum serta perencanakan pengembangan sistem distribusi air minum Kecamatan Muara Enim ini dilakukan dengan menggunakan program Epanet versi 2.0