• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN CAIRAN SAUERKRAUT DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN CAIRAN SAUERKRAUT DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN CAIRAN SAUERKRAUT DAN LAMA

FERMENTASI TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

SKRIPSI

OLEH :

SUCI FARINA ANDIKA

130305036 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN CAIRAN SAUERKRAUT DAN LAMA

FERMENTASI TERHADAP MUTU BEKASAM INSTAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

SKRIPSI

OLEH :

SUCI FARINA ANDIKA

130305036 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Nama : Suci Farina Andika

NIM : 130305036

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus: 25 April 2018

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, April 2018

(Suci Farina Andika)

(5)

SUCI FARINA ANDIKA : Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), yang dibimbing oleh Ismed Suhaidi dan Herla Rusmarilin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap mutu bekasam instan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor yaitu penambahan cairan sauerkraut (S) (60%, 70%, 80%, 90%) dan lama fermentasi (F) (12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam).

Penambahan cairan sauerkraut memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, nilai pH, total asam, total mikroba, nilai hedonik aroma dan rasa. Lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, nilai pH, total asam, total mikroba, nilai hedonik aroma dan rasa. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai hedonik rasa.

Penambahan cairan sauerkraut 90% dan lama fermentasi 48 jam memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu bekasam instan ikan mujair.

Kata kunci : ikan mujair, cairan sauerkraut, fermentasi, bekasam.

ABSTRACT

SUCI FARINA ANDIKA : The effect of sauerkraut liquid and length of fermentation on the quality of instant bekasam of mujair fish, supervised by Ismed Suhaidi dan Herla Rusmarilin.

The purpose of this study was to determine the effect of addition of sauerkraut liquid and fermentation time on the quality of instant bekasam of mujair fish. This study used completely randomized design with two factors i.e, addition of sauerkraut liquid (S) (60%, 70%, 80%, 90%) and fermentation time (F) (12 hour, 24 hour, 36 hour, 48 hour).

The addition of sauerkraut liquid gave highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, pH values, total microbes, hedonic values of flavor and taste. Fermentation time gave highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, pH values, total microbes, hedonic values of flavor and taste. Interactions of the two factors had highly significant effect on hedonic values of taste. The addition of sauerkraut liquid with concentration of 90% and fermentation time of 48 hours produced the best quality of instant bekasam of mujair fish.

Keywords : mujair fish, sauerkraut liquid, fermentation, bekasam.

(6)

SUCI FARINA ANDIKA dilahirkan di Medan, pada tanggal 08 Februari 1995, dari Bapak Erwandi dan Ibu Erikayati. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SD Swasta Pertiwi Medan, SMP Negeri 11 Medan, penulis lulus dari SMA Negeri 3 Medan pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama penulis berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) 18 Juli sampai 27 Agustus 2016. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair”. Penelitian ini dilakukan bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan Desember 2017 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan

Mujair” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Banyak pihak yang telah berperan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu,

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada orang tua tercinta Bapak Erwandy dan Ibunda Erikayati yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil, doa yang tiada henti, serta limpahan kasih sayang yang tiada terhingga sampai detik ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih Abang dan adik terkasih Prastiajy Andika, S.E serta M. Fadel Andika yang selalu memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Ismed Suhaidi, M.Si dan kepada Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, masukan, saran dan bantuan

yang sangat berarti bagi penulis dari awal penelitian hingga penyelesaian

skripsi ini. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si., dan Ridwansyah, STP., M.Si., selaku ketua

dan sekretaris Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara, serta kepada Bapak dan Ibu Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membimbing dan memotivasi serta memberikan ilmu selama penulis menjalani studi dan seluruh pegawai Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, yang telah

(8)

ucapkan terimakasih .

Penulis juga mengucapkan terima kasih Yogha, Riska, Derza, Husnul, Fachri, Andrew, Fadiah, Rafikah, Santy, Ica, Endah, Murti, Olivia, Ajeng, Egidya, Wati, Rani, Mutiara, Peter, Indri, Jessica, Meiliza, Dewi, ITP 2013 (Rifa, Carly, Idris, Putra, Azmi, Josua, Idin, Jaswan, Kenzi, dan Kevin). Serta teman-teman asisten Laboratorium Biokimia (Putra, Mutiara, Fadiah, Kak Gloria, Kak Elan, dan Bang Rahman) terima kasih atas semua bantuan dan kebersamaan selama penelitian berlangsung semoga kita kedepannya sukses selalu.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kawan- kawan 2013 Pertanian, adik-adik ITP 2014, ITP 2015, dan ITP 2016, Dwi Cahyo, Fira, Gita, Nurul, Inal, Dimas dan Sutryto terima kasih atas dukungan yang selalu kalian berikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ketika berada di luar kampus, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian dengan kebaikan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2018

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) ... 5

Fermentasi ... 7

Cairan Sauerkraut ... 10

Bekasam ... 13

Bahan-bahan Tambahan Pembuatan Bekasam Instan ... 15

Cabai merah ... 15

Bawang merah ... 16

Bawang putih ... 16

Lengkuas ... 17

Serai ... 17

Daun jeruk ... 17

Garam ... 18

Gula ... 18

Kunyit ... 19

Santan kelapa ... 19

BAHAN DAN METODA ... 21

Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Bahan Penelitian ... 21

Bahan Kimia Penelitian ... 21

Alat Penelitian ... 21

Metoda Penelitian ... 22

Model Rancangan ... 23

(10)

Pelaksanaan Penelitian... 23

Pembuatan sauerkraut ... 23

Persiapan bahan baku ... 24

Persiapan alat ... 24

Proses fermentasi ... 24

Pembuatan Bekasam Instan ... 24

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 25

Penentuan kadar air ... 25

Penentuan kadar abu ... 25

Penentuan lemak ... 26

Penentuan nilai pH... 27

Penentuan protein ... 27

Penentuan total asam ... 28

Penentuan total mikroba ... 29

Penentuan penerimaan konsumen ... 29

Penentuan nilai skor warna ... 30

Penentuan nilai hedonik aroma... 30

Penentuan nilai hedonik rasa ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut Terhadap Parameter yang Diamati ... 35

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

Kadar Air ... 38

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 38

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 39

Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair ... 41

Kadar Abu ... 41

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 41

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 43

Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair ... 44

Kadar Lemak ... 45

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 45

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 45

Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap kadar lemak bekasam instan ikan mujair ... 45

Kadar Protein ... 45

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 45

(11)

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 47 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair ... 49 Nilai pH ... 49

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 49 Pengaruh lama fermentasi terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 51 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair ... 53 Total Asam ... 53

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 53 Pengaruh lama fermentasi terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 55 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap total asam bekasam instan ikan mujair ... 57 Total Mikroba... 57

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 57 Pengaruh lama fermentasi terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 59 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair ... 61 Nilai Penerimaan Konsumen... 61

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap total penerimaan konsumen bekasam instan ikan mujair ... 61 Pengaruh lama fermentasi terhadap total penerimaan konsumen bekasam instan ikan mujair ... 61 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap total penerimaan konsumen bekasam instan ikan mujair ... 62 Nilai Skor Warna... 62

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap nilai skor warna bekasam instan ikan mujair ... 62 Pengaruh lama fermentasi terhadap nilai skor warna bekasam instan ikan mujair ... 62 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap nilai skor warna bekasam instan ikan mujair ... 62 Nilai Hedonik Aroma ... 62

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 62 Pengaruh lama fermentasi terhadap nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 64 Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair ... 65

(12)

Nilai Hedonik Rasa ... 66

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair ... 66

Pengaruh lama fermentasi terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair ... 67

Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair .. 69

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

Kesimpulan ...171

Saran ...172

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 79

(13)

No. Hal

1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging... 7

2. Kandungan gizi dalam 100 g sauerkraut... 12

3. Skala uji hedonik konsumen terhadap warna, aroma, dan rasa... 30

4. Skala uji skor terhadap warna... 30

5. Skala uji hedonik terhadap aroma... 31

6. Skala uji hedonik terhadap rasa... 31

7. Pengaruh penambahan cairan sauerkraut pada pembuatan bekasam instan ikan mujair terhadap parameter yang diamati... 35

8. Pengaruh lama fermentasi pada pembuatan bekasam instan ikan mujair terhadap parameter yang diamati... 37

9. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair……….…. 38

10. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair………..……….. 40

11. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair……….. .. 41

12. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair………. ... 43

13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair………….……….. 46

14. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein bekasam instan ikan mujair…... 48

15. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair………... 50

16. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap nilai pH bekasam instan ikan mujair………... 51

17. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap total asam bekasam instan ikan mujair………... 54

(14)

19. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut

terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair………….……... 57 20. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap total mikroba bekasam instan ikan mujair……….. ... 59 21. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut

terhadap nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair….…..…... 63 22. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap nilai

hedonik aroma bekasam instan ikan mujair... 64 23. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut

terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair……….... 66 24. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair………... 68 25. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan

ikan mujair………. 69

(15)

No. Hal 1. Ikan mujair………... 6 2. Sawi pahit (Brassica juncea) (A) ; Hasil akhir produk sauerkraut (B). 10 3. Skema pembuatan sauerkraut... 32 4. Skema pembuatan bekasam... 33 5. Skema pembuatan bekasam instan... 34 6. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar air

bekasam instan ikan mujair……... 39 7. Hubungan lama fermentasi dengan kadar air bekasam instan ikan

mujair………...……….. 40 8. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar abu

bekasam instan ikan mujair…………... 42 9. Hubungan lama fermentasi dengan kadar abu bekasam instan ikan

mujair……..……….….. 44 10. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar protein

bekasam instan ikan mujair………... 46 11. Hubungan lama fermentasi dengan kadar protein bekasam instan ikan mujair…...……….. 48 12. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan pH bekasam instan ikan mujair…………..………... 50 13. Hubungan lama fermentasi dengan nilai pH bekasam instan ikan

mujair ……… 52 14. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan total asam bekasam instan ikan mujair………... 54 15. Hubungan lama fermentasi dengan total asam bekasam instan ikan

Mujair…….……… 56 16. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan total mikroba

bekasam instan ikan mujair………... 58

(16)

18. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan nilai hedonik

aroma bekasam instan ikan mujair………... 63 19. Hubungan lama fermentasi dengan nilai hedonik aroma bekasam

instan ikan mujair.……… 65 20. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan nilai hedonik

rasa bekasam instan ikan mujair………... 67 21. Hubungan lama fermentasi dengan nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair……....……….……..…… 68 22. Hubungan interaksi penambahan cairan sauerkraut dengan lama

fermentasi terhadap nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair... 70

(17)

No. Hal

1. Data pengamatan kadar air bekasam instan ikan mujair... 79

2. Data pengamatan kadar abu bekasam instan ikan mujair... 80

3. Data pengamatan kadar lemak bekasam instan ikan mujair... 81

4. Data pengamatan kadar protein bekasam instan ikan mujair... 82

5. Data pengamatan nilai pH bekasam instan ikan mujair... 83

6. Data pengamatan total asam bekasam instan ikan mujair... 84

7. Data pengamatan total mikroba bekasam instan ikan mujair... 85

8. Data pengamatan penerimaan konsumen bekasam instan ikan mujair... 86

9. Data pengamatan nilai skor warna bekasam instan mujair... 87

10. Data pengamatan nilai hedonik aroma bekasam instan ikan mujair... 88

11. Data pengamatan nilai hedonik rasa bekasam instan ikan mujair... 89

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan adalah salah satu sumber protein yang sangat potensial dan dibutuhkan oleh manusia. Hal ini didukung oleh ketersediaan jumlah ikan yang sangat melimpah serta mengandung asam-asam amino yang lengkap. Ikan dikatakan sebagai produk perishable food atau bahan makanan yang cepat membusuk dikarenakan ikan mengandung protein dan air dalam jumlah yang besar, sehingga mudah mengalami penurunan mutu dan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Ikan mengalami banyak kehilangan glikogen karena pada saat ditangkap ikan selalu melakukan perlawanan (menggelepar) sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah dan mengakibatkan nilai pH pada ikan relatif mendekati normal yang rentan untuk pertumbuhan bakteri sehingga lebih cepat mengalami pembusukan dibandingkan dengan daging unggas dan mamalia lainnya.

Ikan mujair merupakan jenis ikan air tawar dimana kekurangan dari ikan air tawar ini adalah masih menghasilkan aroma dan rasa lumpur ketika diolah menjadi suatu produk pangan, sehingga ikan ini kurang diminati oleh masyarakat.

Menurut Potensi Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) hasil budidaya ikan mujair di Indonesia mencapai 2.128 ton per tahun sehingga perlu dilakukannya proses pengolahan ikan mujair menjadi suatu produk yang lebih diminati oleh masyarakat dan memiliki masa simpan lebih lama melalui suatu proses pengawetan salah satunya yaitu dengan cara fermentasi.

(19)

Fermentasi ikan dapat dilakukan dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat, yaitu dengan menggunakan cairan sauerkraut. Sauerkraut lebih dikenal dengan asinan sawi yang diperoleh dengan cara fermentasi menggunakan garam 2,25%. Menurut peneltian Dewi (2007), sauerkraut mengandung total bakteri asam laktat sebanyak 5,9 x 109 CFU/ml dan tidak ditemukan adanya bakteri patogen seperti E. Coli dan Salmonella sp., sehingga cairan sauerkraut dapat dijadikan sebagai starter fermentasi. Menurut penelitian Manurung (2011), Penambahan cairan sauerkraut dapat digunakan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan.

Fermentasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat pembusukan, untuk memperbaiki cita rasa, meningkatkan nilai gizi pada ikan selain itu proses fermentasi juga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia pada bahan pangan tersebut. Perubahan-perubahan ini dapat memperbaiki aspek gizi, daya cerna sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh, serta meningkatkan daya simpan produk yang difermentasi.

Kualitas nutrisi pada bahan mentah yang difermentasi akan semakin meningkat hal ini disebabkan oleh peranan dari bakteri asam laktat yang dapat memecah komponen yang kompleks pada bahan pangan menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana. Selain itu, penambahan bakteri asam laktat berperan penting dalam proses fermentasi karena dapat mengontrol pertumbuhan bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk (Nursyam, 2011). Manfaat dari penggunaan bakteri asam laktat pada produk yaitu sebagai penghasil anti mikroba bakteriosin dan manfaat lainnya dalam memberikan efek fisiologis yang membawa manfaat bagi kesehatan manusia, sehingga saat ini semakin

(20)

berkembang dan banyak ditemukannya produk fermentasi dengan menggunakan pemanfaatan bakteri asam laktat (Wikandri, dkk., 2012).

Bekasam merupakan produk hasil olahan ikan dengan cara fermentasi.

Bekasam merupakan makanan tradisional khas suku melayu, tetapi bekasam belum banyak dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya kecap ikan atau peda. Bekasam memiliki cita rasa yang khas dibandingkan produk lainnya yaitu rasa asam dan asin. Bekasam sering dijadikan sebagai makanan pelengkap lauk pauk karena memiliki kandungan komposisi gizi yang baik (Setiadi, 2001).

Bekasam selama ini kurang diminati oleh masyarakat karena rasa yang asam dan asin, oleh karena itu perlu dikembangkan pembuatan bekasam menjadi instan dengan cara menambahkan bumbu-bumbu tambahan lainnya sehingga dapat meningkatkan cita rasa, memperpanjang masa simpan, dan sekaligus dapat

meningkatkan nilai gizi. Bekasam yang diolah dengan cara diberikan bumbu-bumbu tambahan dapat meningkatkan masa simpan yang relatif lebih

lama dalam suhu kamar (Setiadi, 2001). Selain itu, aktivitas masyarakat yang cukup sibuk menyebabkan tuntutan masyarakat akan makanan serba instan sangat diminati maka dari itu diperlukan pembuatan bekasam instan yang dapat digunakan sebagai makanan pendamping nasi yang dapat langsung dikonsumsi.

Mempertimbangkan bahwa ikan mudah mengalami pembusukan dan sangat mudah mengalami penurunan mutu maka perlu dilakukan suatu proses pengawetan ikan dengan cara mengolah ikan menjadi bekasam instan, oleh karena itu peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Instan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)”.

(21)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap mutu bekasam instan ikan mujair. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui komposisi kimia hasil olahan, daya terima panelis secara uji organoleptik terhadap bekasam instan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Selain itu juga berguna untuk dapat mengembangkan keanekaragaman pangan di Indonesia serta dapat mengembangkan makanan instan yang berasal dari produk ikan fermentasi yang bernilai gizi tinggi dan praktris.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi serta interaksinya terhadap mutu bekasam instan ikan mujair.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Ikan mujair merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di air tawar. Ikan mujair pertama kali dikenal di Indonesia sebagai ikan hias namun seiring dengan berjalannya waktu ikan mujair dijadikan sebagai ikan budidaya. Ikan mujair merupakan hewan pemakan segalanya, dan dapat hidup di dataran rendah ataupun di daerah pegunungan. Ikan mujair cepat mengalami perkembangbiakan sehingga sangat mudah dipelihara dan diternakkan (Sutoyo, 1984). Menurut Potensi Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) hasil budidaya ikan mujair

di Indonesia mencapai 2.128 ton per tahun. Klasifikasi ikan mujair adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb, dkk., 2007).

Ikan mujair memiliki tubuh yang berbentuk pipih dan memanjang dengan panjang maksimum 40 cm. Ikan ini berwarna abu-abu, cokelat ataupun hitam dimana warna ikan ini tergantung pada kondisi habitat yang dihuninya, ikan ini memilki sisik kecil-kecil bertipe stenoid, dan sirip ekor memiliki garis yang

(23)

berwarna merah. Bagian punggung bersirip hampir sepanjang badan mulai dari bagian tengkuk sampai pada bagian ekor ikan. Ciri khas dari ikan mujair ini adalah memiliki dagu yang berwarna kekuning-kuningan yang tampak lebih jelas pada ikan jantan yang sudah dewasa. Ikan mujair dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan mujair (Dokumen pribadi).

Ikan mujair memiliki daging yang agak padat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas. Ikan mujair memiliki rendemen fillet sebesar 28%. Tubuh ikan mujair mudah sekali rusak sehingga masa simpan ikan lebih cepat hal ini dikarenakan ikan mujair memiliki sisik pelindung kulit badan yang tidak begitu tebal. Ikan mujair cepat mengalami perubahan warna menjadi pucat apabila terlalu sering terpegang oleh tangan hal ini yang dapat menyebabkan ikan ini tidak laku terjual di pasaran (Sumiati, 2008).

Ikan mujair merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang pada umumnya digemari oleh masyarakat hal ini dikarenakan kandungan protein ikan yang sangat tinggi serta ikan memiliki rasa yang gurih. Mengkonsumsi ikan mujair sangat baik untuk perkembangan otak, hal ini dikarenakan ikan mujair mengandung protein yang tinggi dan asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid/EPA,

(24)

Docosahexanoic acid/DHA) (Setianto, 2012). Selain itu masih banyak lagi

kandungan gizi yang terdapat pada ikan mujair yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging

Kandungan zat gizi Jumlah

Protein (g) 14,63

Lemak (g) 0,51

Karbohidrat (g) 0,27

Kalsium (mg) 2,93

Posfat (mg) 370

Besi (mg) 0,69

Sumber : Syahril, dkk., 2016.

Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses pengolahan yang berfungsi untuk mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik, serta dapat meningkatkan nilai ekonomi.

Selain itu keunggulan dari produk fermentasi adalah mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya (Hutkins, 2006). Hal ini disebabkan karena mikroba pada produk fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks pada bahan pangan menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna dan juga mikroba tersebut dapat mensintesis beberapa vitamin seperti riboflavin, B12 dan provitamin A (Buckle, dkk., 1987). Selain itu dalam proses fermentasi ini protein akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida kemudian asam-asam amino terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukkan cita rasa produk (Manurung, 2011).

Fermentasi ikan dilakukan dalam keadaan anaerob. Sifat terpenting dari bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Produksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat

sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain tidak diinginkan dapat terhambat

(25)

(Utama dan Mulyanto, 2009). Senyawa anti mikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat untuk menghambat bakteri patogen dan pembusuk itu antara lain adalah asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, CO2, dan bakteriosin. Oleh

karena itu, bakteri asam laktat juga sering dikenal sebagai agen probiotik dan

biopreservasi. Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang bersifat Generally Recognized as Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak berisiko

terhadap kesehatan. Bakteri asam laktat tidak menghasilkan toksin sehingga aman jika ditambahkan dalam pangan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan (Rif’ah, 2016).

Sifat-sifat terpenting lainnya dari bakteri asam Iaktat, yaitu gram positif dan tidak membentuk spora, tidak mampu menghasilkan enzim katalase, bersifat anaerob fakultatif memecah protein menjadi mono peptida dan asam amino tersedia bagi tubuh serta menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat bakteri patogen, berperan sebagai probiotik yang dapat tumbuh dan berkembang dalam saluran pencernaan, mampu hidup pada pH rendah, menekan bakteri patogen, menyerap bahan penyebab kanker dan tumor serta memacu kekebalan tubuh (Utama dan Mulyanto, 2009).

Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena asam laktat yang dihasilkan dapat meningkatkan total asam dan menurunkan nilai pH dan aktivitas bakteri proteolitik, bakteri lipolitik serta bakteri patogen seperti Salmonella dan Clostridium botulinum, karena pertumbuhan bakteri tersebut dalam suasana asam akan terhambat (Fardiaz, 1989). Fermentasi karbohidrat menghasilkan alkohol dan asam yang dapat mencegah mikroorganisme patogen

(26)

seperti Clostridium botulinum. Pada pH kurang dari 4,6, Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh dan membentuk toksin (Winarno, dkk., 1980).

Ikan mujair mengandung protein sekitar 18,7% dalam 100 g daging.

Protein adalah komponen yang sangat diperlukan oleh tubuh sebagai pembentuk jaringan baru. Berbagai fungsi protein antara lain sebagai komponen pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai zat pembangun, dan zat pengatur pemberi tenaga. Protein juga terdiri dari asam-asam amino esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh namun tidak dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga diperlukan sumber asam amino esensial dari berbagai bahan makanan seperti ikan (Marsetyo dan Kartasapoetra, 2003).

Masyarakat pada umumnya membuat bekasam tidak menggunakan bakteri asam laktat secara khusus. Penambahan bakteri asam laktat dapat membuat kualitas bekasam menjadi lebih seragam dan konsisten. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada awal proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dari cairan sauerkraut (Astriani, 2011).

Penambahan asam laktat dari cairan sauerkraut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut. Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat meresap ke dalam jaringan tubuh ikan dan mengasamkan seluruh bahan yang difermentasi dan mengawetkannya.

Produk fermentasi menimbulkan rasa asam sehingga produk fermentasi menghasilkan cita rasa asin asam dan aroma yang khas (Astriani, 2011).

(27)

Cairan Sauerkraut

Sauerkraut merupakan asinan sayuran sawi yang diperoleh dengan cara

fermentasi asam laktat yang mengandung garam 2,25%. Proses pembuatan sauerkraut diawali dengan memotong sayuran yang akan digunakan sebagai

bahan fermentasi menjadi bagian yang lebih kecil. Kemudian sayuran tersebut ditambahkan garam sebanyak 2,25% dari total berat sayuran yang digunakan.

Lalu diperam atau difermentasi selama 3 hari. Kemudian sayuran yang telah difermentasi disaring dan larutan hasil fermentasi siap digunakan (Yunizal, 1986).

Jenis sawi yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut adalah sawi pahit dan hasil akhir sauerkraut dapat dilihat pada Gambar 2.

(A) (B)

Gambar 2. Sawi pahit (Brassica juncea) (A) ; Hasil akhir produk sauerkraut (B) (Dokumen pribadi).

Sayuran yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan sauerkraut mengandung berbagai zat gizi untuk pertumbuhan mikroba serta

mengandung bakteri asam laktat alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan inokulum ataupun ragi. Selain itu, garam yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lainnya yang akan mengontrol pertumbuhan

(28)

mikroflora. Garam juga merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi dan Marta, 2011).

Sauerkraut mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri gram negatif. Proses fermentasi sauerkraut dimulai dengan bakteri Leuconostoc mesenteroides mengkonversi gula menjadi asam laktat, asam asetat,

alkohol, CO2 yang berfungsi menjaga kondisi anaerob selama fermentasi,

dan produk-produk lainnya yang dapat menentukan cita rasa pada sauerkraut (Utama dan Mulyanto, 2009), kemudian dilanjutkan oleh bakteri yaitu

Lactobacillus plantarum dapat tahan pada total asam 1,5% sampai 2,0% dan suhu

optimumnya lebih besar dari 37oC. Bakteri ini terlibat dalam pembentukan asam laktat selama fermentasi sehingga dapat menyebabkan pH media semakin asam, sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain tidak diinginkan dapat terhambat (Utama dan Mulyanto, 2006).

Bakteri yang hidup dalam fermentasi sayuran umumnya Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus. Substrat memiliki gula yang

mampu digunakan untuk mensintesis asam organik terutama asam laktat yang dapat membatasi pertumbuhan organisme lain. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan dalam fermentasi pada sayuran adalah Lactobacillus plantarum.

Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat termasuk kedalam

golongan homofermentatif. Lactobacillus plantarum dapat tumbuh optimal pada suhu 30-350C. Bakteri asam laktat adalah kelompok spesies bakteri memiliki kemampuan untuk membentuk asam laktat sebagai hasil metabolisme karbohidrat dan mampu tumbuh pada pH rendah. Dalam fermentasi, produksi asam dari

(29)

bakteri asam laktat berjalan cepat, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Sulistiyanto dan Nugroho, 2009).

Fermentasi sauerkraut dilakukan selama 3 hari. Apabila fermentasi dilakukan lebih dari 3 hari maka sudah mulai timbul kerusakan pada sauerkraut.

Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata

Saeurkraut dapat dijadikan sebagai starter fermentasi karena sauerkraut

mengandung bakteri asam laktat yang menyebabkan asam lebih cepat di produksi dan diikuti dengan terjadinya penurunan pH. Saeurkraut mengandung total bakteri asam laktat sebanyak 5,9 x 109 CFU/ml (Dewi, 2007). Sauerkraut yang diperoleh dengan cara fermentasi merupakan salah satu sumber bakteri asam laktat yang potensial. Menurut Utama dan Mulyanto (2009), kandungan asam yang tinggi dan mikrobia yang menguntungkan sangat berpotensi sebagai starter bahwa sawi yang direndam dengan 8% garam dan diperam selama 6 hari menghasilkan total bakteri asam laktat sebesar 2,1x1010 CFU/ml. Dewi (2007) dalam literatur Utama dan Mulyanto (2009), menyatakan bahwa cairan sauerkraut yang mengandung BAL

(30)

dengan jumlah mencapai 5,9 x 109 CFU/ml. Pada cairan sauerkraut tersebut tidak ditemukan kandungan bakteri pathogen E. Coli dan Salmonella sp., sehingga cairan sauerkraut layak digunakan sebagai starter fermentasi.

Bekasam

Bekasam adalah salah satu produk makanan tradisional yang diolah dengan cara fermentasi. Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam hampir sama dengan prinsip pembuatan peda yaitu dengan cara difermentasi. Peda merupakan salah satu produk fermentasi ikan oleh mikroorganisme melalui penambahan garam dengan kadar tertentu. Pembuatan peda merupakan teknik pengawetan ikan dengan cara tradisional sama seperti bekasam yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan suatu alat yang canggih. Proses fermentasi dalam pembuatan peda merupakan proses penguraian senyawa lemak dan protein kompleks yang terdapat dalam daging ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau mikroorganisme (Fajri, dkk., 2014).

Bekasam merupakan produk fermentasi ikan yang memanfaatkan bakteri asam laktat sebagai bakteri utama yang berkembang selama fermentasi bekasam.

Bekasam yang dibuat masyarakat lebih mengandalkan fermentasi oleh bakteri asam laktat yang berkembang sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi. Bekasam merupakan makanan khas suku Melayu, kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia di beberapa daerah seperti di Kalimantan, Surabaya dan Jawa Barat. Di Sumatera Selatan produk bekasam dikenal dengan sebutan ikan peda (Astriani, 2011).

Bekasam yang dihasilkan memiliki karakteristik daging ikan seperti daging segar dengan daging ikan yang semakin kenyal, memiliki cita rasa yang

(31)

khas yaitu berasa asam dan memiliki aroma tertentu. Perubahan aroma dan tekstur diakibatkan karena adanya perananan dari bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi makanan bersamaan dengan pengaruh

pengawetan dengan hasil peningkatan daya awet pada produk akhir bekasam (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010).

Bekasam memiliki cara pembuatan yang bervariasi, namun secara prinsip pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan dari isi perut, diikuti dengan fermentasi ikan dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat. Pada awal pembuatan bekasam, ikan segar dipotong kemudian dibuang isi perut, insang dan sisiknya. Ikan selanjutnya dibelah dan dicuci dengan air bersih.

Ikan yang telah bersih direndam dalam air garam 16% atau juga dapat ditambahkan sumber bakteri asam laktat dari berat segar selama 24-48 jam.

Selanjutnya ikan dicuci dengan menggunakan larutan garam 10% yang bertujuan sebagai penyeleksi mikroba, yang dihrapkan hanya bakteri asam laktat yang terdapat pada bahan tersebut. Larutan garam perendam harus dapat merendam atau menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang kontak dengan udara luar sehingga tidak membusuk (Irianto, 2008).

Pada proses pembuatan bekasam oleh masyarakat pada umumnya tidak menggunakan sumber asam laktat secara khusus. Namun kualitas bekasam yang konsisten dapat diperoleh dengan penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dari cairan sauerkraut. Penambahan asam laktat dari sumber tersebut meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal

(32)

fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut (Murtini, 1992).

Bekasam yang diolah dengan cara diberikan bumbu-bumbu tambahan

dapat meningkatkan masa simpan yang relatif lebih lama dalam suhu kamar (Setiadi, 2001). Maka dari itu perlu dilakukannya pengolahan bekasam dengan

menambahkan bumbu-bumbu tambahan lainnya agar dapat meningkatkan masa simpan bekasam serta dapat meningkatkan nilai rasa dari produk bekasam.

Bekasam instan diolah dengan cara ikan yang telah difermentasi kemudian dikukus, setelah itu ikan (bekasam) disuir-suir untuk memperkecil ukuran, kemudian ikan (bekasam) diberikan bumbu-bumbu tambahan lainnya lalu dimasak hingga kering, setelah itu bekasam instan siap dikemas dan dikonsumsi secara langsung tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut dan dapat dijadikan sebagai makanan pelengkap lauk pauk.

Bahan-bahan Tambahan Pembuatan Bekasam Instan Cabai merah

Cabai (Capsium annum L.) merupakan suatu bahan pangan yang digolongkan kedalam jenis sayuran. Di Indonesia cabai digunakan sebagai bahan penyedap dan pelengkap menu masakan serta merupakan makanan pendamping yang dapat menambah selera makan, selain itu cabai juga sering diolah menjadi makanan olahan (Nawangsih, dkk., 2001). Kandungan capsaicin pada cabai membuat cabai terasa pedas. Capsaicin merupakan senyawa yang berfungsi

sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat perkembangan sel kanker dan sebagai senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Secara umum kandungan dari cabai adalah karotenoid, lemak

(33)

(9–17%), protein (12–15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil senyawa volatil (Bethany, 2016).

Bawang merah

Di Indonesia bawang merah juga berfungsi sebagai penyedap masakan dan hampir digunakan pada seluruh makanan (Manalu, 2009). Bawang merah dapat menjaga kesehatan jantung karena mengandung senyawa kimia yaitu fitosterol, flavonoid untuk menurunkan secara efektif LDL (Low Density Lipoprotein) atau kadar kolesterol jahat, alisin, allin, dan propil disulfida yang bersifat hipolipidemik yang mampu menurunkan kadar lemak dalam darah. Bawang merah juga mampu menjaga jantung dari kolesterol jahat karena mengandung sulfur, potasium, dan germanium (Rahayu dan Berliap, 1999).

Bawang putih

Di dalam bawang putih terdapat flavonoid, saponin, minyak atsiri, kalsium, saltivine, polifenol, belerang, protein, fosfor, lemak, dan besi. Selain itu bawang putih juga mengandung allin. Zat allin jika dibantu dengan enzim amilase akan berubah menjadi alisin dan sangat dimanfaatkan dalam tubuh manusia.

Alisin memiliki fungsi antara lain untuk membunuh bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, efektif melawan organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik, serta mengandung khasiat antitrombotik, antiarthritis, antitumor dan memiliki efek antioksidan. Komposisi bawang putih secara kasar dalam 100 g yaitu kadar air 63 ml, protein 6 g, lemak 29 g, karbohidrat 6,8 g, serat 0,8 g, kalsium 30 g, zat besi 1,3 g. Alisin pada bawang putih juga dapat membunuh Salmonella typhimurium, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis, serta

(34)

mampu membasmi jamur Erytococcus neofarmans dan Candida albicans (Robinowitch dan Currah, 2002).

Lengkuas

Sejak zaman dahulu rimpang lengkuas telah digunakan sebagai bumbu masakan. Berdasarkan penelitian rimpang lengkuas dimanfaatkan sebagai bahan antijamur dan antibakteri. Penelitian Handajani dan Purwoko (2008), menunjukkan bahwa infus ekstrak etanol rimpang lengkuas yang berisi minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies jamur patogen yaitu, Tricophyton, Mycrosporum, Gyseum, dan Epidermo floccasum. Lengkuas diduga efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur aflatoksin.

Serai

Serai (Cymbopogon nardus L.) termasuk dalam 5 tanaman utama diantara bermacam-macam tanaman di daerah tropis selain kunyit, temulawak, kencur, akar wangi, lengkuas dan lain-lain. Serai dapur merupakan salah satu komoditi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan penggunaannya, baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bahan baku industri. Sebagai bahan makanan, serai banyak digunakan sebagai bumbu atau sebagai penambah aroma dalam beberapa makanan olahan. Sedangkan sebagai bahan baku industri serai dapat diolah menjadi minyak serai ataupun sitral (Slamet, dkk., 2013).

Daun jeruk

Citrus atau yang biasa dikenal dengan jeruk memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Selain itu jeruk sering digunakan sebagai penyedap makanan. Daun

(35)

jeruk mengandung metabolit sekunder seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan steroid. Daun jeruk purut dimanfaatkan sebagai sumber flavor pada masakan.

Flavor dari daun jeruk berasal dari minyak atsiri yang dikandungnya yaitu sintronellal. Sintronellal juga memiliki aktivitas antioksidan (Ayusuk, dkk., 2009)

dan aktifitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Salmonella dan Entrobacteria lainnya (Nanasombat dan Pana, 2005).

Garam

Industri yang modern umumnya memanfaatkan garam sebagai peningkat cita rasa, penampilan, serta sifat fungsional produk yang dihasilkan. Garam yang sering digunakan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan pangan (Assadad dan Utomo, 2011). Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) pada bahan pangan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya. Garam merupakan salah satu bumbu yang paling penting dalam produk pangan. Selain untuk menambah citarasa pada produk pangan garam juga berperan penting dalam produk pangan fermentasi maupun non fermenatasi. Garam juga berperan penting dalam pelarutan protein dan daya ikat air (Hutkins, 2006).

Gula

Gula merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan cita rasa pada makanan jika ditambahkan dalam jumlah sedikit (Buckle, dkk., 1987). Gula pasir dominan digunakan sehari-hari sebagai pemanis baik di industri maupun pemakaian rumah tangga. Menurut American Heart Foundation, untuk perempuan sebaiknya mengkonsumsi gula tidak lebih dari 25 g

(36)

per hari, dan 37,5 g untuk laki-laki. Jumlah itu sudah mencakup gula yang dikonsumsi dalam bentuk minuman, makanan, permen, dan semua yang dikonsumsi pada hari itu.

Kunyit

Kunyit adalah umbian rempah yang banyak digunakan dalam proses pembuatan bumbu masakan karena dapat memberikan cita rasa dan aroma pada makanan. Aroma tersebut muncul karena kandungan minyak atsiri yang dimiliki oleh kunyit. Di samping itu kunyit banyak digunakan untuk pereda beberapa penyakit, seperti penyakit lambung, antigatal, dan antikejang. Diduga senyawa aktif yang terkandung pada kunyit (seperti kurkumoid) memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri (anti-bacterial effect) karena mengandung gugus fungsi hidroksil dan karbonil yang merupakan turunan fenol. Turunan fenol ini akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya terabsorbsi dan penetrasi ke dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein, akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri, sedangkan aktivitas antibakteri curcumin dengan cara menghambat proliferasi sel bakteri (Hartati dan Balitro, 2013).

Santan kelapa

Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa.

Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan.

Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk

(37)

yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa (Lubis, 2010).

(38)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2017 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan mujair, sawi pahit (Brassica juncea), cairan sauerkraut, cabai merah, bawang merah, bawang putih, lengkuas, serai, daun jeruk, garam, gula, santan, dan kunyit.

Bahan Kimia Penelitian

Bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4 pekat, larutan NaOH, indikator mengsel (methyl red dan methyl blue), larutan H2SO4, larutan H2SO4, larutan NaOH, larutan NaOH, etanol, katalis, (K2SO4 dan CuSO4), heksan, HCl, PP (phenolphtalein), NaOH, dan PCA.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Sartorius TE 2145), tanur, pompa vakum, soxhlet, inkubator, colony counter, alat-alat pembuatan bekasam dan alat-alat penelitian.

(39)

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor, yaitu :

Faktor I : Penambahan cairan sauerkraut S1 = 60 %

S2 = 70 % S3 = 80 % S4 = 90%

Faktor II : Lama fermentasi F1 = 12 jam F2 = 24 jam F3 = 36 jam F4 = 48 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 =16, jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:

Tc (n – 1) ≥ 15 16 (n – 1) ≥ 15 16 n –16 ≥ 15 16 n ≥ 15 + 16 16 n ≥ 31

n ≥ 1,9 dibulatkan menjadi 2

Untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

(40)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor S pada taraf ke-i βj : Efek faktor F pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan sauerkraut

Sawi pahit (Brassica juncea) disortasi dan dibersihkan, kemudian dicuci dengan larutan garam 1% dari 1 liter air. Setelah itu ditimbang sawi pahit

(Brassica juncea) sebanyak 300 g dan dibuat larutan garam sebanyak 2,25% dari 1 liter air. Sawi pahit (Brassica juncea) dimasukkan dengan larutan garam ke dalam stoples kaca yang telah disterilisasi sambil ditekan-tekan agar padat. Kemudian ditambahkan pemberat di atasnya agar sawi pahit

(41)

(Brassica juncea) terendam. Ditutup stoples dan difermentasi sawi pahit (Brassica juncea) selama 3 hari. Lalu diambil cairan sauerkraut dan disimpan di dalam kemasan stoples kaca. Skema pembuatan sauerkraut dapat dilihat pada Gambar 3.

Persiapan bahan baku

Persiapan bahan baku yaitu dimulai dengan penyiangan ikan (kepala, isi perut, sisik, sirip, dan insang), kemudian dipotong menjadi bentuk

fillet yaitu 2 bagian selanjutnya dicuci dengan air bersih sampai lendir yang ada pada tubuh ikan hilang dan kemudian ditiriskan selama 15 menit.

Persiapan alat

Stoples kaca disterilisisasi dengan cara direbus selama 15 menit kemudian didinginkan. Kemudian diblansing kain saring yang akan digunakan untuk menutup stoples kaca.

Proses fermentasi

Ikan yang telah difillet dimasukkan ke dalam stoples kaca dengan berat masing-masing 300 g, lalu ditambahkan cairan sauerkraut sesuai dengan perlakuan (60%, 70%, 80%, dan 90%) dari 1 liter air, lalu ditutup dengan kain saring yang telah diblansing, difermentasikan selama (12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 42 jam). Skema pembuatan bekasam dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan bekasam instan

Ikan yang telah mengalami proses fermentasi dicuci dengan larutan garam 10% lalu ditiriskan selama 15 menit setelah itu ikan dikukus selama 20 menit,

(42)

kemudian dipisahkan ikan dari durinya. Lalu ditambahkan bumbu-bumbu seperti

cabai merah 10%, bawang merah 11,6%, bawang putih 6,6%, lengkuas 6%, serai 5%, daun jeruk 1,3%, garam 1,3% gula 8,3%, dan kunyit 1,6% yang telah

dihaluskan serta penambahan santan 300 g. Kemudian semua bahan dicampurkan lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama 45 menit dengan mengunakan wajan teflon hingga berwarna cokelat keemasan, lalu dikemas pada stoples plastik yang

telah dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan dengan menggunakan kain bersih. Adapun proses pembuatan bekasam dapat dilihat pada Gambar 5.

Pengamatan dan Pengukuran Data Penentuan kadar air

Pengujian kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode AOAC (1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium

yang telah diovenkan dan ditimbang beratnya. Kemudian, bahan dikeringkan dalam oven suhu 50oC selama 24 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven suhu 60oC sampai 70oC maksimum, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini dulangi sampai diperoleh berat sampel yang konstan.

Kehilangan berat setelah dikeringkan (g)

Kadar air (%) = x 100%

Berat sampel (g)

Penentuan kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode Sudarmadji, dkk. (1997). Sampel yang telah dikeringkan hingga berat konstan

(43)

selanjutnya ditimbang sebanyak 5 g. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100oC, 2 jam dengan suhu 300oC kemudian dengan suhu 500oC selama 2 jam. Cawan porselen didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus:

Berat abu (g)

Kadar abu (%) = x 100%

Berat sampel (g)

Penentuan kadar lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode AOAC (1995). Analisa lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sampel

sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat ekstraksi soxhlet. Ditimbang labu lemak kosong hingga berat konstan.

Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak

heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama

± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang dan dihitung kadar lemak dengan rumus:

Berat lemak (g)

Kadar lemak (%) = x 100%

Berat sampel (g)

(44)

Penentuan nilai pH

Pengujian penetapan nilai pH dilakukan dengan menggunakan metode Apriyantono, dkk. (1989). Penetapan nilai pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Suhu sampel diukur menggunakan pengatur suhu pH meter pada suhu terukur, kemudian pH meter dinyalakan dan dibiarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda pada pH meter dibilas dengan akuades dan dikeringkan elektroda dengan kertas tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan di set pengukur pH-nya.

Elektroda dibiarkan tercelup di dalam larutan selama beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu nilai pH sampel dicatat.

Penentuan kadar protein

Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhal AOAC, (1995). Sampel sebanyak 0,2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 2 g katalis (CuSO4 : K2SO4 dengan perbandingan 1:1). Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu ditambahkan dengan 10 ml akuades dan isinya dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 10 ml

larutan NaOH 40%. Erlenmeyer berisi larutan H2SO4 0,02 N sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02%

dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air

(45)

destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan

blanko dilakukan dengan cara yang sama. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(A-B) x N x 0,014 x FK

Kadar protein (%) = x 100%

Berat sampel (g) Keterangan:

A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

FK = Faktor Konversi

Penentuan total asam

Pengujian penentuan total asam dilakukan dengan menggunakan metode Fox (1981). Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan akuades 50 ml. Campuran diaduk hingga merata dan disaring

dengan kertas saring. Kemudian diterakan hingga 100 ml sambil dicuci beaker glass dan saringan dengan akuades. Filtrat diambil sebanyak 10 ml dan

diterakan lagi hingga 100 ml. Lalu 10 ml diambil dan dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator PP (phenolphtalein) 1% sebanyak 2-3 tetes

kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N hingga timbul warna merah lembayung. Penentuan total asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP

Total asam (%) = x 100%

Berat contoh x 1000 x valensi

(46)

Penentuan total mikroba

Pengujian penentuan total mikroba dilakukan dengan menggunakan metode Fardiaz (1992). Bahan ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan garam 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran kemudian diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu ditambahkan larutan garam fisiologis steril

sebanyak 9 ml. Pengenceran dilakukan sampai jumlah mikroba berkisar 30-300 koloni (pengenceran 10-4). Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi

yang terakhir kemudian diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium PCA (Plate Count Agar) yang telah di siapkan di atas petridish, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 36oC dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter. Penentuan total mikroba dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah koloni hasil perhitungan Total koloni (CFU/g) =

Faktor pengencer

Penentuan penerimaan konsumen

Pengujian uji organoleptik warna, aroma, dan rasa dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Sampel yang telah diberi kode secara acak diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati adalah warna, aroma, dan rasa dari bekasam instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 3.

(47)

Tabel 3. Skala uji hedonik konsumen terhadap warna, aroma, dan rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka

Sangat tidak suka

2 1

Penentuan nilai skor warna

Pengujian uji organoleptik warna dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik warna dilakukan dengan uji skor. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah warna bekasam instan yang dihasilkan dengan skala skor seperti yang dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala uji skor terhadap warna

Skala hedonik Skala numerik

Cokelat keemasan 5

Cokelat kekuningan 4

Cokelat 3

Cokelat tua

Cokelat kehitaman

2 1

Penentuan nilai hedonik aroma

Pengujian uji organoleptik aroma dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik aroma dilakukan dengan uji kesukaan atau uji

hedonik. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah aroma dari

bekasam instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 5.

(48)

Tabel 5. Skala uji hedonik terhadap aroma

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka

Sangat tidak suka

2 1

Penentuan nilai hedonik rasa

Pengujian uji organoleptik rasa dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik rasa dilakukan dengan uji kesukaan atau uji

hedonik. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah rasa dari bekasam

instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala uji hedonik terhadap rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka

Sangat tidak suka

2 1

(49)

Gambar 3. Skema pembuatan sauerkraut.

Sortasi dan pencucian dengan air

Pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil

cairan sauerkraut

Perendaman dalam larutan garam 2,25% selama 3 hari (difermentasi)

Penyimpanan cairan sauerkraut dalam kemasan botol kaca

Pencucian dengan larutan garam 1%

Sawi pahit (Brassica juncea)

(50)

Gambar 4. Skema pembuatan bekasam.

Penyiangan ikan dan ikan difillet menjadi dua bagian

Ikan dimasukkan ke dalam stoples yang telah di sterilkan

Ikan difermentasi dalam keadaan anaerob pada suhu ruang

Ditambahkan cairan

sauerkraut S1 = 60%

S2 = 70%

S3 = 80%

S4 = 90%

Ikan Mujair

Lama fermentasi F1 = 12 jam F2 = 24 jam F3 = 36 jam F4 = 48 jam Pencucian ikan dengan

menggunakan air

Bekasam

Stoples ditutup dengan menggunakan kain saring

Gambar

Gambar 1. Ikan mujair (Dokumen pribadi).
Gambar 2.  Sawi pahit (Brassica juncea) (A) ; Hasil akhir produk sauerkraut (B)  (Dokumen pribadi)
Gambar 3. Skema pembuatan sauerkraut.
Gambar 4. Skema pembuatan bekasam.
+7

Referensi

Dokumen terkait

 per$ohonan /antuan /antuan dana dana untuk untuk pengadaan pengadaan peralatan peralatan dan dan perlengkapan perlengkapan  penun1ang pertun1ukan seni tradisi /ela

Dalam kegiatan inti, para siswa ditugaskan membaca komik secara bertahap dan diberi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan mereka untuk menyimpulkan beberapa konsep fisika

Gangguan pertumbuhan pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air untuk bahan fotosintesis, namun dengan adanya cekaman

Tujuan penelitian untuk membuktikan berkurangnya hambatan aliran (torsi) pada silinder dan koefisien kecepatan slip akibat pelapisan zat penolak air pada dinding..

M.A selaku Sekretaris program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.. Khairina

Menurut Marsun dan Martaniah dalam (Sia Tjundjing, 2001:71) prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang

Ke empat bentuk tipikal ini terdiri dari (1) rantai pasok untuk daerah yang pada umumnya mendatar; (2) rantai pasok untuk daerah yang berbukit/ pegunungan; (3) rantai pasok

Judul : Pengaruh Kepercayaan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Perbankan (Studi Pada KCP Bank Mega Setia Budi Di Kota Medan)...