• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Ikan mujair merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di air tawar. Ikan mujair pertama kali dikenal di Indonesia sebagai ikan hias namun seiring dengan berjalannya waktu ikan mujair dijadikan sebagai ikan budidaya. Ikan mujair merupakan hewan pemakan segalanya, dan dapat hidup di dataran rendah ataupun di daerah pegunungan. Ikan mujair cepat mengalami perkembangbiakan sehingga sangat mudah dipelihara dan diternakkan (Sutoyo, 1984). Menurut Potensi Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) hasil budidaya ikan mujair

di Indonesia mencapai 2.128 ton per tahun. Klasifikasi ikan mujair adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus (Webb, dkk., 2007).

Ikan mujair memiliki tubuh yang berbentuk pipih dan memanjang dengan panjang maksimum 40 cm. Ikan ini berwarna abu-abu, cokelat ataupun hitam dimana warna ikan ini tergantung pada kondisi habitat yang dihuninya, ikan ini memilki sisik kecil-kecil bertipe stenoid, dan sirip ekor memiliki garis yang

berwarna merah. Bagian punggung bersirip hampir sepanjang badan mulai dari bagian tengkuk sampai pada bagian ekor ikan. Ciri khas dari ikan mujair ini adalah memiliki dagu yang berwarna kekuning-kuningan yang tampak lebih jelas pada ikan jantan yang sudah dewasa. Ikan mujair dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan mujair (Dokumen pribadi).

Ikan mujair memiliki daging yang agak padat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas. Ikan mujair memiliki rendemen fillet sebesar 28%. Tubuh ikan mujair mudah sekali rusak sehingga masa simpan ikan lebih cepat hal ini dikarenakan ikan mujair memiliki sisik pelindung kulit badan yang tidak begitu tebal. Ikan mujair cepat mengalami perubahan warna menjadi pucat apabila terlalu sering terpegang oleh tangan hal ini yang dapat menyebabkan ikan ini tidak laku terjual di pasaran (Sumiati, 2008).

Ikan mujair merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang pada umumnya digemari oleh masyarakat hal ini dikarenakan kandungan protein ikan yang sangat tinggi serta ikan memiliki rasa yang gurih. Mengkonsumsi ikan mujair sangat baik untuk perkembangan otak, hal ini dikarenakan ikan mujair mengandung protein yang tinggi dan asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid/EPA,

Docosahexanoic acid/DHA) (Setianto, 2012). Selain itu masih banyak lagi

kandungan gizi yang terdapat pada ikan mujair yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan mujair per 100 g daging

Kandungan zat gizi Jumlah

Protein (g) 14,63

Lemak (g) 0,51

Karbohidrat (g) 0,27

Kalsium (mg) 2,93

Posfat (mg) 370

Besi (mg) 0,69

Sumber : Syahril, dkk., 2016.

Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses pengolahan yang berfungsi untuk mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, unik, serta dapat meningkatkan nilai ekonomi.

Selain itu keunggulan dari produk fermentasi adalah mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya (Hutkins, 2006). Hal ini disebabkan karena mikroba pada produk fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks pada bahan pangan menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna dan juga mikroba tersebut dapat mensintesis beberapa vitamin seperti riboflavin, B12 dan provitamin A (Buckle, dkk., 1987). Selain itu dalam proses fermentasi ini protein akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida kemudian asam-asam amino terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukkan cita rasa produk (Manurung, 2011).

Fermentasi ikan dilakukan dalam keadaan anaerob. Sifat terpenting dari bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Produksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat

sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain tidak diinginkan dapat terhambat

(Utama dan Mulyanto, 2009). Senyawa anti mikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat untuk menghambat bakteri patogen dan pembusuk itu antara lain adalah asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, CO2, dan bakteriosin. Oleh

karena itu, bakteri asam laktat juga sering dikenal sebagai agen probiotik dan

biopreservasi. Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang bersifat Generally Recognized as Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak berisiko

terhadap kesehatan. Bakteri asam laktat tidak menghasilkan toksin sehingga aman jika ditambahkan dalam pangan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan (Rif’ah, 2016).

Sifat-sifat terpenting lainnya dari bakteri asam Iaktat, yaitu gram positif dan tidak membentuk spora, tidak mampu menghasilkan enzim katalase, bersifat anaerob fakultatif memecah protein menjadi mono peptida dan asam amino tersedia bagi tubuh serta menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat bakteri patogen, berperan sebagai probiotik yang dapat tumbuh dan berkembang dalam saluran pencernaan, mampu hidup pada pH rendah, menekan bakteri patogen, menyerap bahan penyebab kanker dan tumor serta memacu kekebalan tubuh (Utama dan Mulyanto, 2009).

Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena asam laktat yang dihasilkan dapat meningkatkan total asam dan menurunkan nilai pH dan aktivitas bakteri proteolitik, bakteri lipolitik serta bakteri patogen seperti Salmonella dan Clostridium botulinum, karena pertumbuhan bakteri tersebut dalam suasana asam akan terhambat (Fardiaz, 1989). Fermentasi karbohidrat menghasilkan alkohol dan asam yang dapat mencegah mikroorganisme patogen

seperti Clostridium botulinum. Pada pH kurang dari 4,6, Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh dan membentuk toksin (Winarno, dkk., 1980).

Ikan mujair mengandung protein sekitar 18,7% dalam 100 g daging.

Protein adalah komponen yang sangat diperlukan oleh tubuh sebagai pembentuk jaringan baru. Berbagai fungsi protein antara lain sebagai komponen pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai zat pembangun, dan zat pengatur pemberi tenaga. Protein juga terdiri dari asam-asam amino esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh namun tidak dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga diperlukan sumber asam amino esensial dari berbagai bahan makanan seperti ikan (Marsetyo dan Kartasapoetra, 2003).

Masyarakat pada umumnya membuat bekasam tidak menggunakan bakteri asam laktat secara khusus. Penambahan bakteri asam laktat dapat membuat kualitas bekasam menjadi lebih seragam dan konsisten. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada awal proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dari cairan sauerkraut (Astriani, 2011).

Penambahan asam laktat dari cairan sauerkraut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut. Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat meresap ke dalam jaringan tubuh ikan dan mengasamkan seluruh bahan yang difermentasi dan mengawetkannya.

Produk fermentasi menimbulkan rasa asam sehingga produk fermentasi menghasilkan cita rasa asin asam dan aroma yang khas (Astriani, 2011).

Cairan Sauerkraut

Sauerkraut merupakan asinan sayuran sawi yang diperoleh dengan cara

fermentasi asam laktat yang mengandung garam 2,25%. Proses pembuatan sauerkraut diawali dengan memotong sayuran yang akan digunakan sebagai

bahan fermentasi menjadi bagian yang lebih kecil. Kemudian sayuran tersebut ditambahkan garam sebanyak 2,25% dari total berat sayuran yang digunakan.

Lalu diperam atau difermentasi selama 3 hari. Kemudian sayuran yang telah difermentasi disaring dan larutan hasil fermentasi siap digunakan (Yunizal, 1986).

Jenis sawi yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut adalah sawi pahit dan hasil akhir sauerkraut dapat dilihat pada Gambar 2.

(A) (B)

Gambar 2. Sawi pahit (Brassica juncea) (A) ; Hasil akhir produk sauerkraut (B) (Dokumen pribadi).

Sayuran yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan sauerkraut mengandung berbagai zat gizi untuk pertumbuhan mikroba serta

mengandung bakteri asam laktat alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan inokulum ataupun ragi. Selain itu, garam yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lainnya yang akan mengontrol pertumbuhan

mikroflora. Garam juga merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi dan Marta, 2011).

Sauerkraut mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri gram negatif. Proses fermentasi sauerkraut dimulai dengan bakteri Leuconostoc mesenteroides mengkonversi gula menjadi asam laktat, asam asetat,

alkohol, CO2 yang berfungsi menjaga kondisi anaerob selama fermentasi,

dan produk-produk lainnya yang dapat menentukan cita rasa pada sauerkraut (Utama dan Mulyanto, 2009), kemudian dilanjutkan oleh bakteri yaitu

Lactobacillus plantarum dapat tahan pada total asam 1,5% sampai 2,0% dan suhu

optimumnya lebih besar dari 37oC. Bakteri ini terlibat dalam pembentukan asam laktat selama fermentasi sehingga dapat menyebabkan pH media semakin asam, sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain tidak diinginkan dapat terhambat (Utama dan Mulyanto, 2006).

Bakteri yang hidup dalam fermentasi sayuran umumnya Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Pediococcus. Substrat memiliki gula yang

mampu digunakan untuk mensintesis asam organik terutama asam laktat yang dapat membatasi pertumbuhan organisme lain. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan dalam fermentasi pada sayuran adalah Lactobacillus plantarum.

Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat termasuk kedalam

golongan homofermentatif. Lactobacillus plantarum dapat tumbuh optimal pada suhu 30-350C. Bakteri asam laktat adalah kelompok spesies bakteri memiliki kemampuan untuk membentuk asam laktat sebagai hasil metabolisme karbohidrat dan mampu tumbuh pada pH rendah. Dalam fermentasi, produksi asam dari

bakteri asam laktat berjalan cepat, sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Sulistiyanto dan Nugroho, 2009).

Fermentasi sauerkraut dilakukan selama 3 hari. Apabila fermentasi dilakukan lebih dari 3 hari maka sudah mulai timbul kerusakan pada sauerkraut.

Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata

Saeurkraut dapat dijadikan sebagai starter fermentasi karena sauerkraut

mengandung bakteri asam laktat yang menyebabkan asam lebih cepat di produksi dan diikuti dengan terjadinya penurunan pH. Saeurkraut mengandung total bakteri asam laktat sebanyak 5,9 x 109 CFU/ml (Dewi, 2007). Sauerkraut yang diperoleh dengan cara fermentasi merupakan salah satu sumber bakteri asam laktat yang potensial. Menurut Utama dan Mulyanto (2009), kandungan asam yang tinggi dan mikrobia yang menguntungkan sangat berpotensi sebagai starter bahwa sawi yang direndam dengan 8% garam dan diperam selama 6 hari menghasilkan total bakteri asam laktat sebesar 2,1x1010 CFU/ml. Dewi (2007) dalam literatur Utama dan Mulyanto (2009), menyatakan bahwa cairan sauerkraut yang mengandung BAL

dengan jumlah mencapai 5,9 x 109 CFU/ml. Pada cairan sauerkraut tersebut tidak ditemukan kandungan bakteri pathogen E. Coli dan Salmonella sp., sehingga cairan sauerkraut layak digunakan sebagai starter fermentasi.

Bekasam

Bekasam adalah salah satu produk makanan tradisional yang diolah dengan cara fermentasi. Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam hampir sama dengan prinsip pembuatan peda yaitu dengan cara difermentasi. Peda merupakan salah satu produk fermentasi ikan oleh mikroorganisme melalui penambahan garam dengan kadar tertentu. Pembuatan peda merupakan teknik pengawetan ikan dengan cara tradisional sama seperti bekasam yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan suatu alat yang canggih. Proses fermentasi dalam pembuatan peda merupakan proses penguraian senyawa lemak dan protein kompleks yang terdapat dalam daging ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau mikroorganisme (Fajri, dkk., 2014).

Bekasam merupakan produk fermentasi ikan yang memanfaatkan bakteri asam laktat sebagai bakteri utama yang berkembang selama fermentasi bekasam.

Bekasam yang dibuat masyarakat lebih mengandalkan fermentasi oleh bakteri asam laktat yang berkembang sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi. Bekasam merupakan makanan khas suku Melayu, kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia di beberapa daerah seperti di Kalimantan, Surabaya dan Jawa Barat. Di Sumatera Selatan produk bekasam dikenal dengan sebutan ikan peda (Astriani, 2011).

Bekasam yang dihasilkan memiliki karakteristik daging ikan seperti daging segar dengan daging ikan yang semakin kenyal, memiliki cita rasa yang

khas yaitu berasa asam dan memiliki aroma tertentu. Perubahan aroma dan tekstur diakibatkan karena adanya perananan dari bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi makanan bersamaan dengan pengaruh

pengawetan dengan hasil peningkatan daya awet pada produk akhir bekasam (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010).

Bekasam memiliki cara pembuatan yang bervariasi, namun secara prinsip pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan dari isi perut, diikuti dengan fermentasi ikan dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat. Pada awal pembuatan bekasam, ikan segar dipotong kemudian dibuang isi perut, insang dan sisiknya. Ikan selanjutnya dibelah dan dicuci dengan air bersih.

Ikan yang telah bersih direndam dalam air garam 16% atau juga dapat ditambahkan sumber bakteri asam laktat dari berat segar selama 24-48 jam.

Selanjutnya ikan dicuci dengan menggunakan larutan garam 10% yang bertujuan sebagai penyeleksi mikroba, yang dihrapkan hanya bakteri asam laktat yang terdapat pada bahan tersebut. Larutan garam perendam harus dapat merendam atau menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang kontak dengan udara luar sehingga tidak membusuk (Irianto, 2008).

Pada proses pembuatan bekasam oleh masyarakat pada umumnya tidak menggunakan sumber asam laktat secara khusus. Namun kualitas bekasam yang konsisten dapat diperoleh dengan penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dari cairan sauerkraut. Penambahan asam laktat dari sumber tersebut meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal

fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut (Murtini, 1992).

Bekasam yang diolah dengan cara diberikan bumbu-bumbu tambahan

dapat meningkatkan masa simpan yang relatif lebih lama dalam suhu kamar (Setiadi, 2001). Maka dari itu perlu dilakukannya pengolahan bekasam dengan

menambahkan bumbu-bumbu tambahan lainnya agar dapat meningkatkan masa simpan bekasam serta dapat meningkatkan nilai rasa dari produk bekasam.

Bekasam instan diolah dengan cara ikan yang telah difermentasi kemudian dikukus, setelah itu ikan (bekasam) disuir-suir untuk memperkecil ukuran, kemudian ikan (bekasam) diberikan bumbu-bumbu tambahan lainnya lalu dimasak hingga kering, setelah itu bekasam instan siap dikemas dan dikonsumsi secara langsung tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut dan dapat dijadikan sebagai makanan pelengkap lauk pauk.

Bahan-bahan Tambahan Pembuatan Bekasam Instan Cabai merah

Cabai (Capsium annum L.) merupakan suatu bahan pangan yang digolongkan kedalam jenis sayuran. Di Indonesia cabai digunakan sebagai bahan penyedap dan pelengkap menu masakan serta merupakan makanan pendamping yang dapat menambah selera makan, selain itu cabai juga sering diolah menjadi makanan olahan (Nawangsih, dkk., 2001). Kandungan capsaicin pada cabai membuat cabai terasa pedas. Capsaicin merupakan senyawa yang berfungsi

sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat perkembangan sel kanker dan sebagai senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Secara umum kandungan dari cabai adalah karotenoid, lemak

(9–17%), protein (12–15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil senyawa volatil (Bethany, 2016).

Bawang merah

Di Indonesia bawang merah juga berfungsi sebagai penyedap masakan dan hampir digunakan pada seluruh makanan (Manalu, 2009). Bawang merah dapat menjaga kesehatan jantung karena mengandung senyawa kimia yaitu fitosterol, flavonoid untuk menurunkan secara efektif LDL (Low Density Lipoprotein) atau kadar kolesterol jahat, alisin, allin, dan propil disulfida yang bersifat hipolipidemik yang mampu menurunkan kadar lemak dalam darah. Bawang merah juga mampu menjaga jantung dari kolesterol jahat karena mengandung sulfur, potasium, dan germanium (Rahayu dan Berliap, 1999).

Bawang putih

Di dalam bawang putih terdapat flavonoid, saponin, minyak atsiri, kalsium, saltivine, polifenol, belerang, protein, fosfor, lemak, dan besi. Selain itu bawang putih juga mengandung allin. Zat allin jika dibantu dengan enzim amilase akan berubah menjadi alisin dan sangat dimanfaatkan dalam tubuh manusia.

Alisin memiliki fungsi antara lain untuk membunuh bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, efektif melawan organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik, serta mengandung khasiat antitrombotik, antiarthritis, antitumor dan memiliki efek antioksidan. Komposisi bawang putih secara kasar dalam 100 g yaitu kadar air 63 ml, protein 6 g, lemak 29 g, karbohidrat 6,8 g, serat 0,8 g, kalsium 30 g, zat besi 1,3 g. Alisin pada bawang putih juga dapat membunuh Salmonella typhimurium, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis, serta

mampu membasmi jamur Erytococcus neofarmans dan Candida albicans (Robinowitch dan Currah, 2002).

Lengkuas

Sejak zaman dahulu rimpang lengkuas telah digunakan sebagai bumbu masakan. Berdasarkan penelitian rimpang lengkuas dimanfaatkan sebagai bahan antijamur dan antibakteri. Penelitian Handajani dan Purwoko (2008), menunjukkan bahwa infus ekstrak etanol rimpang lengkuas yang berisi minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies jamur patogen yaitu, Tricophyton, Mycrosporum, Gyseum, dan Epidermo floccasum. Lengkuas diduga efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur aflatoksin.

Serai

Serai (Cymbopogon nardus L.) termasuk dalam 5 tanaman utama diantara bermacam-macam tanaman di daerah tropis selain kunyit, temulawak, kencur, akar wangi, lengkuas dan lain-lain. Serai dapur merupakan salah satu komoditi yang mempunyai potensi untuk dikembangkan penggunaannya, baik sebagai bahan makanan maupun sebagai bahan baku industri. Sebagai bahan makanan, serai banyak digunakan sebagai bumbu atau sebagai penambah aroma dalam beberapa makanan olahan. Sedangkan sebagai bahan baku industri serai dapat diolah menjadi minyak serai ataupun sitral (Slamet, dkk., 2013).

Daun jeruk

Citrus atau yang biasa dikenal dengan jeruk memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Selain itu jeruk sering digunakan sebagai penyedap makanan. Daun

jeruk mengandung metabolit sekunder seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan steroid. Daun jeruk purut dimanfaatkan sebagai sumber flavor pada masakan.

Flavor dari daun jeruk berasal dari minyak atsiri yang dikandungnya yaitu sintronellal. Sintronellal juga memiliki aktivitas antioksidan (Ayusuk, dkk., 2009)

dan aktifitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Salmonella dan Entrobacteria lainnya (Nanasombat dan Pana, 2005).

Garam

Industri yang modern umumnya memanfaatkan garam sebagai peningkat cita rasa, penampilan, serta sifat fungsional produk yang dihasilkan. Garam yang sering digunakan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan pangan (Assadad dan Utomo, 2011). Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) pada bahan pangan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya. Garam merupakan salah satu bumbu yang paling penting dalam produk pangan. Selain untuk menambah citarasa pada produk pangan garam juga berperan penting dalam produk pangan fermentasi maupun non fermenatasi. Garam juga berperan penting dalam pelarutan protein dan daya ikat air (Hutkins, 2006).

Gula

Gula merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan cita rasa pada makanan jika ditambahkan dalam jumlah sedikit (Buckle, dkk., 1987). Gula pasir dominan digunakan sehari-hari sebagai pemanis baik di industri maupun pemakaian rumah tangga. Menurut American Heart Foundation, untuk perempuan sebaiknya mengkonsumsi gula tidak lebih dari 25 g

per hari, dan 37,5 g untuk laki-laki. Jumlah itu sudah mencakup gula yang dikonsumsi dalam bentuk minuman, makanan, permen, dan semua yang dikonsumsi pada hari itu.

Kunyit

Kunyit adalah umbian rempah yang banyak digunakan dalam proses pembuatan bumbu masakan karena dapat memberikan cita rasa dan aroma pada makanan. Aroma tersebut muncul karena kandungan minyak atsiri yang dimiliki oleh kunyit. Di samping itu kunyit banyak digunakan untuk pereda beberapa penyakit, seperti penyakit lambung, antigatal, dan antikejang. Diduga senyawa aktif yang terkandung pada kunyit (seperti kurkumoid) memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri (anti-bacterial effect) karena mengandung gugus fungsi hidroksil dan karbonil yang merupakan turunan fenol. Turunan fenol ini akan berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya terabsorbsi dan penetrasi ke dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein, akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri, sedangkan aktivitas antibakteri curcumin dengan cara menghambat proliferasi sel bakteri (Hartati dan Balitro, 2013).

Santan kelapa

Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa.

Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan.

Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk

yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa (Lubis, 2010).

Dokumen terkait