• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2017 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan mujair, sawi pahit (Brassica juncea), cairan sauerkraut, cabai merah, bawang merah, bawang putih, lengkuas, serai, daun jeruk, garam, gula, santan, dan kunyit.

Bahan Kimia Penelitian

Bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4 pekat, larutan NaOH, indikator mengsel (methyl red dan methyl blue), larutan H2SO4, larutan H2SO4, larutan NaOH, larutan NaOH, etanol, katalis, (K2SO4 dan CuSO4), heksan, HCl, PP (phenolphtalein), NaOH, dan PCA.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Sartorius TE 2145), tanur, pompa vakum, soxhlet, inkubator, colony counter, alat-alat pembuatan bekasam dan alat-alat penelitian.

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor, yaitu :

Faktor I : Penambahan cairan sauerkraut S1 = 60 %

S2 = 70 % S3 = 80 % S4 = 90%

Faktor II : Lama fermentasi F1 = 12 jam F2 = 24 jam F3 = 36 jam F4 = 48 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 =16, jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:

Tc (n – 1) ≥ 15 16 (n – 1) ≥ 15 16 n –16 ≥ 15 16 n ≥ 15 + 16 16 n ≥ 31

n ≥ 1,9 dibulatkan menjadi 2

Untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor S pada taraf ke-i βj : Efek faktor F pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor F pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan sauerkraut

Sawi pahit (Brassica juncea) disortasi dan dibersihkan, kemudian dicuci dengan larutan garam 1% dari 1 liter air. Setelah itu ditimbang sawi pahit

(Brassica juncea) sebanyak 300 g dan dibuat larutan garam sebanyak 2,25% dari 1 liter air. Sawi pahit (Brassica juncea) dimasukkan dengan larutan garam ke dalam stoples kaca yang telah disterilisasi sambil ditekan-tekan agar padat. Kemudian ditambahkan pemberat di atasnya agar sawi pahit

(Brassica juncea) terendam. Ditutup stoples dan difermentasi sawi pahit (Brassica juncea) selama 3 hari. Lalu diambil cairan sauerkraut dan disimpan di dalam kemasan stoples kaca. Skema pembuatan sauerkraut dapat dilihat pada Gambar 3.

Persiapan bahan baku

Persiapan bahan baku yaitu dimulai dengan penyiangan ikan (kepala, isi perut, sisik, sirip, dan insang), kemudian dipotong menjadi bentuk

fillet yaitu 2 bagian selanjutnya dicuci dengan air bersih sampai lendir yang ada pada tubuh ikan hilang dan kemudian ditiriskan selama 15 menit.

Persiapan alat

Stoples kaca disterilisisasi dengan cara direbus selama 15 menit kemudian didinginkan. Kemudian diblansing kain saring yang akan digunakan untuk menutup stoples kaca.

Proses fermentasi

Ikan yang telah difillet dimasukkan ke dalam stoples kaca dengan berat masing-masing 300 g, lalu ditambahkan cairan sauerkraut sesuai dengan perlakuan (60%, 70%, 80%, dan 90%) dari 1 liter air, lalu ditutup dengan kain saring yang telah diblansing, difermentasikan selama (12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 42 jam). Skema pembuatan bekasam dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan bekasam instan

Ikan yang telah mengalami proses fermentasi dicuci dengan larutan garam 10% lalu ditiriskan selama 15 menit setelah itu ikan dikukus selama 20 menit,

kemudian dipisahkan ikan dari durinya. Lalu ditambahkan bumbu-bumbu seperti

cabai merah 10%, bawang merah 11,6%, bawang putih 6,6%, lengkuas 6%, serai 5%, daun jeruk 1,3%, garam 1,3% gula 8,3%, dan kunyit 1,6% yang telah

dihaluskan serta penambahan santan 300 g. Kemudian semua bahan dicampurkan lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama 45 menit dengan mengunakan wajan teflon hingga berwarna cokelat keemasan, lalu dikemas pada stoples plastik yang

telah dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan dengan menggunakan kain bersih. Adapun proses pembuatan bekasam dapat dilihat pada Gambar 5.

Pengamatan dan Pengukuran Data Penentuan kadar air

Pengujian kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode AOAC (1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium

yang telah diovenkan dan ditimbang beratnya. Kemudian, bahan dikeringkan dalam oven suhu 50oC selama 24 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven suhu 60oC sampai 70oC maksimum, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini dulangi sampai diperoleh berat sampel yang konstan.

Kehilangan berat setelah dikeringkan (g)

Kadar air (%) = x 100%

Berat sampel (g)

Penentuan kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode Sudarmadji, dkk. (1997). Sampel yang telah dikeringkan hingga berat konstan

selanjutnya ditimbang sebanyak 5 g. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100oC, 2 jam dengan suhu 300oC kemudian dengan suhu 500oC selama 2 jam. Cawan porselen didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus:

Berat abu (g)

Kadar abu (%) = x 100%

Berat sampel (g)

Penentuan kadar lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode AOAC (1995). Analisa lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sampel

sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat ekstraksi soxhlet. Ditimbang labu lemak kosong hingga berat konstan.

Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak

heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama

± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang dan dihitung kadar lemak dengan rumus:

Berat lemak (g)

Kadar lemak (%) = x 100%

Berat sampel (g)

Penentuan nilai pH

Pengujian penetapan nilai pH dilakukan dengan menggunakan metode Apriyantono, dkk. (1989). Penetapan nilai pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Suhu sampel diukur menggunakan pengatur suhu pH meter pada suhu terukur, kemudian pH meter dinyalakan dan dibiarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda pada pH meter dibilas dengan akuades dan dikeringkan elektroda dengan kertas tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan di set pengukur pH-nya.

Elektroda dibiarkan tercelup di dalam larutan selama beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu nilai pH sampel dicatat.

Penentuan kadar protein

Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhal AOAC, (1995). Sampel sebanyak 0,2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 2 g katalis (CuSO4 : K2SO4 dengan perbandingan 1:1). Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu ditambahkan dengan 10 ml akuades dan isinya dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 10 ml

larutan NaOH 40%. Erlenmeyer berisi larutan H2SO4 0,02 N sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02%

dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air

destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan

blanko dilakukan dengan cara yang sama. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(A-B) x N x 0,014 x FK

Kadar protein (%) = x 100%

Berat sampel (g) Keterangan:

A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

FK = Faktor Konversi

Penentuan total asam

Pengujian penentuan total asam dilakukan dengan menggunakan metode Fox (1981). Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan akuades 50 ml. Campuran diaduk hingga merata dan disaring

dengan kertas saring. Kemudian diterakan hingga 100 ml sambil dicuci beaker glass dan saringan dengan akuades. Filtrat diambil sebanyak 10 ml dan

diterakan lagi hingga 100 ml. Lalu 10 ml diambil dan dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator PP (phenolphtalein) 1% sebanyak 2-3 tetes

kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N hingga timbul warna merah lembayung. Penentuan total asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP

Total asam (%) = x 100%

Berat contoh x 1000 x valensi

Penentuan total mikroba

Pengujian penentuan total mikroba dilakukan dengan menggunakan metode Fardiaz (1992). Bahan ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan garam 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran kemudian diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu ditambahkan larutan garam fisiologis steril

sebanyak 9 ml. Pengenceran dilakukan sampai jumlah mikroba berkisar 30-300 koloni (pengenceran 10-4). Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi

yang terakhir kemudian diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium PCA (Plate Count Agar) yang telah di siapkan di atas petridish, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 36oC dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter. Penentuan total mikroba dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah koloni hasil perhitungan Total koloni (CFU/g) =

Faktor pengencer

Penentuan penerimaan konsumen

Pengujian uji organoleptik warna, aroma, dan rasa dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Sampel yang telah diberi kode secara acak diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati adalah warna, aroma, dan rasa dari bekasam instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala uji hedonik konsumen terhadap warna, aroma, dan rasa

Pengujian uji organoleptik warna dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik warna dilakukan dengan uji skor. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah warna bekasam instan yang dihasilkan dengan skala skor seperti yang dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala uji skor terhadap warna

Skala hedonik Skala numerik

Pengujian uji organoleptik aroma dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik aroma dilakukan dengan uji kesukaan atau uji

hedonik. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah aroma dari

bekasam instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skala uji hedonik terhadap aroma

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka

Sangat tidak suka

2 1

Penentuan nilai hedonik rasa

Pengujian uji organoleptik rasa dilakukan dengan menggunakan metode Soekarto (2008). Uji organoleptik rasa dilakukan dengan uji kesukaan atau uji

hedonik. Sampel berupa bekasam instan diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah rasa dari bekasam

instan yang dihasilkan dengan skala hedonik seperti yang dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala uji hedonik terhadap rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka

Sangat tidak suka

2 1

Gambar 3. Skema pembuatan sauerkraut.

Sortasi dan pencucian dengan air

Pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil

cairan sauerkraut

Perendaman dalam larutan garam 2,25% selama 3 hari (difermentasi)

Penyimpanan cairan sauerkraut dalam kemasan botol kaca

Pencucian dengan larutan garam 1%

Sawi pahit (Brassica juncea)

Gambar 4. Skema pembuatan bekasam.

Penyiangan ikan dan ikan difillet menjadi dua bagian

Ikan dimasukkan ke dalam stoples yang telah di sterilkan

Ikan difermentasi dalam keadaan anaerob pada suhu ruang

Ditambahkan cairan

sauerkraut S1 = 60%

S2 = 70%

S3 = 80%

S4 = 90%

Ikan Mujair

Lama fermentasi F1 = 12 jam F2 = 24 jam F3 = 36 jam F4 = 48 jam Pencucian ikan dengan

menggunakan air

Bekasam

Stoples ditutup dengan menggunakan kain saring

Gambar 5. Skema pembuatan bekasam instan.

Dikukus selama 20 menit dengan menggunakan panci kukusan

Dicampurkan semua bahan dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 45 menit hingga

kering dan berwarna kecokelatan

Pengaruh Penambahan Cairan Sauerkraut Terhadap Parameter yang Diamati Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan cairan sauerkraut memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pH, total asam, total mikroba, nilai penerimaan konsumen, nilai skor warna, nilai hedonik aroma dan nilai hedonik rasa yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap parameter yang diamati

Parameter mutu memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat

pada perlakuan S1 (60%) yaitu 11,909% dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 9,025%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu

0,482 % dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 0,419%. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 30,877% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 30,199%. Kadar protein tertinggi terdapat pada

perlakuan S4 (90%) yaitu 10,427% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 8,611%.

Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 5,414 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 5,076. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 0,648% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 0,491%. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 5,613 log CFU/g dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 5,936 log CFU/g.

Penerimaan konsumen tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 3,717 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,633. Nilai skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 3,783 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,557. Nilai hedonik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 4,208 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,600. Nilai hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 4,217 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,483.

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan lama fermentasi memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, nilai pH, total asam, total mikroba, penerimaan konsumen, nilai skor warna, nilai hedonik aroma dan nilai hedonik rasa yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 11,969% dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 9,069%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 0,478% dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 0,409%. Kadar lemak tertinggi

terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 30,731% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 30,382%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 11,599% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 6,951%.

Tabel 8. Pengaruh lama fermentasi terhadap parameter yang diamati Parameter mutu perlakuan S1 (60%) yaitu 0,466%. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 5,893 log CFU/g dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 5,864 log CFU/g.

Penerimaan konsumen tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 3,858 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,517. Uji skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 3,892 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,367. Uji hedonik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 4,100 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%)

yaitu 3,692. Uji hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (90%) yaitu 3,917 dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu 3,717.

Kadar Air

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa penambahan cairan sauerkraut memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair

Jarak LSR Penambahan cairan

sauerkraut Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) (%) 0,05 0,01

- - - S1 = 60 11,909 a A

2 0,2963 0,4083 S2 = 70 10,799 b B

3 0,3107 0,4258 S3 = 80 9,931 c C

4 0,3197 0,4373 S4 = 90 9,052 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh masing-masing perlakuan terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 6.

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu sebesar 11,909% dan terendah terdapat pada perlakuan S4

(90%) yaitu sebesar 9,025%. Semakin banyak penambahan cairan sauerkraut maka kadar air bekasam instan ikan mujair akan semakin menurun. Hal tersebut

dikarenakan cairan sauerkraut mengandung asam yang dapat mendenaturasi protein menghasilkan air bebas, ketika dilakukan pengeringan air bebas akan menguap atau hilang. Selain itu pada setiap perlakuan ikan dicuci dengan larutan garam 10% dimana larutan garam ini mampu mengikat air yang berasal dari bahan dan dapat menurunkan jumlah air bebas sehingga kadar air bahan akan menurun (Lestari, dkk., 2017). Pada konsentrasi garam yang tinggi molekul air akan terikat kuat oleh ion garam sehingga molekul protein akan mengalami dehidrasi yang dapat menyebabkan agregasi pada protein (Ningrum, dkk., 2012).

Gambar 6. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar air bekasam instan ikan mujair

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa pengaruh masing-masing perlakuan terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair berbeda sangat nyata dengan

perlakuan lainnya. Hubungan lama fermentasi dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan lama fermentasi dengan kadar air bekasam instan ikan mujair Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama fermentasi maka kadar air bekasam instan ikan mujair akan semakin menurun. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan F1 (12 jam) yaitu sebesar 11,969% dan terendah terdapat pada perlakuan F4 (48 jam) yaitu sebesar 9,069%. Penurunan kadar air tersebut dikarenakan selama proses fermentasi terjadi peningkatan total asam yang disertai dengan penurunan pH pada produk bekasam instan sehingga protein akan terdenaturasi dan akan melepaskan molekul-molekul air bebas. Terlepasnya

11,969

molekul-molekul air tersebut menyebabkan air bebas mudah mengalami

penguapan, sehingga kadar air yang terdapat pada bahan akan semakin menurun (Bacus, 1984).

Pengaruh interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bekasam instan ikan mujair sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa penambahan cairan sauerkraut memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan cairan sauerkraut terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair

Jarak LSR Penambahan cairan

sauerkraut Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) (%) 0,05 0,01

- - - S1 = 60 0,419 c C

2 0,0145 0,0200 S2 = 70 0,426 c C

3 0,0152 0,0209 S3 = 80 0,454 b B

4 0,0157 0,0214 S4 = 90 0,482 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan S1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan S2, berbeda sangat nyata dengan perlakuan S3 dan S4. Pengaruh perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan S3 dan S4. Pengaruh perlakuan S3 berbeda sangat nyata dengan S4, Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan penambahan cairan sauerkraut dengan kadar abu bekasam instan ikan mujair

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan cairan sauerkraut maka kadar abu semakin meningkat. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan S4 (90%) yaitu sebesar 0,482% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (60%) yaitu sebesar 0,419%. Peningkatan kadar abu tersebut dikarenakan cairan

sauerkraut mengandung garam. Garam mengandung mineral seperti Na, Ca, Mg,

dan Fe dimana mineral-mineral tersebut dapat terakumulasi dalam suatu bahan yang dapat menyebabkan kadar abu dalam suatu bahan pangan semakin meningkat.

Mineral-mineral tersebut tidak terbakar dalam proses pembakaran dalam metode analisis yang dilakukan, sehingga dapat mengakibatkan kadar abu pada perlakuan

0,419

akan semakin meningkat seiring dengan banyaknya jumlah penambahan cairan sauerkraut (Desniar, dkk., 2009).

Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh lama fermentasi terhadap kadar abu bekasam instan ikan mujair

Jarak LSR Penambahan cairan

sauerkraut Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) (%) 0,05 0,01

- - - F1 = 12 0,478 a A

2 0,0145 0,0200 F2 = 24 0,455 b B

3 0,0152 0,0209 F3 = 36 0,440 b B

4 0,0157 0,0214 F4 = 48 0,409 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan S1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan S2, S3, dan S4. Pengaruh perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan S3, dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan S4. Pengaruh perlakuan S3 berbeda sangat nyata dengan S4. Hubungan lama fermentasi dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 9.

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama fermentasi maka kadar abu bekasam instan ikan mujair akan semakin menurun. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan F1 (12 jam) yaitu sebesar 0,478% dan terendah terdapat pada perlakuan F4 (48 jam) yaitu sebesar 0,409%.

Gambar 9. Hubungan lama fermentasi dengan kadar abu bekasam instan ikan mujair

Penurunan kadar abu tersebut dikarenakan dalam proses fermentasi akan terjadi peningkatan bahan organik, karena adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka relatif semakin sedikit pula terjadinya penurunan kadar abu, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional (Setyawati, dkk., 2008). Penurunan kadar

abu tersebut juga dipengaruhi oleh penggunaan mineral oleh mikroorganisme dimana mikroorganisme membutuhkan mineral untuk mempertahankan hidup

abu tersebut juga dipengaruhi oleh penggunaan mineral oleh mikroorganisme dimana mikroorganisme membutuhkan mineral untuk mempertahankan hidup

Dokumen terkait