PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DAN TAPIOKA
DENGAN PENAMBAHAN PUTIH TELUR TERHADAP MUTU
BAKSO JAMUR TIRAM
SEPTIAN RURI 090305031
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DAN TAPIOKA
DENGAN PENAMBAHAN PUTIH TELUR TERHADAP MUTU
BAKSO JAMUR TIRAM
SKRIPSI
Oleh:
SEPTIAN RURI 090305031
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DAN TAPIOKA
DENGAN PENAMBAHAN PUTIH TELUR TERHADAP MUTU
BAKSO JAMUR TIRAM
SKRIPSI
Oleh:
SEPTIAN RURI
090305031/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka dengan Penambahan Putih Telur Terhadap Mutu Bakso Jamur Tiram Nama : Septian Ruri
NIM : 090305031
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Ir. Terip Karo-Karo, MS Era Yusraini, STP, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui:
Tanggal Lulus : 17 Januari 2014
ABSTRAK
SEPTIAN RURI. Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka dengan
Penambahan Putih Telur Terhadap Mutu Bakso Jamur Tiram, dibimbing oleh TERIP KARO-KARO dan ERA YUSRAINI.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan penambahan putih telur terhadap mutu bakso jamur tiram. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu perbandingan jamur tiram dan tapioka (T) : (90% : 10%, 80% : 20%, 70% : 30%, dan 60% : 40%) dan persentase putih telur (P) : (15%, 12%, 9%, dan 6%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur. Persentase putih telur memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik aroma, rasa, dan tekstur. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan nilai skor tekstur. Perbandingan jamur tiram dan tapioka 80% : 20% serta persentase putih telur 12% menghasilkan bakso jamur tiram yang terbaik dan lebih disukai.
Kata Kunci : Jamur tiram, tapioka, putih telur, bakso jamur tiram
ABSTRACT
SEPTIAN RURI. The Effect of Ratio of Oyster Mushroom and Tapioca with
Addition Egg White on The Quality of Oyster Mushroom Meatballs, supervised by TERIP KARO-KARO and ERA YUSRAINI.
The aim of this research was to find the effect of ratio of oyster mushroom and tapioca with the addition of egg white on the quality of oyster mushroom meatballs. This research was using completely randomized design with two factors, i.e. : the mixture of oyster mushroom and tapioca (T) : (90 % : 10 %, 80 % : 20 %, 70 % : 30 %, and 60 % : 40 %) and the percentage of egg white (P) : (15 %, 12 %, 9 %, and 6 %). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, the flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the color, flavor, taste, and texture.
The results showed that the ratio of oyster mushroom and tapioca had highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, the flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the color, flavor, taste, and texture. The percentage of egg white had highly significant effect on moisture content, protein content, flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the flavor, taste, and texture. Interactions of the two factors had highly significant effect on moisture content and texture scores. Ratio of oyster mushroom and tapioca 80% : 20% and the percentage of 12% egg white produced the best quality of oyster mushroom meatballs and more preferably.
RIWAYAT HIDUP
SEPTIAN RURI dilahirkan di Medan pada tanggal 26 September 1991, dari Bapak H. Sugiono dan ibu Hj. Rosnawati Lubis. Penulis merupakan anak
keempat dari empat bersaudara.
Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Medan dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan dari bulan Juli sampai Agustus 2012.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan periode 2009-2010 dan sebagai asisten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka dengan Penambahan Putih
Telur Terhadap Mutu Bakso Jamur Tiram”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima
kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis (H. Sugiono dan
Hj. Rosnawati Lubis) yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik
penulis selama ini serta abang dan kakak tersayang (Pipit, Toni, Tia,
Lina, dan Yanto). Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Era Yusraini STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari
mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman
stambuk 2009, asisten-asisten seperjuangan di Laboratorium Analisa Kimia
Bahan Pangan, adik-adik stambuk 2010 dan 2011, dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam
DAFTAR ISI
Bahan yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Jamur Tiram Tapioka ... 13
Putih telur ... 17
Bumbu-bumbu ... 18
Cara Pembuatan Bakso ... 20
Penelitian Sebelumnya ... 21
BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian... 23
Bahan Penelitian ... 23
Reagensia ... 23
Alat Penelitian ... 23
Metoda Penelitian ... 23
Model Rancangan ... 25
Pengamatan dan Pengukuran Data Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka terhadap Parameter yang Diamati ... 33
Pengaruh Persentase Putih Telur terhadap Parameter yang Diamati.... 35
Kadar Air Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 36
Pengaruh persentase putih telur terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 38
Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 39
Kadar Abu Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar abu bakso jamur tiram ... 42
Pengaruh persentase putih telur terhadap kadar abu bakso jamur tiram ... 44
Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap kadar abu bakso jamur tiram ... 44
Kadar Protein Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar protein bakso jamur tiram ... 44
Pengaruh persentase putih telur terhadap kadar protein bakso jamur tiram... 46
Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap kadar protein bakso jamur tiram ... 47
Kadar Serat Kasar Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar serat kasar bakso jamur tiram ... 47
Pengaruh persentase putih telur terhadap kadar serat kasar bakso jamur tiram... 49
Nilai Skor Aroma dan Rasa
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram ... 49 Pengaruh persentase putih telur terhadap nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram ... 51 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai skor aroma dan rasa
bakso jamur tiram... 52 Nilai Skor Tekstur
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 53 Pengaruh persentase putih telur terhadap nilai skor tekstur bakso
jamur tiram... 54 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai skor tekstur bakso jamur tiram... 56 Nilai Hedonik Warna
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap nilai hedonik warna bakso jamur tiram ... 58 Pengaruh persentase putih telur terhadap nilai hedonik warna bakso jamur tiram ... 60 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai hedonik warna bakso
jamur tiram... 60 Nilai Hedonik Aroma
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 61 Pengaruh persentase putih telur terhadap nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 62 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai hedonik aroma bakso
jamur tiram... 64 Nilai Hedonik Rasa
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap nilai hedonik rasa bakso jamur tiram ... 64 Pengaruh persentase putih telur terhadap nilai hedonik rasa bakso
jamur tiram... 66 Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai hedonik rasa bakso jamur tiram... 67 Nilai Hedonik Tekstur
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 72 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Standar mutu bakso daging menurut Badan Standarisasi Nasional
(SNI) ... 6
2. Komposisi nutrien, asam amino, vitamin, dan mineral dari Pleurotus ostreatus segar... 11
3. Komposisi kimia tapioka (dalam 100 g)... 14
4. Komposisi putih telur dan kuning telur ayam... 18
5. Skala nilai skor terhadap aroma dan rasa... 31
6. Skala nilai skor terhadap tekstur... 31
7. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur... 32
8. Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap mutu bakso jamur tiram ... 33
9. Pengaruh persentase putih telur terhadap mutu bakso jamur tiram ... 35
10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 37
11. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 38
12. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap kadar air bakso jamur tiram ... 40
13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar abu bakso jamur tiram ... 43
14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar protein bakso jamur tiram... 45
15. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap kadar protein bakso jamur tiram ... 46
17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram... 50
18. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram... 51
19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 53
20. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 55
21. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan persentase putih telur terhadap nilai skor
tekstur bakso jamur tiram ... 57
22. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai hedonik warna bakso jamur tiram ... 59
23. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 61
24. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 63
25. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai hedonik rasa bakso jamur tiram ... 65
26. Uji LSR efek utama pengaruh persentase putih telur terhadap nilai hedonik rasa bakso jamur tiram ... 66
27. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka
terhadap nilai hedonik tekstur bakso jamur tiram... 68
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Skema pembuatan bakso jamur tiram... 27
2. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan kadar air bakso jamur tiram ... 37
3. Hubungan persentase putih telur dengan kadar air bakso jamur tiram... 39
4. Hubungan interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka serta persentase putih telur dengan kadar air bakso jamur tiram ... 41
5. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan kadar abu bakso jamur tiram ... 43
6. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan kadar protein bakso jamur tiram ... 45
7. Hubungan persentase putih telur dengan kadar protein bakso jamur tiram ... 47
8. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan kadar serat
kasar bakso jamur tiram ... 48
9. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram ... 50
10. Hubungan persentase putih telur dengan nilai skor aroma dan rasa bakso jamur tiram ... 52
11. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 54
12. Hubungan persentase putih telur dengan nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 55
13. Hubungan interaksi antara perbandingan jamur tiram dan tapioka serta persentase putih telur dengan nilai skor tekstur bakso jamur tiram ... 58
14. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai
15. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 62
16. Hubungan persentase putih telur dengan nilai hedonik aroma bakso jamur tiram ... 63
17. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai hedonik rasa bakso jamur tiram ... 65
18. Hubungan persentase putih telur dengan nilai hedonik rasa bakso jamur tiram ... 67
19. Hubungan perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan nilai hedonik tekstur bakso jamur tiram ... 69
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Daftar analisis ragam kadar air ... 79
2. Daftar analisis ragam kadar abu. ... 80
3. Daftar analisis ragam kadar protein ... 81
4. Daftar analisis ragam kadar serat kasar ... 82
5. Daftar analisis ragam nilai skor aroma dan rasa ... 83
6. Daftar analisis ragam nilai skor tekstur... 84
7. Daftar analisis ragam nilai hedonik warna ... 85
8. Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma ... 86
9. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa ... 87
10. Daftar analisis ragam nilai hedonik tekstur ... 88
ABSTRAK
SEPTIAN RURI. Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka dengan
Penambahan Putih Telur Terhadap Mutu Bakso Jamur Tiram, dibimbing oleh TERIP KARO-KARO dan ERA YUSRAINI.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka dengan penambahan putih telur terhadap mutu bakso jamur tiram. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu perbandingan jamur tiram dan tapioka (T) : (90% : 10%, 80% : 20%, 70% : 30%, dan 60% : 40%) dan persentase putih telur (P) : (15%, 12%, 9%, dan 6%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur. Persentase putih telur memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, nilai skor aroma dan rasa serta nilai skor tekstur, nilai hedonik aroma, rasa, dan tekstur. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan nilai skor tekstur. Perbandingan jamur tiram dan tapioka 80% : 20% serta persentase putih telur 12% menghasilkan bakso jamur tiram yang terbaik dan lebih disukai.
Kata Kunci : Jamur tiram, tapioka, putih telur, bakso jamur tiram
ABSTRACT
SEPTIAN RURI. The Effect of Ratio of Oyster Mushroom and Tapioca with
Addition Egg White on The Quality of Oyster Mushroom Meatballs, supervised by TERIP KARO-KARO and ERA YUSRAINI.
The aim of this research was to find the effect of ratio of oyster mushroom and tapioca with the addition of egg white on the quality of oyster mushroom meatballs. This research was using completely randomized design with two factors, i.e. : the mixture of oyster mushroom and tapioca (T) : (90 % : 10 %, 80 % : 20 %, 70 % : 30 %, and 60 % : 40 %) and the percentage of egg white (P) : (15 %, 12 %, 9 %, and 6 %). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, the flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the color, flavor, taste, and texture.
The results showed that the ratio of oyster mushroom and tapioca had highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, the flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the color, flavor, taste, and texture. The percentage of egg white had highly significant effect on moisture content, protein content, flavor and taste scores and texture scores, hedonic value of the flavor, taste, and texture. Interactions of the two factors had highly significant effect on moisture content and texture scores. Ratio of oyster mushroom and tapioca 80% : 20% and the percentage of 12% egg white produced the best quality of oyster mushroom meatballs and more preferably.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai gudang jamur
terkemuka di dunia. Perkembangan agribisnis jamur saat ini dibuktikan pula oleh
semakin banyaknya sentra produksi jamur di Indonesia, khususnya dipulau Jawa.
Beberapa jenis jamur merupakan sumber makanan alternatif yang setara dengan
daging dan ikan yang bergizi tinggi, sehingga komoditas ini disukai oleh semua
lapisan masyarakat. Jenis jamur yang telah dibudidayakan dan populer sebagai
makanan dan sayuran serta banyak diperdagangkan di pasar adalah jamur tiram.
Ditinjau dari aspek biologinya, jamur tiram relatif lebih mudah dibudidayakan,
pengembangan jamur tiram tidak memerlukan lahan yang luas, masa produksi
relatif lebih cepat (1-2 bulan sejak pemberian bibit) sehingga periode dan waktu
panen lebih singkat dan berkelanjutan.
Jamur tiram adalah salah satu jamur yang mempunyai kandungan gizi
yang tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Tekstur dan rasa jamur tiram sangat
mendukung keberadaan jamur tiram sebagai pengganti daging. Selain itu lemak
dalam jamur tiram merupakan asam lemak tidak jenuh, sehingga aman
dikonsumsi baik yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun
gangguan metabolisme lipid lainnya. Jamur tiram juga mengandung protein yang
tinggi dan memiliki asam amino essensial yang cukup lengkap dan baik untuk
tubuh.
Jamur ini mempunyai khasiat dapat mencegah timbulnya penyakit darah
untuk mengurangi berat badan karena mengandung serat yang tinggi. Jamur tiram
juga mengandung asam folat yang dapat menyembuhkan anemia dan bermanfaat
sebagai antitumor karena mengandung senyawa lentinan. Disamping itu, jamur
tiram juga dapat mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan
kekurangan zat besi serta mencegah diabetes (Pasaribu, dkk., 2002). Winarti
(2010) juga menyatakan bahwa jamur tiram telah lama diketahui berpotensi
sebagai agen pencegah dan penyembuhan penyakit kardiovaskuler terutama
kolesterol dan juga dalam aspek kesehatan lain yakni kanker dan infeksi bakteri
dan virus.
Jamur tiram merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak.
Beberapa hari setelah pemanenan, jamur tiram akan mengalami perubahan, seperti
kelayuan, perubahan warna menjadi kecokelatan, tekstur menjadi lunak, dan
muncul aroma langu. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan adanya inovasi
pengolahan jamur tiram menjadi produk makanan siap konsumsi yang memiliki
nilai jual tinggi serta disukai semua lapisan masyarakat. Jamur tiram dapat diolah
menjadi berbagai jenis masakan dan produk olahan lain, seperti nugget, abon,
keripik, bakso, dan lain sebagainya. Produk olahan dari jamur tiram biasanya
memiliki harga yang lebih murah dibandingkan produk olahan dari daging.
Bakso merupakan produk olahan daging yang populer dan disukai oleh
semua kalangan masyarakat. Bakso biasanya terbuat dari daging sapi, daging
ayam, ataupun daging ikan yang telah dihaluskan dan ditambah bumbu-bumbu
dan tepung berpati, seperti tapioka. Penambahan tapioka sebagai bahan pengisi
pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah volume dan dapat
bakso karena tapioka merupakan pati yang mempunyai sifat dapat membentuk gel
saat dipanaskan dan dapat membentuk produk yang lekat. Tapioka tidak
mengandung gluten, sehingga aman dikonsumsi bagi masyarakat yang
mempunyai alergi terhadap gluten.
Selain tapioka, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah
putih telur. Biasanya putih telur digunakan dalam pembuatan bakso sebagai bahan
pengikat pada adonan bakso, menambah cita rasa, dan memperbaiki tekstur bakso.
Putih telur tidak mengandung lemak dan kolesterol, tetapi mengandung asam
amino yang baik untuk tubuh, sehingga kandungan asam amino pembatas pada
jamur tiram dapat dikompensasi dari putih telur agar diperoleh asam amino yang
seimbang.
Bakso jamur tiram umumnya masih dibuat dengan penambahan daging
sapi ataupun jenis daging lainnya. Permatasari (2002) telah meneliti parameter
proksimat bakso daging sapi dengan penambahan jamur tiram pada taraf yang
berbeda. Disebutkan bahwa penambahan jamur tiram memberikan pengaruh nyata
terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat bakso, tetapi
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu bakso. Namun dalam
penelitian tersebut, tidak dilakukan uji organoleptik sehingga tidak dapat
diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.
Pembuatan bakso dari jamur tiram tanpa penambahan daging sapi ataupun
jenis daging lainnya ditujukan untuk konsumen yang memerlukan menu diet
karena jamur tiram mengandung serat yang cukup tinggi dan memiliki kandungan
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka dengan Penambahan Putih Telur Terhadap Mutu Bakso Jamur Tiram”.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan bakso dari
jamur tiram dan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dan
tapioka dengan penambahan putih telur pada pembuatan bakso jamur tiram.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan dapat berguna bagi
peneliti untuk menambah pengetahuan pemanfaatan jamur tiram sebagai bahan
utama dalam pembuatan bakso, dan bagi masyarakat sebagai sumber informasi
untuk menambah penganekaragaman pengolahan pangan dari jamur tiram.
Hipotesa Penelitian
Nilai rataan pengamatan parameter mutu bakso jamur tiram memberikan
respon yang tidak sama (tolak Ho) untuk masing-masing faktor perlakuan yaitu
perbandingan jamur tiram dan tapioka, persentase putih telur, dan interaksi
TINJAUAN PUSTAKA
Bakso
Bakso merupakan suatu produk gel dari protein daging, baik daging sapi,
ayam, ikan, udang maupun tahu. Bakso dibuat dari daging yang telah digiling
dengan penambahan garam, tapioka, dan bumbu-bumbu, berbentuk bulat seperti
kelereng dengan berat sekitar 25-30 g per butir dan diameter 2-7 cm atau sesuai
dengan selera dan kebutuhan. Kualitas bakso sangat bervariasi tergantung dari
bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung,
serta proses pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006 dan Suprapti, 2003).
Standar mutu bakso daging menurut Badan Standarisasi Nasional (SNI) dapat
dilihat pada Tabel 1.
Kualitas bakso dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bahan
pengisi, kadar air, lemak, dan protein bakso. Penurunan kadar air terjadi akibat
mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara
sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai
untuk interaksi pati dan protein (Manullang, dkk., 1995).
Penurunan kadar protein dapat disebabkan banyaknya jumlah protein
berbentuk globular di dalam bakso. Protein berbentuk globular lebih mudah untuk
terdenaturasi saat proses pemanasan dibandingkan protein berbentuk fibriler
(Pandisurya, 1983 dan Winarno, 1992). Farahita, dkk., (2012) menyatakan bahwa
perusakan protein menjadi ikatan peptida yang pendek dan asam amino yang
selanjutnya menjadi senyawa amin dan amonia yang memberikan bau tajam dan
Tabel 1. Standar mutu bakso daging menurut Badan Standarisasi Nasional (SNI)
No. Kriteria Satuan Persyaratan
1. Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Hal-hal yang mempengaruhi kualitas rasa adalah senyawa kimia, suhu,
konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Air juga dapat
melarutkan berbagai macam bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam air,
mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa (Winarno, 1992). Goldshall dan Solms
(1992) juga menyatakan bahwa penggunaan tapioka sebagai bahan pengisi juga
dapat mempengaruhi rasa, sebab amilosa dalam tepung dapat membentuk inklusi
Winarno (1992) menyatakan bahwa aroma dari suatu bahan pangan baru
dapat dikenali bila terbentuk uap yang bersifat volatil dan molekul-molekul
komponen tersebut harus sempat menyentuh silia sel olfaktori yang kemudian
diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori.
Sedangkan menurut Purnomo (1990), pengggunaan tepung yang terlalu banyak
akan mempengaruhi aroma bakso yang dihasilkan, dimana tepung akan menutupi
aroma dari daging.
Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya
penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik
akan meningkatkan penerimaan produk. Warna yang kompak dan seragam
merupakan tanda bahwa bahan pangan tersebut segar dan matang
(Fellows, 1992 dan Winarno, 1992).
Jamur Tiram
Menurut Gunawan (2005), jamur merupakan organisme eukariota
(sel-selnya mempunyai inti sel sejati). Dinding sel jamur terdiri dari zat kitin. Sel
jamur tidak mengandung klorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis. Jamur
memperoleh makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan
organik. Bahan-bahan organik yang ada di sekitar tempat tumbuhnya diubah
menjadi molekul-molekul sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh
hifa. Selanjutnya molekul-molekul sederhana tersebut dapat diserap langsung oleh
hifa.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok
Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes. Ciri-ciri jamur tiram
berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak
cekung (Wikipediac
Bagian tudung dari jamur tersebut berwarna hitam, abu-abu, cokelat,
hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, bertepi tudung mulus sedikit
berlekuk. Jamur tiram juga memiliki spora berbentuk batang yang berukuran
8-11 x 3-4 µ m dan miselia berwarna putih yang bisa tumbuh dengan cepat
(Wikipedia
, 2013). Jamur tiram merupakan jamur yang hidup pada
serbuk gergaji, kayu-kayu lapuk, limbah jerami, ataupun limbah kapas. Jamur
tiram memiliki tudung tubuh yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal
seperti kulit kerang (tiram) atau bentuknya menyerupai telinga. Hal ini sesuai
dengan nama latinnya yaitu Pleurotus yang berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua kata, yaitu pleuoron yang berarti menyamping dan ous yang
berarti telinga (Widodo, 2007 dan Winarti, 2010).
Ditinjau dari segi morfologisnya, tubuh jamur tiram terdiri dari tudung
(pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram atau
telinga dengan ukuran diameter 5-15 cm dan permukaan bagian bawah
berlapis-lapis seperti insang (lamella), berwarna putih, dan lunak. Sedangkan tangkainya
dapat pendek atau panjang (2-6 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim
yang mempengaruhi pertumbuhannya. Tangkai ini yang menyangga tudung agak
lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah). Jamur tiram termasuk
golongan jamur yang memiliki spora yang berwarna yaitu dengan warna putih
sampai kuning tiram (Widodo, 2007).
c
, 2013). Dinamakan jamur tiram karena memiliki flavor dan tekstur
yang mirip tiram yang berwarna putih. Jamur tiram sangat populer saat ini.
relatif netral sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan
(Winarti, 2010).
Menurut Winarti (2010) dan Agus, dkk., (2001), jamur tiram mempunyai
nama lain, seperti shimeji (Jepang), abalone mushroom atau oyster mushroom
(Eropa atau Amerika), dan supa liat (Jawa Barat). Jamur tiram yang sudah terlalu
tua, apalagi kalau sudah kering, akan liat walaupun terus-menerus direbus. Jamur
tiram yang banyak dijual di pasar dan dibudidayakan di Indonesia adalah jenis
Pleurotus ostreatus yang berwarna putih kekuningan.
Perkembangan budi daya jamur tiram semakin berkembang pesat. Hal ini
dikarenakan jamur tiram merupakan jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan
menggunakan teknologi sederhana. Pengembangan jamur tiram dapat dilakukan
sesuai kemampuan finansial, baik skala kecil maupun besar, tidak memerlukan
lahan yang luas, budi dayanya mudah, masa produksi relatif cepat, serta waktu
panen yang singkat dan terus-menerus (Anwar, 2012).
Komposisi Kimia Jamur Tiram
Sumarmi (2006) menyatakan bahwa jamur tiram mengandung vitamin
penting, terutama vitamin B, C, dan D. Vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin),
niasin, dan provitamin D2
Sumarmi (2006) juga menambahkan bahwa jamur tiram mengandung 9
macam asam amino yang diperlukan oleh tubuh dan sekitar 72% lemak dalam
jamur tiram merupakan asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi baik (ergosterol) dalam jamur tiram juga cukup tinggi.
Menurut Bano dan Rajaratham (1982), vitamin A (retinol) dan vitamin D jarang
ditemukan dalam jamur tiram putih, tetapi jamur tersebut banyak mengandung
yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan
metabolisme lipid lainnya.
Jamur tiram merupakan bahan pangan sumber protein yang baik ditinjau
secara kualitas maupun kuantitasnya. Protein pada jamur tiram putih adalah
protein berbentuk globular, sama dengan protein dalam daging. Kesamaan
ini menyebabkan protein jamur mempunyai persamaan ciri dengan
protein sarkoplasma. Juga adanya kandungan asam amino yang cukup
lengkap, termasuk asam amino esensial yang diperlukan tubuh
(Tim Redaksi Agromedia Pustaka, 2002 dan Muchtadi, 1990).
Karbohidrat dalam jamur tiram terdapat dalam bentuk heksosan
(32,235%), pentosan (1,66%), dan karbohidrat terlarut (4,22%). Serat jenis
lignoselulosa yang baik untuk pencernaan, juga terdapat dalam jamur tiram
(Crisan dan Sand, 1978 dan Wikipediac, 2013). Komposisi nutrien, asam amino,
vitamin, dan mineral dari Pleurotus ostreatus segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Mineral mikroelemen yang bersifat logam dalam jamur tiram
kandungannya rendah, sehingga jamur ini aman dikonsumsi setiap hari
(Wikipediac, 2013). Jamur tiram mempunyai kadar air dan protein yang cukup
tinggi, serta dengan kadar lemak yang rendah. Kadar lemak pada jamur tiram
terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, trigliserida, sterol, sterol
ester, dan fosfolipid. Asam lemak utamanya adalah asam oleat (79,4%), asam
palmitat (14,3%), dan asam linoleat (6,3%) dengan lemak netral utama adalah
Tabel 2. Komposisi nutrien, asam amino, vitamin, dan mineral dari Pleurotus ostreatus segar
Komposisi Nutrien Asam amino d
Total asam amino esensial Thiamin
Kalberer dan Kunsch (1974) d
Semua data dinyatakan dalam persen berat kering kecuali kadar air dan nilai energi dalam kkal per 100 gram berat basah
e
dalam miligram asam amino per gram nitrogen protein kasar f
dalam miligram vitamin atau mineral per 100 gram berat kering a, b, c
Manfaat Jamur Tiram
Menurut Chang dan Buswell (1996), jamur pangan tidak hanya lezat,
tetapi juga berkhasiat karena kandungan nutrisi yang tinggi dan mempunyai
khasiat obat seperti antikanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
antidiabetes, dan hipolipidemik. Pasaribu, dkk., (2002) juga menyatakan bahwa
jamur tiram putih dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi dan jantung
serta dapat mengurangi berat badan. Kandungan vitamin B-kompleks yang tinggi
dapat menyembuhkan anemia dan obat antitumor serta dapat digunakan untuk
mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan kekurangan zat
besi. Jamur tiram putih juga mengandung polisakarida, khususnya beta-D-glukans
yang positif sebagai antitumor dan antivirus (termasuk AIDS)
(Khatun, dkk., 2007).
Jamur tiram juga telah diketahui mengandung 30 macam enzim. Salah satu
dari asam amino yang unik adalah yang mulanya dikenal dengan nama lentisin
atau lentinasin dan kemudian diisolasi dan diberi nama eritadenin yang berperan
secara signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol. Selain itu, senyawa
polisakarida yang disebut lentinan sudah lama dikenal sebagai agen antikanker.
Lentinan merupakan senyawa polisakarida dengan ikatan glikosidik 1,3-β yang
dikenal dengan senyawa 1,3-β glukan dengan struktur yang terdiri dari lima residu
1,3-β glukosa dalam ikatan rantai lurus dan dua cabang 1,3-β-glukopiranosida
rantai samping yang menghasilkan struktur triple helix kanan. Lentinan adalah
salah satu senyawa aktif yang terkandung dalam jamur tiram yang berperan dalam
meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan kanker melalui sistem
direkomendasikan sebagai salah satu obat antikanker di Jepang. Lentinan juga
efektif sebagai agen antimikroba untuk menghambat Mycobacterium tuberculosis
dan Listeria monocytogenes (Winarti, 2010).
Jumlah purin dalam jamur tiram adalah sebesar 50 mg purin/100 g. Purin
adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat atau inti
dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.
Purin merupakan komponen biokimia yang penting dalam sejumlah biomolekul,
seperti DNA, RNA, Purin
adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh
makhluk hidup. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga mengandung purin. Purin
diolah tubuh menjadi asam urat. Asam urat adalah sisa metabolisme zat purin
yang berasal dari sisa makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Pola makan
berpengaruh terhadap peningkatan asam urat. Mengonsumsi makanan tinggi purin
dapat meningkatkan kadar asam urat. Asupan purin normal per hari adalah
500-1000 mg. Makanan tinggi purin salah satunya banyak terkandung dalam makanan
laut, jeroan, dan kacang-kacangan. Makanan yang mengandung zat purin akan
diubah menjadi asam urat. Jika kadar asam urat berlebih, ginjal tidak mampu
mengeluarkannya sehingga kristal asam urat menumpuk di persendian. Akibatnya
sendi terasa nyeri, bengkak, dan meradang (Acumedico, 2011 ; Diantari, 2012 ;
Wikipediaa, 2013 ; dan Wikipediad
Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan
dalam pembuatan bakso. Fungsi bahan pengisi adalah memperbaiki sifat emulsi, , 2013).
mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat fisik dan cita rasa,
serta menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan
flavor, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori produk
(Tazwir, 1992 dan Soeparno, 1998). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995),
penggunaan bahan pengisi dalam adonan bakso maksimum 50% dari berat
daging.
Bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai
kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung
berpati dapat mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula.
Karena sifat tersebut, adonan bakso menjadi lebih besar. Bahan pengisi yang biasa
digunakan adalah tapioka (Ockerman, 1983 dan Pandisurya, 1983).
Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon
(Manihot utilissima Pohl.) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan.
Tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982).
Suprapti (2005) juga menyatakan bahwa tapioka dibuat secara langsung dari
singkong yang masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak
kekuning-kuningan dan mempunyai tekstur yang licin dan dengan suhu gelatinisasi
52-64ºC. Komposisi kimia tapioka (dalam 100 g) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia tapioka (dalam 100 g)
Tapioka mempunyai gugus hidrofil, mengikat air, air terikat kuat sehingga
pada saat pemanasan hanya sedikit yang teruapkan. Molekul air membentuk
hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N,
seperti karbohidrat, protein, atau garam. Molekul air tersebut merupakan air
terikat kuat. Bila tapioka dimasukkan dalam air dingin, maka akan terjadi
pembengkakan granula tapioka dan volumenya membesar setelah dipanaskan.
Maka air yang berada di sekitar granula akan masuk ke dalam granula. Air yang
terikat pada struktur gel tapioka akan lebih mudah menguap karena hanya
merupakan air bebas yang terserap sebagai air imbibisi pada saat perebusan
(Winarno, 1992).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa (struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa) dan fraksi tidak
larut disebut amilopektin (mempunyai rantai cabang dengan ikatan
α-(1,6)-D-glukosa). Pati alami bila dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula
patinya akan menyerap air dan membengkak. Akan tetapi, jumlah air yang
terserap dan pembengkakkannya terbatas. Peningkatan volume granula pati yang
terjadi pada air bersuhu 55-65o
Pati dapat memberikan tekstur, kekentalan, dan meningkatkan palatabilitas
dari berbagai makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat C merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya.
Pembengkakkan ini bersifat reversible sampai pada suatu keadaan yang disebut
suhu gelatinisasi dimana pati pecah dan bersifat irreversible. Gelatinisasi ini
merupakan salah satu karakteristik penting pati dalam industri pangan
dan sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa
(Buckle, dkk., 2009). Pati pengisi akan menjadi gula pereduksi yang apabila
kontak dengan protein akan mempercepat pencoklatan (Muchtadi, 1989). Reaksi
pencoklatan non enzimatis terjadi antara protein yang mengandung asam-asam
amino dengan gula pereduksi akan menghasilkan senyawa melanoidin yang
berwarna cokelat (Winarno, 1992).
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan
merupakan karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia.
Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar
pati mengandung antara 15-35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai
amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal yang menyebabkan
tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh amilase
pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida
akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkannya mengembang dan
memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektin
yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses
pemasakan pati di samping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat
melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaannya.
Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa
(Almatsier, 2004). Naruki dan Kanoni (1992) juga menyatakan bahwa
amilopektin dapat membentuk gel yang liat apabila dipanaskan dan dapat
Putih telur
Penggunaan bahan pengikat pada beberapa produk bertujuan untuk
mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan, mempertahankan gizi,
merangsang pembentukan cita rasa, meningkatkan daya mengikat air,
memperbaiki sifat irisan, dan mengurangi biaya produksi (Aini, 2009). Menurut
Iswanto (1989), penggunaan bahan pengikat seperti tepung tempe, tepung kedelai,
dan putih telur dalam pembuatan bakso memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kekerasan dan elastisitas objektif serta sifat organoleptik seperti rasa,
kekenyalan, kekerasan, dan aroma. Kekerasan dan elastisitas objektif bakso serta
kesukaan panelis cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah bahan
pengikat, karenanya penggunaan bahan pengikat umumnya dibatasi. Putih telur
merupakan bahan pengikat yang umum digunakan dalam pembuatan bakso.
Putih telur yang terkandung di dalam telur sekitar 56-61% dan dibentuk
dari sebagian besar air (90%) dan protein (10%). Putih telur mengandung vitamin
riboflavin, niasin, biotin, dan mineral seperti magnesium dan potasium. Putih telur
banyak digunakan dalam aplikasi pangan karena sifat-sifat fungsionalnya yang
sangat baik, seperti daya buih, emulsifikasi, dan daya gel (Brown, 2000 dan
Soekopitojo, 2011).
Protein putih telur terdiri dari lima bentuk yang berbeda-beda, yaitu
ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokonalmubin, dan ovoglobumin.
Ovalbumin adalah protein utama dari putih telur yang menempati 54% total
protein putih telur. Ovalbumin ini mudah terpecah oleh adanya panas sehingga
Kuning telur banyak mengandung lemak, sedangkan putih telur hampir
tidak mengandung lemak dan mengandun
(Wikipediab
Komposisi kimia
, 2013). Karbohidrat yang jumlahnya sedikit, terdapat dalam bentuk
manosa dan galaktosa (Dwiari, dkk., 2008). Komposisi putih telur dan kuning
telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi putih telur dan kuning telur ayam
Putih telur Kuning telur Air (%) Sumber : Syarief dan Irawati (1988)
Albumin telur mengandung alanin (2,2-6,7%), arginin (5,7-6,0%), aspartat
(6,2-9,3%), sistin (0,8-1,0%), glutamat (13,0-16,5%), glisin (0,0-3,1%), histidin
(2,4-2,8%), lisin (3,8-6,3%), metionin (0,0-5,0%), fenilalanin (5,1-7,7%), prolin
(3,6%), treonin (0,0-4,0%), triptofan (1,2%), tirosin (3,7-4,0%), dan valin
(2,5-7,1%) (Ockerman 1983).
Bumbu-bumbu
Bumbu adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan bakso
untuk memperbaiki cita rasa produk. Selain memberikan rasa dan aroma pada
masakan, bumbu mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap
makanan. Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan
Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006), garam dapur berfungsi untuk
memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai pengawet. Tekstur, warna,
dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3%.
Konsentrasi garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging dan
konsentrasi bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2009).
Bawang putih (Allium sativum) berfungsi sebagai penambah aroma serta
untuk meningkatkan cita rasa produk, meningkatkan selera makan serta
meningkatkan daya awet bahan makanan. Kandungan bawang putih antara lain
60,9-67,8% air; 3,5-7% protein; 0,3% lemak; 24,0-27,4% karbohidrat; dan 0,7%
serat, juga mengandung mineral dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar
(Palungkun dan Budiarti, 1999 dan Wibowo, 1999).
Bawang putih mengandung senyawa allicin yang merupakan penyebab
timbulnya bau yang sangat tajam. Selain itu, bawang putih juga mengandung
yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur. Sulfur merupakan senyawa
penimbul aroma pada bawang yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel
bawang mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan
dengan substrat (Winarno, 1992 dan Wirakusumah, 2000).
Bawang putih penting untuk mencegah atherosklerosis dan penyakit
jantung. Allicin merupakan substansi aktif yang mempunyai kekuatan untuk
membunuh bakteri dan antiinflamantory. Selain allicin, bawang putih mempunyai
senyawa alliin yang juga sebagai antibiotik, antioksidan serta antifungal.
Merica atau lada (Paper nigrum) termasuk divisi Spermatophyta yang
sering ditambahkan dalam bahan pangan sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan. Cita rasa pedas dan aroma yang khas dapat
terbentuk dengan penambahan lada. Senyawa kimia yang terdapat dalam lada
adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dan minyak lada
(Hasiltjandra, 2013 dan Rismunandar, 1993).
Lada mengandung zat besi, vitamin K, dan mangan. Beberapa jenis zat
yang terkandung dalam lada sangat bermanfaat bagi manusia, seperti eteris yang
merupakan sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak
bila digunakan sebagai bumbu masakan, resin merupakan zat yang dapat
memberikan aroma harum dan khas bila digunakan sebagai bumbu atau parfum,
dan alkaloid (piperin) adalah sejenis zat yang dapat disamakan dengan nikotin
yang akan berdampak negatif bila dikonsumsi secara berlebihan (Eresep, 2009).
Cara Pembuatan Bakso
Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri dari empat tahap, yaitu
penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan, dan pemasakan.
Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah atau menggiling
sampai lumat atau halus (Indrarmono, 1987 ; Pandisurya, 1983 ; dan
Wilson, dkk., 1981). Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur
seluruh bagian bahan kemudian menghancurkannya sehingga membentuk adonan
atau menghancurkan daging bersamaan dengan garam dan bumbu lain terlebih
dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya
Menurut Wibowo (2009), pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso
dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola
bakso. Ukuran bola bakso diusahakan seragam, tidak terlalu kecil, tetapi juga
tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak
bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu, keseragaman ukuran
juga mempengaruhi mutu bakso. Elviera (1988) juga menyatakan bahwa
pembentukan adonan menjadi bakso umumnya dilakukan dengan membuat
adonan menjadi bola-bola kecil berdiameter 2-7 cm dengan menggunakan tangan,
menggunakan sendok, atau alat pencetak bakso.
Pemasakan bakso dilakukan dalam dua tahap. Hal ini bertujuan agar
permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput atau kasar akibat perubahan suhu
yang terlalu cepat. Perendaman bakso pada suhu 50-60oC selama 10 menit
bertujuan untuk membentuk bakso, selanjutnya bakso direbus dalam air bersuhu
100o
Permatasari (2002) telah melakukan penelitian tentang pembuatan bakso
dari campuran daging sapi dan jamur tiram pada taraf yang berbeda. Formulasi
perbandingan campuran daging sapi dan jamur tiram terdiri dari taraf 1 (daging
sapi 300 g : jamur tiram 0 g), taraf 2 (daging sapi 270 g : jamur tiram 30 g), taraf 3
(daging sapi 240 g : jamur tiram 60 g), taraf 4 (daging sapi 210 g : jamur tiram
90 g), dan taraf 5 (daging sapi 180 g : jamur tiram 120 g). Hasil penelitian C untuk mematangkannya. Perebusan dilakukan sampai bakso matang, yang
ditandai dengan mengapungnya bakso di atas permukaan air perebusan, kemudian
bakso ditiriskan dan setelah dingin dapat dikemas dan dipasarkan
(Pandisurya, 1983 dan Widyaningsih dan Murtini, 2006).
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah jamur tiram maka kadar air semakin
meningkat, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat semakin menurun,
dan tidak berpengaruh terhadap kadar abu. Formulasi terbaik berdasarkan kadar
protein adalah formulasi taraf 2 dan berdasarkan kadar lemak adalah formulasi
taraf 5.
Hayyuningsih, dkk., (2009) juga melakukan penelitian tentang pembuatan
bakso dari campuran daging sapi dan jamur tiram. Perbandingan jamur tiram dan
daging sapi (dalam g) yang dilakukan yaitu P0 (0:100), P1 (50:50), P2 (60:40),
dan P3 (40:60). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein secara berturut
sesuai formulasi yaitu sebesar 13,57 gram% ; 7,21 gram% ; 6,14 gram% ; dan
8,31 gram% ; zat besi masing-masing sebesar 10,96 mg ; 15,19 mg ; 12,57 mg ;
dan 7,95 mg ; serta untuk daya terima yang disukai berdasarkan warna, aroma,
rasa, dan tekstur terdapat pada perbandingan jamur tiram dan daging sapi 40:60
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September
2013 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih,
tapioka, putih telur, garam, merica, dan bawang putih.
Reagensia
Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, H2SO4
pekat, NaOH 40%, H2SO4 0,02 N, indikator mengsel, NaOH 0,02 N, H2SO4
0,255 N, NaOH 0,313 N, K2SO4
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan bakso
jamur tiram dengan perbandingan jamur tiram dan tapioka serta dengan 10%, dan alkohol 95%.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel,
blender (mesin giling), timbangan, oven, cawan aluminium, desikator, cawan
porselin, hot plate, erlenmeyer, gelas ukur, corong, labu ukur, labu kjeldahl,
beaker glass, tanur, pemanas listrik, termometer, dan kertas saring Whatman
No. 41.
penambahan putih telur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 2 faktor, yaitu :
Faktor I : Perbandingan jamur tiram dan tapioka (T) yang terdiri dari 4 taraf,
yaitu :
T1 = 90% : 10%
T2 = 80% : 20%
T3 = 70% : 30%
T4 = 60% : 40%
Faktor II : Persentase penambahan putih telur (P) yang terdiri dari 4 taraf,
yaitu :
P1 = 15%
P2 = 12%
P3 = 9%
P4 = 6%
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment combination (tc) adalah
4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :
tc (n-1) ≥ 15
16 (n-1) ≥ 15
16n - 16 ≥ 15
16n ≥ 31
n ≥ 1,93 ... dibulatkan menjadi 2
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut (Bangun, 1991) :
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij+ εijk
dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor T pada taraf ke-i
βj : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
εijk
Jamur tiram dicuci dengan air hangat, dipotong kecil-kecil, dikukus
selama 5 menit, didinginkan, diperas, dan kemudian dihaluskan dengan
menggunakan blender. Jamur tiram dan tapioka ditimbang dengan perbandingan
90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, dan 60%:40% dari 200 g adonan kemudian
dicampur hingga rata. Ditambahkan 5 g garam; 0,6 g merica; dan 4 g bawang
putih yang telah dihaluskan ke dalam adonan. Selanjutnya ditambahkan putih
telur sebanyak 15%, 12%, 9%, dan 6% dari 200 g adonan sambil diaduk hingga
merata. Adonan siap dicetak menjadi bakso berbentuk bola dengan diameter yang : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan
dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).
seragam (± 2 cm) menggunakan tangan dan bantuan sendok. Selanjutnya bakso
direndam dalam air dengan suhu 50-60oC selama 10 menit kemudian langsung
direbus dalam air yang telah mendidih (≥ 100oC) selama 5 menit untuk
mematangkannya. Setelah masak (ditandai dengan mengapungnya bakso pada
permukaan air), bakso diangkat dan ditiriskan lalu didinginkan selama kurang
lebih 10 menit dan selanjutnya bakso dikemas dengan menggunakan kemasan
plastik dan disimpan dalam freezer selama 2 hari sebelum dianalisa. Skema
Gambar 1. Skema pembuatan bakso jamur tiram
Direndam dalam air dengan suhu 50-60oC selama 10 menit
Diangkat, ditiriskan, dan didinginkan selama 10 menit
Adonan bakso dicetak menjadi bentuk bola dengan diameter ± 2 cm
Jamur tiram dan tapioka dicampur dengan 5 g garam; 0,6 g merica; dan 4 g bawang
putih yang telah dihaluskan Dihaluskan dengan blender
Jamur tiram
Dikemas dengan menggunakan kemasan plastik dan disimpan dalam
freezer selama 2 hari
Dilakukan analisa : Dicuci dengan air hangat, dipotong, dikukus selama 5 menit,
didinginkan, dan diperas
Direbus dalam air mendidih dengan suhu ≥ 100oC selama 5 menit untuk mematangkannya Ditimbang jamur tiram dan tapioka sesuai dengan
perlakuan dari 200 g adonan dan diaduk rata
Persentase Lalu ditambahkan putih telur sesuai perlakuan
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa kimia,
fisik, dan organoleptik. Bakso jamur tiram dalam kemasan plastik yang telah
disimpan dalam freezer selama 2 hari diamati karakteristiknya meliputi kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, dan organoleptik.
Kadar air
Kadar air ditentukan dengan metode oven, AOAC (1995). Cawan
aluminium dipanaskan dalam oven. Setelah didinginkan dalam desikator selama
15 menit, ditimbang beratnya. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak
5 g dan diletakkan dalam cawan aluminium. Diovenkan selama 1 jam dengan
suhu 60oC dan dilanjutkan dengan suhu 105o
Kadar air (%) = x 100% Berat sampel awal (g)
Kadar abu
Kadar abu ditentukan dengan metode SNI-01-3451-1994. Bahan dari
analisa kadar air ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan porselin kering yang
telah diketahui berat kosongnya (yang terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan
didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dibakar pada suhu 300
C selama 2 jam. Didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya. Selanjutnya dimasukkan
kembali ke dalam oven, ditimbang beratnya 30 menit kemudian sampai diperoleh
berat konstan.
Berat sampel awal (g) - Berat sampel akhir (g)
o
C selama
1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 550oC selama 4 jam sampai menjadi abu.
Kemudian didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung menggunakan
Berat abu (g)
Kadar abu (%) = x 100% Berat sampel (g)
Kadar protein
Kadar protein ditentukan dengan metode kjeldahl, AOAC (1995). Sampel
yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dimasukkan ke dalam labu
kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 3 ml H2SO4 pekat, 2 g katalis, dan
batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna
jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air
suling. Labu erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N diletakkan di bawah
kondensor, sebelumnya ditambahkan kedalamnya 2-4 tetes indikator (campuran
metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan
perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan
H2SO4
Kadar protein (%) = x 100% Berat bahan (g)
Dimana : A = ml NaOH untuk titrasi sampel (ml)
B = ml NaOH untuk titrasi blanko (ml)
N = Normalitas NaOH yang digunakan
FK = Faktor konversi (5,18)
, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu
erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan
ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi
perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara
yang sama dengan menggunakan akuades sebagai sampel.
Kadar serat kasar
Kadar serat kasar ditentukan dengan metode AOAC (1995). Sampel yang
telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 200 ml H2SO4 0,255 N dan ditutup
dengan pendingin balik. Dididihkan selama 30 menit dan kadang kala
digoyang-goyangkan. Suspensi disaring dan residu yang tertinggal di dalam erlenmeyer
dicuci dengan akuades mendidih melalui kertas saring sampai air cucian tidak
bersifat asam lagi (uji dengan kertas indikator pH). Residu di atas kertas saring
dipindahkan kembali secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan
menggunakan spatula. Sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih
sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan
dengan pendingin balik selama 30 menit. Disaring melalui kertas saring yang
telah diketahui beratnya sambil dicuci berturut-turut dengan larutan K2SO4 10%,
akuades mendidih, dan alkohol masing-masing sebanyak 15 ml. Kertas saring
beserta isinya dikeringkan pada suhu 110o
Kadar serat kasar (%) = x 100% Berat awal (g)
Organoleptik
1. Skor aroma dan rasa
C sampai beratnya konstan (1-2 jam).
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang dengan mengurangkan berat kertas
saring yang digunakan. Kadar serat kasar dapat dihitung dengan rumus :
Berat residu (g)
Sampel berupa bakso jamur tiram yang telah direbus diberikan pada 15
orang panelis dengan kode tertentu. Parameter yang diamati berupa aroma dan
ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala nilai skor aroma dan rasa
dapat dilihat pada Tabel 5 (Soekarto, 1985) :
Tabel 5. Skala nilai skor terhadap aroma dan rasa
Skala skor aroma Skala numerik
Aroma dan rasa jamur tiram tidak ada
Aroma dan rasa jamur tiram hampir tidak ada Aroma dan rasa jamur tiram agak kuat
Aroma dan rasa jamur tiram kuat Aroma dan rasa jamur tiram sangat kuat
5
Sampel berupa bakso jamur tiram yang telah direbus diberikan pada 15
orang panelis dengan kode tertentu. Parameter yang diamati berupa tekstur bakso
jamur tiram. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan
berdasarkan skala numerik. Untuk skala nilai skor tekstur dapat dilihat pada
Tabel 6 (Soekarto, 1985) :
Tabel 6. Skala nilai skor terhadap tekstur
Skala skor tekstur Skala numerik Sangat kenyal
3. Hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur
Sampel berupa bakso jamur tiram yang telah direbus diberikan pada 15
orang panelis dengan kode tertentu. Parameter yang diamati berupa warna, aroma,
rasa, dan tekstur. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang
ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala nilai hedonik warna, aroma,
Tabel 7. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka Suka Agak suka Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
7 6 5 3 2 1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dan Tapioka terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum
menunjukkan bahwa perbandingan jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh
terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, nilai skor aroma
dan rasa serta tekstur, nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur seperti pada
Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap mutu bakso jamur tiram
Parameter
Perbandingan jamur tiram dan tapioka (T) T1 = T
Nilai skor aroma dan
rasa (numerik) 1,28 2,75 3,40 4,40
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 78,64% dan terendah terdapat pada
pada perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 2,85% dan terendah terdapat pada
perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 2,11%. Kadar protein tertinggi terdapat
pada perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 11,28% dan terendah terdapat pada
perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 4,97%. Kadar serat kasar tertinggi
terdapat pada perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 4,24% dan terendah
terdapat pada perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 3,66%. Nilai skor aroma
dan rasa tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 4,40
(aroma dan rasa jamur hampir tidak ada - tidak ada) dan terendah terdapat pada
perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 1,28 (aroma dan rasa jamur sangat kuat -
kuat). Nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu
sebesar 4,74 (kenyal - sangat kenyal) dan terendah terdapat pada perlakuan
T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 1,50 (sangat tidak kenyal - tidak kenyal). Nilai
hedonik warna tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar
6,48 (suka - sangat suka) dan terendah terdapat pada perlakuan T4 (60% : 40%)
yaitu sebesar 4,10 (agak tidak suka - agak suka). Nilai hedonik aroma tertinggi
terdapat pada perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 6,13 (suka - sangat suka)
dan terendah terdapat pada perlakuan T1 (90% : 10%) yaitu sebesar 2,27 (tidak
suka - agak tidak suka). Nilai hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan
T2 (80% : 20%) yaitu sebesar 6,75 (suka - sangat suka) dan terendah terdapat pada
perlakuan T4 (60% : 40%) yaitu sebesar 3,83 (agak tidak suka - agak suka). Nilai
hedonik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan T2 (80% : 20%) yaitu sebesar
5,55 (agak suka - suka) dan terendah terdapat pada perlakuan T1 (90% : 10%)
Pengaruh Persentase Putih Telur terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum
menunjukkan bahwa persentase putih telur memberikan pengaruh terhadap
kadar air, kadar protein, nilai skor aroma dan rasa serta tekstur, nilai hedonik
aroma, rasa, dan tekstur seperti pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh persentase putih telur terhadap mutu bakso jamur tiram
Parameter Persentase putih telur (P)
P1 = 15% P2 = 12% P3 = 9% P4 = 6%
Kadar air (%) 72,15 71,21 69,95 69,09
Kadar abu (%) 2,56 2,49 2,43 2,36
Kadar protein (%) 9,00 8,19 7,60 7,01
Kadar serat kasar (%) 4,04 3,98 3,92 3,87
Nilai skor aroma dan rasa
(numerik) 3,11 3,00 2,90 2,83
Nilai skor tekstur (numerik) 3,10 3,35 3,08 2,86 Nilai hedonik warna (numerik) 5,26 5,35 5,29 5,22 Nilai hedonik aroma (numerik) 4,68 4,56 4,43 4,31 Nilai hedonik rasa (numerik) 5,09 5,00 4,92 4,86 Nilai hedonik tekstur (numerik) 3,98 4,27 4,03 3,82
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan P1 (15%) yaitu sebesar 72,15% dan terendah terdapat pada perlakuan
P4 (6%) yaitu sebesar 69,09%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan
P1 (15%) yaitu sebesar 2,56% dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (6%) yaitu
sebesar 2,36%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (15%) yaitu
sebesar 9,00% dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar 7,01%.
Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (15%) yaitu sebesar 4,04%
dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar 3,87%. Nilai skor
aroma dan rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (15%) yaitu sebesar 3,11
perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar 2,83 (aroma dan rasa jamur kuat - agak kuat).
Nilai skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (12%) yaitu sebesar 3,35
(agak kenyal - kenyal) dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar
2,86 (tidak kenyal - agak kenyal). Nilai hedonik warna tertinggi terdapat pada
perlakuan P2 (12%) yaitu sebesar 5,35 (agak suka - suka) dan terendah terdapat
pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar 5,22 (agak suka - suka). Nilai hedonik
aroma tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (15%) yaitu sebesar 4,68 (agak tidak
suka - agak suka) dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar
4,31 (agak tidak suka - agak suka). Nilai hedonik rasa tertinggi terdapat pada
perlakuan P1 (15%) yaitu sebesar 5,09 (agak suka - suka) dan terendah terdapat
pada perlakuan P4 (6%) yaitu sebesar 4,86 (agak tidak suka - agak suka). Nilai
hedonik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (12%) yaitu sebesar 4,27
(agak tidak suka - agak suka) dan terendah terdapat pada perlakuan P4
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada
perlakuan T
(6%) yaitu
sebesar 3,82 (agak tidak suka - agak suka).
Kadar Air
Pengaruh perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar air bakso jamur tiram
Dari hasil analisis ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan
jamur tiram dan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air bakso jamur tiram yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh
perbandingan jamur tiram dan tapioka terhadap kadar air bakso jamur tiram dapat
dilihat pada Tabel 10.