• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe dengan Tapioka dan Penambahan Karagenan Terhadap Mutu Burger Petela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe dengan Tapioka dan Penambahan Karagenan Terhadap Mutu Burger Petela"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Penentuan β-karoten pada perlakuan terbaik T2K4

Kurva standar

Sampel β-karoten Rataan

T2K4U1 0,0272 0,0263

T2K4U2 0,0254

(2)

Lampiran 2.

Data pengamatan analisis kadar air (%)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam kadar air (%)

(3)

Lampiran 3.

Data pengamatan analisis kadar abu (%bk)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam kadar abu

(4)

Lampiran 4.

Data pengamatan analisis kadar lemak (%bk)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam kadar lemak

(5)

Lampiran 5.

Data pengamatan analisis serat kasar (%bk)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam serat kasar

(6)

Lampiran 6.

Data pengamatan analisis kadar protein (%bk)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam protein

(7)

Lampiran 7.

Data pengamatan analisis indeks warna (oHue)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam warna

(8)

Lampiran 8.

Data pengamatan analisis analisis indeks warna L (kecerahan)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam analisis indeks warna L (kecerahan)

(9)

Lampiran 9.

Data pengamatan analisis tekstur (kepadatan) (g/mm)

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam tekstur (kepadatan)

(10)

Lampiran 10.

Data pengamatan analisis skor warna

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam skor warna

(11)

Lampiran 11

Data pengamatan analisis skor tekstur

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam skor tekstur

(12)

Lampiran 12.

Data pengamatan analisis nilai hedonik aroma

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam nilai hedonik aroma

(13)

Lampiran 13.

Data pengamatan analisis nilai hedonik rasa

Kombinasi Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis sidik ragam nilai hedonik rasa

(14)

Lampiran 14.

Data pengamatan analisis bahan baku penelitian

Parameter Tepung Tempe Tapioka Wortel

Kadar air (%) 5,5051 13,3849 90,5592

Kadar abu (%bk) 1,8064 0,1639 9,1231

Kadar lemak (%bk) 25,3639 0,3589 3,5511

Kadar serat (%bk) 5,0563 0,7854 14,2032

Kadar protein (%bk) 15,9979 0,7728 0,9841

Keterangan : Setiap parameter analisis dilakukan dua kali ulangan

(15)

Lampiran 15.

Spesifikasi karagenan

(16)

Lampiran 16.

Gambar produk burger petela

T1K1 T1K2 T1K3 T1K4

T2K2 T2K3 T2K4

T2K1

T3K1 T3K2 T3K3 T3K4

T4K1 T4K2 T4K3 T4K4

(17)

Keterangan:

T1 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 70%:30% T2 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 60%:40% T3 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 50%:50% T4 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 40%:60% K1 = Penambahan karagenan 0%

K2 = Penambahan karagenan 0,5% K3 = Penambahan karagenan 1,0% K4 = Penambahan karagenan 1,5%

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Y. 2011. Kursus Wirausaha, Aneka Resep dan Kiat Usaha Kebab dan Burger. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

AOAC. 1995. Official Methods of analysis of the Association of Official Analytical Chemists. AOAC, Washington.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Bogor.

Asgar, A. dan D. Musaddad. 2006. Optimalisasi cara, suhu, dan lama blansing sebelum pengeringan pada wortel. Jurnal Hort.16(3):245-252.

Astawan, M. 2008. Nikmati burger secara bijak. [30 Maret 2015].

Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan (BKPPP). 2014. Data Kandungan Gizi Bahan Pangan dan Hasil Olahannya. [09 April 2015].

Badan Pusat Statistika (BPS). 2012. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Sayur-Sayuran Menurut Jenis Tanama [09 April 2015].

Badan Pusat Statistika (BPS). 2014. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Jakarta

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1995. Sosis Daging. SNI 01-3820-1995. Bangun, M. K. 1991. Perancangan Percobaan. USU-Press, Medan.

Bastian, F., Ishak, E., Tawali, A. B., dan Bilang, M. 2012. Daya terima dan kandungan zat gizi formula tepung tempe dengan penambahan semi refined carrageenan (SRC) dan bubuk kakao. Jurnal Aplikasi Tekonologi Pangan. 2(1):5-8.

Bennion, M dan B. Scheule. 2004. Introductory Foods Twelfth Edition. Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. Penerjemah: H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Budiman, M. S. 2009. Polisakarida

67

(19)

Bunga, S. M., R. I. Montolalu, J. W. Harikedua, L. A. Montolalu, A. H. Watung dan N. Taher. 2013. Karateristik sifat kimia karaginan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada berbagai umur panen yang diambil dari daerah perairan desa arakan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan.1(2):54-59.

Cahyono, B. 2002. Wortel Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Copeland, L., Blazek, J., Salman, H., dan Tang, M. C. M. 2009. Form and functionality of starch. Article in Food Hydrocolloids. 23(6):1527-1534. Direktorat Gizi Departeman Kesehatan R.I. 1996. Daftar Komposisi Bahan

Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Distantina, S., Rochmadi, Wiratni, dan M. Fahrurozi. 2012. Mekanisme proses tahap ekstraksi karagenan dari Eucheuma cottonii menggunakan pelarut alkali. Agritech. 32(4):397-402.

Febrihantana, W., L. E. Radiati, dan I. Thohari. 2013. Pengaruh Penambahan Sari Wortel sebagai Fortifikasi Produk Yogurt Ditinjau dari Nilai pH, Total Asam Tertitrasi, Total Bakteri Asam Laktat, Viskositas dan Total Karoten. Artikel Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. Glicksman. 1983. Food Hydrocolloid vol II. CRC Press Inc Boca Raton, Florida. Hutchings, J. B. 1999. Food Color and Appearance Second Editions. Springer,

Maryland.

Imanningsih, N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan. 35(1):13-22. Imeson, A. P. 2000. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press, Boca Raton. Indriani. 2006. Burger Favorit Ala Café. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Iptek. 2005. Budidaya Tanaman Panga Lavabetha, A. R. R. R., I. Susanti, Fitri, dan Muhamat. 2012. Usaha pembuatan

donat wortel sebagai alternatif penganan sehat. Prestasi. 1(2):137-140. Loupatty, V. D. 2010. Kajian senyawa metabolit primer dan sekunder dari rumput

laut sebagai bahan baku industri. Proseding Seminar Nasional Basic Science II. ISBN: 978-602-97522-0-5

Marwanti. 2000. Pengetahuan Masakan Indonesia. Adicita, Yogyakarta.

(20)

Milani, J. dan G. Maleki. 2012. Hydrocolloids in Food Industry, Food Industrial Processes – Methods and Equipment. ISBN: 978-953-307-905-9, InTech. Murni, M. 2013. Kajian Penambahan Tepung Tempe pada Pembuatan Kue Basah

Terhadap Daya Terima Konsumen. Penelitian pada Baristand Industri Surabaya.

Nampa. 2015. Tentang Kemfoods. http//www.nampa-ind.com [09 April 2015]. Nariswara, Y., N. Hidayat, dan M. Effendi. 2013.Pengaruh waktu dan gaya tekan

terhadap kekerasan dan waktu larut tablet effervescent dari serbuk wortel (Daucus carota l.). Jurnal Industria.2(1):27–35.

Nocolle, C., N. Cardinault, O. Aprikian, J. Busserolles, P. Grolier, E. Rock, C. Demigne, A. Mazur, A. Scalbert, P. Amouroux, dan C. Remesy. 2003. Effect of carrot intake on cholesterol metabolism and antioxidant status in cholesterol fed rats. Eur J Nutr 42:254–261.

Novary, E. W. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rabinowitch, H. D. dan J. L. Brewster. 1989. Onions and Allied Crops: Biochemistry Food Science Minor Crops Volume 3. CRC Press, Canada. Rismunandar. 1993. Lada Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya, Jakarta. Rohall, S., J. Ballintine, J. Vowels, L. Wexler, dan K. Goto. 2009. Who’s your

burger? Consumer acceptance and sensory properties of burger patties made with different types of meat or plant-based products. Californian Journal of Health Promotion. Volume 07:01-06.

Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Tempe & Tahu Kedelai Bahan Makanan Bergizi Tinggi. Kanisius, Yogyakarta.

Santoso, J., Yoshie, Yumiko dan S. Takeshi. 2004. Komposisi mineral, asam lemak dan serat pada beberapa jenis rumput laut indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(1):45 – 51.

Setiawan, A. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hak Cipta Pusat Bahasa. Setyawan, N dan Widaningrum. 2013. Pengaruh suhu penggorengan vakum dan

cara pembumbuan terhadap karateristik keripik wortel. Jurnal Pascapanen. 10(3):106-115.

Soekarto, S. T. 1982. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

(21)

Sompotan, J. 2012. Fungsi garam tak sekedar asinkan masakan.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. UGM-Press, Yogyakarta.

Sulchan, M. dan E. Nur W. 2007. Nilai gizi dan komposisi asam amino tempe gembus serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tikus. Majalah Kedokteran Indonesia. 57(3):80-86.

Suprapti, M. L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius, Yogyakarta.

Suprapti, M. L. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan & Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.

Tarwotjo, C. S. 2008. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Penerbit Grasindo, Jakarta. Velde, F. V. D., S. H. Knutsen, A. I. Usov, H. S. Rollema dan A.S. Cerezo. 2002.

1

H and 13C high resolution NMR spectroscopy of carrageenans: application in research and industry. Trends in Food Science & Technology. 13:73-92.

Wahyuningsih, M. 2010. Kolesterol versus kalori. http://www.detik.com [06 April 2015].

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakusumah, E. S. 2000. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Yunita, B. 2015. Pembuatan ham lembaran dengan menggunakan tepung kaya protein dengan penambahan zat penstabil. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(22)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2015 di Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah tempe, tapioka, wortel, kappa karagenan, susu skim komersial serta bumbu-bumbu lain seperti bawang merah, bawang putih, garam, gula dan merica atau lada putih.

Reagensia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah larutan heksan, larutan H2SO4 0,325 N, larutan NaOH 1,25 N, alkohol 95%, akuades, H2SO4 pekat, larutan H2SO4 0,02N, larutan NaOH 0,02N, indikator mengsel larutan NaOH 40%, larutan Na2SO4 5%, petroleum benzen, aseton, larutan KOH 12%.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung tempe dan burger. Peralatan untuk analisis sifat fisika dan kimia burger adalah cawan aluminium, cawan porselen, alat-alat kaca, soxlet, labu kjeldahl, autoclave, beaker glass, tanur, pemanas listrik, hot plate, kromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang), spektrometer, dan penetrometer.

18

(23)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu (Bangun, 1991) :

Faktor I : Perbandingan tepung tempe (T) dan tapioka yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:

T1 = 70% : 30% T2 = 60% : 40% T3 = 50% : 50% T4 = 40% : 60%

Faktor II : Penambahan karagenan yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: K1 = 0%

K2 = 0,5% K3 = 1,0% K4 = 1,5%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n ≥ 31

n ≥ 1,9375……….. dibulatkan menjadi 2

Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

(24)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana :

Ŷijk = Hasil pengamatan faktor T pada taraf ke-i-, dan faktor K pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ = Efek nilai tengah

αi = Efek dari faktor T pada taraf ke-i

βj = Efek dari faktor K pada taraf ke-j

(αβ)ij = Efek dari faktor T pada taraf ke-i-, dan faktor K pada taraf ke-j

εijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i-, dan faktor K pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung tempe

Tempe yang telah diiris tipis dan dipotong kecil-kecil, diblansing dengan suhu 80 °C selama 10 menit. Selanjutnya tempe diteriskan dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 8 jam. Tempe yang telah kering selanjutnya dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Selanjutnya tepung dikemas menggunakan plastik polipropilen. Skema pembuatan tepung tempe dapat dilihat pada Gambar 4.

(25)

Pembuatan wortel parut

Wortel dikupas kulitnya kemudian dibersihkan menggunakan air bersih. Selanjutnya wortel yang telah dikupas diblansing pada suhu 80 °C selama 5 menit. Wortel yag telah diblansing diambil dan didinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya wortel diparut menggunakan parutan. Skema pembuatan wortel parut dapat dilihat pada Gambar 5.

Pembuatan burger petela

Tepung tempe dan tapioka disiapkan sesuai perbandingan yaitu 70% : 30%, 60% : 40%, 50% : 50%, dan 40% : 60% dan dibuat sebanyak 45% dari total produk. Kemudian wortel parut ditambahkan 22% dan susu skim 6%. Selanjutkan ditambahkan garam 2%, gula 2%, merica 1,5%, bawang merah 2%, bawang putih 2,5%, serta air 17%. Karagenan dengan beberapa taraf yaitu 0%, 0,5%, 1,0% dan 1,5% ditambahkan ke dalam adonan. Adonan dicampur sampai kalis. Adonan yang telah kalis selanjutnya dicetak dan dibentuk lembaran bulat dengan tebal nol koma lima cm kemudian dikukus selama 15 menit. Selanjutnya burger yang telah dikukus didinginkan. Burger disimpan selama tiga hari dalam lemari pembeku. Selanjutnya burger dianalisis terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, indeks warna, tekstur (kepadatan). Uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur) dilakukan setelah burger dipanggang selama 3 menit. Setelah diketahui perlakuan terbaik kemudian dilakukan pengujian kandungan β-karoten. Skema pembuatan burger petela dapat dilihat Gambar 6.

(26)

Parameter Penelitian

Kadar air (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 5 g yang telah halus dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 °C dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 60 °C, 70 °C dan 80 °C selama masing-masing satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pemanasan pada suhu 80 °C dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar

Kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997 dengan modifikasi)

Sampel yang telah dikeringkan pada analisis kadar air, ditimbang sebanyak 5 g. Bahan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100 °C, 2 jam dengan suhu 300 °C kemudian dengan suhu 500 °C selama 2 jam. Cawan porselen didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus:

Kadar lemak (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 5 g yang telah halus dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam

(27)

labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama 7 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Selongsong berisi sampel tersebut kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 70 °C selama 30 menit lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga berat selongsong konstan. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar lemak dengan rumus sebagai berikut :

Kadar

Kadar serat kasar (Sudarmadji, dkk., 1997)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 105 °C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuadest panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan akuades panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 70 °C selama setengah jam, selanjutnya dinaikkan menjadi suhu 105 °C selama setengah jam, lalu didesikator dan ditimbang, pengeringan ke suhu 105 °C dilanjutkan sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar serat kasar (%)= (Berat kertas saring+serat) - berat kertas saring x100% Berat sampel awal

Kadar protein (AOAC,1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 0,2 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 2

(28)

g katalis (CuSO4 : K2SO4 dengan perbandingan 1:1). Sampel dididihkan selama 1-2,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu ditambahkan dengan 10 ml akuades dan isinya dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH 40%. Erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna biru menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. B = ml NaOH untuk titrasi sampel

N = Normalitas NaOH FK = Faktor konversi

Penentuan indeks warna (Metode Hunter)

Warna diukur menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran 0 (hitam) sampai ± 100 (putih). Notasi “a “ menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai “+a” (positif) dari 0 sampai + 80 untuk warna merah dan

(29)

nilai “–a “ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi “b” menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai “+b” (positif) dari 0 sampai + 80 untuk warna kuning dan nilai “–b “ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

o

Hue = Jika hasil yang diperoleh: 18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y) (Hutchings,1999).

Tekstur (kepadatan)

Pengukuran tekstur dilakukan secara objektif menggunakan alat penetrometer. Sampel yang telah disiapkan ditusuk pada lima titik dengan menggunakan alat pnetrometer precision yang diberi tekanan 250 g dengan skala 1/10 mm selama 10 detik. Nilai tekstur dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum petunjuk, kelima nilai itu dirata-ratakan. Nilai tekstur dihitung dengan rumus:

Tekstur (g/mm)= 250

(X1+X2+X3+X4+X5)/5 1/10

(30)

Uji skor warna (Soekarto, 1982)

Burger yang telah dipanggang dan diberi kode secara acak selanjutnya diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati berupa warna burger. Pengujian dilakukan secara indrawi (organoleptik) yang telah ditentukan secara numerik. Untuk skala nilai skor warna dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Skala uji skor terhadap warna (numerik)

Skala deskriptif Skala numerik

Kuning keemasan 5

Kuning tua 4

Kuning kecoklatan 3 Coklat kekuningan

Coklat tua

2 1

Uji skor tekstur (Soekarto, 1982)

Burger yang telah dipanggang dan diberi kode secara acak selanjutnya diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati berupa tekstur burger. Pengujian dilakukan secara indrawi (organoleptik) yang telah ditentukan secara numerik. Untuk skala nilai skor tekstur dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Skala uji skor terhadap tekstur (numerik)

Skala deskriptif Skala numerik

Amat sangat padat 5

Sangat padat 4

Padat 3

Agak padat Tidak padat

2 1

(31)

Uji hedonik aroma (Soekarto, 1982)

Burger yang telah dipanggang dan diberi kode secara acak selanjutnya diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati berupa aroma burger. Pengujian dilakukan secara indrawi (organoleptik) yang telah ditentukan secara hedonik. Untuk skala nilai hedonik aroma dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Skala uji hedonik terhadap aroma (hedonik)

Skala deskriptif Skala numerik

Sangat suka 5

Uji hedonik rasa (Soekarto, 1982)

Burger yang telah dipanggang dan diberi kode secara acak selanjutnya diuji oleh 15 panelis. Parameter yang diamati berupa rasa burger. Pengujian dilakukan secara indrawi (organoleptik) yang telah ditentukan secara kesukaan atau hedonik. Untuk skala nilai hedonik rasa dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Skala uji hedonik terhadap rasa (hedonik)

Skala deskriptif Skala numerik

Sangat suka 5

Penentuan kadar β-karoten (Apriyantono, dkk., 1989)

Pembuatan kurva standar

Sebanyak 25 mg β-karoten murni ditimbang dengan teliti. Kemudian β -karoten murni dilarutkan dalam 2,5 ml kloroform dan dibuat menjadi 250 ml

(32)

dengan petroleum benzen hingga batas tera. Sebanyak 10 ml larutan diambil dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml lalu diencerkan dengan petrolum benzene sampai batas tera. Masing-masing 5, 10, 15, 20, dan 25 ml larutan diambil dan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan dengan 3 ml aseton. Kemudian diencerkan dengan petroleum benzen sampai batas tera dan diukur

pada panjang gelombang (λ) 452 nm. Kurva standar β-karoten ditunjukkan pada Lampiran 1.

Pengujian β-karoten

Bahan ditimbang sebanyak 5 g, digerus ke dalam mortal dan alu dengan ditambahkan KOH 12% sebanyak 75 ml sedikit demi sedikit, ditunggu hingga 15 menit, dimasukkan ke dalam labu pemisah, ditambahkan 15 ml petroleum benzen lalu dikocok sampai 30 detik sambil dibuka tutup, ditambahkan Na2SO4 5%3 ml dan petroleum benzen 15 ml lalu dikocok kembali. Sebanyak 2,5 ml minyak yang memisah di permukaan diambil, kemudian diletakkan pada erlenmeyer lalu diberi petroleum benzen 7,5 ml dan diambil 1,5 ml dari erlenmeyer diletakkan lagi ke dalam cuvet diberi 3 ml aseton dingin, diambil 2 ml dan ditambahkan 11 ml petroleum benzene dan dimasukkan ke dalam spektrometer dengan panjang

gelombang 452 nm . Rumus untuk menghitung β-karoten adalah :

(33)

Gambar 4. Skema pembuatan tepung tempe Tempe

Diiris tipis dan dipotong kecil

Diblansing pada suhu 80 °C selama 10 menit

Ditiriskan

Diayak menggunakan ayakan ukuran 80 mesh

Tepung tempe

Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 8 jam

Dihaluskan dengan menggunakan blender

Dikemas menggunakan plastik

polypropilen

(34)

Gambar 5. Skema pembuatan wortel parut Wortel

Dikupas

Dicuci

Diblansing suhu 80 °C selama 5 menit

Wortel parut Diambil dan didinginkan

Diparut

(35)

Gambar 6. Skema pembuatan burger petela

Ditambahkan garam 2%, gula 2%, merica 1,5%, bawang merah 2%, bawang putih 2,5% serta air 17%

Diadon hingga kalis

Penambahan karagenan terdiri dari 4 taraf, yaitu :

K1 = 0% K2 = 0,5% K3 = 1,0% K4 = 1,5% Dicetak dan dibentuk lembaran

bulat dengan tebal 0,5 cm

Dilakukan penyimpanan beku selama 3 hari

Burger beku 1. Kadar air

Dikukus selama 15 menit

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap parameter yang diamati

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan hasil terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar serat kasar (%), protein (%), indeks warna (oHue) dan L (kecerahan), tekstur (g/mm), nilai skor rasa serta tekstur dan nilai hedonik aroma serta rasa burger petela dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap mutu burger petela

Parameter yang diuji Perbandingan tepung tempe dengan tapioka

T1 T2 T3 T4

Kadar air (%) 39,5672 41,3747 42,8239 43,9617

Kadar abu (%bk) 3,1166 2,9356 2,8608 2,7207

Kadar lemak (%bk) 17,2319 15,3217 12,787 10,8358 Kadar serat kasar (%bk) 4,3478 3,7564 3,3347 3,0187 Kadar protein (%bk) 11,7902 10,0787 8,4077 6,8814 Indeks warna (oHue) 79,81 80,54 81,55 82,19 Indeks warna L (kecerahan) 55,50 56,07 57,83 59,81 Tekstur (g/mm) 43,7137 48,2799 59,8405 66,1556

Nilai skor warna 2,84 2,93 3,02 3,27

Nilai skor tekstur 2,69 3,18 3,27 4,06

Nilai hedonik aroma 3,56 3,67 3,83 3,96

Nilai hedonik rasa 3,21 3,62 3,79 3,89

Keterangan : T1 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 70% : 30% T2 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 60% : 40% T3 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 50% : 50% T4 = Perbandingan tepung tempe dengan tapioka 40% : 60%

Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 43,9617% dan terendah pada perlakuan T1 sebesar 39,5672%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 3,1166% dan terendah pada perlakuan T4 yaitu 2,7207%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada

32

(37)

perlakuan T1 sebesar 17,2319% dan terendah pada perlakuan T4 yaitu 10,8358%. Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 4,3478% dan terendah pada perlakuan T4 yaitu 3,0187%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 11,7902% dan terendah pada perlakuan T4 yaitu 6,8814%. Indeks warna tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 82,19 oHue dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 79,81 oHue. Indeks warna L (kecerahan) tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 59,81 dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 55,50. Tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 66,1556 g/mm dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 43,7137 g/mm. Nilai skor warna tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,27 dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 2,84. Nilai skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 4,06 dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 2,69. Nilai hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,96 dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 3,56. Nilai hedonik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 sebesar 3,89 dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 3,21.

Pengaruh penambahan karagenan terhadap parameter yang diamati

Dari penelitian yang dilakukan diperoeh hasil bahwa penambahan karagenan memberikan hasil terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar serat kasar (%), protein (%), indeks warna (oHue) dan L (kecerahan), tekstur (g/mm), nilai skor rasa serta tekstur dan nilai hedonik aroma serta rasa burger petela dapat dilihat pada Tabel 13.

(38)

Tabel 13. Pengaruh penambahan karagenan terhadap mutu burger petela Parameter yang diuji Penambahan karagenan

K1 K2 K3 K4

Kadar air (%) 39,8628 40,9607 42,9164 43,9875

Kadar abu (%bk) 2,7529 2,8276 2,9606 3,0925

Kadar lemak (%bk) 13,8408 13,9802 14,1032 14,2521 Kadar serat kasar (%bk) 3,3462 3,5262 3,7123 3,8729 Kadar protein (%bk) 9,1175 9,2495 9,3644 9,4265 Indeks warna (oHue) 80,88 80,92 81,078 81,22 Indeks warna L (kecerahan) 57,11 57,23 57,63 57,75 Tekstur (g/mm) 50,6005 53,8978 55,3788 58,1124

Nilai skor warna 2,93 2,93 3,10 3,10

Nilai skor tekstur 3,15 3,28 3,38 3,38

Nilai hedonik aroma 3,71 3,73 3,76 3,82

Nilai hedonik rasa 3,53 3,53 3,68 3,77

Keterangan : K1 = Penambahan karagenan 0% K2 = Penambahan karagenan 0,5% K3 = Penambahan karagenan 1,0% K4 = Penambahan karagenan 1,5%

Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 43,9875% dan terendah pada perlakuan K1 sebesar 39,8628%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 3,0925% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 2,7529%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 14,2521% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 13,8408%. Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 3,8729% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 3,3462%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 9,4265% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 9,1175%. Indeks warna tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 81,22 oHue dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 80,88 oHue. Indeks warna kecerahan (L) tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu 57,75 dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 57,11. Tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 58,1124 g/mm dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 50,6005 g/mm. Nilai skor warna tertinggi

(39)

diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 3,10 dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 2,93. Nilai skor tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 3,38 dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 3,15. Nilai hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 sebesar 3,82 dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 3,71. Nilai hedonik rasa tertinggi diperoleh pada K4 sebesar 3,77 dan terendah pada K1 dan K2 yaitu 3,53.

Kadar air (%)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar air burger petela

Pada daftar sidik ragam (Lampiran 2), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar air burger petela dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar air burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 14 menunjukkan semakin banyak tapioka yang digunakan maka semakin tinggi kadar air burger petela yang diperoleh. Hal ini karena kadar air yang terdapat pada tapioka lebih besar dibandingkan dengan tepung tempe. Kadar

(40)

air tapioka yaitu sebesar 13,3849% sedangkan tepung tempe memiliki kadar air sebesar 5,5051% (Lampiran 14).

Penambahan tapioka akan mempengaruhi kadar air burger petela karena tapioka memiliki sifat mengikat air pada bahan, sehingga semakin banyak tapioka yang digunakan maka kadar air bahan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) menyatakan gugus hidroksil pada pati mampu mengikat air, semakin besar kadar pati maka semakin banyak air yang terserap sehingga kadar air semakin tinggi. Hubungan antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar air burger petela dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar air burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela

Pada daftar sidik ragam (Lampiran 2), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela dapat dilihat pada Tabel 15.

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(41)

Tabel 15. Uji LSR utama pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela

Jarak LSR

Penambahan karagenan Rataan Notasi

(P) 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 = 0 % 39,8628 c B

2 1,0431 1,4373 K2 = 0,5 % 40,9607 b B

3 1,0939 1,4989 K3 = 1,0 % 42,9164 a A

4 1,1256 1,5396 K4 = 1,5 % 43,9875 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 15 menunjukkan penambahan karagenan yang semakin banyak mengakibatkan kadar air pada bahan semakin meningkat. Hal ini karena karagenan memiliki sifat mengikat air. Pernyataan ini sesuai dengan Distantina, dkk. (2012) bahwa karagenan memiliki sifat fungsional yaitu bersifat hidrokoloid yang dapat mengikat air pada bahan sehingga dapat membentuk gel, perbaikan tekstur serta pengental. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar air burger petela dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar air burger petela

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 2), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan

(42)

memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)

Tabel 16 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar air burger petela yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah tapioka dan karagenan yang ditambahkan maka kadar air burger petela semakin meningkat. Hal ini karena tapioka memiliki sifat mengikat air yang tinggi. Winarno (1997) bahwa gugus hidroksil pada pati mampu mengikat air,

(43)

semakin besar kadar pati maka semakin banyak air bebas yang terserap sehingga kadar air semakin tinggi.

Penambahan karagenan juga akan meningkatkan kadar air burger petela. Hal ini karena pada proses pemasakan burger, karagenan akan mengikat air sehingga kadar air pada burger petela semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Loupatty (2010) bahwa karagenan dapat memperkuat jaringan sel dengan cara mengikat jumlah air sehingga membentuk gel. Hubungan interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar air burger petela

Kadar abu (%bk)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar abu burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR

(44)

pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar abu burger petela dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar abu burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi

0,05 0,01 0.05 0.01

- - - T1 = 70% : 30% 3,1166 a A

2 0,1677 0,2311 T2 =60% :40% 2,9356 b B 3 0,1759 0,2410 T3 = 50% : 50% 2,8608 bc B 4 0,1809 0,2475 T4 = 40% : 60% 2,7207 c B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 17 menunjukkan semakin banyak tepung tempe yang digunakan maka kadar abu burger petela semakin tinggi. Hal ini karena kadar abu tepung tempe lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka. Kadar abu pada tepung tempe sebesar 1,8064% dan kadar abu pada tapioka sebesar 0,1639% (Lampiran 14). Kadar abu yang diperoleh dari burger petela ini cukup tinggi karena diberi penambahan wortel. Kadar abu berat kering wortel sebesar 9,1231% (Lampiran 14). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar abu burger petela

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(45)

Pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar abu burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar abu burger petela dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR utama pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar abu burger petela

Jarak LSR Penambahan Karagenan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 = 0% 2,7529 c B

2 0,1677 0,2311 K2 = 0,5% 2,8276 bc B

3 0,1759 0,2410 K3 = 1,0% 2,9606 ab AB

4 0,1809 0,2475 K4 = 1,5% 3,0925 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 18 memperlihatkan penambahan karagenan yang semakin banyak mengakibatkan kadar abu pada bahan semakin meningkat. Hal ini karena karagenan mampu mengikat kandungan molar dan nonpolar pada bahan dengan membentuk jala tiga dimensi. Hal ini sesuai literatur Milani dan Maleki (2012) yaitu karagenan mampu membentuk jala tiga dimensi. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar abu burger petela dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar abu burger petela

(46)

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar abu burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa interaksi perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar lemak (%bk)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar lemak burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar lemak burger petela dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar lemak burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 18 menunjukkan semakin banyak tepung tempe yang digunakan maka kadar lemak burger petela semakin tinggi. Hal ini karena kandungan lemak pada tepung tempe cukup tinggi yaitu sebesar 25,3639%, sedangkan kadar lemak pada tapioka adalah 0,3589% (Lampiran 14). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 12.

(47)

Gambar 12. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar lemak burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar lemak burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar lemak burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar serat kasar (%bk)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar serat kasar burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(48)

pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar serat kasar burger petela dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar serat kasar burger petela

Jarak LSR Perbandingan Tepung

Tempe dengan Tapioka Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 4,3478 a A

2 0,1953 0,2692 T2 =60% :40% 3,7564 b B 3 0,2049 0,2807 T3 = 50% : 50% 3,3347 c C 4 0,2108 0,2883 T4 = 40% : 60% 3,0187 d D Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 20 menunjukkan semakin banyak tepung tempe yang digunakan maka kadar serat kasar burger petela semakin tinggi. Hal ini karena kandungan kadar serat kasar pada tepung tempe cukup tinggi yaitu sebesar 5,0563%, sedangkan kadar serat kasar pada tapioka adalah 0,7854% (Lampiran 14). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar serat kasar burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar serat kasar burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(49)

serat kasar burger petela. Hasil uji LSR pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar serat kasar burger petela dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji LSR utama pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar serat kasar burger petela

Jarak LSR Penambahan karagenan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 = 0 % 3,3462 c C

2 0,1953 0,2692 K2 = 0,5 % 3,5262 bc BC

3 0,2049 0,2807 K3 = 1,0 % 3,7123 ab AB

4 0,2108 0,2883 K4 = 1,5 % 3,8729 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 21 memperlihatkan penambahan karagenan yang semakin banyak mengakibatkan kadar serat kasar pada bahan semakin meningkat. Hal ini karena karagenan mampu memebentuk jala tiga dimensi yang dapat merangkap komponen pada bahan (Milani dan Maleki, 2012). Sehingga diduga, selain air, serat kasar juga terperangkap dalam jala tiga dimensi karagenan tersebut. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar serat kasar burger petela dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Hubungan penambahan karagenan dengan kadar serat kasar burger petela

(50)

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar serat kasar burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar protein (%bk)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar protein burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar protein burger petela dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar protein burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 22 menunjukkan semakin banyak tepung tempe yang digunakan maka kadar protein burger petela semakin tinggi. Hal ini karena kandungan protein pada tepung tempe lebih tinggi yaitu sebesar 15,9979% sedangkan protein pada tapioka adalah 0,7728% (Lampiran 14). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 15.

(51)

Gambar 15. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap kadar protein burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap kadar protein burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap kadar protein burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Indeks warna (oHue)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna (oHue) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks warna (oHue) burger petela yang dihasilkan. Hasil uji

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(52)

LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna (oHue) burger petela dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna (oHue) burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung tempe dengan tapioka

Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 79,81 c B

2 1,2365 1,7038 T2 = 60% :40% 80,54 bc AB 3 1,2967 1,7768 T3 = 50% : 50% 81,55 ab AB 4 1,3343 1,8251 T4 = 40% : 60% 82,19 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Pengukuran warna burger petela dengan kromameter memberikan nilai L, yaitu parameter kecerahan, dan nilai oHue atau panjang gelombang dominan yang menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning. Tabel 23 menunjukkan warna tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 82.19 oHue dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 79,81 oHue. Dari hasil yang diperoleh warna dari burger petela diperoleh 79,81 oHue sampai 82.19 oHue masih termasuk dalam golongan kuning kemerahan (Hutchings,1999). Semakin banyak tapioka yang digunakan maka warna dari burger petela semakin kuning. Hal ini karena tapioka akan menutupi warna kecoklatan dari tepung tempe. Dilihat nilai L (kecerahan) semakin banyak tepung tapioka maka nilai L (kecerahan) semakin besar (Tabel 12). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna (oHue) burger petela dapat dilihat pada Gambar 16.

(53)

Gambar 16. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna (oHue) burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap indeks warna (oHue) burger

petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna (oHue) burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap indeks warna (oHue) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna (oHue) burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Indeks warna L (kecerahan)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap indeks warna L (kecerahan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(54)

warna L (kecerahan) burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh penambahan karagenan terhadap indeks warna L (kecerahan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna indeks warna L (kecerahan) burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap indeks warna L (kecerahan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna indeks warna L (kecerahan) burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Tekstur (kepadatan) (g/mm)

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (kepadatan) burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap tekstur (kepadatan) burger petela dapat dilihat pada Tabel 24.

(55)

Tabel 24. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 43,7137 d D

2 1,5822 2,1801 T2 = 60% :40% 48,2799 c C 3 1,6593 2,2736 T3 = 50% : 50% 59,8405 b B 4 1,7073 2,3353 T4 = 40% : 60% 66,1556 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 24 memperlihatkan semakin banyak tapioka yang digunakan maka tekstur burger petela semakin tinggi. Semakin tinggi nilai tekstur yang dihasilkan pada alat penetrometer maka tekstur burger petela ini semakin padat. Penggunaan tapioka membuat tekstur hambuger petela menjadi lebih padat. Hal ini sesuai dengan Imanningsih (2012) yang menyatakan kandungan amilosa pada pati berperan dalam pembentukan tekstur. Amilosa pada pati akan mempengaruhi stabilitas gel, semakin banyak amilosa maka tekstur gel yang terbentuk semakin kuat karena saat proses retrogadasi amilosa akan membentuk jaringan pada pati yaitu amilosa akan berikatan kembali dengan amilosa yang lain serta berikatan dengan amilopektin. Sedangkan amilopektin membuat tekstur menjadi lekat (Copeland, 2009). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap tekstur burger petela dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

(56)

Pengaruh penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (kepadatan) burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh penambahan karagenan terhadap tekstur/kepadatan burger petela dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Uji LSR utama pengaruh penambahan karagenan terhadap tekstur

(kepadatan) burger petela

Jarak LSR Penambahan karagenan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 = 0 % 50,6005 c C

2 1,5822 2,1801 K2 = 0,5 % 53,8978 b B

3 1,6593 2,2736 K3 = 1,0 % 55,3788 b B

4 1,7073 2,3353 K4 = 1,5 % 58,1124 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 25 memperlihatkan penambahan karagenan akan mempengaruhi tekstur yang diperoleh. Semakin banyak konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka nilai tekstur semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur Distantina, dkk (2012) menyatakan sifat fungsional karagenan adalah bersifat hidrokoloid yang dapat mengikat air pada bahan sehingga dapat membentuk gel, perbaikan tekstur serta pengental. Selain itu, Milani dan Maleki (2012) menyatakan bahwa karagenan mampu membentuk jala tiga dimensi yang dapat memerangkap air dan menyebabkan tekstur menjadi padat dan tidak keras seiring dengan bertambahnya karagenan. Hubungan penambahan karagenan dengan tekstur (kepadatan) burger petela dapat dilihat pada Gambar 18.

(57)

Gambar 18. Hubungan penambahan karagenan dengan tekstur (kepadatan) burger petela

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap tekstur (kepadatan) burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 memperlihatkan bahwa kombinasi perlakuan antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tekstur burger petela yang dihasilkan. Semakin banyak tapioka dan karagenan yang ditambahkan maka nilai tekstur burger petela semakin tinggi.

(58)

Tabel 26. Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)

Penggunaan tapioka membuat tekstur hambuger petela menjadi lebih padat. Hal ini sesuai dengan Imanningsih (2012) yang menyatakan kandungan amilosa pada pati berperan dalam pembentukan tekstur. Amilosa pada pati akan mempengaruhi stabilitas gel, semakin banyak amilosa maka tekstur gel yang terbentuk semakin kuat karena saat proses retrogadasi amilosa akan membentuk jaringan pada pati yaitu amilosa akan berikatan kembali dengan amilosa yang lain serta berikatan dengan amilopektin (Copeland, 2009). Penambahan karagenan juga akan meningkatkan tekstur burger petela. Hal ini karena pada proses pemasakan burger, karagenan akan membentuk jala tiga dimensi yang dapat memerangkap air dan menyebabkan tekstur padat dan tidak keras seiring dengan bertambahnya karagenan (Milani dan Maleki, 2012). Hubungan interaksi antara

(59)

perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hubungan interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap tekstur (kepadatan) burger petela

Skor warna

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap uji skor warna burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 10), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skor warna burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor warna burger petela dapat dilihat pada Tabel 27.

(60)

Tabel 27. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor warna burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 2,84 b B

2 0,1823 0,2512 T2 =60% :40% 2,93 b B

3 0,1912 0,2620 T3 = 50% : 50% 3,02 b AB 4 0,1967 0,2691 T4 = 40% : 60% 3,27 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 27 memperlihatkan bahwa skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 3,27 (kuning kecoklatan) dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,84 (coklat kekuningan). Burger mengalami pencoklatan akibat pemanggangan yaitu terjadi proses browning non enzimatis yaitu akibat adanya protein pada tempe, karbohidrat pada tapioka serta panas dari pemanggangan. Winarno (1997) mengatakan bahwa reaksi Maillard terjadi akibat adanya interaksi antara karbohidrat khususnya asam amino dengan gula pereduksi. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor warna dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor warna burger petela

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(61)

Pengaruh penambahan karagenan terhadap uji skor warna burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 10), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji skor warna burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap uji skor warna burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 10), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji skor warna burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Skor tekstur

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap uji skor tekstur burger petela

Kepadatan merupakan bagian pembentuk tekstur yang diperhitungkan konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan terhadap suatu produk. Daftar sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji skor tekstur burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor tekstur burger petela dapat dilihat pada Tabel 28.

(62)

Tabel 28. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor tekstur burger petela

Jarak LSR

Perbandingan tepung tempe dengan tapioka

Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 2,69 c C

2 0,1758 0,2422 T2 =60% :40% 3,18 b B

3 0,1843 0,2526 T3 = 50% : 50% 3,27 b B

4 0,1897 0,2594 T4 = 40% : 60% 4,06 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 28 memperlihatkan bahwa skor tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 4,06 (sangat padat) dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,84 (agak padat). Semakin banyak tapioka digunakan maka tekstur burger petela semakin padat. Hal ini karena tapioka mengandung amilosa dan amilopektin yang berperan dalam pembentukan tekstur. Air yang diikat oleh tapioka ini membuat tekstur burger petela ini tidak keras sehingga menghasilkan tekstur yang baik. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) menyatakan gugus hidroksil pada pati mampu mengikat air. Hal ini membuat tekstur menjadi padat. Kandungan amilosa pada pati inilah yang berperan dalam pembentukan tekstur (Imanningsih, 2012). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor tekstur dapat dilihat pada Gambar 21.

(63)

Gambar 21. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap skor tekstur burger petela

Pengaruh penambahan karagenan terhadap uji skor tekstur burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 11), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap uji skor tekstur burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh penambahan karagenan terhadap skor tekstur burger petela dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Uji LSR utama pengaruh penambahan karagenan terhadap skor tekstur burger petela

Jarak LSR Penambahan

karagenan Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05

- - - K1 = 0% 3,15 b

2 0,1758 0,2422 K2 = 0,5% 3,28 a

3 0,1843 0,2526 K3 = 1,0% 3,38 a

4 0,1897 0,2594 K4 = 1,5% 3,38 a

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 29 memperlihatkan penambahan karagenan akan mempengaruhi tekstur yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan literatur Milani dan Maleki (2012) yang menyatakan semakin tinggi konsentrasi karagenan maka tekstur menjadi padat dan tidak keras, hal ini karena karagenan mampu membentuk tekstur yang

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(64)

padat akibat pembentukan jala tiga dimensi setelah dilakukan pemanasan. Hubungan penambahan karagenan dengan tekstur burger petela dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Hubungan penambahan karagenan dengan skor tekstur burger petela

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap uji skor tekstur burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 11), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji skor tekstur burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Hedonik aroma

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap uji hedonik aroma burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 12), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik aroma burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik aroma burger petela dapat dilihat pada Tabel 30.

(65)

Tabel 30. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik aroma burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 = 70% : 30% 3,56 c C

2 0,1504 0,2073 T2 =60% :40% 3,67 bc BC 3 0,1577 0,2161 T3 = 50% : 50% 3,83 ab AB 4 0,1623 0,2220 T4 = 40% : 60% 3,96 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Tabel 30 memperlihatkan semakin sedikit tepung tempe yang digunakan aroma burger semakin disukai. Hal ini karena semakin sedikit tepung tempe yang digunakan maka flavor langu pada burger semakin sedikit serta flavor langu pada tempe semakin tidak tercium karena telah ditutupi oleh aroma dari bumbu-bumbu yang telah diberikan. Aroma burger petela yang diperoleh dari aroma bumbu-bumbu yang diberikan. Marwanti (2000) menyatakan bumbu-bumbu-bumbu-bumbu yang diberikan ke dalam produk memiliki aromadan rasa yang khas karena memiliki kandungan minyak atsiri. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik aroma dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik aroma burger petela

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

(66)

Pengaruh penambahan karagenan terhadap uji hedonik aroma burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 12), menunjukkan bahwa penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik aroma burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan terhadap uji hedonik aroma burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 12), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik aroma burger petela yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Hedonik rasa

Pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap uji hedonik rasa burger petela

Daftar sidik ragam (Lampiran 13), menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji hedonik rasa burger petela yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik rasa burger petela dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik rasa burger petela

Jarak LSR Perbandingan tepung

tempe dengan tapioka Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

(67)

Tabel 31 memperlihatkan semakin sedikit tepung tempe yang digunakan, rasa burger semakin disukai. Hal ini karena semakin sedikit tepung tempe yang digunakan maka flavor langu dari tepung tempe semakin tidak terasa. Selain itu, flavor langu dari tepung tempe juga ditutupi oleh pemberian garam, gula serta bumbu-bumbu. Sompotan (2012) menyatakan garam memiliki fungsi untuk menambah citarasa produk sehingga produk tidak terasa hambar serta Garam akan membuat makanan menjadi lebih gurih. Gula merupakan bahan tambahan yang berfungsi untuk memberikan rasa manis pada produk. Oleh karena itu gula juga akan menambah citarasa pada produk karena gula mampu menetralisir rasa asin pada produk (Buckle, dkk., 2009). Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Hubungan perbandingan tepung tempe dengan tapioka terhadap nilai hedonik rasa burger petela

T1= 70%:30% T2=60%:40% T3=50%:50% T4=40%:60%

Gambar

Tabel 8. Skala uji skor terhadap warna (numerik)
Gambar 4. Skema pembuatan tepung tempe
Gambar 5. Skema pembuatan wortel parut
Gambar 6. Skema pembuatan burger petela
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha bonsai serut di Desa Bangun Sari meliputi kekuatan yaitu: perencanaan usaha bonsai serut, ketersediaan bahan tanam,

Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap niat pindah kerja dengan peran mediasi keadilan pada kategori full mediation , sehingga H 3 yang menyatakan bahwa

Hubungan Antara Karakteristik Ibu Hamil dengan Pemanfaatan kesehatan selama kehamilan di Puskesmas Motoling Kabupaten Minahasa selatan. Hubungan Pelayanan Kesehatan

Artinya gerak satu variabel akan diikuti variabel lainnya, dengan kata lain apabila variabel X (kemandirian belajar) memiliki skor tinggi maka akan di ikuti dengan

Berdasarkan hasil uji coba, produk pengembangan berupa trainer kit mobile robot quadcopter, buku manual, dan modul praktikum dikategorikan sangat layak untuk

Ketua Pendaftar boleh memerlukan guru besar atau pengetua, melalui suatu notis secara bertulis, untuk mengemukakan sesalinan jadual mengenai semua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai postes keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dan rata-rata

Differentiation of mesenchymal stem cells transplanted to a rabbit degenerative disc model: Potential and limitations for stem cell therapy in disc regeneration. Martin JT, Gorth