• Tidak ada hasil yang ditemukan

Burger

Hamburger merupakan olahan daging cacah yang dibuat dalam bentuk bulat pipih, dimasak dengan cara digoreng ataupun dipanggang dan biasanya dinikmati dengan penambahan roti bulat serta dilengkapi dengan daun selada, saus tomat, serta bumbu-bumbu penambahan lainnya (Setiawan, 2011).

Burger merupakan salah satu ikon makanan fast food yang terkenal di Indonesia. Saat ini, burger tidak hanya dijual di restoran besar dan mewah namun burger telah masuk ke dalam pasar bawah seperti penjualan burger di gerobak keliling maupun tetap. Oleh karena itu, masyarakat tidak sulit lagi mencari makanan fast food yang satu ini. Selain itu, burger cepat diterima oleh masyarakat karena rasa burger yang enak, gurih dan sesuai dengan selera konsumen (Alamsyah, 2011).

Burger biasanya terbuat dari bahan makanan yang berprotein tinggi seperti daging yaitu daging sapi, ikan, ayam serta jenis daging lainnya. Selain dari protein hewani, burger ini dapat dibuat dari protein nabati seperti dari kacang-kacangan, tahu dan tempe, burger seperti ini disebut sebagai burger vegetarian. Burger vegetarian juga ada yang diberi penambahan sayur (Astawan, 2008).

Dalam pembuatan burger terdapat beberapa bumbu yang ditambahkan ke dalamnya antara lain bawang merah, bawang putih, merica, gula serta garam (Indriani, 2006). Tepung juga ditambahkan dalam pembuatan burger yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas burger tersebut baik itu segi tekstur, warna, rasa serta nilai gizinya (Astawan, 2008). Nampa menyatakan di dalam

5

websitenya bahwa pada dasarnya buger dan sosis sama, yang berbeda yaitu ukuran selonsong dan tekstur sosis lebih lembut dibandingkan burger (Nampa, 2015). SNI burger dapat dilihat dari SNI sosis daging. Syarat mutu sosis daging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820-1995

No Kriteria uji satuan Persyaratan

1 Keadaan: 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Normal 2 Air %b/b Maks. 67,7 3 Abu %b/b Maks. 3,0 4 Protein %b/b Min. 13,0 5 Lemak %b/b Maks. 25,0 6 Karbohidrat Maks. 8

7 Bahan tambahan makanan

7.1 Pengawet Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 7.2 Pewarna Sesuai dengan SNI 01-0222-1996 8 Cemaran logam

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 4,0

8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 (250*)

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03

9 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 10 Cemaran mikroba

10.1 Angka total lempeng koloni/g Maks. 105 10.2 Bakteri bentuk koloni APM/g Maks. 102 10.3 Eschericia coli APM/g 3

10.4 Enterococci koloni/g 102 10.5 Clostridium perfingens - Negatif

10.6 Salmonella - Negatif

*Kemasan kaleng (Sumber: BSN 1995)

Bahan pengisi dan pengikat pada burger merupakan bahan bukan daging yang digunakan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki kapasitas

pengikat air dan pembentukan cita rasa, serta mampu mengurangi penyusutan dalam proses pemasakan (Astawan, 2008). Saat pemasakan, warna produk akan berubah warna, hal ini karena terjadi reaksi Maillard yaitu adanya interaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dan asam amino. Dari reaksi ini akan menghasilkan bahan berwarna coklat (Winarno, 1997).

Daging yang digunakan dalam pembuatan burger biasanya memiliki kadar lemak dan kalori yang tinggi. Seperti yang tercantum pada Tabel 2 bahwa kalori dari daging sapi dan ayam lebih tinggi dibanding tempe. Kalori yang berlebih memberikan kontribusi pada kenaikan berat badan dan obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko penyakit jantung dan diabetes (Wahyuningsih, 2010). Oleh karena itu untuk menanganinya adalah dengan cara mengganti burger yang terbuat dari protein hewani menjadi protein nabati seperti burger vegetarian. Burger vegetarian memiliki beberapa keuntungan antara lain kandungan lemak, kolesterol yang rendah namun memiliki serat yang tinggi. Hal ini akan mengurangi angka obesitas pada masyarakat (Rohall, dkk., 2009). Perbedaan nilai gizi pada tempe, daging sapi dan daging ayam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan nilai gizi antara tempe dengan bahan makanan sumber protein lainnya

Komponen Tempe Daging Sapi Daging Ayam

Kalori (kal) 149,0 207,0 302,0 Protein (g) 18,3 18,8 18,2 Lemak (g) 4,0 14,0 25,0 Karbohidrat (g) 12,7 0 0 Kalsium (mg) 129,0 11,0 14,0 Fosfor (mg) 154,0 170,0 200,0 Besi (mg) 10,0 2,8 1,5 (Sumber : BKPPP, 2014).

Tepung Tempe

Tempe merupakan salah satu produk pangan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Produk fermentasi dari kedelai ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, hal ini karena harganya yang murah tetapi memiliki nilai kandungan gizi yang tinggi. Tempe memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan gizi lain seperti vitamin dan mineral serta juga memiliki kandungan senyawa isoflavonoid yang bersifat bioaktif yang banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan karena memiliki manfaat sebagai antioksidan, antikolesterol dan antikanker (Sulchan dan Nur, 2007).

Untuk lebih memanfaatkan tempe secara optimal, agar tempe semakin disukai oleh masyarakat maka perlu diciptakan variasi dari tempe tersebut baik dilihat dari warna, bentuk, aroma serta rasa. Tepung tempe lebih fleksibel untuk digunakan dalam pembuatan beberapa produk, seperti bubur bayi, pembuatan kue kering maupun kue basah, serta bahan tambahan dalam pembuatan selai, nugget¸dan produk lainnya (Murni, 2013). Berikut komposisi dan nilai gizi yang terdapat pada tepung tempe dapat diliat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe

Komposisi Gizi Tepung Tempe

Protein (%bk) 12,57 Lemak (%bk) 28,76 Karbohidrat (%bk) 49,75 Serat (%bk) 3,47 Abu (%bk) 2,3 Kadar air (%bk) 6,92 (Sumber : Yunita, 2015).

Daya cerna dari tempe lebih tinggi dibanding dengan kedelai. Hal ini karena proses fermentasi pada tempe berguna untuk mengubah senyawa-senyawa makromolekul pada kedelai seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi

senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti monosakarida, asam lemak serta asam-asam amino (Tabel 4). Namun apabila fermentasi berlangsung terlalu lama dapat membuat tempe menjadi bau busuk karena terjadi proses degradasi protein yang akan membentuk amoniak. Tempe dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup panjang yaitu dengan cara mengubah tempe menjadi tepung tempe. Dari bentuk tepung tempe juga dapat dibuat beberapa produk. Hanya saja tepung tempe yang dihasilkan masih memiliki aroma langu tempe (Bastian, dkk., 2012).

Tabel 4. Kandungan asam amino pada tempe

Jenis asam amino Jumlah

Total nitrogen (g/100gram bahan) 8,52 Asam amino (mg/g total nitrogen)

Asam aspartat 715,0 Threonin 245,0 Serin 271,0 Asam glutamat 987,0 Prolin 308,0 Glisin 266,0 Sistin 100,0 Valin 332,0 Metionin 71,0 Isoleusin 333,0 Leusin 529,0 Fenilalanin 305,0 Triptofan 77,0 Lisin 370,0 Histidin 169,0 Arginin 407,0 (Sumber: Santoso, 1993).

Tidak hanya di Indonesia, di negara lain seperti Jepang, tempe juga populer. Terdapat beberapa produk tempe yang diolah di negeri sakura tersebut seperti tempura, tempe bakar, burger, sup tempe (miso), kroket serta tempe sake yaitu jenis tempe dalam bentuk minuman alkohol. Namun tempe memiliki rasa yang getir, sehingga untuk menanggulangi rasa getir pada tempe, sebaiknya tempe dikukus ataupun direbus (Tarwotjo, 2008).

Tapioka

Tapioka adalah pati yang berasal dari ubi kayu atau singkong. Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik dan disusun oleh unit D- glukopiranosa. Pati tersusun oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material lain seperti lemak dan protein. Amilosa (Gambar 1) merupakan fraksi yang memiliki struktur yang lurus dominan dengan ikatan α- (1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin (Gambar 2) merupakan fraksi yang memiliki cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa. Pada serealia, jumlah amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap kelekatan beras setelah dimasak. Semakin tinggi kandungan amilopektin pada beras maka beras tersebut semakin lekat setelah dimasak (Winarno, 1997).

Gambar 1. Struktur molekul amilosa

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Budiman, 2009)

Dalam pembuatan produk, tapioka biasa digunakan sebagai bahan pengisi dan pengental (Suprapti, 2005). Penggunaan pati pada produk makanan akan membentuk tekstur menjadi lebih baik. Sifat pada pati yaitu thickening (mengentalkan) dan gelling (pembentuk gel) akan meningkatkan karateristik sensori produk yang lebih baik. Kandungan amilosa pada pati yang akan mempengaruhi tekstur produk yang dihasilkan (Imanningsih, 2012).

Amilosa pada pati akan mempengaruhi stabilitas gel, semakin banyak amilosa maka tekstur gel yang terbentuk semakin kuat karena saat proses retrogadasi amilosa akan membentuk jaringan pada pati yaitu amilosa akan berikatan kembali dengan amilosa yang lain serta berikatan dengan amilopektin. Sedangkan amilopektin membuat tekstur menjadi lekat (Copeland, dkk., 2009). Tapioka mengandung beberapa komposisi kimia, berikut komposisi kimia pada tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi kimia tapioka per 100 gram bahan

Komposisi Jumlah Protein (g) 0,50 Lemak (g) 0,30 Karbohidrat (g) 86,90 Serat (%) 0,20 Fosfor (mg) 0,30 Kalsium (mg) 0,50 Vitamin B1 (mg) 0,07 Air (g) 12,00

(Sumber : Direktorat Gizi Departeman Kesehatan R.I., 1996).

Gugus hidroksil pada tapioka mampu mengikat air. Tapioka yang ditambahkan air kemudian dipanaskan maka granula tapioka akan mengalami pembengkakan dan volumenya membesar. Selain itu, air yang berada di sekitar granula akan masuk ke dalam granula. Air yang terikat pada struktur gel tapioka

tersebut akan lebih mudah menguap karena hanya air bebas yang terserap sebagai air imbibisi pada saat pemanasan (Winarno, 1997).

Di air dingin pati akan menyerap air mencapai 30%, namun apabila dipanaskan maka pati akan lebih banyak menyerap air sehingga pati akan mengalami pembengkakan dan apabila suhu dinaikkan terus maka pati akan mengalami pembengkakan yang besar serta tidak dapat kembali ke bentuk semula. Peristiwa ini disebut gelatinisasi. Pada pati tapioka suhu gelatinisasinya berkisar antara suhu 52-64 °C. Proses gelatinisasi dapat dilihat dari warna suspensi pati yang awalnya keruh menjadi jernih dan terjadi pembesaran volume pati akibat pembengkakan granula pati. Pembengkakan terjadi karena energi molekul- molekul air lebih kuat dibandingkan daya tarik menarik antarmolekul pati sehingga menyebabkan air masuk ke dalam butir-butir pati. Apabila kondisi telah dingin atau suhu telah turun, molekul-molekul amilosa cenderung akan bersatu kembali dan disertai dengan amilopektin yang berikatan dengan amilosa pada pinggir-pinggir luar granula (Winarno, 1997).

Wortel

Wortel adalah salah satu jenis tanaman subtropis yang tumbuh pada suhu 22-24 °C, lembab serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Wortel dipanen pada umur 100 hari tergantung jenisnya. Pemanenan wortel ini dengan cara dicabut. Wortel yang terlalu lama dipanen akan membuat umbi menjadi keras sehinga kurang disukai konsumen (Iptek, 2005). Wortel merupakan salah satu jenis bahan pangan mengandung beberapa zat gizi yang penting bagi tubuh. Kandungan zat-zat gizi pada wortel diantaranya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi wortel per 100 gram bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 42,00 Protein (g) 1,20 Lemak (g) 0,30 Karbohidrat (g) 9,30 Kalsium (mg) 39,00 Fosfor (mg) 37,00 Besi (mg) 0,80 Vitamin A (IU) 12.000,00 Vitamin B (mg) 0,06 Vitamin C (mg) 6,00 Air (g) 88,22 (Sumber: Cahyono, 2002).

Sayuran jenis umbi ini merupakan sayuran yang mengandung serat yang cukup tinggi yaitu pektin yang bersifat larut air (soluble dietary fiber), selain itu antioksidan pada wortel juga tinggi yang terkandung pada ß-karoten. Wortel ini juga kaya akan vitamin A, B kompleks, C, D, E, serta K (Lavabetha, dkk, 2012). Anjuran pengonsumsian vitamin A tiap harinya adalah berkisar antara 3.500- 4.000 IU per hari (Winarno, 1997).

Beberapa peranan penting wortel bagi tubuh, yaitu β-karoten pada wortel merupakan sumber provitamin A yang nantinya akan diubah menjadi vitamin A yang berperan dalam kesehatan mata (Nariswara,dkk., 2013), kekebalan tubuh, kesehatan kulit, paru-paru, serta membantu pertumbuhan sel-sel baru. Wortel memiliki senyawa bioaktif yaitu karatenoid dan serat yang cukup yang dapat mengurangi resiko penyakit jantung serta melancarkan pencernaan (Nocolle, dkk., 2003). Selain itu, wortel mengandung vitamin B dan C serta mineral seperti kalsium dan fosfor yang sangat baik untuk tubuh (Febrihantana, dkk., 2013). Adapun kadar abu basis kering wortel yang dilakukan oleh Setyawan dan Widaningrum yaitu sebanyak 12,49% (Setyawan dan Widaningrum, 2013).

Sebelum wortel digunakan, sebaiknya wortel diblansing. Adapun tujuan dari blansing adalah menginaktifkan enzim pada wortel, mengurangi jumlah mikroba, serta menghentikan reaksi-reaksi seperti respirasi pada wortel. Suhu yang digunakan dalam proses blansing wortel ini adalah 80-90 °C selama 10 menit (Asgar dan Musaddad, 2006). Blansing tertutup sangat dianjurkan agar wortel tidak terkena oksidasi (Novary, 1999).

Karagenan

Karagenan ialah salah satu jenis polisakarida galaktosa yang diperoleh dari proses ekstraksi rumput laut jenis ganggang merah (Rhodophyta). Salah satu jenis rumput laut yang sering digunakan adalah Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii banyak digunakan dalam pembuatan bahan dasar kappa karagenan. Karagenan biasanya digunakan sebagai pengental, penstabil dan pembentuk gel pada produk (Velde, dkk., 2002).

. Rumput laut yang digunakan dalam pembuatan karagenan merupakan bahan pangan yang mengandung mineral yang cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe dan S (Bunga, dkk., 2013). Adapun komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii atau yang sering dikenal dengan nama Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii

Komponen Jumlah

Protein (%) 0,7

Lemak (%) 0,2

Abu(%) 3,4

Serat pangan tidak larut (g/100g)* 58,6 Serat pangan larut (g/100g)* 10,7 Keterangan * = basis kering

(Sumber : Santoso, dkk., 2004).

Beberapa jenis karagenan yang sering digunakan adalah karagenan iota, kappa serta lambda. Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Iota karaginan tersusun dari gugusan 4 sulfat ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro–D galaktosa. Lambda karaginan berbeda dari Kappa dan Iota karaginan, karena memiliki sebuah residu disulfat α (1-4) D galaktosa (Loupatty, 2010). Lamda karaginan tersusun dari ikatan 1,3-D-galaktosa-2-sulfat dan 1,4-D- galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman, 1983). Berikut ini bentuk dan struktur dari karagenan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Bentuk dan struktur karagenan (Imeson, 2000).

Penggunaan karagenan pada bahan pangan tidak dilihat dari segi nutrisinya melainkan dari sifat fungsionalnya. Sifat fungsional karagenan adalah bersifat hidrokoloid yang dapat mengikat air pada bahan sehingga dapat membentuk gel, perbaikan tekstur serta pengental (Distantina, dkk., 2012). Hal ini karena karagenan mampu membentuk jala tiga dimensi yang dapat memerangkap air dan menyebabkan tekstur menjadi padat dan tidak keras seiring dengan bertambahnya karagenan (Milani dan Maleki, 2012).

Pembentukan gel pada karagenan dipengaruhi antara lain jenis karagenan, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat terbentuknya hidrokoloid. Karagenan dapat memperkuat jaringan sel dengan cara mengikat jumlah air sehingga membentuk gel dan mampu memperkuat jaringan protein dan mencegah pengerasan. Dari ketiga jenis karagenan tersebut, karagenan jenis kappa merupakan hidrokoloid dengan pembentuk gel yang paling kuat (Loupatty, 2010).

Bahan Tambahan Burger Susu skim

Susu skim merupakan salah satu jenis susu yang lemak susu tersebut telah diambil sehingga lemak serta vitamin yang larut lemak pada susu skim menjadi sedikit, hal ini membuat susu skim memiliki kalori yang cukup rendah, namun zat gizi lain pada susu skim masih lengkap (Buckle, dkk., 2009). Pemberian susu skim ke dalam produk memiliki beberapa fungsi, diantaranya dapat memperkuat pembentukan gel karena mengandung WPC (whey protein concentrate), menambah nilai gizi, serta organoleptik produk (Bennion dan Scheule, 2004)

Garam

Garam merupakan bahan penting yang ditambahkan dalam pembuatan produk ataupun masakan lainnya. Garam memiliki fungsi untuk menambah citarasa produk sehingga produk tidak terasa hambar. Garam akan membuat makanan menjadi lebih gurih (Sompotan, 2012).

Gula

Gula merupakan bahan tambahan yang berfungsi untuk memberikan rasa manis pada produk. Oleh karena itu gula juga akan menambah citarasa pada

produk karena gula mampu menetralisir rasa asin pada garam pada produk (Buckle, dkk., 2009).

Bawang putih

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah citarasa, aroma serta berfungsi untuk mengawetkan. Bawang putih mengandung senyawa allicin yang membuat aroma menjadi khas, karena senyawa ini bersifat volatil dan mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).

Bawang merah

Bawang merah juga memiliki seyawa volatil (minyak atsiri) yang membuat bawang merah memiliki flavor atau aroma khas. Senyawa tersebut disebut lakrimator, senyawa ini juga membuat mata perih saat mengupas bawang merah (Rabinowitch dan Brewster, 1989).

Merica (lada)

Merica atau lada merupakan salah satu jenis bumbu yang sangat digemari untuk ditambahkan saat pembuatan produk atau makanan. Hal ini karena merica memiliki rasa yang pedas serta aroma yang khas. Adapun senyawa pembentuk rasa pedas serta pembentuk aroma pada merica adalah zat piperin, piperanin, dan chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan cepat saji merupakan makanan yang populer di Indonesia. Hal ini dibuktikan banyak produk-produk cepat saji mudah ditemukan di swalayan maupun di pasaran. Burger merupakan salah satu makanan cepat saji yang banyak beredar di Indonesia. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, hamburger merupakan olahan daging cacah berbentuk bulat pipih yang biasanya dinikmati bersamaan dengan roti bulat, selada, saus tomat serta bumbu lainnya (Setiawan, 2011). Hamburger juga dikenal dengan istilah burger atau patty.

Saat ini, pembuatan burger tidak hanya berasal dari daging, namun banyak dibuat dari berbagai variasi bahan baku. Di Indonesia burger dapat dibuat dari tempe, tahu, maupun kacang-kacangan. Di Korea, pembuatan burger dikombinasikan dengan menggunakan kimchi. Selain itu dikenal juga burger vegetarian, burger ini terbuat dari sayuran seperti wortel, kentang atau jamur.

Burger yang dibuat dari daging cenderung memiliki kolesterol yang relatif lebih tinggi. Kolesterol yang berlebihan sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat memicu terjadinya stroke, lemah jantung, dan tekanan darah tinggi. Selain itu, harga daging juga mahal. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif pengganti daging sebagai sumber protein untuk pembuatan burger yaitu menggunakan tempe maupun menggunakan bahan lainnya yang tidak berisiko untuk kesehatan.

Tempe merupakan salah satu produk hasil fermentasi dengan bahan baku kedelai. Kedelai yang difermentasi dengan bantuan mikroba Rhizopus oryzae dapat mengubah tekstur kedelai menjadi lebih lunak, memiliki aroma dan rasa

1

yang khas, serta lebih mudah dicerna oleh tubuh karena komponen senyawa pada tempe telah dirombak oleh mikroba menjadi komponen sederhana dan dalam bentuk bebas.

Nilai gizi yang terdapat pada tempe cukup lengkap antara lain protein, karbohidrat, lemak, kalsium, vitamin B, dan zat besi yang sangat dibutuhkan manusia. Sebagai salah satu sumber protein yang tinggi, rendah lemak serta murah, tempe telah banyak digunakan dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti keripik tempe, nugget tempe, serta cookies tempe, namun jika dibandingkan daya simpan tempe segar memiliki jangka waktu simpan yang rendah yaitu hanya berkisar dua hari pada suhu ruang (Tarwotjo, 2008).

Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan tempe adalah dengan cara mengolahnya menjadi tepung tempe. Jenis produk yang dihasilkan dari tepung tempe diantaranya seperti bubur bayi dan burger. Penggunaan tepung tempe diharapkan agar tempe lebih disukai sehingga meningkatkan produktivitas tempe serta untuk pengkayaan nutrisi dan rasa produk yang dibuat.

Karagenan merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang berfungsi sebagai pengemulsi, pengental, penstabil dan pembentuk gel. Penggunaan karagenan dalam pembuatan burger berfungsi untuk membentuk tekstur burger lebih baik yaitu tidak mudah hancur serta mencegah tekstur burger menjadi keras.

Wortel merupakan salah satu sayuran jenis umbi yang bewarna oranye yang kaya akan antioksidan, vitamin dan serat. Selain itu wortel hanya mengandung 42 kalori per 100 gram (Cahyono, 2002) sehingga sangat baik dikonsumsi untuk orang diet lemak. Wortel juga sangat baik digunakan untuk kesehatan manusia karena antioksidan pada wortel yaitu betakarotennya mampu

melindungi tubuh dari radikal bebas yang berbahaya, senyawa flavonoid pada wortel akan melindungi tubuh dari kanker rongga kulit, serta provitamin A pada wortel sangat bermanfaat bagi penglihatan.

Produksi wortel di Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 512.112 ton yang tercatat dalam BPS pada tahun 2013 (BPS, 2014). Di Sumatera Utara, produksi wortel pada tahun 2011 sebesar 28.178 ton (BPS, 2012). Produksi wortel yang tinggi menunjukkan wortel sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena kandungan gizinya yang tinggi. Wortel banyak digunakan dalam pembuatan jus, sup, keripik, rolado, nugget, dan berbagai jenis produk lainnya.

Pada penelitian ini menggunakan tepung tempe, tapioka serta wortel sebagai alternatif pengganti daging dalam pembuatan burger. Tepung tempe digunakan karena tempe mengandung protein dan rendah kalori, tapioka berguna untuk bahan pengisi burger, karagenan berfungsi untuk memperbaiki tekstur, dan wortel digunakan untuk menambah nilai gizi seperti vitamin, mineral dan serat. Oleh karena itu, penulis akan membuat produk burger yang terbuat dari tempe, wortel dan tapioka yang disingkat menjadi burger petela.

Perumusan Masalah

Burger merupakan makanan cepat saji yang digemari oleh semua kalangan. Rasanya yang enak, penyajian yang cepat serta mudah ditemukan membuat produk ini semakin dicari oleh semua orang. Pengonsumsian burger yang terus menerus akan membahayakan kesehatan konsumen karena daging yang digunakan dalam pembuatan burger ini memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam tubuh yang berbahaya untuk kesehatan jantung. Pembuatan burger dengan

menggunakan tepung tempe dengan tapioka dan karagenan diharapkan mampu menggantikan daging dalam pembuatan burger tersebut. Kandungan protein dari tepung tempe akan menggantikan protein dari daging serta penggunaan wortel diharapkan bisa memenuhi dan menambah kandungan nutrisi dari burger yang terbuat dari tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu burger yang terbuat dari perbandingan antara tepung tempe dan tapioka, untuk mengetahui kombinasi terbaik dari perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan untuk menghasilkan burger baik secara fisik, kimia maupun organoleptik.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta sumber informasi ilmiah kepada pihak yang membutuhkan khususnya masyarakat dalam pembuatan burger dengan menggunakan tepung tempe dan tapioka serta karagenan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbandingan tepung tempe dengan tapioka dan penambahan karagenan serta interaksi keduanya terhadap mutu burger petela.

Penambahan Karagenan Terhadap Mutu Burger Petela, dibimbing oleh RONA J. NAINGGOLAN dan HERLA RUSMARILIN.

Dokumen terkait