• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DENGAN JAMUR MERANG DAN JENIS TEPUNG PENGISI TERHADAP MUTU BUMBU PENYEDAP ALAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERBANDINGAN JAMUR TIRAM DENGAN JAMUR MERANG DAN JENIS TEPUNG PENGISI TERHADAP MUTU BUMBU PENYEDAP ALAMI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

RENCES SIMANUNGKALIT

150305059/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

DAN JENIS TEPUNG PENGISI TERHADAP MUTU BUMBU PENYEDAP ALAMI

SKRIPSI

Oleh:

RENCES SIMANUNGKALIT

150305059/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

RENCES SIMANUNGKALIT: Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dengan Jamur Merang dan Jenis Tepung Pengisi terhadap Mutu Bumbu Penyedap Alami, diarahkan oleh TERIP KARO-KARO dan ISMED SUHAIDI.

Tujuan penelitiannini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap mutu bumbu penyedap alami. Penelitianiini dilakukan dengan rancangan acak lengkap faktorial terdiri dari 2 faktor yaitu perbandingannjamur tiram dengan jamur merang (J): (20%:80%;

40%:60%; 60%:40% ; 80%:20%) dan jenis tepung pengisi (P) : (tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung cipera). Parameter yang dianalisi adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar kasar, kadar karbohidrat, kecerahan, organoleptik warna, organoleptik aroma, organoleptik rasa, dan organoleptik penerimaan umum serta untuk perlakuan terbaik dianalisa kadar NaCl dan kadar asam glutamat.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbandingan jamur tiram dengan jamur merang menghasilkan dampak berbeda sangat nyata pada kandungan air, lemak, dan kecerahan. Jenis tepung pengisi menghasilkan dampak berbeda sangat nyata untuk kandungan protein, lemak, serat kasar dan kecerahan. Dan interaksi antara keduanya menghasilkan dampak berbeda sangat nyata untuk kandungan air, lemak, dan serat kasar.

Perbandingan jamur tiram dengan jamur merang yaitu 60%:40% dan tepung cipera sebagai tepung pengisi (J3P4) merupakan perlakuan terbaik dari penelitian ini yang diperoleh dengan metode deGarmo.

Kata kunci: jamur tiram, jamur merang, tepung pengisi, bumbu penyedap alami

ABSTRACT

RENCES SIMANUNGKALIT: Effecttof Ratio of Oyster Mushroom with Straw Mushroom and The Type of Filling Flour on The Quality of Natural Seasoning, that supervised by TERIP.KARO-KARO and ISMED SUHAIDI.

The purpose of this research to find theeeffect of ratio of oyster mushroom with straw mushroom and the type of filling flour on the quality of natural seasoning. This research was using factorial completely randomized design with two factors, i.e : ratio of oyster mushroom with straw mushroom (J) : (20%:80% ; 40%:60% ; 60%:40% ; 80%:20%) and flour fillings (P) : (wheat flour, rice flour, corn flour, cipera). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, and carbohydrate content, brightness, hedonic value of colour, hedonic value of flavor, hedonic value of taste, and hedonic value of general acceptance and for the best treatment NaCl content and glutamic acid were analyzed.

The result.showed that the comparison of oyster mushroom with straw mushroom had highly significant effect on moisture content, fat content, and brightness. Flour fillings had highly significant effect on protein, fat, crude fiber content, and brightness.

Interaction of two factors had highly significant effect on moisture content, fat content, and crude fiber content. The ratio of oyster mushroom with straw mushroom that is 60%:40% and cipera as flour filling (J3P4) produced the best quality of this research that obtained by deGarmo methods.

(6)

RIWAYAT HIDUP

RENCES SIMANUNGKALIT lahir di Torhonas, 08 Juli 1997 dari Bapak Jelasdin Simanungkalit serta Ibu Relita Hutauruk. Penulis ialah anak ke-1 dari 8 orang bersaudara. Untuk pendidikan, penulis telah menamatkan pendidikan tingkat dasar di SDN 173159 Torhonas, sekolah menengah di SMPN 6 Adiankoting dan SMAN 1 Tarutung. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA di tahun 2015 dan di tahun tersebut penulis berhasil lulus dan diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan menerima beasiswa bidikmisi.

Selama aktif perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan kampus yaitu himpunan mahasiswa ilmu teknologi pangan, persekutuan mahasiswa kristen ilmu teknologi pangan serta menjadi anggota serta pengurus Paduansuara Transeamus. Serta penulis sudah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Danone Aqua Langkat mulai tanggal 23 Juli 2018 hingga Agustus 2018.

Untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pangan, penulis telah menyelesaikan penelitian dengan judul ―Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dengan Jamur Merang dan Jenis Tepung Pengisi terhadap Mutu Bumbu Penyedap Alami‖. Penelitian dilakukan mulai Juli 2019 hingga Januari 2020 di Laboratorium Teknologi Pangan, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, USU.

i

(7)

Penulis menyampaikan seluruh hormat serta puji kehadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap lawatan beserta ijin-Nya, sehingga penulis akhirnya bisa menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dengan Jamur Merang dan Jenis Tepung Pengisi terhadap Mutu Bumbu Penyedap Alami”.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan dan mengucapkan apresiasi serta terimakasih untuk seluruh pihak yang terlibat didalam penyelesaian skripsi teristimewa untuk orang tua penulis Ayahanda Jelasdin Simanungkalit dan Ibunda Relita Hutauruk serta adik-adik terkasih Evi, Erlandy, Walder, Mirna, Barmen, Satrio dan Ceri, terima kasih atas setiap dukungan moral dan moril, perjuangan, semangat, cinta kasih, dan doa yang sudah diberikan.

Terimakasih kepada Bapak Ir. Terip Karo-Karo, MS yang merupakan Ketua Dosen Pembimbing yang sudah memberikan motivasi, saran, koreksi, dan bimbingan selama penyelesaian skripsi. Terimakasih kepada Bapak Ir. Ismed Suhaidi, M.Si sebagai Anggota Dosen Pembimbing yang sudah memberikan saran, koreksi serta arahan selama penyusunan skripsi. Terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si yang merupakan Ketua Program Studi yang sudah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

Terimakasih kepada Ibu Mimi Nurminah, STP, M.Si yang merupakan Sekretaris Program Studi.

(8)

Ir. Rona J. Nainggolan, SU yang sudah bersedia menjadi penguji penulis dalam pelaksanaan sidang meja hijau. Terimakasih kepada Bapak Ridwansyah, STP, M.Si yang merupakan Dosen Pembimbing Akademik penulis yang sudah memberikan berbagai motivasi, saran serta masukan sewaktu masa pendidikan akademik. Untuk semua tenaga pendidik dan karyawan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, terimakasih untuk motivasi, serta bantuan administrasi yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

Para sahabat terkasih di Alpha Woman, Nina Eldina Manik, Anita Aritonang, dan Riffa Yowanda Sinulingga, terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan, dukungan dan doa yang telah diberikan. Kepada sahabat saya Delia, Anggi, Frisyl, Anggreeny, Febrianti, adik saya Sylvia, Elfrida, Fama, Duvan, Mario, Nehemia terimakasih atas dukungan, bantuan, dan semangatnya. Kepada abang, kakak, teman-teman, adik-adik Paduan Suara Transeamus penulis sangat berterimakasih untuk semangat, doa dan kebersamaan kekeluargaan yang diberikan. Terimakasih kepada seluruh teman-teman seangkatan 2015, abang dan kakak, serta adik-adik di lingkungan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan beserta semua yang terlibat di dalam proses penyelesaian pembuatan dan penulisan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan skripsi ini semoga berguna untuk seluruh pembaca.

Medan, November 2020 iii

(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar.Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan.Penelitian ... 4

Kegunaan.Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Jamur ... 6

Jamur Tiram ... 6

Jamur Merang ... 9

Tepung Terigu ... 10

Tepung Beras ... 11

Tepung Jagung ... 12

Tepung Cipera ... 12

Bumbu Penyedap ... 13

Penelitian Sebelumnya ... 15

METODE PENELITIAN ... 17

Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Bahan Penelitian ... 17 iv.

(10)

Alat Penelitian ... 17

Metode Analisis Data ... 18

Model.Rancangan ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Pengamatan.dan Pengukuran.Data ... 20

Kadar air ... 20

Kadar abu ... 21

Kadar protein ... 21

Kadar lemak ... 22

Kadar serat kasar ... 23

Kadar karbohidrat ... 23

Kecerahan ... 23

Uji organoleptik warna ... 24

Uji organoleptik aroma ... 25

Uji organoleptik rasa ... 25

Uji organoleptik penerimaan umum ... 26

Pengujian Perlakuan Terbaik ... 26

Kadar NaCl ... 27

Kadar asam glutamat ... 27

HASIL PEMBAHASAN ... 30

Data Bahan Baku ... 30

Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dengan Merang terhadap Parameter Mutu Bumbu Penyedap Alami yang Diamati ... 30

Pengaruh Jenis Tepung Pengisi terhadap Parameter Mutu Bumbu Penyedap yanggDiamati ... 32

Kadar Air ... 33

Pengaruhhperbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap kadar air bumbu penyedap alami ... 33

Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar air bumbu penyedap alami ... 35

Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar air bumbu penyedap alami ... 35

Kadar Abu ... 37

Pengaruh perbandingannjamur tiram dan jamur merang terhadap kadar abu bumbu penyedap alami ... 37

Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar abu bumbu penyedap alami ... 38

Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar abu bumbu penyedap alami ... 40

Kadar Protein ... 40

Pengaruhpperbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap kadar protein bumbu penyedap alami ... 40

vi

v

(11)

dan jenis tepung pengisi pengisi terhadap kadar protein bumbu penyedap alami ... 42 Kadar Lemak ... 42

Pengaruhhperbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap kadar lemak bumbu penyedap alami ... 42 Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar lemak bumbu penyedap alami ... 44 Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar lemak bumbu penyedap alami ... 46 Kadar Serat Kasar ... 48

Pengaruhpperbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 48 Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 48 Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 49 Kadar Karbohidrat ... 51

Pengaruhpperbandingannjamur tiram dan jamur merang terhadap kadar karbohidrat bumbu penyedap alami ... 51 Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar karbohidrat bumbu penyedap alami ... 51 Pengaruh perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi untuk kadar karbohidrat bumbu penyedap alami ... 52 Kecerahan ... 52

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap kecerahan bumbu penyedap alami ... 52 Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kecerahan bumbu penyedap alami ... 54 Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kecerahan bumbu penyedap alami ... 55 Hedonik Warna ... 55

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap organoleptik warna bumbu penyedap alami ... 55 Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap organoleptik warna bumbu penyedap alami ... 57 Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap organoleptik warna bumbu penyedap alami ... 59 Hedonik Aroma ... 59

Pengaruhhperbandingan jamurrtiram dan jamur merang terhadap hedonik aroma bumbu penyedap alami ... 59

(12)

penyedap alami ... 59

Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap hedonik aroma bumbu penyedap alami ... 59

Hedonik.Rasa ... 60

Pengaruhhperbandingan jamurrtiram dan jamur merang terhadap hedonik rasa bumbu penyedap alami ... 60

Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap hedonik rasa bumbu penyedap alami ... 60

Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap hedonik rasa bumbu penyedap alami ... 60

Hedonik Penerimaan Umum ... 60

Pengaruh perbandingan jamur tiram dan jamur merang terhadap hedonik penerimaan umum bumbu penyedap alami ... 60

Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap hedonik penerimaan umum bumbu penyedap alami ... 61

Pengaruh interaksi perbandingan jamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap hedonik penerimaan umum bumbu penyedap alami ... 61

Kajian Mutu Terbaik Bumbu Penyedap Alami ... 61

Perbandingan Mutu Organoleptik Bumbu Penyedap Alami dengan Bumbu Penyedap Rasa Komersil ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

Kesimpulan ... 64

Saran ... 65

DAFTARrPUSTAKA ... 66 viii

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kandungan nutrisi jamur tiram/100 gr bahan ... 8

2. Nilai kandungan asam amino essensial pada jamur tiram/100 g protein .. 9

3. Komponen gizi tepung terigu/100g ... 11

4. Komponen zat gizi tepung beras dalam 100g ... 11

5. Komponen nutrisi tepung jagung/100g ... 12

6. Persyaratan bumbu penyedap rasa ayam ... 14

7. Skala pengujian organoleptik warna ... 25

8. Skala pengujian organoleptik aroma ... 25

9. Skala pengujian organoleptik rasa ... 26

10. Skala pengujian organoleptik penerimaan umum ... 26

11. Komposisi mutu bahan baku bumbu penyedap alami ... 30

12. Pengaruh perbandingan jamur tiram dengan jamur merang terhadap mutu bumbu penyedap alami ... 31

13. Pengaruh jenis tepung pengisi terhadap mutu bumbu penyedap alami ... 32

14. Analisis LSR pengaruhhperbandingan jamur tiram dengan jamur merang terhadap kadar air bumbu penyedap alami ... 34

15. Analisis LSR pengaruhninteraksi perbandingan jamurntiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar air bumbu penyedap alami ... 36

(14)

merang terhadapnkadar abu bumbu penyedap alami ... 37 17. Analisis LSR pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar abu bumbu

penyedap alami ... 39 18. Analisis LSR pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar protein

bumbu penyedap alami ... 41 19. Analisis LSRppengaruh perbandingannjamur tiram dan jamur merang

dengan kadar lemak bumbu penyedap alami ... 43 20. Analisis LSR pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar lemak

bumbu penyedap alami ... 44 21. Analisis LSR pengaruhhinteraksi perbandingannjamur tiram dengan

jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar lemak bumbu penyedap alami ... 46 22. Analisis LSR pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kadar serat kasar

bumbu penyedap alami ... 48 23. Analisis LSR pengaruhhinteraksi perbandingan jamur tiram dan jamur

merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 50 24. Analisis LSR pengaruh interaksipperbandingan jamur tiram dengan

jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap kadar karbohidrat bumbu penyedap alami ... 52 25. Analisis LSR pengaruh perbandingan jamur tiram dengan jamur merang

terhadap kecerahan bumbu penyedap alami ... 54 26. Analisis LSR pengaruh jenis tepung pengisi terhadap kecerahan bumbu

penyedap alami ... 56 27. Analisis LSR pengaruhninteraksi perbandinganjjamur tiram dan jamur

merang dan jenis tepung pengisi terhadap kecerahan bumbu penyedap alami ... 57 28. Hasil analisis kadar NaCl ... 61 29. Hasil analisis kadar asam glutamat ... 62 30. Perbandingan tingkat kesukaan panelis terhadap mutu organoleptik

bumbu penyedap alami dengan bumbu penyedap komersil ... 63 x

ix

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Jamur tiram ... 7

2. Jamur merang ... 9

3. Tepung cipera ... 13

4. Skema pembuatan bumbu penyedap alami jamur ... 29

5. Hubungannperbandingan jamur tiram dengan jamur merang dengan kadar air bumbu penyedap alami ... 34

6. Hubunganninteraksi perbandingannjamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi dengan kadar air bumbu penyedap alami ... 36

7. Hubungan perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dengan kadar abu bumbu penyedap alami ... 38

8. Hubungan jenis tepung pengisi dengan kadar abu bumbu penyedap alami ... 39

9. Hubungan jenis tepung pengisi dengan kadar protein bumbu penyedap alami ... 42

10. Hubungan perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dengan kadar lemak bumbu penyedap alami ... 43

11. Hubungan jenis tepung pengisi dengan kadar lemak bumbu penyedap alami ... 45

12. Hubunganninteraksi perbandinganjjamur tiram dan jamur merang dan jenis tepung pengisi dengan kadar lemak bumbu penyedap alami ... 47

13. Hubungan jenis tepung pengisi dengan kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 49

(16)

jenis tepung pengisi dengan kadar serat kasar bumbu penyedap alami ... 51 15. Hubungan perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dengan

kecerahan bumbu penyedap alami ... 53 16. Hubungan pengaruh jenis tepung pengisi dengan kecerahan bumbu

penyedap alami ... 55 17. Hubungan perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dengan

hedonik warna bumbu penyedap alami ... 56 18. Hubungan jenis tepung pengisi dengan hedonik warna bumbu penyedap

alami ... 57 xii

xi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal 1. Hasillanalisis dan daftar analisis varian kadar air bumbu penyedap

alami ... 71 2. Hasilaanalisis dan daftar analisis varian kadar abu bumbu penyedap

alami ... 72 3. Hasil analisis dan daftar analisis varian kadar protein bumbu penyedap

alami ... 73 4. Hasil analisis dan daftar analisis varian kadar lemak bumbu penyedap

alami ... 74 5. Hasil analisis dan daftar analisis varian kadar serat kasar bumbu

penyedap alami ... 75 6. Hasil analisis dan daftar analisis varian kadar karbohidrat bumbu

penyedap alami ... 76 7. Hasil analisis dan daftar analisis varian kecerahan bumbu penyedap

alami ... 77 8. Hasil analisis dan daftar analisis varian hedonik warna bumbu penyedap

alami ... 78 9. Hasil analisis dan daftar analisis varian hedonik aroma bumbu penyedap

alami ... 79 10. Hasil analisis dan daftar analisis varian hedonik rasa bumbu penyedap

alami ... 80 11. Hasil analisis hedonik penerimaan umum dan daftar analisis varian

hedonik penerimaan umum bumbu penyedap alami ... 81 12. Penentuan perlakuan terbaik bumbu penyedap alami dengan metode

deGarmo ... 82 13. Format uji organoleptik bumbu penyedap alami ... 87

(18)

14. Hasil analisis mutu tepung jagung dan tepung cipera ... 88 15. Foto bumbu penyedap alami ... 89 16. Data organoleptik bumbu penyedap alami yang dihasilkan dan bumbu

penyedap komersil ... 91 17. Analisis biaya ekonomi ... xiii 94 xiv

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehidupan masyarakat semakin berkembang seiring dengan berkembangnya gaya hidup modern, bermacam kebutuhan selalu meningkat serta semakin beragam, demikian juga kebutuhan akan pangan. Para produsen berlomba untuk menghasilkan berbagai macam produk pangan yang lezat dan menarik dalam pemenuhan keinginan konsumen. Bahan tambahan pangan dikembangkan supaya olahan berbagai bahan pangan diharapkan menjadi semakin lezat, mempertegas rasa dan aroma, dan menekan rasa yang tidak diinginkan sehingga muncul berbagai jenis bahan tambahan pangan yang diolah dari bahan-bahan sintetis hingga bahan-bahan alami.

Bahan tambahan pangan (BTP) salah satunya penyedap rasa adalah zat yang sangat dibutuhkan konsumen dengan tujuan meningkatkan nilai organoleptik makanan. Konsumen cenderung tidak puas pada saat mengonsumsi makanan yang tidak menggunakan bumbu penyedap pada saat pengolahan. Sehingga saat ini beredar dipasaran bumbu penyedap buatan yaitu monosodium glutamat (MSG) dalam jumlah banyak (Prasetyaningsih, dkk., 2018). Batas maksimum pemakaian MSG ditetapkan dalam peraturan kepala BPOM mengenai pemakaian bumbu penyedap rasa (PerKBPOM, 2013).

Konsumsi bumbu penyedap buatan dalam jumlah banyak untuk waktu yang lama akan memberikan efek buruk bagi kesehatan tubuh. Efek yang dapat terjadi antara lain kerusakan otak, kerusakan neuron, memicu kanker memperlambat perkembangan kecerdasan anak, dan tidak baik untuk kesehatan

(20)

janin (Sabri, dkk., 2016). Sehingga, perlu dikembangkan alternatif bumbu

penyedap rasa yang diperoleh dari alam demi mengurangi penggunaan MSG (Haq, 2015). Salah satu cara untuk mengganti penyedap buatan adalah dengan

cara menggunakan tumbuhan lokal sebagai bahan penyedap alami (Juita, dkk. 2015).

Bahan penyedap alami merupakan bahan tambahan pangan yang diperoleh dari hewan maupun tanaman yang dikonsumsi secara langsung maupun terlebih dahulu diolah melalui perlakuan fisik, mikrobiologi ataupun secara enzimatis (Prasetyaningsih, dkk. 2018). Jamur khususnya dari golongan Basidiomycota diantaranya jamur tiram dan jamur merang merupakan tanaman yang dapat dijadikan sebagai bumbu penyedap.

Jamur memiliki cita rasa istimewa, menghasilkan rasa enak dan gurih pada makanan sehingga sangat diminati. Jenis asam amino yaitu asam glutamat yang terdapat pada jamur adalah zat yang menyebabkan rasa yang sama seperti yang terdapat dalam daging. Asam glutamat digunakan sebagai neurotransmiter dalam otak dan neuron. Kandungan asam glutamat pada jamur akan semakin tinggi ketika jamur benar-benar dewasa dan siap untuk dipanen (Mouritsen, 2012).

Penggunaan jamur sebagai alternatif bumbu penyedap alami selain memberikan rasa gurih dan lezat pada masakan juga memberikan berbagai manfaat kesehatan sehingga jamur sering disebut sebagai makan fungsional.

Jamur mengandung rendah natrium serta tinggi potasium sehingga dapat mempertahankan tekanan darah tetap stabil. Jamur juga membantu mencegah penyakit kronis, diabetes dan mengurangi berat badan karena tidak mengandung kolesterol, rendah kalori, mengandung antioksidan, dan serat makanan seperti

(21)

kitin dan betaglukan. Jamur juga sangat berguna untuk diet vegetarian karena jamur mengandung tinggi senyawaan protein berupa asam amino esensial dimana sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Selain manfaat tersebut, jamur merupakan tumbuhan yang mengandung tinggi vitamin B kompleks dan merupakan satu-satunya bahan pangan non-animal dengan kandungan vitamin D yang dipergunakan untuk kesehatan tulang (Widyastuti, dkk. 2015).

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan Widyastuti, dkk. (2015), dihasilkan bahwa jamur merang memberikan nilai kegurihan yang lebih tinggi dan jamur tiram memberikan aroma dan warna yang lebih menarik terhadap bumbu penyedap. Pada penelitian ini, penulis menggunakan jamur tiram dan jamur merang dalam pembuatan bumbu penyedap dengan harapan bumbu penyedap alami yang diperoleh memberikan nilai warna, aroma, rasa dan kegurihan yang terbaik.

Pembuatan bumbu penyedap rasa instan (dalam bentuk bubuk) sangat dipengaruhi oleh bahan pengisi yang berfungsi untuk mengikat air dan kandungan nutrisi yang terdapat pada bumbu, serta untuk mempertahankan tekstur bumbu agar tidak menggumpal selama penyimpanan. Bahan atau tepung pengisi yang sering dipakai antara lain dekstrin, tepung, tween 80 dan pati (Swasono, 2010).

Pada penelitian ini penulis menggunakan terigu, tepung beras, tepung jagung, dan tepung cipera sebagai tepung pengisi karena bahan-bahan ini mudah didapat dengan harga terjangkau.

Berlandaskan penjelasan tersebut diatas, penulis telah melaksanakan penelitian dengan judul ―Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram dengan Jamur Merang dan Jenis Tepung Pengisi Terhadap Mutu Bumbu Penyedap Alami‖.

(22)

Perumusan Masalah

Ditinjau dari hal-hal yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian seperti yang diuraikan diatas, berikut adalah rumusan masalah yang diperoleh:

1. Bagaimana pengaruh perbandingan jamur tiram dengan jamur merang terhadap mutu bumbu penyedap alami?

2. Bagaimana pengaruh jenis tepung pengisi terhadap mutu bumbu penyedap alami?

3. Bagaimana pengaruh interaksi kedua faktor tersebut terhadap mutu bumbu penyedap alami?

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat dampak perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap mutu bumbu penyedap alami dan untuk mengangkat komoditas lokal menjadi inovasi produk pangan yang praktis untuk dikonsumsi, memberikan manfaat kesehatan dan nilai ekonomis yang tinggi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi untuk pengolahan bumbu penyedap alami, sebagai sumber informasi atau referensi di dalam pembuatan skripsi, dan merupakan syarat untuk memperoleh titel Sarjana Tekologi Pangan pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(23)

Hipotesa Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi serta interaksi perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi terhadap mutu bumbu penyedap alami.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur

Jamur dalam bahasa Indonesia dinamakan cendawan, dalam dunia botani disebut fungi, merupakan tumbuhan yang termasuk tumbuhan sederhana karena tidak mengandung klorofil. Bagian-bagian tubuh jamur berbentuk tabung yang bersekat, uniseluler maupun multiseluler, tumbuh dalam sarana tanam yang sudah

mengandung gizi yang diperlukan jamur dalam tumbuh kembangnya (Maulana, 2012). Adapun ciri-ciri umum jamur yaitu tidak memiliki klorofil,

berinti sejati, tubuh berbentuk tabung, dan bereproduksi menggunakan spora (Asegah, 2011).

Cendawan atau jamur berbeda dengan tanaman autotrof yang memperoleh bahan makanan dari dalam tanah lalu mengolahnya melalui proses fotosintesis, cendawan bertahan hidup dengan mengambil nutrisi dan bahan makanan yang dihasilkan oleh makhluk hidup lain. Sehingga media tumbuh untuk cendawan bukanlah tanah melainkan bagian-bagian tanaman yang sudah mati seperti batangan kayu yang sudah busuk dan lembab (Parjimo dan Andoko, 2008).

Sumber nutrisi utama jamur adalah unsur nitrogen, fosfor, sulfur, potassium, dan zat arang (Suriawiria, 2002).

Jamur Tiram

Jamur tiram dengan nama ilmiah Pleurotus ostreatus, adalah cendawan atau jamur konsumsi yang merupakan golongan kelas Basidiomycetes. Jamur ini adalah jamur yang tumbuh baik pada sarana tanam kayu, baik kayu yang masih keras, produk-produk olahan kayu, hingga tanaman jagung. Cahyana, dkk. (1997)

(25)

mengatakan bahwa di Indonesia jamur tiram yang biasanya berwarna putih ini adalah jenis jamur yang sangat sering dikembangkan. Jamur ini memiliki tubuh yang membulat, melonjong, dan cenderung melengkung menyerupai cakra sehingga dikenal dengan jamur tiram (Suryani, dkk., 2011). Gambar jamur tiram bisa dilihat dalam Gambar 1. Pengelompokan jamur tiram ialah seperti dibawah:

Kingdom : Mycetea

Divisio : Amastigomycota Filum : Basidiomycota Kelas : Hymenomycetes Ordo : Agaricales Family : Pleurotaceae Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

Gambar 1. Jamurttiram

(Sumber: https//seruni.id/cara-budidaya-jamur-tiram)

Jamur tiram mempunyai bagian yang terdiri dari rizoid, tangkai, serta tudung (Suriawiria, 1993). Jamur tiram mempunyai ciri umum yaitu permukaan licin yang terlihat mengandung minyak disaat lembab, bagian tepi bergelombang, letak tangkai sejajar mengarah kesamping, serta daging berwarna putih. Jamur tiram mempunyai ukuran diameter tudung sekitar 5-15 cm, bisa hidup pada

(26)

kayu-kayu yang lunak pada ketinggian 600 mdpl, tidak membutuhkan sinar cahaya yang tinggi karena bisa menyebabkan kerusakan miselia jamur, dan tumbuh pada suhu 15oC-30oC, tingkat keasaman 5,5-7 serta kelembaban antara 80-90% (Achmad, dkk., 2011).

Sebagai bahan makanan, jamur tiram memiliki tekstur serta cita rasa yang khas yang diminati oleh masyarakat. Selain itu, jamur tiram merupakan bahan makanan yang mengandung nutrisi yang sangat tinggi, yaitu berkisar 34-89%

(Achmad, dkk. 2011). Jamur tiram mempunyai kandungan sembilan asam amino yang dibutuhkan dalam pemeliharaan kesehatan serta tidak memiliki kandungan kolesterol. Jamur tiram juga dapat dimanfaatkan untuk campuran obat antitumor, menjaga sistem imun, menurunkan dan mencegah kolesterol, serta memiliki kandungan antioksidan. Jamur ini mempunyai kandungan vitamin B9 yang bermanfaat dalam pengobatan kekurangan sel darah merah serta tinggi vitamin dan mineral (Suriawiria, 2002). Kandungan nutrisi jamur tiram dan asam amino esensial pada jamur tiram bisa dilihat dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Komponen gizi jamur tiram/100 g

Komponen gizi Jumlah

Kalori (kal) 367

Protein (%) 10,5-30,4

Karbohidrat (%) 56,6

Lemak (%) 1,7-2,2

Vitamin B1 (%) 0,2

Vitamin B2 (mg) 0,7-1,9

Niasin (mg) 77,2

Asam askorbat (mg) 90-144

Zat kapur (mg) 14

Potassium (mg) 3,793

Fosfor (mg) 717

Natrium (mg) 837

Ferum (mg) 3,4-18,2

Vitamin B12 (mg) 1,4

Sumber: Suriawiria, 2002

(27)

Tabel 2. Nilai kandungan asam amino esensial pada jamur tiram/100 g protein

Asam Amino Esensial Kandugan (g)

Leusin 7,5

Isoleusin 5,2

Valin 6,9

Triptofan 1,1

Lisin 9,9

Threonin 6,1

Fenilalanin 3,5

Metionin 3,0

Histidin 2,8

Sumber: Achmad, dkk., 2011

Jamur Merang

Jamur merang dengan nama ilmiah Volvariella volvaceae L. merupakan salah satu cendawan yang sudah mulai dibudidayakan dan dikembangkan karena memiliki nilai gizi dan manfaat kesehatan yang baik bagi manusia. Parjimo dan Andoko (2008), menyatakan bahwa jamur merang dapat berfungsi untuk mencegah kanker, mencegah anemia dan tekanan darah tinggi. Di Indonesia, budidaya jamur merang termasuk relatif baru dimana mulai dibudidayakan pada tahun 1995 (Sinaga, 2007). Jamur merang banyak dimanfaatkan untuk campuran aneka bahan pangan seperti sup, pizza, dan pasta. Nilai organoleptik rasa dan aroma serta nutrisi yang lengkap menjadikan jamur merang semakin banyak dikonsumsi. Gambar jamur merang dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Jamur merang

(Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jamur_merang)

(28)

Siklus hidup jamur merang diawali dari spora, kemudian membesar membentuk kancing kecil, kancing, stadia telur, dan kemudian masuk kestadia perpanjangan hingga stadia dewasa tubuh buah (Sinaga, 2015). Berikut ini adalah pengelompokan ilmiah jamur merang.

Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Classs : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales

Famili : Plutaceae Genus : Volvariella

Spesies : Volvariella volvaceae

Jamur merang mempunyai kandungan protein 2,68%; 2,24 lemak; 2,6%

karbohidrat; 206,27 mg vitamin C; 0,75% kalsium; 36,6% fosfor, serta 44,2%

potassium (Nurman dan Kahar, 1990). Menurut Rahmawati, dkk. (2016), didalam 100 g jamur merang mengandung 1,8% protein, 0,3% lemak, 12-48% karbohidrat, 30 mg kalsium, 0,9 mg zat besi, 0,03 mg tiamin, 0,01 mg riboflavin, 1,7 mg vitamin B3, 1,7 mg vitamin C, 24 mg kalori, serta kandungan air sebesar 93,3%.

Kadar senyawaan mineral yang terdapat di dalam jamur merang jauh lebih banyak daripada kandungan mineral yang terdapat dalam daging baik sapi maupun domba. Pada umumya kadar proteinnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan protein yang terkandung pada tanaman-tanaman lain (Mayun, 2007).

Tepug Terigu

Bubuk halus atau tepung yang diperoleh dari biji gandum yang dihaluskan dinamakan tepung terigu dan biasanya digunakan dalam pembuatan kue dan roti.

(29)

Dalam terigu banyak terdapat polisakarida yang tidak larut yang sering dinamakan pati. Terigu juga memiliki senyawaan protein yang berfungsi dalam

menentukan tekstur dan pengembangan makanan yang dinamakan gluten (Swasono, 2010). Komponen gizi tepung terigu dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komponen gizi tepung terigu/100g

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 332,00

Air (%) 12,42

Karbohidrat (g) 74,48

Protein (g) 9,61

Lemak (g) 1,95

Fosfor (mg) 323,00

Ferum (mg) 3,71

Vitamin A (IU) 9,00

Sumber: USDA (2014)

Tepung Beras

Tepung beras adalah tepung yang dibuat dari biji beras dengan cara perendaman pada air yang bersih, lalu dilakukan penirisan, pengeringan, dan dilakukan penghalusan. Setelah itu dilakukan pengayakan dengan ukuran ayakan 80 mesh. Biasanya tepung ini merupakan tepung yang dipakai sebagai tepung komposit dalam pengolahan produk makanan di industri (Hasnelly dan Sumartini, 2011). Komponen nutrisi tepung beras bisa dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komponen nutrisi tepung beras/100g

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 364,00

Air (g) 12,00

Karbohidrat (g) 80,00

7,00 0,50

Fosfor (mg) 140,00

Besi (mg) 0,80

Kalsium (mg) 5,00

Thiamin (mg) 0,12

(30)

Tepung Jagung

Di Indonesia, khususnya daerah provinsi Lampung tanaman jagung adalah komoditi pertanian yang mencapai kedudukan tertinggi kedua. Produksi jagung yang sangat tinggi mendorong adanya diversifikasi produk, salah satunya produk setengah jadi yaitu tepung jagung (Singarimbun, dkk., 2008). Komponen nutrisi tepung jagung di dalam 100g dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Komponen nutrisi tepung jagung/100g

Komponen nutrisi Jumlah

Kandungan air (%) 4,30

73,70 9,20 2,37

Karotenoid (µ/g) 11,30

Serat kasar (g) 3,09

Kandungan abu (g) 1,86

Sumber: Setyani, dkk. (2013)

Tepung Cipera

Tepung cipera merupakan tepung yang terbuat dari jagung yang dihasilkan dengan cara menyangrai pipilan jagung kering kemudian dihaluskan dan diayak.

Pemanfaatan jagung menjadi berbagai olahan pangan sudah banyak dikembangkan karena jagung merupakan pangan fungsional yang memiliki kandungan serat, zat besi dan vitamin A (Suarni dan Fimansyah, 2005).

Tepung jagung sangrai (cipera) memiliki aroma dan rasa yang khas karena selama penyangraian terbentuk reaksi diantara senyawa gula pereduksi dan senyawa protein amina (reaksi mailard) sehingga cipera memiliki ciri khas tersendiri (Tobing, dkk., 2016). Selama proses penyangraian akan terjadi penguapan air, pelepasan kulit biji, pencoklatan, dan penguapan senyawa volatil (Winarno, 2002).

(31)

Tepung jagung sangrai atau cipera biasanya digunakan oleh masyarakat Batak khususnya Batak Karo menjadi olahan pangan tradisonal yang dimasak dengan ayam dan jamur. Penggunaan cipera ini dimaksudkan untuk memperoleh kuah yang kental dan aroma khas pada olahan pangan. Tepung cipera dapat dilihat dalam Gambar 3.

Gambar 3. Tepung cipera (Sumber : Dokumen pribadi)

Bumbu Penyedap

Bumbu penyedap merupakan zat yang secara sengaja dimasukkan ke dalam bahan pangan dengan fungsi memberikan rasa dan aroma yang lezat pada makanan, biasanya disebut dengan monosodium glutamat (MSG). Bumbu ini merupakan sodium atau garam dari asam amino glutamat yang memberikan cita rasa enak serta sudah banyak digunakan sebagai penyedap rasa karena dengan menambahkan MSG menjadikan makanan semakin lezat dan diminati masyarakat (Rangkuti, dkk., 2012). MSG memiliki 78,2% glutamat, sodium 12,2%, dan air 9,6%. Pemakaian penyedap MSG yang berlebihan dapat bersifat karsinogenik dan menimbulkan gejala seperti pusing, mual hingga muntah. Gejala-gejala ini pernah terjadi di salah satu restoran makanan di Cina yang menambahkan MSG pada menu makanannya sehingga sering dinamakan Chinese Restaurant Syndrom.

MSG memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan garam berkisar 20-30%,

(32)

sehingga dengan jumlah pemakaian yang tinggi dapat menaikkan kadar garam dalam darah (Sand, 2005).

SNI 01-35561-1999 menetapkan penggunaan MSG diatur dengan ukuran batas penggunaan berkisar 9%-12% dalam satuan per berat. Pemakaian MSG pada bahan pangan memberikan rasa umami yang khas yang dapat meningkatkan nilai organoleptik bahan pangan. Edisi ke-1 volume ke-1 majalah UMAMI Indonesia (2012) menyatakan bahwa umami merupakan rasa dasar kelima selain rasa asin, asam, manis dan pahit serta rasa umami menjelaskan bahwa bahan tersebut mengandung kadar protein yang tinggi.

Berbagai bahan makanan yang bisa dimakan setiap harinya memiliki kandungan asam glutamat yang dapat memberikan rasa menjadi gurih dan lezat.

Asam glutamat secara alami bisa ditemukan pada daging dan sayur-sayuran seperti ikan, kerang, daging, tomat, bayam, seledri, dan jamur (Ninomiya, 1998).

Dengan mengonsumsi dan mengolah bahan-bahan alami tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan MSG yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Menurut SNI 01-4273-1996, syarat mutu bumbu penyedap rasa bisa dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persyaratan kualitas bumbu penyedap rasa ayam

Parameter Satuan Jumlah

Kadar air % maks 4

Kadar protein % min 7

Kadar garam % maks 65

Angka lempeng total kol/g maks 104

Coliform APM/g maks 3

Kapang dan kamir Kol/g maks 103

Sumber: SNI 01-4273 (1996)

Bahan bumbu penyedap alami jamur dibuat berdasarkan penelitian Widyastuti, dkk. (2015) dengan modifikasi yaitu jamur tiram dan jamur merang

(33)

disortasi kemudian dicuci dan ditiriskan. Selanjutnya ditimbang masing-masing

jamur sesuai perlakuan yaitu J1 (20% : 80%), J2 (40% : 80%), J3 (60% : 40%), dan J4 (80% : 20%) lalu dilakukan penghalusan dan ditambahkan

air 1:1. Bubur jamur kemudian dimasak dalam panci perebusan selama 20 menit dan ditambahkan bumbu-bumbu yang sudah dipersiapkan yaitu bawang merah dan bawang putih halus, lada bubuk, garam dan gula.

Setelah 20 menit, ditambahkan 25 g tepung pengisi sesuai perlakuan yang telah ditetapkan yaitu P1 = tepung terigu, P2 = tepung beras, P3 = tepung jagung, dan P4 = tepung cipera, lalu dimasak sambil diaduk hingga mengental. Kemudian adonan dituang ke atas alas atau loyang, dilakukan pengeringan dalam oven pada temperatur 60oC dalam waktu 8 jam hingga adonan kering. Kemudian untuk mendapatkan bumbu penyedap, adonan kering selanjutnya dihaluskan dengan memakai blender lalu dilakukan penyaringan dengan ayakan berukuran 60 mesh guna memperoleh ukuran seragam. Bubuk bumbu penyedap jamur kemudian dikemas dalam kemasan plastik polietilen.

Penelitian Sebelumnya

Widyastuti, dkk. (2015) telah melakukan penelitian dengan mengolah bumbu penyedap rasa dari berbagai jenis jamur dari golongan Basidiomycota diantaranya jamur merang, jamur tiram, jamur kuping, dan jamur shitake. Dari hasil penelitian dihasilkan bahwa jamur merang memberikan nilai kegurihan yang lebih tinggi dan jamur tiram memberikan aroma dan warna yang lebih menarik.

Penelitian Prasetyaningsih, dkk. (2018) menghasilkan bahwa pemakaian bubuk jamur yaitu jamur merang menjadi salah satu cara efektif sebagai pengganti bumbu penyedap rasa MSG dan sangat baik untuk dikembangkan dikarenakan

(34)

memberikan rasa gurih tertinggi pada makanan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menggunakan jamur tiram dan jamur merang sebagai bahan utama dengan tujuan untuk mendapatkan bumbu penyedap dengan nilai kegurihan, aroma, rasa, dan warna yang terbaik.

Tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, dan tepung cipera merupakan tepung yang banyak dijumpai dengan harga terjangkau. Karbohidrat yang terdapat pada tepung akan memerangkap flavor dan nutrisi bumbu penyedap sehingga tidak rusak selama pengeringan. Karakteristik dan komposisi kimia yang berbeda pada setiap tepung juga akan mempengaruhi mutu bumbu penyedap yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan empat jenis tepung pengisi dimaksudkan untuk mengetahui tepung pengisi terbaik untuk bumbu penyedap alami jamur.

(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di dalam Laboratorium Teknologi Pangan, Laboratorium Mikrobiologi serta Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan dari Juli 2019 sampai Januari 2020.

Bahan Penelitian

Bahan baku yang dipakai didalam penelitian yaitu jamur tiram Mario Boss dan jamur merang. Bahan-bahan tambahan yang dipakai pada penelitian ini adalah tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung cipera, gula, garam, lada bubuk, bawang merah dan bawang putih yang didapatkan dari pasar tradisional Jl.

Djamin Ginting, Medan.

Reagensia.Penelitian

Reagensia yang dipergunakan untuk analisis kimia tepung dan analisis produk adalah aquadest, asam sulfat, kalium sulfat, natrium hidroksida, tembaga sulfat, heksan, etanol, perak nitrat, kalium kromat, metil merah, dan metil biru.

Alat Penelitian

Peralatan yang dipergunakan dalam pengolahan bumbu penyedap yaitu pisau, baskom, oven pengering, timbangan, saringan, ayakan 60 mesh, loyang, blender, kompor, dan panci perebusan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik fisik kimiawi serta sensori bumbu penyedap ialah timbangan analitik,

(36)

cawan porselin, soxlet, hot plate, tanur, labu tera, cawan aluminum, erlenmeyer, oven, chromameter, labu kjeldahl, desikator serta alat-alat gelas lain.

Metode Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan memakai metode rancangan acak lengkap faktorial (RAL), terdiri dari dua faktor sebagai berikut:

1. Perbandingan jamur tiram dengan jamur merang (J) J1= 20% : 80%

J2 = 40% : 60%

J3 = 60% : 40%

J4= 80% : 20%

2. Jenis tepung pengisi (P) P1 = Tepun terigu P2 = Tepung beras P3 = Tepung jagung P4 = Tepung cipera

Treatment Combination (Tc) atau sering disebut kombinasi perlakuan yaitu

4x4 = 16, sehingga banyaknya ulangan (n) yang paling sedikit adalah Tc (n-1) ≥ 15

16 (n-1) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15 n ≥ 1,9375

Demi keakuratan data pada penelitian ini, maka dibuat ulangan dengan jumlah 2 kali ulangan.

(37)

Model Rancangan

Penelitian telah dilaksanakan menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor menggunakan model seperti dibawah (Bangun, 1991):

Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor J pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor J pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(αβ) ij : Efek interaksi faktor J pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor J pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Jika dihasilkan data penelitian yang beda nyata atau sangat nyata, maka analisis akan dilanjutkan menggunakan analisis Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan.Penelitian

Penelitian dilaksanakan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Jamur tiram dan jamur merang disortasi dan dicuci bersih, lalu ditiriskan.

Selanjutnya ditimbang 500 g jamur pada setiap perlakuan dengan perbandingan J1 (20% : 80%), J2 (40% : 80%), J3 (60% : 40%), dan J4 (80% : 20%) lalu dilakukan penghalusan dan ditambahkan air 1:1. Bubur jamur kemudian dimasak dalam panci perebusan selama 20 menit dan ditambahkan bumbu-bumbu yang sudah dipersiapkan yaitu bawang merah yang sudah halus 30 g, bawang putih yang sudah halus 40 g, lada bubuk 1 g, garam 15 g, dan gula 8 g.

(38)

Setelah 20 menit pemasakan, ditambahkan tepung pengisi 25 g sesuai

perlakuan yang telah ditetapkan yaitu P1 = tepung terigu, P2 = tepung beras, P3 = tepung jagung, dan P4 = tepung cipera. Lalu dimasak dan diaduk sampai

mengental. Kemudian adonan dituangkan kedalam loyang lalu dikeringkan pada temperatur 60oC dalam waktu 8 jam hingga adonan benar kering. Setelah itu untuk mendapatkan bumbu penyedap, setelah kering adonan dihaluskan dengan memakai blender lalu dilakukan penyaringan dengan alat saring ukuran 60 mesh guna mendapatkan ukuran yang sama hingga adonan habis. Bubuk bumbu penyedap alami kemudian dikemas dalam kemasan plastik polietilen (zipperlock).

Pengamatan dan Pengukuran Data

Bumbu penyedap alami yang telah dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis terhadap mutu proksimat, mutu fisik dan organoleptik. Analisis proksimat dilakukan dengan menggunakan gravimetrik (dalam menentukan kandungan air, abu, dan serat kasar), metode kjeldahl (dalam menentukan kandungan protein), metode sohxlet (dalam menentukan kandungan lemak) dan menggunakan cara by difference untuk menentukan kandungan karbohidrat yaitu sebagai sisa dari

kandungan air, lemak, abu, dan protein. Perlakuan terbaik selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kadar garam dengan metode argentometri dan asam glutamat dengan menggunakan spektrofotometer. Mutu fisik dianalisis dengan menentukan nilai kecerahan (menggunakan chromameter). Pengujian sensori dilakukan pada parameter organoleptik warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum.

Kadarrair

Kandungan air ditetapkan dengan memanfaatkan metode AOAC (1995).

Bahan ditimbang 5 g lalu diletakkan kedalam cawan aluminium yang sudah

(39)

dilakukan pengeringan sebelumnya serta beratnya sudah diketahui. Bahan kemudian dikeringkan dengan temperatur 105oC untuk waktu 3 jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu dingin lalu dilakukan penimbangan.

Langkah ini dilakukan secara berulang hingga berat bahan menjadi konstan.

adar air ( ) berat a al berat akhir

berat a al 1 Kadar.abu

Kandungan abu ditetapkan memakai analisis Sudarmadji, dkk. (1997) dengan sedikit modifikasi. Pertama-tama ditimbang 5 g sampel didalam cawan porselin yang beratnya sudah diketahui. Lalu dipanaskan diatas hot plate sampai asap hilang. Setelah itu ditanurkan pada temperatur 500oC untuk waktu 5 jam.

Abu yang dihasilkan selanjutnya didiamkan dan dibiarkan dalam waktu 15 menit di dalam desikator untuk selanjutnya dilakukan penimbangan. Kandungan abu didapatkan menggunakan perhitungan seperti berikut:

adar abu ( ) Berat akhir berat ca an

Berat ampel 1 Kadar protein

Penentuan kandungan protein dilakukan dengan analisis kjeldahll(AOAC, 1995). Bahan sejumlah 0,2 g yang sudah dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang, lalu dibuat didalam tabung kjeldahl, larutan H2SO4 ditambahkan sebanyak 3 mL, serta 2 g katalis (kombinasi antara K2SO4 dengan CuSO4 sebanyak 1:1).

Dipanaskan tabung berisi bahan dalam waktu 4 jam hingga warna hijau bening.

Kemudian setelah dingin dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu dibilas dengan 10 mL akuades lalu ditambahkan NaOH 40% sebanyak 15 mL.

Labu erlenmeyer yang didalamnya terdapat H2SO4 0,02 N 25 mL

(40)

diposisikan dibawah pendingin dimana sudah ditambahkan indikator mengsel 3 tetes (kombinasi 0,02% metil merah di dalam alkohol dan 0,02% metil biru di dalam alkohol sebanyak 2:1). Kemudian dilakukan destilasi hingga volume 125 mL. Selanjutnya, ditritrasi sampel menggunakan NaOH 0,02 N hingga terlihat warna hijau dari yang sebelumya berwarna ungu. Blanko ditentukan juga menggunakan langkah yang serupa tetapi tidak menggunakan bahan contoh.

Kandungan protein diperoleh dengan rumus:

adar protein( ) (A B) , 14

Berat sampel 1 Dimana:

A = Volume NaOH dalam blanko (mL) B = Volume NaOH dalam contoh (mL) N = Konsentrasi NaOH

FK = Faktorrkonversi (6,25)

Kadar Lemak

Pengujian kandungan lemak dilakukan dengan memanfaatkan metode soxhlet (AOAC, 1995). Bahan sejumlah 5 g yang sudah kering, ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam peralatan esktraksi soxhlet. Peralatan pendingin lalu diletakkan diatas dan labu lemak dibawah.

Pelarut yaitu hexan ditambahkan kedalam labu lemak, lalu direfluks dalam waktu 6 jam hingga hexan kembali refluks kedalam labu lemak dengan warna bening.

Labu lemak setelah refluks selanjutnya dikeringkan pada oven dengan temperatur 105oC sampai didapatkan berat yang tetap, lalu didiamkan didalam desikator lalu dilakukan penimbangan. Kandungan lemak dihitung menggunakan:

(41)

adar lemak ( ) Berat lemak

Berat sampel 1 Kadar serattkasar

Penentuan kandungan serat kasar dilakukan dengan metode Apriyantono, dkk. (1989). Sejumlah 2 g bahan tanpa lemak dimasukkan kedalam erlenmeyer, lalu ditambahkan H2SO4 0,325 N sejumlah 100 mL. Dilakukan hidrolisis di dalam autoclave untuk waktu 15 menit dengan temperatur 121oC. Ditambahkan 50 mL NaOH 1,25 N setelah bahan dingin untuk selanjutnya dilakukan hidrolisis lagi untuk waktu 15 menit. Kemudian bahan disaring memakai kertas whatmann no.

41 yang sudah kering dan dicatat beratnya. Kertas saring selanjutnya dibersihkan secara berurut dengan memakai 10 mL akuades, 20 mL H2SO4 0,325 N, akuades 10 mL, lalu paling akhir 20 mL etanol 95%. Selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven dengan temperatur 105oC dalam waktu 1 jam. Pengeringan dilanjutkan hingga didapatkan berat yang tetap. Kadar serat kasar diperoleh menggunakan rumus:

Berat kertas saring + serat (g) – Berat kertas saring (g) Berat Sampel Awal (g)

Kadar Karbohidrat

Pengujian kandungan karbohidrat ditetapkan memanfaatkan analisis by difference yaitu dengan menghitung sisa kandungan air, lemak, abu, dan protein

(Winarno, 2007). Kandungan karbohidrat diperoleh menggunakan cara:

Kadar karbohidrat (%) = 100 – (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

Kecerahan

Penentuan nilai kecerahan ditetapkan dengan memakai prosedur hunter yaitu metode Hutching (1999) dengan alat yang dinamakan chromameter jenis

Serat kasar (%) =

(42)

Minolta dengan tipe CR 2000. Pertama-tama sampel diletakkan di atas media yang disediakan, lalu alat dihidupkan dan diarahkan ke atas sampel. Kemudian monitor alat akan menunjukkan nilai L*, a* dan b* dengan nilai yang mengarah ke-0 menunjukkan hitam dan nilai yang mengarah ke-100 menunjukkan putih.

Tanda a* menyatakan kromatik warna dari merah hingga hijau dimana angka a*

positif dimulai dari 0 hingga 100. Untuk angka a* negatif dimulai dari 0 hingga -80. Tanda b* menunjukkan kromatik warna biru hingga kuning dimana angka b*

bernilai positif dimulai angka 0 hingga 70 yang menunjukkan warna kuning dan angka b* bernilai negatif dimulai angka 0 hingga -80 menunjukkan warna biru.

Tanda L* menunjukkan nilai kecerahan. Kecerahan warna yang makin tingi menunjukkan nilai L* yang semakin tinggi. Nilai oHue dihitung dengan rumus:

oHue = tan Uji organoleptik warna

Pengujian organoleptik warna dilaksanakan untuk masing-masing perlakuan dimana hasil penilaian berupa tingkat kesukaan atau uji hedonik skala 1-5 (Soekarto, 1985). Sebanyak 150 mg bumbu penyedap alami ditambahkan ke dalam 50 mL sup sayur lalu diaduk. Kemudian setiap perlakuan diberikan kepada 30 orang panelis dan dilakukan penilaian terhadap organoleptik warna bumbu penyedap alami. Skala pengujian organoleptik warna bumbu penyedap bisa dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Skala pengujian organoleptik warna

Skala numerik Skala hedonik

5 Sangat suka

4 Agak suka

3 Suka

2 Agak tidak suka

1 Tidak suka

a b

(43)

Uji organoleptik aroma

Pengujian organoleptik aroma dilaksanakan untuk masing-masing perlakuan dengan hasil penilaian berupa tingkat kesukaan atau uji hedonik skala 1-5 (Soekarto, 1985). Sebanyak 150 mg bumbu penyedap alami ditambahkan ke dalam 50 mL sup sayur lalu diaduk. Kemudian setiap perlakuan diberikan kepada 30 orang panelis dan dilakukan penilaian terhadap organoleptik aroma bumbu penyedap alami. Skala pengujian organoleptik aroma bumbu penyedap bisa dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Skala pengujian organoleptik aroma

Skala numerik Skala hedonik

5 Sangat suka

4 Agak suka

3 Suka

2 Agak tidak suka

1 Tidak suka

Uji organoleptik rasa

Uji organoleptik rasa dilakukan untuk masing-masing perlakuan dengan hasil penilaian berupa tingkat kesukaan atau uji hedonik skala 1-5 (Soekarto, 1985). Sebanyak 150 mg bumbu penyedap alami ditambahkan ke dalam 50 mL sup sayur lalu diaduk. Kemudian setiap perlakuan diberikan kepada 30 orang panelis dan dilakukan penilaian terhadap organoleptik rasa bumbu penyedap alami. Skala pengujian organoleptik rasa bisa dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Skala pengujian organoleptik rasa

Skala numerik Skala hedonik

5 Sangat suka

4 Agak suka

3 Suka

2 Agak tidak suka

1 Tidak suka

(44)

Uji organoleptik penerimaan umum

Uji organoleptik penerimaan umum dilakukan terhadap masing-masing perlakuan dengan hasil penilaian berupa tingkat kesukaan atau uji hedonik skala 1-5 (Soekarto, 1985). Sebanyak 150 mg bumbu penyedap alami ditambahkan ke dalam 50 mL sup sayur lalu diaduk. Kemudian setiap perlakuan diberikan kepada 30 orang panelis dan dilakukan penilaian terhadap organoleptik penerimaan umum bumbu penyedap alami. Skala pengujian organoleptik penerimaan umum bumbu penyedap dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Skala pengujian organoleptik penerimaan umum

Skala numerik Skala hedonik

5 Sangat suka

4 Agak suka

3 Suka

2 Agak tidak suka

1 Tidak suka

Pengujian Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik dianalisis dengan memanfaatkan uji atau

metode deGarmo yaitu indeks efektivitas (De Garmo, dkk., 1994).

Parameter-parameter yang diuji dipilih berdasarkan tingkatan prioritas yang ditentukan berdasarkan penilaian panelis. Tingkat prioritas ini selanjutnya dihitung menurut jumlah nilai yang diberikan. Nilai efektivitas deGarmo kemudian didapatkan dengan memakai rumus seperti dibawah ini:

Nilai efektivitas =

Nilai efektivitas yang dihasilkan kemudian dilakukan pengalian dengan nilai normalisasi dari nilai yang diberikan untuk setiap parameter. Kemudian, hasil kali dari nilai efektivitas dengan nilai normalisasi dilakukan penjumlahan

Nilai hasil pengukuran – Nilai terburuk Nilai terbaik – Nilai terburuk

(45)

untuk setiap parameter. Nilai jumlah yang terbesar menyatakan perlakuan terbaik pada penelitian.

Kadar NaCl

Pengujian kadar NaCl atau kadar garam mengacu pada titrasi argentometri atau metode Mohr (Apriyantono, dkk. 1989). Sampel yang sudah halus ditimbang sejumlah 5 g lalu diletakkan ke dalam cawan porselin lalu dipijarkan diatas hot plate sampai bahan tidak menghasilkan asap. Setelah itu, dilakukan pemanasan

dalam tanur sampai terbentuk abu dengan temperatur 500 0C dalam waktu 5 jam.

Abu selanjutnya dilarutkan dengan akuades dan dipindahkan kedalam erlenmeyer berukuran 250 mL lalu larutan potassium kromat 5% sebanyak 1 mL ditambahkan dan dilakukan proses titrasi menggunakan larutan perak nitrat 0,1M. Titik akhir dari proses titrasi diperoleh setelah muncul warna oranye atau jingga saat pertama kali. Kadar garam didapatkan dengan menggunakan rumus seperti dibawah:

Dimana:

T = Volume titrasi (mL) M = Molaritas perak nitrat (M)

Kadar asam glutamat

Kadar asam glutamat diperoleh dengan menggunakan alat spektrofotometri yaitu UV-Vis. 1 gr sampel dilarutkan dengan 100 mL akuades, dipipet 2 mL larutan dan dituangkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan buffer pH 8,6 0,5 mL; 0,2 mL NAD+ dan INT; diaphorase suspension 0,05 mL;

(46)

0,05 mL larutan glutamat. Diukur absorbansi menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada saat 0 menit dan 2 menit.

(47)

Jamur Tiram dan Jamur

Merang Perbandingan jamur

tiram dengan jamur merang (500 g) J1 = 20% : 80%

J2 = 40% : 60%

J3 = 60% : 40%

J4 = 80% : 20%

Sortasi dan Pencucian

Gambar 4. Skema pembuatan bumbu penyedap alami Diblender hingga halus dengan penambahan air 1:1

Ditambahkan 25 g tepung pengisi, dimasak, dan diaduk hingga mengental

Dikeringkan dalam oven dengan temperatur 60oC selama 8 jam

Bumbu penyedap alami

Ditiriskan dengan saringan

Direbus selama 20 menit

P1 = tepung terigu P2 = tepung beras P3 = tepung jagung P4 = tepung cipera Bawang merah 30 g

Bawang putih 40 g Lada 1 g

Garam 15 g Gula 8 g

Dihaluskan dan dilakukan pengayakan dengan ukuran mesh 60 hingga habis

Dikemas dalam plastik zipperlock dan dibiarkan selama satu hari pada suhu ruang

Analisa

Analisa:

1. Kadar air (%) 2. Kadar abu (%) 3. Kadar protein (%) 4. Kadar lemak (%) 5. Kadar serat kasar (%) 6. Kadar karbohidrat (%) 7. Kecerahan

8. Hedonik warna 9. Hedonik aroma 10. Hedonik rasa 11. Hedonik

penerimaan umum Perlakuan terbaik : 1. Kadar NaCl (%) 2. Kadar asam glutamat

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Data hasil penelitianndengan judul ―Pengaruh Perbandingan JamurrTiram dengan Jamur Merang dan Jenis Tepung Pengisi terhadap Mutu Bumbu Penyedap Alami‖ diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:

1. Perbandingan jamur tiram dengan jamur merang menghasilkan pengaruh beda sangat nyata terhadap kandungan air, lemak, dan kecerahan, menghasilkan pengaruh berbeda nyata terhadap kandungan abu, dan sensori warna, serta menghasilkan dampak berbeda tidak nyata pada kandungan protein, karbohidrat, serat kasar, sensori aroma, rasa, dan penerimaan umum bumbu penyedap alami.

2. Jenis tepung pengisi menghasilkan pengaruh beda sangat nyata terhadap kandungan protein, lemak, serattkasar dan kecerahan, menghasilkan pengaruh beda nyata terhadap kandungan abu, dan organoleptik warna, menghasilkan pengaruh berbeda nyata terhadap kandungan air, organoleptik aroma, rasa, dan penerimaan umum bumbu penyedap alami.

3. Interaksi perbandingan jamur tiram dengan jamur merang dan jenis tepung pengisi menghasilkan pengaruh beda sangat nyata terhadap kandungan lemak, air, serta serat kasar, menghasilkan pengaruh beda tidak nyata terhadap kandungan abu, protein, karbohidrat, kecerahan, sensori warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum bumbu penyedap alami.

(49)

4. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh perlakuan terbaik berdasarkan metode deGarmo yaitu perlakuan J3P4 dengan perbandingan 60% jamur tiram : 40%

jamur merang dan tepung cipera sebagai jenis tepung pengisi.

Saran

1. Disarankan penelitian selanjutnya meneliti lama penyimpanan bumbu penyedap alami sehingga diketahui umur simpan optimum untuk bumbu penyedap alami.

2. Disarankan penelitian selanjutnya meneliti kandungan MSG (monosodium glutamat) pada bumbu penyedap alami yang dihasilkan.

3. Disarankan untuk penelitian selanjutnya mencari metode pengeringan terbaik supaya kadar air bumbu yang nantinya diperoleh masuk dalam angka yang telah ditetapkan SNI.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mugiono, T. Arlianti, dan A. Chotimatul. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Penebar Swadaya, Depok.

Agustini, N. W. S. 2017. Kemampuan pigmen karoten dan xantofil mikroalga porphyridium crunetum sebagai antioksidan pada domba. Informatika Pertanian. 26(1): 1-12.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Assosiation of Analytical Chemist Publisher, Washington DC.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto.

1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB-Press, Bogor.

Asegah, M. 2011. Bisnis Pembibitan Jamur Tiram, Jamur Merang, Dan Jamur Kuping. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Asrawaty. 2011. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung pandan. Jurnal Kiat. Edisi Juni. Universitas Alkhairaat, Palu.

Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian USU, Medan.

BKPPIJ. 2013. Badan Ketahanan Pangan Dan Pusat Informasi Jagung. Provinsi Gorontalo, Gorontalo.

Cahyana, Y. A., M. Mucrodji, dan Bakrun. 1997. Pembibitan, Pembudidayaan, Dan Analisis Usaha Jamur Tiram. Penebar Swadaya, Jakarta.

DeGarmo, E. P., W. G. Sullivian dan J. R. Ganada. 1994. Engineering Economy The 7th Edition. Mac Millian Publishing Co, Inc, New York.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2004. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Haq, N. D. 2015. Sepuluh Efek Bahaya MSG Bagi Kesehatan Jangka Panjang.

Makalah. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Semarang.

Hasnelly dan Sumartini. 2011. Kajian sifat fisiko kimia formulasi tepung komposit produk organik. Seminar Nasional PATPI. 275–379.

Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance. Aspen Publisher Inc, America.

(51)

Juita, N., I. Lovadi, dan R. Linda. 2015. Pemanfaatan tumbuhan sebagai penyedap rasa alami pada masyarakat suku Dayak Jangjang Tanjung dan Melayu di Kabupaten Sanggau. Seminar Nasional PATPI. 4 (3): 74-80.

Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi Dan Metabolisme. Jakarta: UI-Press.

Maulana, E. 2012. Panen Jamur Tiap Musim. Panduan Lengkap Bisnis Dan Budidaya Jamur Tiram. Andi Offset, Yogyakarta.

Mayun, I. A. 2007. Pertumbuhan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pada Berbagai Media Tumbuh. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali.

Mien, K. M. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Kompas Gramedia, Jakarta.

Mouritsen, O. G. 2012. Umami flavors as means of regulating food intake and improving nutrition and heath. Nutrition and Health. 21(1): 56-75.

Muchtadi, T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta, Bandung.

Ninomiya, K. 1998. Natural Occurrence. Nutrition and Health. 14(1): 177-211.

Nurman dan A. Kahar. 1990. Bertanam Jamur Merang Dan Seni Memasaknya.

Angkasa, Bandung.

Parjimo dan A. Andoko. 2 8. Budidaya Jamur : Jamur uping, Jamur Tiram, Dan Jamur Merang. Agromedia Pustaka, Jakarta.

PerKBPOM. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penguat Rasa. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.

Pranata, L. D., U. Pato, dan Rahmayuni. 2016. Kajian penilaian sensori sosis berbasis jamur merang (Volvariella volvaceae) dan Tempeh. Jom Paperta UR. 3(2): 1-12.

Praptiningsih, Y., N. W. Palupi, T. Lindriati, dan I. M. Wahyudi. 2017. Sifat-sifat seasoning alami jamur merang (Volvariella volvaceae) Terfementasi Menggunakan Tapioka Teroksidasi Sebagai Bahan Pengisi. Jurnal Agroteknologi. 11(1): 1-9.

Radley, J. A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science, London.

Rahmawati, Nini, Hasanuddin, dan Rosmayati. 2016. Budidaya pengolahan jamur merang (Volvariella volvaceae) dengan media limbah jerami. Jurnal Abdimas Talenta. 1(1): 1-12.

Gambar

Gambar 1. Jamurttiram
Tabel 2. Nilai kandungan asam amino esensial pada jamur tiram/100 g protein
Gambar 3. Tepung cipera   (Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 4. Skema pembuatan bumbu penyedap alami Diblender hingga halus dengan penambahan air 1:1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bidang pekerjaan akuntan yang bisa digeluti oleh lulusan akuntansi yaitu akuntan publik dan akuntan non publik oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

Post Hoc Scheffe dan ujian korelasi.. Namun begitu, tahap kepuasan pula berada pada tahap sederhana tinggi mengikut kesemua responden. Terdapat perbezaan min yang signifikan

Laju populasi ini bertambah karena adanya laju transisi dari populasi node laten menjadi populasi node yang terinfeksi worm , sedangkan berkurang karena adanya kerusakan alami pada

Pengalaman pengasuhan yang dialami oleh subjek KB sedikit berbeda, karena subjek KB yang menjalani remarriage family menjadikannya mengalami penyesuaian diri secara

Hasil penelitian ini dapat disimpulakan bahwa Hampir seluruh ibu nifas melakukan inisiasi menyusui dini pada waktu kurang dari satu jam yaitu responden (80,6%) dan hampir seluruh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan perlakuan (KB,KBC,KBE) tidak berpengaruh pada konsumsi pakan, konversi pakan, bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot potong,

Bandura (dalam Ghufron, 2011:75) mengatakan bahwa efikasi diri pada umumnya merupakan hasil proses kognitif mengenai keputusan, keyakinan, atau pengharapan terkait sejauh

menggunakan alat bantu dari mesin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola motif ragam hias yang digunakan dalam ukiran Rono serta mengetahui proses pembuatannya.