• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakso

Bakso merupakan suatu produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan, udang maupun tahu. Bakso dibuat dari daging yang telah digiling dengan penambahan garam, tapioka, dan bumbu-bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat sekitar 25-30 g per butir dan diameter 2-7 cm atau sesuai dengan selera dan kebutuhan. Kualitas bakso sangat bervariasi tergantung dari bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung, serta proses pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006 dan Suprapti, 2003). Standar mutu bakso daging menurut Badan Standarisasi Nasional (SNI) dapat dilihat pada Tabel 1.

Kualitas bakso dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bahan pengisi, kadar air, lemak, dan protein bakso. Penurunan kadar air terjadi akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein (Manullang, dkk., 1995).

Penurunan kadar protein dapat disebabkan banyaknya jumlah protein berbentuk globular di dalam bakso. Protein berbentuk globular lebih mudah untuk terdenaturasi saat proses pemanasan dibandingkan protein berbentuk fibriler (Pandisurya, 1983 dan Winarno, 1992). Farahita, dkk., (2012) menyatakan bahwa perusakan protein menjadi ikatan peptida yang pendek dan asam amino yang selanjutnya menjadi senyawa amin dan amonia yang memberikan bau tajam dan cita rasa yang khas.

Tabel 1. Standar mutu bakso daging menurut Badan Standarisasi Nasional (SNI)

No. Kriteria Satuan Persyaratan

1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9. 10. 10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 10.6 10.7 Keadaan Bau Rasa Warna Tekstur Air Abu Protein Lemak Boraks

Bahan tambahan makanan Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)

Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba : Angka lempeng total Bakteri bentuk koli

Escherichia coli Enterococci Clostridium perfringens Salmonella Staphylococcus aureus - - - - % b/b % b/b % b/b % b/b -

Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g APM/g koloni/g koloni/g - koloni/g

Normal, khas daging Gurih Normal Kenyal Maksimal 70,0 Maksimal 3,0 Minimal 9,0 Maksimal 2,0 Tidak boleh ada

Maksimal 2,0 Maksimal 20,0 Maksimal 40,0 Maksimal 40,0 Maksimal 0,03 Maksimal 1,0 Maksimal 1x105 Maksimal 10 < 3 Maksimal 1x103 Maksimal 1x102 Negatif Maksimal 1x102 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Hal-hal yang mempengaruhi kualitas rasa adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Air juga dapat melarutkan berbagai macam bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam air, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa (Winarno, 1992). Goldshall dan Solms (1992) juga menyatakan bahwa penggunaan tapioka sebagai bahan pengisi juga dapat mempengaruhi rasa, sebab amilosa dalam tepung dapat membentuk inklusi dengan senyawa cita rasa seperti garam dan bumbu-bumbu.

Winarno (1992) menyatakan bahwa aroma dari suatu bahan pangan baru dapat dikenali bila terbentuk uap yang bersifat volatil dan molekul-molekul komponen tersebut harus sempat menyentuh silia sel olfaktori yang kemudian diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori. Sedangkan menurut Purnomo (1990), pengggunaan tepung yang terlalu banyak akan mempengaruhi aroma bakso yang dihasilkan, dimana tepung akan menutupi aroma dari daging.

Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Warna yang kompak dan seragam

merupakan tanda bahwa bahan pangan tersebut segar dan matang (Fellows, 1992 dan Winarno, 1992).

Jamur Tiram

Menurut Gunawan (2005), jamur merupakan organisme eukariota (sel-selnya mempunyai inti sel sejati). Dinding sel jamur terdiri dari zat kitin. Sel

jamur tidak mengandung klorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis. Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan-bahan organik yang ada di sekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh hifa. Selanjutnya molekul-molekul sederhana tersebut dapat diserap langsung oleh hifa.

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes. Ciri-ciri jamur tiram adalah memiliki tubuh buah yang berwarna putih hingga krem dan tudungnya

berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung (Wikipediac

Bagian tudung dari jamur tersebut berwarna hitam, abu-abu, cokelat, hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Jamur tiram juga memiliki spora berbentuk batang yang berukuran 8-11 x 3-4 µ m dan miselia berwarna putih yang bisa tumbuh dengan cepat (Wikipedia

, 2013). Jamur tiram merupakan jamur yang hidup pada serbuk gergaji, kayu-kayu lapuk, limbah jerami, ataupun limbah kapas. Jamur tiram memiliki tudung tubuh yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram) atau bentuknya menyerupai telinga. Hal ini sesuai dengan nama latinnya yaitu Pleurotus yang berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu pleuoron yang berarti menyamping dan ous yang berarti telinga (Widodo, 2007 dan Winarti, 2010).

Ditinjau dari segi morfologisnya, tubuh jamur tiram terdiri dari tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram atau telinga dengan ukuran diameter 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang (lamella), berwarna putih, dan lunak. Sedangkan tangkainya dapat pendek atau panjang (2-6 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya. Tangkai ini yang menyangga tudung agak lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah). Jamur tiram termasuk golongan jamur yang memiliki spora yang berwarna yaitu dengan warna putih sampai kuning tiram (Widodo, 2007).

c

, 2013). Dinamakan jamur tiram karena memiliki flavor dan tekstur yang mirip tiram yang berwarna putih. Jamur tiram sangat populer saat ini. Teksturnya lembut, penampilannya menarik, dan memiliki cita rasa yang

relatif netral sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan (Winarti, 2010).

Menurut Winarti (2010) dan Agus, dkk., (2001), jamur tiram mempunyai nama lain, seperti shimeji (Jepang), abalone mushroom atau oyster mushroom

(Eropa atau Amerika), dan supa liat (Jawa Barat). Jamur tiram yang sudah terlalu tua, apalagi kalau sudah kering, akan liat walaupun terus-menerus direbus. Jamur tiram yang banyak dijual di pasar dan dibudidayakan di Indonesia adalah jenis

Pleurotus ostreatus yang berwarna putih kekuningan.

Perkembangan budi daya jamur tiram semakin berkembang pesat. Hal ini dikarenakan jamur tiram merupakan jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan menggunakan teknologi sederhana. Pengembangan jamur tiram dapat dilakukan sesuai kemampuan finansial, baik skala kecil maupun besar, tidak memerlukan lahan yang luas, budi dayanya mudah, masa produksi relatif cepat, serta waktu panen yang singkat dan terus-menerus (Anwar, 2012).

Komposisi Kimia Jamur Tiram

Sumarmi (2006) menyatakan bahwa jamur tiram mengandung vitamin penting, terutama vitamin B, C, dan D. Vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), niasin, dan provitamin D2

Sumarmi (2006) juga menambahkan bahwa jamur tiram mengandung 9 macam asam amino yang diperlukan oleh tubuh dan sekitar 72% lemak dalam jamur tiram merupakan asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi baik (ergosterol) dalam jamur tiram juga cukup tinggi. Menurut Bano dan Rajaratham (1982), vitamin A (retinol) dan vitamin D jarang ditemukan dalam jamur tiram putih, tetapi jamur tersebut banyak mengandung ergosterol yang merupakan prekusor vitamin D dengan iradiasi sinar ultraviolet.

yang menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya.

Jamur tiram merupakan bahan pangan sumber protein yang baik ditinjau secara kualitas maupun kuantitasnya. Protein pada jamur tiram putih adalah

protein berbentuk globular, sama dengan protein dalam daging. Kesamaan ini menyebabkan protein jamur mempunyai persamaan ciri dengan protein sarkoplasma. Juga adanya kandungan asam amino yang cukup lengkap, termasuk asam amino esensial yang diperlukan tubuh (Tim Redaksi Agromedia Pustaka, 2002 dan Muchtadi, 1990).

Karbohidrat dalam jamur tiram terdapat dalam bentuk heksosan (32,235%), pentosan (1,66%), dan karbohidrat terlarut (4,22%). Serat jenis lignoselulosa yang baik untuk pencernaan, juga terdapat dalam jamur tiram (Crisan dan Sand, 1978 dan Wikipediac, 2013). Komposisi nutrien, asam amino, vitamin, dan mineral dari Pleurotus ostreatus segar dapat dilihat pada Tabel 2.

Mineral mikroelemen yang bersifat logam dalam jamur tiram kandungannya rendah, sehingga jamur ini aman dikonsumsi setiap hari (Wikipediac, 2013). Jamur tiram mempunyai kadar air dan protein yang cukup tinggi, serta dengan kadar lemak yang rendah. Kadar lemak pada jamur tiram terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, trigliserida, sterol, sterol ester, dan fosfolipid. Asam lemak utamanya adalah asam oleat (79,4%), asam palmitat (14,3%), dan asam linoleat (6,3%) dengan lemak netral utama adalah trigliserida (29%) (Bano dan Rajaratham, 1982).

Tabel 2. Komposisi nutrien, asam amino, vitamin, dan mineral dari Pleurotus ostreatus segar

Komposisi Nutrien Asam amino d

a

Vitamin dan Mineral e

b

f c

Air (berat basah) Protein Lemak Karbohidrat Nitrogen bebas Serat kasar Abu Energi (kalori) Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin

Total asam amino

Total asam amino esensial Thiamin Riboflavin Niasin Asam askorbat Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium 90,8 30,4 2,2 57,6 48,9 8,7 9,8 345,0 216,0 390,0 250,0 90,0 29,0 216,0 184,0 264,0 61,0 309,0 3-6,0 87,0 450,0 564,0 890,0 273,0 269,0 271,0 5169,0 2659,0 4,8 4,7 108,7 0,0 33 1348,0 15,2 837,0 3793,0 Sumber : a,c FAO (1972)

b

Kalberer dan Kunsch (1974) d

Semua data dinyatakan dalam persen berat kering kecuali kadar air dan nilai energi dalam kkal per 100 gram berat basah

e

dalam miligram asam amino per gram nitrogen protein kasar f

dalam miligram vitamin atau mineral per 100 gram berat kering a, b, c

Manfaat Jamur Tiram

Menurut Chang dan Buswell (1996), jamur pangan tidak hanya lezat, tetapi juga berkhasiat karena kandungan nutrisi yang tinggi dan mempunyai khasiat obat seperti antikanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, antidiabetes, dan hipolipidemik. Pasaribu, dkk., (2002) juga menyatakan bahwa jamur tiram putih dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi dan jantung serta dapat mengurangi berat badan. Kandungan vitamin B-kompleks yang tinggi dapat menyembuhkan anemia dan obat antitumor serta dapat digunakan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan kekurangan zat besi. Jamur tiram putih juga mengandung polisakarida, khususnya beta-D-glukans

yang positif sebagai antitumor dan antivirus (termasuk AIDS) (Khatun, dkk., 2007).

Jamur tiram juga telah diketahui mengandung 30 macam enzim. Salah satu dari asam amino yang unik adalah yang mulanya dikenal dengan nama lentisin atau lentinasin dan kemudian diisolasi dan diberi nama eritadenin yang berperan secara signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol. Selain itu, senyawa polisakarida yang disebut lentinan sudah lama dikenal sebagai agen antikanker. Lentinan merupakan senyawa polisakarida dengan ikatan glikosidik 1,3-β yang dikenal dengan senyawa 1,3-β glukan dengan struktur yang terdiri dari lima residu 1,3-β glukosa dalam ikatan rantai lurus dan dua cabang 1,3-β-glukopiranosida rantai samping yang menghasilkan struktur triple helix kanan. Lentinan adalah salah satu senyawa aktif yang terkandung dalam jamur tiram yang berperan dalam meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan kanker melalui sistem yang kompleks termasuk produksi cytokine dari immunocyte telah

direkomendasikan sebagai salah satu obat antikanker di Jepang. Lentinan juga efektif sebagai agen antimikroba untuk menghambat Mycobacterium tuberculosis

dan Listeria monocytogenes (Winarti, 2010).

Jumlah purin dalam jamur tiram adalah sebesar 50 mg purin/100 g. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat atau inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Purin merupakan komponen biokimia yang penting dalam sejumlah biomolekul,

seperti DNA, RNA, Purin

adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga mengandung purin. Purin diolah tubuh menjadi asam urat. Asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal dari sisa makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Pola makan berpengaruh terhadap peningkatan asam urat. Mengonsumsi makanan tinggi purin dapat meningkatkan kadar asam urat. Asupan purin normal per hari adalah 500-1000 mg. Makanan tinggi purin salah satunya banyak terkandung dalam makanan laut, jeroan, dan kacang-kacangan. Makanan yang mengandung zat purin akan diubah menjadi asam urat. Jika kadar asam urat berlebih, ginjal tidak mampu mengeluarkannya sehingga kristal asam urat menumpuk di persendian. Akibatnya sendi terasa nyeri, bengkak, dan meradang (Acumedico, 2011 ; Diantari, 2012 ; Wikipediaa, 2013 ; dan Wikipediad

Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso. Fungsi bahan pengisi adalah memperbaiki sifat emulsi,

, 2013).

Bahan yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Jamur Tiram Tapioka

mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat fisik dan cita rasa, serta menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavor, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori produk (Tazwir, 1992 dan Soeparno, 1998). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), penggunaan bahan pengisi dalam adonan bakso maksimum 50% dari berat daging.

Bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung berpati dapat mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula. Karena sifat tersebut, adonan bakso menjadi lebih besar. Bahan pengisi yang biasa digunakan adalah tapioka (Ockerman, 1983 dan Pandisurya, 1983).

Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982). Suprapti (2005) juga menyatakan bahwa tapioka dibuat secara langsung dari singkong yang masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak

kekuning-kuningan dan mempunyai tekstur yang licin dan dengan suhu gelatinisasi 52-64ºC. Komposisi kimia tapioka (dalam 100 g) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tapioka (dalam 100 g)

Komposisi Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Fosfor (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Bdd (%) 362,0 0,5 0,3 86,9 12,0 0,0 0,0 0,0 100,0 Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996)

Tapioka mempunyai gugus hidrofil, mengikat air, air terikat kuat sehingga pada saat pemanasan hanya sedikit yang teruapkan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N, seperti karbohidrat, protein, atau garam. Molekul air tersebut merupakan air terikat kuat. Bila tapioka dimasukkan dalam air dingin, maka akan terjadi pembengkakan granula tapioka dan volumenya membesar setelah dipanaskan. Maka air yang berada di sekitar granula akan masuk ke dalam granula. Air yang terikat pada struktur gel tapioka akan lebih mudah menguap karena hanya merupakan air bebas yang terserap sebagai air imbibisi pada saat perebusan (Winarno, 1992).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa (struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa) dan fraksi tidak

larut disebut amilopektin (mempunyai rantai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa). Pati alami bila dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula

patinya akan menyerap air dan membengkak. Akan tetapi, jumlah air yang terserap dan pembengkakkannya terbatas. Peningkatan volume granula pati yang terjadi pada air bersuhu 55-65o

Pati dapat memberikan tekstur, kekentalan, dan meningkatkan palatabilitas dari berbagai makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat C merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya. Pembengkakkan ini bersifat reversible sampai pada suatu keadaan yang disebut suhu gelatinisasi dimana pati pecah dan bersifat irreversible. Gelatinisasi ini

merupakan salah satu karakteristik penting pati dalam industri pangan (Hee-young An, 2005 dan Winarno, 1992).

dan sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa (Buckle, dkk., 2009). Pati pengisi akan menjadi gula pereduksi yang apabila kontak dengan protein akan mempercepat pencoklatan (Muchtadi, 1989). Reaksi pencoklatan non enzimatis terjadi antara protein yang mengandung asam-asam amino dengan gula pereduksi akan menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna cokelat (Winarno, 1992).

Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15-35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektin yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004). Naruki dan Kanoni (1992) juga menyatakan bahwa amilopektin dapat membentuk gel yang liat apabila dipanaskan dan dapat membentuk produk yang lekat.

Putih telur

Penggunaan bahan pengikat pada beberapa produk bertujuan untuk mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan, mempertahankan gizi, merangsang pembentukan cita rasa, meningkatkan daya mengikat air, memperbaiki sifat irisan, dan mengurangi biaya produksi (Aini, 2009). Menurut Iswanto (1989), penggunaan bahan pengikat seperti tepung tempe, tepung kedelai, dan putih telur dalam pembuatan bakso memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan dan elastisitas objektif serta sifat organoleptik seperti rasa, kekenyalan, kekerasan, dan aroma. Kekerasan dan elastisitas objektif bakso serta kesukaan panelis cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah bahan pengikat, karenanya penggunaan bahan pengikat umumnya dibatasi. Putih telur merupakan bahan pengikat yang umum digunakan dalam pembuatan bakso.

Putih telur yang terkandung di dalam telur sekitar 56-61% dan dibentuk dari sebagian besar air (90%) dan protein (10%). Putih telur mengandung vitamin riboflavin, niasin, biotin, dan mineral seperti magnesium dan potasium. Putih telur banyak digunakan dalam aplikasi pangan karena sifat-sifat fungsionalnya yang sangat baik, seperti daya buih, emulsifikasi, dan daya gel (Brown, 2000 dan Soekopitojo, 2011).

Protein putih telur terdiri dari lima bentuk yang berbeda-beda, yaitu ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokonalmubin, dan ovoglobumin. Ovalbumin adalah protein utama dari putih telur yang menempati 54% total protein putih telur. Ovalbumin ini mudah terpecah oleh adanya panas sehingga terjadi koagulasi (Dwiari, dkk., 2008 dan Yuwanta, 2010).

Kuning telur banyak mengandung lemak, sedangkan putih telur hampir tidak mengandung lemak dan mengandun (Wikipediab

Komposisi kimia

, 2013). Karbohidrat yang jumlahnya sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa (Dwiari, dkk., 2008). Komposisi putih telur dan kuning telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi putih telur dan kuning telur ayam

Putih telur Kuning telur Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Kalsium (mg/100 g) Fosfor (mg/100 g) Besi (mg/100 g) Vitamin A (SI) Vitamin B1 87,8 10,8 - 0,8 6 17 0,2 - - (mg/100 g) 49,4 16,3 31,9 0,7 147 586 7,2 2000 0,27 Sumber : Syarief dan Irawati (1988)

Albumin telur mengandung alanin (2,2-6,7%), arginin (5,7-6,0%), aspartat (6,2-9,3%), sistin (0,8-1,0%), glutamat (13,0-16,5%), glisin (0,0-3,1%), histidin (2,4-2,8%), lisin (3,8-6,3%), metionin (0,0-5,0%), fenilalanin (5,1-7,7%), prolin

(3,6%), treonin (0,0-4,0%), triptofan (1,2%), tirosin (3,7-4,0%), dan valin (2,5-7,1%) (Ockerman 1983).

Bumbu-bumbu

Bumbu adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan bakso untuk memperbaiki cita rasa produk. Selain memberikan rasa dan aroma pada masakan, bumbu mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan menghasilkan makanan yang baik dan enak (Tarwotjo, 1998).

Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006), garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai pengawet. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3%. Konsentrasi garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging dan konsentrasi bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2009).

Bawang putih (Allium sativum) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk, meningkatkan selera makan serta meningkatkan daya awet bahan makanan. Kandungan bawang putih antara lain 60,9-67,8% air; 3,5-7% protein; 0,3% lemak; 24,0-27,4% karbohidrat; dan 0,7% serat, juga mengandung mineral dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar (Palungkun dan Budiarti, 1999 dan Wibowo, 1999).

Bawang putih mengandung senyawa allicin yang merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Selain itu, bawang putih juga mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur. Sulfur merupakan senyawa penimbul aroma pada bawang yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan dengan substrat (Winarno, 1992 dan Wirakusumah, 2000).

Bawang putih penting untuk mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung. Allicin merupakan substansi aktif yang mempunyai kekuatan untuk membunuh bakteri dan antiinflamantory. Selain allicin, bawang putih mempunyai senyawa alliin yang juga sebagai antibiotik, antioksidan serta antifungal. (Winarno dan Koswara, 2002 dan Wirakusumah, 2000).

Merica atau lada (Paper nigrum) termasuk divisi Spermatophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Cita rasa pedas dan aroma yang khas dapat terbentuk dengan penambahan lada. Senyawa kimia yang terdapat dalam lada adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dan minyak lada (Hasiltjandra, 2013 dan Rismunandar, 1993).

Lada mengandung zat besi, vitamin K, dan mangan. Beberapa jenis zat yang terkandung dalam lada sangat bermanfaat bagi manusia, seperti eteris yang merupakan sejenis minyak yang dapat memberikan aroma sedap dan rasa enak bila digunakan sebagai bumbu masakan, resin merupakan zat yang dapat memberikan aroma harum dan khas bila digunakan sebagai bumbu atau parfum, dan alkaloid (piperin) adalah sejenis zat yang dapat disamakan dengan nikotin yang akan berdampak negatif bila dikonsumsi secara berlebihan (Eresep, 2009).

Cara Pembuatan Bakso

Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri dari empat tahap, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan, dan pemasakan. Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah atau menggiling

sampai lumat atau halus (Indrarmono, 1987 ; Pandisurya, 1983 ; dan Wilson, dkk., 1981). Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur

seluruh bagian bahan kemudian menghancurkannya sehingga membentuk adonan atau menghancurkan daging bersamaan dengan garam dan bumbu lain terlebih

dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya (Koswara, dkk.,2001).

Menurut Wibowo (2009), pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Ukuran bola bakso diusahakan seragam, tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu, keseragaman ukuran juga mempengaruhi mutu bakso. Elviera (1988) juga menyatakan bahwa pembentukan adonan menjadi bakso umumnya dilakukan dengan membuat adonan menjadi bola-bola kecil berdiameter 2-7 cm dengan menggunakan tangan, menggunakan sendok, atau alat pencetak bakso.

Pemasakan bakso dilakukan dalam dua tahap. Hal ini bertujuan agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput atau kasar akibat perubahan suhu

Dokumen terkait