• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Pisang Barangan

Sistematika tanaman atau Taksonomi tanaman pisang barangan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Musales

Familia : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa Paradisiaca sapientum L

Pisang barangan ini berasal dari Medan, Sumatera Utara. Kulit buahnya agak tebal, bentuk buahnya melengkung dengan ujung menbulat. Produksi buahnya antara 100 – 150 buah per pohon. Bobot rata-rata setiap buahnya sekitar 100 g.

Pisangan barangan sangat terkenal sebagai pisang meja. Panjang buah 12-18 cm dan diameter 3-4 cm. Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Warna daging buah agak orange. Rasa daging buah enak dengan rasa agak manis dan sedikit asam dan aromanya harum. Pohon pisang barangan berakar rimpang dan dan tidak mempunyai akar tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian bawah tanah. Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah berupa umbi batang. Dibagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh

6

bunga pisang (jantung), sedangkan yang berdiri tegak diatas tanah yang biasanya dianggap batang itu adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menelangkup dengan menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak seperti batang tanaman (Satuhu, 2006).

Menurut Purseglove (1972) dalam Hendrasetiafitri. (2002), menyatakan bahwa sehabis di tebang batang pisang bisa mempunyai berat mencapai lebih dari 27 kg mengandung 93% air dan 1,5-3% serat. Serat tersebut mengandung sekitar 63% selulosa, 20% hemiselulosa dan sekitar 5% lignin.

Tabel 1. Komponen kimia beberapa serat penting

Fiber Lignin (%) Selulosa (%) Hemiselulosa Ash Content

Tandan kosong sawit 19 65 - 2

Serat mesocarp sawit 11 60 - 3

Sabut 40-50 32-43 0,15-0,25 -

Pisang 5 63-64 19 -

Daun nanas 12,7 81,5 - -

Sumber: Sreekala et.al (1997)

Sifat mekanis serat pisang apabila dibandingkan dengan serat penting lainnya ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Sifat mekanis beberapa serat penting

Fiber Tensile strength (MPa) Elongation (%) Tuoghness (MPa)

Sisal 580 4,3 1,200

Daun nanas 640 2,4 970

Pisang 540 3 816

Sabut 140 25 3,200

Sumber: Sreekala et.al (1997)

Potensi sektor pertanian khususnya hortikultura cukup besar bagi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lahan Hortikultura yang diusahakan di kecamatan ini didominasi oleh pisang terutama pisang barangan.Pisang barangan merupakan salah satu buah spesifik Sumatera Utara.

7

Tabel 3. Data Luas Panen, Produktifitas dan Produksi Tanaman Pisang Tahun 2007

No. Kabupaten/Kota Panen (Ha) Produktivitas

(Kw/Ha) Produksi (Ton) 1 Medan 6 121,26 79 2 Langkat 138 187,20 2.576 3 Deli Serdang 3.186 228,23 72.715 4 Simalungun 892 223,04 19.904 5 Tanah Karo 126 164,44 2.066 6 Asahan 135 156,13 2.107 7 Labuhan Batu 32 197,49 629 8 Tapanuli Utara 229 143,24 3.274 9 Tapanuli Tengah 57 180.20 1.020 10 Tapanuli Selatan 34 368,41 1.265 11 Nias 22 126,20 280 12 Dairi 47 118,02 557 13 Tebing Tinggi 2 91,77 18 14 Tanjung Balai 13 83,99 107 15 Binjai 4 104,95 37 16 Pematang Siantar - - - 17 Tobasa 6 97,24 54 18 Madina 17 203,25 339 19 PadangSidempuan 6 113,22 64 20 Huta Hasundutan 34 109,29 371 21 Pak-Pak Barat - - - 22 Samosir 4 32,73 13 23 Serdang Bedagai 227 101,26 2.303 24 Nias Selatan 44 110,54 482 Jumlah 5.261 3262,1 110.260

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Papan Partikel

Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu terbuat dari partikel- partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa panas (Maloney, 1993). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (DSN, 1996) dalam SNI 03-2105-1996 papan partikel merupakan produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau berlignoselulosa lainnya dengan perekat organic serta bahan pelengkap lainnya dibuat dengan cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng mendatar

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai berikut (Sutigno, 2000):

8 1. Berat jenis kayu

Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu lebih dari 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik.

2. Zat ekstrktif kayu

Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel yang tidak berminyak. Zat ektraktif seperti itu akan mengganggu proses perekatan.

3. Jenis kayu

Jenis kayu (misalnya Meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti merah).

4. Jenis campuran kayu

Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu dari pada campuran jenis kayu.

5. Ukuran partikel

Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari serbuk kayu karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.

6. Kulit kayu

Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekat antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum 10%

9 7. Perekat

Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat Urea Formaldehida yang kadar formaldehidanya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehidanya lebih jelek.

8. Pengolahan

Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14% bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun.

Maloney (1993) dalam Hendrasetiafitri (2002) membedakan papan partikel berdasarkan ukuran partikel dalam pembentukan lembaran menjadi tiga macam, yaitu:

a. Papan partikel homogen (Single-Layer Particleboard). Papan jenis ini tidak memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah ataupun permukaan. b. Papan partikel berlapis tiga (Three-Layer Particleboard). Papan jenis ini

10

c. Papan partikel bertingkat berlapis tiga (Graduated Three-Layers Particleboard). Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara bagian permukaan dan bagian tengahnya.

Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam 3 golongan yaitu: a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3. b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particle), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3. c. Papan partikel berkerapatan tinggi (Hight Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:

1. Spesies dan Bentuk Partikel

Sifat yang diinginkan dari partikel berbentuk serpih untuk kekuatan dan partikel-partikel halus untuk permukaan yang licin. Aspek terpenting bentuk partikel ialah panjang partikel dan nisbah tebal ke panjang.

2. Kerapatan Papan dan Profil Kerapatan

Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya. Tetapi, sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan. Untuk memproduksi papan dengan keteguhan lengkung setinggi mungkin pada setiap kerapatan menyeluruh tertentu, papan dengan permukaan yang lebih rapat daripada intinya lebih disukai. Variasi kerapatan di seluruh tebal papan disebut profil kerapatan. 3. Kandungan Resin dan Penyebarannya

11

Semakin banyak resin digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya. Namun, untuk alasan-alasan ekonomis tidak diinginkan untuk menggunakan jumlah resin yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Secara normal, kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dari 6 sampai 10% atas dasar berat resin padat.

Perlakuan Perendaman

Gula atau zat ektraktif lainnya dapat mengurangi keteguhan rekat karena dapat menghalangi perekat untuk bereaksi dengan komponen dalam dinding sel seperti kayu seperti selulosa. Makin banyak zat ekstraktif dalam suatu kayu, makin banyak pula pengarunya terhadap keteguhan rekat. Salah satu cara untuk mengurangi zat ekstraktif ini adalah dengan cara perendaman (Sutigno, 2000).

Zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan daya tahan papan partikel yang dihasilkannya. Selain itu bahan yang dapat menguap dapat menyebabkan terjadinya blowing atau deliminasi pada proses pengempaan (Maloney, 1993).

Perendaman partikel berpengaruh positif pada pengembangan papan partikel yaitu, semakin lama partikel kayu direndam air dingin semakin rendah pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan kadar ekstraktif yaitu dengan adanya perlakuan perendaman partikel kayu didalam air dingin melarutkan sebagian zat ekstraktif yang mengakibtkan daya rekatnya lebih kuat (Kliwon, 2002).

12

Perendaman dalam air dingin selama 24 jam sudah cukup untuk mengeluarkan dan melarutkan beberapa senyawaan dalam kayu. Kelarutan dengan air panas dapat menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan dalam air panas tersebut akan menghasilkan asam organik bebas. Sifat tersebut menyebabkan bagian yang larut dalam air panas selalu lebih besar daripada dalam air dingin (Riyadi, 2004).

Saputra (2004) dalam Iswanto et al. (2007) menyatakan dengan menggunakan air panas, dapat larut zat-zat seperti getah, lilin, pektin, zat warna dan protein selain itu, zat ekstraktif yang larut dalam air panas meliputi garam-garam anorganik, garam-garam-garam-garam organik, gula siklotot, gum pektin, galaktan, tanin, pigmen, polisakarida dan komponen lain yang terhidrolisis. Hadi (1988) mengemukakan bahwa perendaman panas sangat berpengaruh positif terhadap stabilitas dimensi papan partikel.

Iswanto et al. (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh perendaman partikel terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari ampas tebu, hasil analisis menunjukkan bahwa Papan partikel terbaik dari hasil penelitian ini adalah papan yang dihasilkan dari perlakuan perendaman partikel dalam air panas selama 2 jam. Hasil pengujian papan partikel telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 dan SNI 03- 2105-1996, kecuali untuk nilai Modulus of Elasticit dan kuat pegang sekrup masih di bawah standar yang dipersyaratkan.

Perendaman partikel dalam larutan asam lemah, misalnya asam asetat, diduga dapat melarutkan sebagian zat ekstraktif dan menghasilkan partikel berkondisi asam yang sesuai dengan kondisi untuk pematangan perekat UF. Terlarutnya zat ekstraktif dapat memfasilitasi penetrasi perekat lebih baik

13

sehingga mendukung keberhasilan proses perekatan dan kondisi partikel yang bersifat asam akan menghasilkan pengerasan perekat.

Perendaman asam asetat melarutkan zat ekstraktif terutama pati yang bersifat polihidroksi atau bersifat higroskopis. Akibat kehilangan zat ekstraktif tersebut maka sifat higroskopis papan rendah, sehingga PT juga menjadi rendah. Selain itu, kelarutan zat ekstraktif menyebabakan perekat lebih mudah masuk kedalam rongga partikel sehingga papan yang dihasilkan lebih padat. Pasaribu (1987) menyatakan struktur papan yang lebih padat akan menyerap air dari lingkungan lebih sedikit dibanding struktur lembaran yang kurang padat, sehingga PT papan partikel, semen akan lebih rendah.

Fengel dan Wegener (1984) menyatakan bahwa suasana asam akan menghidrolisis polisakarida kayu termasuk didalamnya selulosa dan hemiselulosa. Tingginya keasaman juga dapat menyerang komponen kayu tersebut, sehingga berkurangnya daya tahan kayu, kekuatan kayu, dan bertambahnya kerusakan kayu. Pengempaan pada kondisi partikel yang asam dan tidak diiringi dengan penurunan suhu kempa menyebabkan penurunan kekuatan ikatan pada garis rekat.

Perekat Urea Formaldehida

Saat ini, urea formaldehida (UF) merupakan jenis perekat yang paling banyak digunakan pada pembuatan papan partikel dan produk panel lainnya. Hal ini karena harganya yang lebih murah, juga memiliki sifat pengerasan yang lebih cepat dibandingkan fenol formaldehida pada suhu yang sama. Penggunaan UF memiliki dampak yaitu terjadinya emisi formaldehida, adanya emisi formaldehida

14

menyebabkan pencemaran pada udara, mulai dari bau yang kurang enak sampai terjadinya gangguan kesehatan (Sutigno, 2000).

Urea formaldehida (UF) termasuk salah satu perekat termosetting hasil reaksi kondensasi dan polimerisasi antara urea dan formaldehid. Rendahnya harga perekat, cepatnya pengerasan dibandingkan PF pada suhu yang sama, dan pembentukan garis retak (glue line) yang tak berwarna menyebabkan perekat ini menguntungkan dalam industri kayu lapis dan papan partikel (Achmadi, 1990). Penggunaan perekat pada suhu dingin, laju kerusakan struktur perekat sangat lambat tetapi pada suhu diatas 40°C kerusakan perekat dipercepat sedangkan diatas 60°C kerusakan sangat cepat. Kebutuhan perekat UF untuk pembuatan papan partikel berkisar 6-12 %. Dengan perekat UF, suhu inti pada lembaran papan partikel sekitar 100°C diperlukan untuk pematangan akhir.

Semakin banyak resin digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya. Namun, untuk alasan- alasan ekonomis tidak diinginkan untuk menggunakan jumlah resin yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat yang diiginkan. Secara normal, kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dari 6 smpai 10% atas dasar berat resin padat (Haygreen dan Bowyer, 1989).

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa dekade terakhir, kebutuhan kayu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sementara persediaan kayu terbatas. Data Kementerian Kehutanan (2012) menjelaskan bahwa produksi kayu bulat tahun 2007 sebanyak 10,83 juta m3 dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 5,69 juta m3. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara persediaan kayu sebagai bahan baku dengan pemakaiannya dalam kehidupan masyarakat baik untuk kontruksi, perabotan rumah tangga, furniture dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dicari bahan baku alternatif untuk industri pengolahan kayu. Pisang barangan merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Pemanfaatan pisang barangan untuk papan partikel dapat mengurangi permintaan kayu untuk industri papan partikel.

Pisang barangan (Musa paradisiaca sapientum L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Sebenarnya jika tanaman Pisang barangan dibudidayakan secara komersial, keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain mengingat buah ini sudah diekspor (Satuhu, 2006).

Batang pisang merupakan limbah pertanian potensial yang belum banyak dimanfaatkan. Pada tahun 2007 produksi buah pisang mencapai 5,454 juta ton Rahman (2010) dalam Lisnurani (2010) menyatakan bahwa perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut adalah 63%, 14%, dan 23%. Dari perbandingan tersebut maka akan diperoleh batang segar sebanyak

2

14,939 juta ton pada tahun yang sama dan batang pisang memiliki berat jenis 0,29 g/cm3 dengan ukuran panjang serat 4,20 – 5,46 mm dan kandungan lignin 33,51%. Dilihat dari anatomi seratnya, batang pisang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku produk papan serat. Pernyataan ini juga didukung oleh Lisnawati (2000) dalam Lisnurani (2010) yang menyatakan bahwa batang pisang mempunyai potensi serat yang berkualitas baik, sehingga merupakan salah satu alternatif bahan baku potensial untuk pembuatan papan partikel dan papan serat.

Perkembangan teknologi papan komposit mendorong banyak penelitian seputar pemanfaatan limbah perkayuan atau perkebunan dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas papan komposit dalam rangka efisiensi penggunaan kayu bulat berdiameter besar dan berkualitas yang ketersediaannya semakin terbatas. Batang pisang adalah salah satu limbah perkebunan yang memenuhi syarat utama sebagai bahan baku papan komposit karena mengandung bahan berlignoselulosa.

Penelitian papan partikel dari batang pisang telah dilakukan seperti pengembangan teknologi papan komposit dari limbah batang pisang : sifat fisis dan mekanis papan pada berbagai kadar perekat dan parafin (Hendrasetiafitri, 2002), pemanfaatan batang pisang sebagai bahan baku papan serat dengan perlakuan termo-mekanis (Nurrani, 2010), pengaruh ketebalan serat pelepah pisang kepok terhadap sifat fisis mekanik material komposit poliester-serat (Nopriantina, 2013 ).

Papan partikel merupakan salah satu produk dari upaya pengembangan teknologi dalam pengolahan kayu dan bahan belingnoselulosa lainnya. Tsoumis

3

(1991) mengemukakan bahwa papan partikel adalah produk komposit yang dibuat dengan merekatkan partikel berupa potongan kayu yang kecil atau material lain yang mengandung lignoselulosa. Dengan kata lain bahwa semua bahan belignoselulosa dapat dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan partikel

Pisang memiliki kandungan zat ekstraktif terutama gula atau pati sehingga dapat menghambat proses perekatan dan menurunkan sifat papan partikel yang dihasilkan. Menurut Maloney (1993), zat ekstraktif berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan daya tahan papan partikel yang dihasilkannya. Perendaman partikel merupakan perlakuan yang cukup efektif untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif.

Penelitian tentang papan partikel dari batang pisang barangan belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Perendaman Partikel Terhadap Kualitas Papan Partikel dari Batang Pisang Barangan (Musa paradisiaca sapientum L)”. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memanfaatkan batang pisang yang terbuang menjadi berguna.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengevaluasi pengaruh perendaman partikel batang pisang barangan (Musa Paradisiaca sapientum L)”terhadap kualitas papan partikel.

2. Menentukan perlakuan perendaman partikel yang optimal untuk sifat fisis dan mekanis papan partikel terbaik.

4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan limbah batang pisang barangan sebagai bahan baku papan partikel

Hipotesis

Perlakuan perendaman partikel batang pisang barangan berpengaruh terhadap kualitas papan partikel

i

ABSTRAK

IKA PURNAMA SARI MANIK : Pengaruh Perendaman Partikel Terhadap Kualitas Papan Partikel dari Batang Pisang Barangan. Di bawah bimbingan TITO SUCIPTO dan APRI HERI ISWANTO

Batang pisang merupakan salah satu alternatif subsitusi bahan baku kayu untuk dikembangkan pembuatan papan partikel. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh perendaman partikel batang pisang barangan terhadap kualitas papan partikel dan menentukan perlakuan perendaman partikel yang optimal untuk sifat fisis dan mekanis papan partikel. Perlakuan terhadap partikel meliputi perendaman air dingin selama 24 jam, perendaman air panas 6 jam dan perendaman asam asetat 1% selama 24 jam. Partikel yang sudah dikeringkan dicampur dengan perekat UF pada kadar 12%. Tahap selanjutnya adalah pembentukan lembaran papan dan pengempaan lembaran dengan menggunakan kempa panas pada suhu 120°C tekanan 23 kg/cm2 selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan berkisar antara 0,57-0,64 g/cm3, Kadar air 8,92-11,55%, Daya serap air 124,94-184,94%, Pengembangan tebal 56,90-122,04%, MOE 15646,09-24.549,17 kg/cm2, MOR 36,64-60,38 kg/cm2, IB 0,45-0,87 kg/cm2. Perlakuan perendaman partikel dalam air dingin, air panas, dan asam asetat 1% mampu memperbaiki sifat fisis dan mekanis papan. Perlakuan perendaman partikel dalam asam asetat merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatkan stabilitas dimensi papan.

Kata kunci: perendaman partikel, limbah batang pisang, sifat fisis dan mekanis

ii

ABSTRACT

IKA PURNAMA SARI MANIK : The Effect Particle Immersing treatment to Quality Particle Board from barangans banana Stem. Supervised by TITO SUCIPTO and APRI HERI ISWANTO.

Banana stem is one of alternative materials to substitute wood for particle board manufacturing. The objective of this research was to evaluated of the effect particle immersing treatment to quality particle board from barangans banana stem and to determine the optimum particle immersing treatment on physical and mechanichal properties particle board. Particle treatment in this research include of immersing in cold water for 24 hours, immersing in hot water 6 hours and immersing in asetat acid 1% for 24 hours.

dried off particle 5% moisture content, the production of batter using UF glue 12%, the formation of sheet that density 0,7 g/cm3 with dimention 25cm x 25cm x 1 cm, hot press in temperature 120°C tension 23 kg/cm2 in 10 minutes, conditioning in 7 days, making example experiment, the physical and mechanichal experiment that refer to JIS A 5908-2003. The results showed that density was 0,57-0,64 g/cm3, moisture content was 8,92-11,55%, water absorption was 124,94-184,94%, thichness swelling was 56,90-122,04%, MOE 15646,09-24.549,17 kg/cm2, MOR 36,64-59,36 kg/cm2, and internal bond was 0,35-0,87 kg/cm2.

Keywords : particle treatment, banana stem waste, physical and mechanical properties

1

PENGARUH PERENDAMAN PARTIKEL TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI BATANG PISANG BARANGAN

SKRIPSI

Oleh

Ika Purnama Sari Manik 111201002

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

2

Dokumen terkait