• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Teori Sinyal

Teori Sinyal pertama kali dikemukakan oleh Michael Spence. Spence (1973) mengatakan dengan memberikan suatu sinyal, pihak pemilik informasi berusaha memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak penerima informasi. Selanjutnya, pihak penerima akan menyesuaikan perilakunya sesuai dengan pemahamannya terhadap sinyal tersebut. Follower investor memiliki keterkaitan dengan Teori Sinyal, yaitu sinyal yang diberikan perusahaan diterima secara tidak langsung oleh follower investor melalui teman, pihak asing, ataupun tren yang menerima sinyal langsung dari perusahaan (Aprillianto dkk., 2014).

Perilaku investor dengan mengikuti teman, pihak asing, dan tren pasar mencerminkan perilaku tidak rasional investor. Ketika investor berperilaku follower maka investor dipengaruhi oleh faktor emosi (Kowanda dan Rowland, 2012). Faktor emosi adalah faktor yang berada di luar asumsi rasional dalam memandang informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam Teori Hipotesis Pasar Efisien (Fama, 1970). Beberapa penelitian yang menguji tingkat efisiensi pasar modal Indonesia menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia memiliki efisiensi bentuk lemah serta tidak menunjukkan bentuk setengah kuat sebagaimana dibuktikan oleh Khajar (2008) dan Dewi dan Artini (2014). Khajar (2008) menemukan dalam keadaan krisis pada tahun 1998 maupun paska krisis pada tahun 2006 bursa efek Indonesia sudah efisien dalam bentuk lemah, hal ini

13

ditunjukkan oleh harga saham yang bersifat random. Dewi dan Artini (2014) menemukan bahwa pasar kurang mendukung bentuk efisiensi pasar setengah kuat. Dewi dan Artini (2014) menemukakan beberapa kondisi investor di pasar modal Indonesia yang mengakibatkan lemahnya efisiensi pasar, yaitu Investor terdiri dari individual-individual yang lugas (naïve investors) dan tidak canggih (unsophisticated investors). Untuk pasar yang tidak efisien, investor mempunyai kemampuan yang terbatas di dalam mengartikan dan menginterpretasikan informasi yang diterima. Oleh karena mereka tidak canggih, maka seringkali mereka melakukan keputusan yang salah yang akibatnya sekuritas tersebut dinilai secara tidak tepat, serta seringkali bereaksi berlebihan terhadap suatu perkembangan terbaru.

2.2 Teori Ekapektasi Rasional

Teori Ekspektasi Rasional (rational expectations) diajukan pertama kali oleh John F. Muth (1961) pada tulisannya yang berjudul “Rational Expectations and the Theory of Price Movements” untuk memodelkan bagaimana agen ekonomi melakukan peramalan di masa yang akan datang. Landasan dari ekspektasi rasional adalah asumsi bahwa perilaku individu sebagai pelaku ekonomi akan melakukan hal yang terbaik dengan menggunakan apa yang mereka miliki. Ekspektasi rasional dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menggunakan prinsip rasional dalam menyerap dan memproses informasi dan dalam membuat ekspektasi (Maddock dan Michael, 1982). Teori ini dalam pasar modal adalah teori yang menjelaskan bahwa investor yang tidak mempunyai informasi akan melakukan transaksi dengan mengikuti transaksi yang dilakukan

14

oleh investor yang mempunyai informasi dengan mengamati perubahan dari harga yang terjadi (Jogiyanto, 2010:538)

2.3 Behavioral Finance

Behavioral finance adalah konsep yang memahami dan memprediksi implikasi pasar keuangan yang sistematis dari proses-proses keputusan psikologis (Olsen, 1998). Konsep behavioral finance mengatakan bahwa keputusan investasi yang dilakukan oleh investor lebih banyak dipengaruhi oleh unsur subyektifitas, emosi, dan berbagai faktor psikologis lainnya yang bertentangan dengan asumsi rasionalitas dalam Teori Hipotesis Pasar Efisien (Suryawijaya, 2003).

Konsep behavioral finance mempertimbangkan berbagai macam jenis investor dalam memandang risiko terkait dengan keputusan investasi. Kelompok pertama adalah kelompok petualang (adventurers) yang pada umumnya tidak mempedulikan risiko dan cenderung menyukainya (risk takers). Sehingga mereka cenderung tidak mempedulikan nasehat dari financial advisors karena berbeda pandangan terhadap risiko. Kelompok kedua adalah kelompok celebrities yang terdiri dari orang-orang yang selalu ingin tampil, menonjol, dan menjadi pusat perhatian. Mereka seringkali tidak terlalu peduli pada perhitungan untung-rugi investasi, asalkan keputusan mereka untuk membeli atau menjual surat berharga dilihat dan didengar oleh orang banyak, Kelompok ketiga adalah kelompok individualists yang cenderung bekerja sendiri dan tidak peduli pada keputusan investasi orang lain. Kelompok ini cenderung menghindari risiko tinggi dan tidak keberatan dengan risiko moderat. Kelompok keempat adalah kelompok guardians

15

yang merupakan investor yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan luas. Kelompok ini cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi dan lebih bersifat risk averse. Kelompok kelima adalah kelompok straight arrows. Kelompok ini kadang-kadang bersifat risk averse dan kadang-kadang risk takers. Dilain kesempatan juga bisa bersifat individualists dan pada waktu yang lain lebih menampakkan sifat follow the crowd (mengikuti kawanan) (Suryawijaya, 2003).

Berdasarkan pada kelima kelompok investor tersebut, perilaku follower investor adalah tergolong dalam kelompok straight arrows yang lebih menampakkan sifat follow the crowd (mengikuti kawanan) atau diproksikan dengan herding behavior. Herding behavior di pasar keuangan diidentifikasi sebagai suatu kecenderungan perilaku investor mengikuti tindakan investor yang lain (Luong dan Ha, 2011). Herding adalah kondisi psikologis, saat investor mengabaikan keyakinan pribadi mereka dan mengikuti keyakinan orang lain tanpa berpikir panjang (Devenow dan Welch, 1996). Perilaku herding sebagai perilaku kawanan, yang kecenderungan individu untuk meniru tindakan (rasional atau tidak rasional) dari kelompok yang lebih besar, dengan beberapa alasan. Alasan pertama karena tekanan sosial untuk diterima dalam kelompok dan alasan kedua manusia percaya kelompok besar tidak mungkin salah (Phung, 2014).

Perilaku follower investor yang diproksikan dengan menggunakan deteksi herding behavior menjelaskan disfungsional ekonomi sebagai bias animal spirits untuk menjelaskan perilaku spikologi manusia, seperti naluri dan emosi yang mempengaruhi perilaku manusia. Seperti ketidakstabilan karena spekulasi dan ketidakstabilan karena karakteristik sifat manusi yang sebagian besar masih

16

mempunyai naluri dasar dari animal. Istilah herding diambil dari konsep animal spirit yaitu sekumpulan binatang menuju kearah yang sama (straight arrows) (Keynes, 1935)

2.4 Volatilitas Saham

Volatilitas saham merupakan pengukuran statistik untuk fluktuasi harga suatu sekuritas atau komoditas selama periode tertentu (Firmansyah, 2006). Volatilitas dapat direpresentasikan dengan simpangan baku (standard deviation), publik juga mempersepsikan volatilitas sebagai risiko. Semakin tinggi tingkat volatilitas, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian dari imbal hasil (return) saham yang dapat diperoleh. Salah satu dari sepuluh prinsip manajemen keuangan menyatakan bahwa investor tidak akan mau mengambil risiko yang lebih tinggi kecuali apabila dapat memperoleh kompensasi berupa return yang lebih tinggi (highrisk, high return) (Keown et al., 2003).

Menurut Schwert dan W. Smith, Jr. ((1992) dalam Hugida 2011) terdapat lima jenis volatilitas dalam pasar keuangan, yaitu:

a) Future Volatility

Future volatility adalah apa yang hendak diketahui oleh para pemain dalam pasar keuangan (trader). Trader jarang membicarakan future volatility karena masa depantidak mungkin diketahui.

b) Historical Volatility

Untuk dapat mengetahui masa depan maka perlu mempelajari masa lalu. Hal ini dilakukan dengan membuat suatu permodelan dengan teori pricing

17

berdasarkan data masa lalu untuk dapat meramalkan volatilitas pada masa yang akan datang. Future volatility dan historical volatility terkadang disebut sebagai realized volatility.

c) Forecast Volatility

Seperti halnya terdapat jasa yang berusaha meramalkan pergerakan arah masa depan harga suatu kontrak demikian juga terdapat jasa yang berusaha meramalkan volatilitas masa depan suatu kontrak. Peramalan bisa jadi untuk suatu periode, tetapi biasanya mencakup periode yang identik dengan sisamasa option dari underlying contract.

d) Implied Volatility

Umumnya future, historical, dan forecast volatility berhubungan dengan underlying contract. Implied volatility merupakan volatilitas yang semestinya dimasukkan ke dalam model teoritis pricing untuk menghasilkannilai teoritis yang identik dengan harga option di pasar. e) Seasonal Volatility

Komoditas pertanian tertentu seperti jagung, kacang, kedelai, dan gandum sangat sensitif terhadap faktor-faktor volatilitas yang muncul dari kondisi cuaca musim yang jelek. Sehingga pada masa itu seseorang harus menetapkan volatilitas yang tinggi.

18

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Saham

Volatilitas saham dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan moneter, ketidakstabilan politik dan keamanan dan rumor (Kartika, 2010). Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas saham.

2.5.1 Volume Perdagangan

Volume perdagangan saham adalah banyaknya transaksi jual beli saham suatu emiten di pasar modal setiap hari dengan harga yang ditentukan dari aktivitas tawar menawar di bursa. Aktivitas volume perdagangan digunakan untuk melihat penilaian suatu informasi oleh investor dalam membuat keputusan. Kenaikan volume perdagangan akan semakin tinggi dengan semakin tingginya ketidakpastian di antara investor mengenai interpretasi mereka atas pengumuman tersebut.

2.5.2 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga secara terus-menerus, serta mengakibatkan kenaikan sebagain besar dari barang-barang lainnya. Kenaikan harga akibat inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga, seperti: Indekas Harga Konsumen (Consumer Price Index), Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index), dan GNP deflator. Pada dasarnya inflasi yang tinggi tidak disukai oleh para pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi perusahaan menyebabkan kenaikan harga barang-barang dalam negeri sehingga berdampak pada kinerja perusahaan yang tercermin dari harga sahamnya.

19

2.5.3 Nilai Tukar

Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Kurs rupiah dengan kurs mata uang asing akan mempengaruhi harga saham emiten. Kurs rupiah akan mempengaruhi penjualan perusahaan yang berorientasi bisnis ekspor dan emiten yang melakukan impor bahan baku. Menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing berdampak terhadap meningkatnya biaya impor bahan baku yang mengakibatkan meningkatnya biaya produksi. Apabila nilai tukar rupiah terhadap US Dollar melemah akan menyebabkan menurunnya kinerja saham di pasar saham.

2.5.4 Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang di dalam pasar uang. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang atau institusi untuk melakukan suatu investasi. Dengan membandingkan tingkat keuntungan dan risiko pada pasar modal dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor keuangan, investor dapat memutuskan bentuk investasi yang mampu menghasilkan keuntungan yang optimal.

2.6 Follower Investor

Follower investor adalah “penerima sinyal yang tidak langsung dari perusahaan”. Terdapat tiga jenis follower investor yaitu follower investor lain,

20

follower investor asing, dan follower tren (Aprillianto dkk., 2014), yang dijelaskan masing-masing sebagai berikut:

a. Follower investor lain

Investor yang berperilaku sebagai follower investor lain adalah mereka yang menerima sinyal yang disampaikan investor lain. Diasumsikan investor lain adalah penerima langsung sinyal yang disampaikan perusahaan.

b. Follower investor asing

Follower investor asing adalah investor yang mengikuti pergerakan transaksi pihak asing. Diasumsikan investor asing adalah penerima sinyal yang disampaikan perusahaan.

c. Follower Tren

Follower tren adalah investor yang berusaha membaca tren kenaikan atau penurunan dari sebuah emiten. Diasumsikan ada satu emiten mengumumkan ekspansi perusahaan, pasar merespon positif dengan kenaikan harga yang kontinyu, kemudian follower tren akan mengikuti pasar untuk juga membeli saham emiten tersebut.

2.7 Investor Rasional dan Investor Tidak Rasional

Investor yang rasional adalah investor yang cenderung berfikir untuk memaksimalkan kekayaannya dari investasi yang dilakukan. Sehingga dalam hal ini investor akan mencari informasi sebanyak mungkin, seperti informasi laporan keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, risiko, keadaan perekonomian, inflasi,

21

suku bunga, dan lainnya yang dijelaskan dalam Teori Hipotesis Pasar Efisien. Sedangkan investor yang tidak rasional adalah investor yang bertindak dengan pertimbangan aspek-aspek non-ekonomi terutama aspek psikologi seperti emosi, subyektivitas, dan berbagai faktor psikologis lainnya yang dijelaskan dalam konsep behavioral finance (Suryawijaya, 2003).

Faktor-faktor yang menyebabkan investor berperilaku tidak rasional dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Faktor psikologis, seperti perilaku overconfidence, optimisme, pesimisme, dan ketakutan akan penyesalan. Investor yang overconfidence dapat meningkatkan volume perdagangan yang diharapkan, meningkatkan kedalam pasar, serta menurunkan utilitas harapan dari investor yang terlalu percaya diri. Investor yang optimisme dan pesimisme menganggap bahwa mereka lebih mungkin mendapatkan kerugian daripada keuntungan dibandingkan orang lain. Keyakinan menyebabkan meningkatkan perdagangan yang didorong oleh sikap optimis investor sedangkan apabila sebaliknya akan menurunkan pergadangan yang didorong oleh sikap pesimis investor. Ketakutan akan penyesalan dapat menyebabkan investor ragu-ragu dan bertindak tidak rasional dalam melakukan investasi (Dhaoui et al., 2013).

b. Dilema tahanan (prisoner dilemma), dimana terjadinya determinasi keputusan transaksi saham. Ketika merencanakan sebuah keputusan jual beli saham, seorang investor mengalami dilema tahanan dan tidak ingin

22

yang terjadi adalah jika semua menghadapi permasalahan yang sama, maka harga pasar akan bergerak sesuai dengan persepsi yang dinyatakan oleh pasar (Suryawijaya, 2003).

c. Perilaku Animal Spirits, mengatakan bahwa terjadinya disfungsional ekonomi dan pasar keuangan adalah karena kegagalan investor untuk mengharapkan pendapatan masa depan secara rasional (Keynes, 1935).

Dokumen terkait