• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Minat

Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menentukan suatu

pilihan seseorang. Selain itu minat merupakan salah satu faktor psikologis

yang sangat penting untuk manentukan keberhasilan seseorang. Seseorang

yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai minat, pada umumnya akan

memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka tidak berminat. Dengan

kata lain minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek untuk

merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung

dalam bidang itu (Winkel, 1983:30). Pendapat lain dikemukakan oleh

Purwodarminto (1987:65) yang menyatakan bahwa minat merupakan

perhatian, kesukaan dan keinginan. Jika seseorang berminat terhadap sesuatu

sudah pasti yang bersangkutan memilki perhatian pada obyek tersebut,

kesukaan dan ada keinginan untuk mewujudkannya.

Minat juga dapat diartikan sebagai rasa lebih suka dan keterikatan pada

suatu hal atau aktifitas (Djaali, 2007:121). Minat akan mengarahkan perbuatan

kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu (Purwanto,

1984:59). Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang

mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif

menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives).

Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama

kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat

seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

Berdasarkan pendapat di atas, maka minat melanjutkan ke perguruan

tinggi dapat diartikan sebagai kecenderungan yang mengarahkan siswa untuk

memilih perguruan tinggi sebagai proses kelanjutan pendidikan setelah tamat

dari SMA, yang ditandai dengan adanya perasaan senang dan perasaan tertarik

terhadap perguruan tinggi.

Secara umum minat dapat digolongkan menjadi 2 (Giartama, 1990:6)

adalah:

1. Minat secara intrinsik

Minat secara intrinsik merupakan minat yang timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar. Minat intrinsik dapat timbul karena pengaruh sikap, persepsi, prestasi belajar, bakat, jenis kelamin dan intelegensi.

2. Minat secara ekstrinsik

Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang timbul akibat pengaruh dari luar individu. Minat secara ekstrinsik timbul antara lain karena latar belakang ekonomi, minat orang tua dan teman sebaya.

B. Prestasi Belajar

Seseorang di dunia pada dasarnya mempunyai tujuan yang jelas dalam

hidupnya, salah satu tujuan yang dicapai tersebut antara lain adalah keinginan

untuk berprestasi. Prestasi dalam hal belajar adalah penguasaan pengetahuan

yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya hal ini ditunjukkan dengan

nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (Mulyono, 1990:30). Sementara

Winkel (1991:39) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang

 

interaksi subyek dengan lingkungannya yang akan di simpan atau

dilaksanakan menuju kemajuan. Prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah

dicapai (dilakukan, dikerjakan) (Purwodarminto, 1976:766)

Prestasi merupakan kemampuan nyata seseorang sebagai hasil dari

melakukan atau usaha kegiatan tertentu dan dapat diukur hasilnya. Sehingga

jika dihubungkan atau dikaitkan dengan prestasi belajar maka definisi dari

prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:700) adalah

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru. Apabila seseorang belajar, maka ia akan memperoleh

hasilnya. Hasil belajar adalah perubahan di dalam diri siswa, dimana ia dapat

mempunyai hasil yang berbeda-beda dan apa yang telah diketahui.

Keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar dapat dilihat dari prestasi

belajarnya. Evaluasi adalah usaha penilaian terhadap suatu hal, bisa dari segi

tujuan yang ingin dicapai, gagasan, cara kerja dan metode pemecahan

(Sudjana, 1990:28).

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar merupakan perubahan kemampuan yang dinyatakan dalam

nilai rapornya, setelah siswa tersebut selesai mengikuti pelajaran selama

jangka waktu tertentu. Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil

setelah proses belajar menyatakan (mengukur) tingkat keberhasilan seseorang

C. Lingkungan Belajar

1. Lingkungan Keluarga

Lingkungan belajar di keluarga dapat memberikan sumbangan

positif terhadap prestasi belajar siswa. Sumbangan lingkungan keluarga

akan terwujud dari dukungan orang tua dan penyediaan fasilitas belajar.

Menurut Petterson dan Loeber (1984) seperti dikutip oleh (Syah,

1995:138), lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan

belajar siswa adalah orang tua dan keluarga itu sendiri.

Menurut Roestiyah (1982:159), faktor-faktor dari keluarga yang

mempengaruhi belajar siswa, yaitu :

a. Cara mendidik

Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah sekolah akan menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab, dan takut menghadapi tantangan kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras itu akan menjadi penakut.

b. Suasana keluarga

Hubungan antara anggota keluarga yang kurang intim, menimbulkan suasana kaku, tegang di dalam keluarga, menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar. Suasana yang menyenangkan, akrab dan penuh kasih sayang, memberi motivasi yang mendalam pada anak. c. Pengertian orang tua

Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongannya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.

d. Keadaan sosial ekonomi keluarga

Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Namun bila keadaan memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak, sehingga mereka dapat belajar dengan senang.

  e. Latar belakang

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.

Menurut Winkel (1989:109), keadaan sosial-ekonomi

menunjukkan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat

bertaraf baik, cukup atau kurang. Keadaan ini tergantung sampai seberapa

jauh keluarga dapat membekali siswa dengan perlengkapan material untuk

belajar. Keadaan sosial-kultur menunjukkan pada taraf kebudayaan yang

dimiliki keluarga, yang dapat tinggi, tengah atau rendah. Dari keadaan ini

tergantung kemampuan bagi anak untuk berbahasa dengan baik, corak

pergaulan antara orang tua serta pandangan keluarga mengenai pendidikan

sekolah. Sebenarnya, yang penting di sini bukanlah keadaan itu sendiri,

melainkan kondisi intern pada siswa yang timbul sebagai akibat dari

keadaan itu. Namun, akibat itu tidak harus timbul secara otomatis atau

dengan sendirinya. Sikap siswa sendiri terhadap keadaan itu, kerap

menentukan apakah kondisi intern akan menguntungkan belajar atau

menghambatnya.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keluarga

dan bagaimana sikap anak menanggapi lingkungannya memiliki pengaruh

yang besar terhadap kemajuan belajar anak. Orang tua yang dapat

mendidik anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang baik

tentu akan sukses dalam belajarnya. Sebaliknya orang tua yang tidak

memperhatikan sama sekali tentang pendidikan anaknya tentu tidak akan

2. Lingkungan Sekolah

Kemampuan belajar dimiliki manusia merupakan bekal yang

membuka kesempatan luas untuk memperkaya diri dalam hal pengetahuan

dan kebudayaan. Karena manusia mampu untuk belajar maka dia

berkembang, mulai dari lahir sampai mencapai umur tua. Berdasarkan

kesadaran tentang peranan proses belajar mengajar dalam kehidupan anak

didik, masyarakat telah mendirikan suatu institut yang mendampingi

belajar sedemikian rupa, sehingga menghasilkan corak perkembangan

yang diharapkan. Institut ini disebut sekolah (Winkel, 1989:ix).

Pendidikan di sekolah sebagai akibat dari pemenuhan akan

pentingnya pendidikan, sekolah tidak hanya terdiri dari gedung saja

melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang pendidikan.

Sekolah merupakan tempat anak didik belajar, mempelajari sejumlah

materi pelajaran. Oleh karena itu harus diciptakan lingkungan sekolah

yang benar-benar dapat mendukung anak untuk belajar.

Menurut Roestiyah (1982:159-161), faktor-faktor dari sekolah

yang mempengaruhi belajar siswa yaitu :

a. Interaksi guru dan murid.

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, meyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar.

b. Cara penyajian.

Guru yang lama biasa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

  c. Hubungan antara murid.

Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada group yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak tampak.

d. Standar pelajaran di atas ukuran.

Guru berpendidikan untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata kuliahnya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.

e. Media pendidikan.

Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Kebanyakan sekolah masih kurang dalam memiliki media jumlah maupun kualitetnya.

f. Kurikulum.

Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar-mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan yang demikian.

g. Keadaan Gedung.

Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas.

h. Waktu sekolah.

Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk sekolah di sore hari. Hal mana sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Dimana anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik.

i. Pelaksanaan disiplin.

Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh tidak ada sangsi. Hal mana

dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk mengembangkan motivasi yang kuat.

j. Metode belajar.

Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus-menerus, karena besok akan ujian. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

k. Tugas rumah.

Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.

3. Lingkungan Masyarakat

Siswa hidup di masyarakat. Dengan demikian siswa adalah bagian

dari warga masyarakat. Di masyarakat, siswa menjalin hubungan dengan

anggota masyarakat yang lainnya. Hubungan tersebut terjadi dengan teman

sebaya, dengan orang tua yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda.

Teman bergaul ada yang memberikan pengaruh yang baik tetapi ada juga

yang memberikan pengaruh yang buruk oleh karena itu perlu dikontrol

dengan siapa mereka bergaul.

Keberadaan masa media dan televisi, serta banyak bacaan berupa

buku-buku, novel, majalah, koran, dapat memberikan pengaruh yang

kurang baik terhadap anak, sebab anak berlebihan mencontoh atau

membaca bahkan tidak dapat mengendalikannya. Maka, bacaan perlu

diawasi dan diseleksi. Televisi yang banyak menyajikan hiburan yang

 

anak akan rusak misalnya adanya adegan kekerasan dan pemerkosaan hal

ini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.

Siswa banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga itu sendiri merupakan bagian dari masyarakat.

Komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya, dapat memberikan

pengaruh yang baik atau pengaruh yang buruk bagi siswa. Pergaulan yang

salah dapat mengakibatkan siswa lupa atas tanggung jawabnya sebagai

seorang pelajar. Syah (1995:44) mengatakan bahwa kondisi sebuah

kelompok masyarakat yang berdomisili di kawasan kumuh dengan

kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tanpa fasilitas umum

seperti sekolah dan lapangan olah raga telah terbukti menjadi lahan yang

subur bagi pertumbuhan anak-anak nakal. Anak-anak di lingkungan brutal

memang tak mempunyai alasan untuk tidak menjadi brutal, lebih-lebih

apabila kedua orang tuanya kurang atau tidak berpendidikan. Dengan

kondisi masyarakat yang demikian akan berpeluang untuk mempengaruhi

sikap anak. Anak dapat terseret pada kegiatan negatif yang dapat merusak

dirinya.

Sementara itu di masyarakat yang lingkungan anak-anaknya rajin

belajar, dapat menjadi daya dorong terhadap siswa yang lain untuk rajin

belajar. Roestiyah (1982:163) mengatakan bahwa di lingkungan yang

anak-anaknya rajin belajar, kemungkinan besar akan terpengaruh untuk

rajin belajar tanpa disuruh. Anak akan merasa malu jika mendapat prestasi

tinggi. Oleh karena itu anak akan berusaha belajar keras agar tidak

ketinggalan dengan teman-temannya. Apabila teman-teman di sekitarnya

itu teman sekelasnya, anak dapat mengadakan belajar bersama. Belajar

bersama ini dimaksudkan agar ketinggalan mata pelajaran di kelas dapat

diatasi.

D. Kerangka Teoritik

1. Pengaruh prestasi belajar pada hubungan lingkungan keluarga

dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Minat merupakan perhatian, kesukaan dan keinginan terhadap

suatu objek. Kalau seseorang berminat terhadap sesuatu sudah pasti akan

diikuti dengan perhatian pada obyek tersebut, kesukaan, dan keinginan

untuk mewujudkannya (Purwodarminto, 1987:65). Dengan berdasarkan

pada pengertian itu minat siswa untuk melanjutkan studi ke perguruan

tinggi diartikan kecenderungan siswa yang memiliki keinginan dan

perhatian yang khusus terhadap perguruan tinggi yang selanjutnya memicu

siswa untuk mewujudkannya.  

Tinggi/rendahnya minat siswa melanjutkan studi ke perguruan

tinggi diduga kuat berhubungan dengan lingkungan keluarganya.

Lingkungan keluarga yang baik akan membuat anak dapat belajar di

rumah. Sebaliknya, seorang anak yang hidup di lingkungan keluarga yang

kurang baik, maka minatnya untuk belajar cenderung rendah. Misalnya,

 

merasa tidak pernah diperhatikan orang tua maka anak akan berbuat

sesuka hatinya bahkan cenderung berperilaku menyimpang. Apabila minat

untuk belajar rendah maka minat anak untuk melanjutkan studi ke

perguruan tinggipun akan rendah. Pada orang tua yang terlalu

memanjakan anak biasanya anak cenderung malas untuk belajar. Dampak

negatifnya adalah anak akan berperilaku sesuka hatinya

(Ahmadi,1991:288).

Petterson dan Loeber (1984) seperti dikutip oleh Syah (1995:138)

mengatakan bahwa lingkungan sosial yang dominan mempengaruhi

kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga itu sendiri. Pada

umumnya, hubungan anak dan orang tua yang penuh pengertian disertai

dengan bimbingan dan bila perlu hukuman akan memajukan minat belajar

anak. Contoh sikap yang baik dari orang tua akan sangat mempengaruhi

minat belajar anak. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bukti

bahwa lingkungan belajar di keluarga memberikan sumbangan positif

terhadap prestasi belajar siswa (Ewaldina, 2000:19).

Prestasi belajar merupakan suatu kemampuan yang dimiliki

seseorang yang merupakan hasil dari proses yang telah dilakukan. Prestasi

belajar siswa tampak dalam hasil studi yang berupa nilai-nilai pelajaran

yang tercermin dalan rata-rata nilai rapornya. Jika anak tumbuh di

lingkungan keluarga yang baik dan terdapat hubungan yang harmonis

antara anak dan orang tua maka prestasi belajar anak akan tinggi. Diduga

keluarga dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi lebih kuat

dibandingkan pada siswa yang memiliki prestasi belajar yang rendah. Hal

ini disebabkan pada siswa yang mempunyai prestasi yang tinggi memiliki

potensi untuk dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan

mengembangkannya di perguruan tinggi. Sebaliknya pada siswa yang

memiliki prestasi lebih rendah diduga akan melemahkan derajat hubungan

lingkungan keluarga dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

2. Pengaruh prestasi belajar pada hubungan lingkungan sekolah

dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Minat itu terbentuk dan berkembang melalui proses pendidikan,

proses sosialisasi, dan proses interaksi di sekolah, di masyarakat, dan di

dalam keluarga. Kemampuan dan pengalaman belajar yang berbeda-beda

peserta didik akan menimbulkan minat mereka yang bervariasi seperti

minat pada sekolah, minat pada pekerjaan dimasa mendatang dan lainnya.

Pada umumnya mereka yang memiliki minat pada sekolah mempunyai

motivasi untuk berprestasi.

Lingkungan sekolah adalah lingkungan di mana siswa membuka

kesempatan untuk memperkaya diri dalam hal pengetahuan dan

kebudayaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak hanya terdiri dari

gedung saja, melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang

pendidikan. Lingkungan sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang

 

sarana dan prasarana, tenaga pendidik atau guru juga memiliki peranan

yang penting. Guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang

simpatik dan rajin khususnya dalam hal belajar seperti membaca dan

berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar

siswa (Syah, 1995:153). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bukti

bahwa lingkungan belajar di sekolah berpengaruh terhadap prestasi siswa

(Ewaldina, 2000:19). Lingkungan belajar yang baik di tingkat SMA

memungkinkan siswa memiliki minat untuk melanjutkan studi ke

perguruan tinggi.

Prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa setelah

melakukan proses mempelajari materi pelajaran sekolah yang dinyatakan

dalam skor yang diperoleh dari hasil tes. Apabila lingkungan sekolah anak

memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta teman-teman yang

rajin belajar maka anak akan memiliki prestasi belajar tinggi. Lingkungan

sekolah yang baik dapat menumbuhkan minat melanjutkan studi ke

perguruan tinggi. Derajat hubungan lingkungan sekolah dengan minat

melanjutkan studi ke perguruan tinggi diduga akan berbeda pada siswa

yang memiliki prestasi belajar berbeda. Pada siswa yang berprestasi baik

diduga minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi akan lebih tinggi

dibandingkan pada siswa yang prestasi belajarnya rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi baik mempunyai potensi

3. Pengaruh prestasi belajar pada hubungan lingkungan masyarakat

dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Lingkungan masyarakat adalah lingkungan dimana siswa menjalin

hubungan atau berinteraksi dengan anggota masyarakat lain. Oleh karena

itu siswa perlu menjalin hubungan dengan masyarakat lainnya. Menurut

penelitian oleh Alfonso (2000) “Hubungan antara Motivasi Belajar, dan

Lingkungan Belajar Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa”. Menjelaskan

bahwa siswa harus dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota

masyarakat lain, dan memperoleh teman bergaul yang baik agar dapat

menjadi daya dorong terhadap siswa untuk belajar dengan giat. Dalam

menjalin hubungan dengan anggota masyarakat tersebut perlu juga dijaga

jangan sampai mendapat teman bergaul yang buruk. Maka orang tua juga

perlu mengontrol dengan siapa mereka bergaul. Siswa yang hidup di

lingkungan masyarakat yang kumuh dan serta kekurangan dan terdapat

anak-anak pengangguran dapat mempengaruhi aktivitas belajar mereka.

Jika tidak hati-hati dalam bergaul di lingkungan seperti itu anak dapat

melupakan tugasnya sebagai pelajar. Sebaliknya siswa yang hidup di

lingkungan masyarakat yang anak-anaknya rajin dapat menjadi daya

dorong terhadap siswa yang lain untuk belajar. Siswa akan memiliki

motivasi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lain

halnya dengan kondisi masyarakat yang kurang kondusif.

Lingkungan pergaulan di masyarakat dapat mempengaruhi minat

 

tumbuh di lingkungan masyarakat yang baik maka diduga kuat memiliki

minat melanjutkan studi yang tinggi. Derajat hubungan antara lingkungan

masyarakat dengan minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi diduga

berbeda pada anak yang memiliki prestasi belajar yang berbeda. Pada anak

yang memiliki prestasi belajar yang tinggi diduga derajat hubungan

lingkungan masyarakat dengan minat melanjutkan studi ke perguruan

tinggi akan lebih tinggi dibandingkan pada siswa yang memiliki prestasi

belajar rendah. Hal demikian disebabkan pada siswa yang berprestasi

tinggi mempunyai potensi dan kemungkinan besar dapat

Dokumen terkait