• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jeruk Besar

Jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) yang sering disebut pamelo berasal dari Asia Tenggara, yaitu Indonesia, India, Cina Selatan dan beberapa jenis berasal dari Florida, Australia Utara serta Kaledonia (Sunarjono, 2005). Selain di Indonesia, jeruk besar juga ditanam di Malaysia, Vietnam dan Thailand (Setiawan,1993). Secara sistematis klasifikasi jeruk besar dapat dilihat sebagai berikut :

Famili : Rutaceae

Sub famili : Aurantioidae

Tribe : Citriae

Sub-tribe : Citriniae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus maxima Meer atau (Citrus grandis (L.) Osbeck)

Menurut Verheij dan Coronel (1997) tanaman jeruk pamelo mempunyai pohon berkayu dengan tinggi tanaman antara 5-15 m, sesuai dengan varietas, umur tanaman dan cara perbanyakan. Batang kayu sangat kokoh dengan tajuk yang tidak terlalu tinggi. Cabangnya banyak dan tidak beraturan. Tanaman yang telah tua dan tinggi bentuk tajuknya semakin tinggi dan melebar, sehingga tercipta ruangan teduh yang cukup luas dibawahnya. Letak daun pada batang terpencar-pencar sehingga daun masih bisa menerima sinar matahari. Daun berbentuk bulat telur dan lebih besar dari jenis jeruk lain. Tepi daunnya agak rata, sedangkan di dekat ujungnya agak berombak dan ujungnya tumpul. Daun muda berwarna hijau muda kekuningan dan akan berubah menjadi hijau tua. Daun tua berbulu halus, sedang yang muda tidak. Antara daun dan batang dihubungkan dengan tangkai daun yang bersayap lebar.

Tanaman jeruk pamelo mulai berproduksi pada umur 4-6 tahun, tergantung varietas dan perawatan. Pada jeruk Nambangan, panen raya terjadi pada bulan Mei-Juni. Produktivitasnya sangat bervariasi sesuai varietas, umur dan tingkat pertumbuhan tanaman yang didukung oleh kondisi lingkungan. Sebagai patokan biasanya satu pohon jeruk pamelo bisa menghasilkan buah 75-100 buah.

Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan

Menurut Sutopo et al.(2005) jeruk Nambangan termasuk jeruk pamelo yang paling banyak ditanam oleh petani dan memiliki daya simpan lebih baik dibandingkan dengan kultivar lain. Berdasarkan Ditjen Hortikultura (2006) jeruk Nambangan ini dikembangan di sentra produksinya di Kabupaten Magetan yang tersebar di Bendo, Takeran, Sukomoro dan Kawedanan. Menurut Pangestuti et al. (2004) jeruk Nambangan adalah salah satu varietas pamelo unggul Indonesia yang dilepas pada tahun 2000 dan sampai saat ini paling banyak diminta pasar. Hal ini berkaitan dengan karakteristik buah yang memenuhi selera konsumen yaitu warna daging kemerahan, rasa manis asam dengan sedikit rasa getir dan jumlah bijinya tidak banyak atau bahkan tidak ada sama sekali. Daya simpannya cukup lama yaitu antara 2-3 bulan. Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi Jeruk Pamelo Nambangan

Batang Daun Bunga Buah

-Bentuk pohon seperti payung -Percabangan jorong ke atas -Tinggi tanaman 4-5 m -Diameter batang atas 44.5 - 56.8 cm -Warna tunas hijau

muda

-Permukaan pucuk berbulu

-Keadaan daun evergreen

-Tipe daun tunggal -Warna bagian atas hijau tua, bagian bawah hijau muda -Bentuk daun brevi

petiolata -Panjang daun

11.6-13.1 cm dan lebar daun 2.2-3.4 cm

-Tepi daun dentata -Pada ketiak tidak

ada duri -Tipe bunga tunggal -Posisi bunga axilliary -Aroma bunga harum -Panjang tangkai bunga 1.2-1.6 cm -Warna mahkota bunga putih berbintik hijau -Warna kelopak

bunga hijau muda berbintik putih -Jumlah bunga per

tunas 6-7 buah

-Warna kulit buah hijau kekuningan -Warna daging

buah merah muda-merah

-Jumlah juring 13-14 buah

-Tekstur buah agak lunak

-Aroma kuat dan rasa buah manis segar -Produksi jeruk pamelo 200-230 buah/pohon -Bentuk bundar, sedikit pipih, kurang simetris dengan dasar agak tegak

Ekologi

Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami jeruk pamelo namun yang terbaik penanaman pada ketinggian dibawah 400 m dpl. Penanaman di atas 400 m dpl menyebabkan jeruk menjadi asam, getir dan berkulit tebal.

Jeruk pamelo memerlukan jenis tanah yang ringan sampai sedang, gembur, subur, banyak mengandung oksigen dan memiliki kisaran pH antara 5-6. Jika pH di bawah 5, daun jeruk akan menguning dan buah tidak berkembang dengan baik. Jika pH di atas 5-6, tanaman jeruk seperti kekurangan unsur borium pada pucuk daun. Selain itu jeruk pamelo tidak tahan dengan genangan air sehingga drainase harus diperhatikan. Oleh sebab itu, sebaiknya tanah banyak mengandung pasir dan jika lahan kurang subur harus dilakukan pemupukan.

Semua jenis jeruk terutama pamelo tidak menyukai tempat yang terlindung atau ternaungi. Cahaya matahari yang cukup akan mendorong terbentuknya tunas-tunas dan buah serta membuat batang jeruk menjadi lebih kuat. Menurut Ryugo (1988) intensitas cahaya yang cukup memperbaiki kualitas buah apel dan menurut Krajewski dan Rabe dalam Mataa (1998) intensitas cahaya juga memperbaiki kualitas buah jeruk. Intensitas cahaya yang diperlukan jeruk pamelo pada saat bibit, dewasa (di dataran rendah), dewasa (di dataran 100-300 dpl), dewasa (di dataran 300-500 dpl) dan dewasa (di dataran tinggi) masing-masing sebesar 30-50 %, 50-75 %, 75-85 %, 85-90 % dan 90-95 %.

Kelembaban dan suhu juga berpengaruh pada pertumbuhan pohon jeruk. Kelembaban udara rata-rata yang cocok untuk ditanami jeruk adalah 70-80 %. Menurut Soelarso (1996) suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara

(25-30)oC. Aktivitas pertumbuhan jeruk sangat terganggu bila suhu kurang dari

13oC namun masih dapat bertahan pada suhu 38oC.

Pembibitan Jeruk Pamelo

Bibit yang baik merupakan langkah awal keberhasilan budidaya jeruk pamelo. Bibit yang berasal dari biji sifatnya berbeda dengan bibit cangkokan atau okulasi. Tiap cara perbanyakan ini mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan cara memperolehnya, bibit digolongkan menjadi dua yaitu secara generatif dan vegetatif. Bibit dengan perbanyakan generatif adalah

bibit yang diperoleh dari biji. Sedangkan bibit vegetatif adalah bibit yang diperoleh dengan memperbanyak bagian tanaman yang somaklonal.

Menurut Saptarini et al. (2002) terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tanaman dapat berbuah sesuai dengan yang diharapkan. Syarat tersebut antara lain menggunakan bibit unggul, lingkungan tempat tumbuh tanaman sesuai, lingkungan tanah memenuhi syarat dan keadaan tanaman sehat dan sudah dewasa. Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit jeruk pamelo adalah pertumbuhan batang, cabang dan daunnya. Penampakan luar seperti gejala serangan hama dan penyakit juga penting untuk diketahui. Ciri-ciri bibit jeruk pamelo yang baik menurut Ditjen Hortikultura (2006) antara lain berumur 6 bulan ke atas, diameter batang-bawah 1.0-1.5 cm, tinggi minimal sambungan dari pangkal akar ± 20 cm, tinggi bibit minimal 70 cm dari pangkal akar, bibit lurus dan vigor, perakaran lurus dan sehat serta daunnya hijau cerah dan subur.

Pemeliharaan

Pemeliharaan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah dan kondisi tanaman. Beberapa pemeliharaan yang penting dilakukan adalah pemupukan, pengairan, pemangkasan dan pengendalian OPT.

Menurut Setiawan (1993) tanaman jeruk pamelo memerlukan pupuk alami (kandang) dan pupuk buatan. Walaupun pupuk kandang tidak sebesar pupuk buatan, tetapi pupuk ini mampu memperbaki struktur tanah. Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur, dan lebih mudah diolah dan fungsi ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan. Kedua jenis pemupukan ini harus dilakukan secara teratur dan terus menerus dalam jumlah yang cukup. Pemupukan buatan harus diberikan karena kandungan unsur hara dalam pupuk kandang belum mencukupi.

Penambahan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dapat berupa pupuk majemuk atau kombinasi dari pupuk tunggal seperti Urea, SP-36 dan KCl. Cara pemupukan disesuaikan dengan umur tanaman dimana untuk bibit jeruk, pupuk dapat diberikan dalam bentuk cair.

Menurut Setiawan (1993) kebutuhan air pada tanaman dewasa sebesar

50 L/m2 dengan penguapan di daerah tropis sebesar 90 L/m2 per bulannya. Pada

tanaman muda, kebutuhan air lebih kecil dari angka tersebut. Apabila pada

tanaman dewasa paling tidak dibutuhkan ± 140 L/m2 tiap bulannya atau

4.67 L/m2 tiap harinya sehingga kebutuhan air tanaman muda kurang dari

4.67 L/hari.

Menurut Ryugo (1988) dan Verheij dan Coronel (1992) pemangkasan dapat meningkatkan efisien pemanenan energi matahari serta mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemangkasan terbagi menjadi dua, yaitu pemangkasan bentuk dan pemeliharaan. Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum mempunyai bentuk yang baik. Pemangkasan ini dilakukan pada tanaman yang belum produksi (umur 0-3 tahun). Menurut Susanto (2005) tujuan pemangkasan ini adalah membentuk kerangka atau struktur percabangan atau membentuk arsitektur pohon yang diinginkan. Sedangkan pemangkasan pemeliharaan memiliki tujuan merangsang pertumbuhan tunas baru, mencegah serangan penyakit, merangsang pertumbuhan tunas baru, mengurangi kerimbunan, dan membentuk tajuk agar lebih bagus.

Peran Karbohidrat dalam Pembentukan Tunas

Selama masa perkembangan, tanaman muda akan mengalami

pertumbuhan cabang utama, sistem perakaran dan kegiatan bagian atas seperti pucuk, cabang primer dan cabang sekunder. Semua karbohidrat pada saat bibit digunakan untuk pertumbuhan vegetatif. Menurut Verheij dan Coronel (1986) banyaknya buah yang dihasilkan berhubungan dengan pertumbuhan tajuk untuk mencapai ukuran yang kokoh dahulu sebelum bunga pertama muncul. Lebatnya buah berkaitan erat dengan percabangan. Tingkat hasil panen yang rendah berhubungan dengan pertumbuhan tajuk yang kurang maksimal.

Pencincinan batang dan pengeratan pada tanaman dewasa dapat meningkatkan pembentukan bunga dan terjadinya akumulasi pati pada daun. Kadar pati umumnya rendah saat tanaman aktif memunculkan tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah. Menurut Ryugo (1988) pengeratan

pada pohon apel dan cabang tanaman pear menunjukkan hasil yang sama yaitu mengalami peningkatan pembentukan bunga.

Menzel et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan pati maksimum terjadi pada cabang-cabang kecil sebelum pembungaan dan rendah saat tanaman aktif memunculkan tunas-tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah pada tanaman leci. Kandungan pati juga berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pati umumnya rendah saat tanaman mengalami pertumbuhan vegetatif dan tinggi menjelang tanaman berbunga pada tanaman dewasa.

Strangulasi

Saat ini untuk mempertahankan produktivitas tanaman, terutama tanaman yang berbuah musiman diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatur pembungaan tanaman. Teknik ini menurut Poerwanto (2003) dapat dilakukan secara kimia maupun fisik. Teknik pengaturan pembungaan dengan cara fisik

adalah strangulasi dan girdling. Strangulasi merupakan pengikatan batang pada

tanaman dengan menggunakan kawat berdiameter 1-3 mm (tergantung umur tanaman) pada waktu 3-20 bulan tanpa menghilangkan kulit kayu batang tanaman. Aplikasi strangulasi berbeda dengan girdling yang aplikasinya harus menghilangkan kulit kayu batang tanaman terlebih dahulu. Menurut Tjitrosomo (1984) daun-daun di atas bagian yang digirdling tidak akan layu karena suplai air di daerah ini tidak terputus. Kondisi ini juga sama dengan aplikasi strangulasi, akan tetapi jika melewati jaringan xilem, maka pohon akan segera mati karena kekurangan air.

Kandungan karbohidrat pada daun jeruk pamelo yang diberi perlakuan strangulasi selama 3 dan 20 bulan meningkat dibandingkan dengan kontrol

(Yamanishi et al., 1993). Hal ini terjadi karena adanya penumpukan karbohidrat

di atas bagian tanaman. Kerat batang dapat menekan gerakan fotosintesis dari daun ke akar, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat yang dapat digunakan untuk pembungaan (Ryugo, 1988).

Jeruk pamelo merupakan tanaman dikotil (berkeping dua) dan berkambium, dan memiliki jaringan kayu (xylem) yang terletak di bagian dalam

pada batang sebatas kambium dimungkinkan untuk menekan hasil fotosintesis dari daun ke akar sehingga terjadi penumpukan karbohidrat pada daun, yang selanjutnya digunakan untuk pembungaan dan pembuahan. Menurut Putra (2002) perlakuan strangulasi meningkatkan kandungan gula dan karbohidrat serta nisbah C/N pada daun. Penelitian Yamanishi dan Hasegawa (1995) menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat yang tinggi pada daun tanaman dewasa akan merangsang tanaman untuk pembungaan dan pembentukan buah. Menurut Ryugo (1988) akumulasi karbohidrat di bagian tajuk tersebut akan memunculkan tunas baru, pembentukan buah dan perkembangan buah.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aplikasi strangulasi. Putra (2002) melakukan penelitian strangulasi jeruk pamelo dengan ukuran kawat yang berbeda. Hasilnya, ukuran kawat strangulasi harus disesuaikan dengan ketebalan kulit batang tanaman. Rosawani (2004) menambahkan bahwa ukuran kawat juga harus disesuaikan dengan umur tanaman. Sari (2006) menjelaskan bahwa periode strangulasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kandungan karbohidrat daun. Selanjutnya Naviati (2007) menyatakan strangulasi ganda menghasilkan pertumbuhan generatif dan kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan strangulasi tunggal.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2011 di greenhouse Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1). Aplikasi strangulasi (pengikatan kawat) dilakukan secara serentak pada 18 Mei 2011 dan pelepasan kawat dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2011. Analisis hara dilakukan di Laboratorium BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik), Cimanggu Bogor. Analisis brangkasan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, IPB.

Gambar 1. Letak Pertanaman pada 1 MSP di Greenhouse Cikabayan, IPB

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 pohon bibit jeruk pamelo hasil okulasi kultivar Nambangan berumur 6 bulan yang merupakan hasil seleksi (bibit jeruk unggul bermutu bebas penyakit dan memiliki pertumbuhan yang baik). Bahan yang digunakan untuk perlakuan adalah kawat putih diameter 1 mm. Bahan media tumbuh yang digunakan adalah pasir, tanah,

pupuk kandang (2:1:1) (V:V:V) menggunakan polybag ukuran 35 cm x 30 cm.

Bagian atas media ditambahkan pupuk organik granul dengan bobot 0.5 kg tiap polybag. Bahan pemeliharaan tanaman yaitu pupuk NPK mutiara 15-15-15

(15 g/L air), pupuk ZA (15 g/L air), pupuk gandasil daun, insektisida Decis 2.5 EC (5 cc/L air) dan paranet 40 %.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan media adalah sekop, cangkul dan timbangan. Peralatan untuk strangulasi yaitu tang untuk mengikat dan melepas kawat, gunting kawat untuk memotong kawat dan cutter untuk menghilangkan kalus saat pelepasan kawat. Alat untuk pemeliharaan antara lain, sprayer, knapsack 15 L untuk penyemprotan insektisida, gelas ukur dan gunting pangkas. Alat untuk pengamatan terdiri dari meteran, jangka sorong dan peralatan analisis laboratorium bobot brangkasan.

Metode Penelitian

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Percobaan terdiri dari lima perlakuan (Gambar 2), yaitu :

T0 : tanpa strangulasi

T1 : aplikasi single dengan ketinggian 5 cm dari mata tempel

T2 : aplikasi double dengan jarak 5 cm antar kawat dan ketinggian 5 cm dari mata tempel

T3 : aplikasi double dengan jarak 10 cm antar kawat dan ketinggian 5 cm dari mata tempel

T4 : aplikasi double dengan jarak 15 cm antar kawat dan ketinggian 5 cm dari mata tempel

Gambar 2. (a). Aplikasi T1, (b). Aplikasi T2, (c). Aplikasi T3, (d). Aplikasi T4

Model aditif linier yang digunakan adalah :

Yij = µ + τ i + ε ij Dengan i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1, 2, 3, 4, 5

Yij : Nilai pengamatan pengaruh perlakuan strangulasi ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh perlakuan strangulasi ke-i

εij : Pengaruh galat percobaan pengaruh perlakuan strangulasi ke-i dan

ulangan ke-j

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Seluruh proses analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft® Office Excel 2007 dan SAS System for Windows versi 9.13.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Bahan Tanam

Tahap awal dari penelitian ini adalah persiapan media tanaman dan pemilihan bibit. Bibit yang digunakan merupakan hasil seleksi perbanyakan okulasi yang memiliki pertumbuhan seragam dan sehat.

a. Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan terdiri dari campuran pasir, tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan (2:1:1) (V:V:V). Media tanam disiapkan dengan memasukkan campuran media ke dalam polybag ukuran 30 cm x 35 cm.

b. Transplanting

Bibit dipindah tanam ke polybag yang telah berisi media tanam. Bibit yang diambil memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam serta memiliki perakaran yang baik (Gambar 3). Perakaran tanaman yang dipilih harus lurus dan sehat. Selain itu, jika terdapat tunas di batang bawah maka dilakukan pewiwilan.

Gambar 3. Proses Transplanting Bibit Jeruk Pamelo Nambangan

Aplikasi Strangulasi

Strangulasi dilaksanakan dengan melilitkan kawat berdiameter 1 mm pada batang dengan menekan kawat ke batang sedalam diameter kawat tersebut (Gambar 4a). Pelepasan kawat dilakukan setelah batang distrangulasi selama tiga bulan dengan menghilangkan kalus terlebih dahulu (Gambar 4b).

Gambar 4. (a). Pemasangan Kawat Berdiameter 1 mm, (b). Kondisi Tanaman Saat Setelah Pelepasan Kawat

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan dan pemberian naungan.

1. Pemupukan

a. Pemupukan NPK mutiara (15-15-15) dan ZA

Pemupukan ini dilakukan tiap dua minggu sekali. Konsentrasi yang digunakan tiap pupuk (NPK mutiara dan ZA) adalah 15 g/L. Setelah dilarutkan dalam air, tiap tanaman memperoleh 100 mL pupuk cair.

b. Pemupukan organik granul

Pemupukan dilakukan pada saat satu minggu setelah pindah tanam media dan setelah pelepasan kawat strangulasi. Setiap tanaman memperoleh 500 g. Pupuk disebar di atas media tanam. Kandungan pupuk terdapat pada Lampiran 17.

2. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari, tiap pagi dan sore hari. Volume penyiraman untuk tiap tanaman adalah 1 L.

3. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan beberapa kali. Pertama, pemangkasan sebelum aplikasi strangulasi, dilakukan pada tunas adventif dan tunas samping. Kedua, pemangkasan setelah pelaksanaan strangulasi, dilakukan serentak pada tunas pucuk untuk menyeragamkan semua tanaman.

4. Pengendalian OPT

Pengendalian OPT dilakukan tiap minggu secara manual dengan mencuci bagian daun dan bagian yang terkena tungau karat dengan menggunakan air. Sedangkan pengendalian secara kimia dilakukan tiap satu bulan sekali dengan menyemprotkan insektisida secara teratur pada semua tanaman jeruk. Insektisida yang digunakan yaitu Decis 2.5 EC (5 cc/L air).

Pengamatan

Pengamatan dilakukan satu minggu setelah perlakuan strangulasi dan dilanjutkan sampai dua bulan setelah strangulasi dilepas. Pengamatan dilakukan tiap dua minggu sekali dengan peubah yang diamati meliputi :

1. Diameter batang

Diameter batang yang diukur adalah bagian batang atas yang berada di bawah perlakuan strangulasi di atas pangkal batang.

2. Waktu munculnya cabang baru (HSP)

Waktu munculnya cabang baru dihitung berdasarkan keluarnya cabang primer pertama setelah aplikasi strangulasi.

3. Jumlah tunas dan panjang rata-rata tunas per tanaman

Jumlah tunas dihitung berdasarkan banyaknya tunas yang membentuk cabang. Panjang rata-rata tunas per tanaman, dihitung dengan cara membagi panjang total tunas dengan jumlah tunas yang terdapat pada satu tanaman.

4. Jumlah dan luas daun

Daun yang diukur adalah daun yang berkembang penuh dengan warna daun yang masih hijau. Luas daun diukur tiap bulan dengan menggunakan

metode gravimetri (perbandingan berat). Contoh daun yang diamati

sebanyak lima daun per tanaman. Daun terlebih dahulu digambar di kertas, yang menghasilkan tiruan (replika) daun. Selanjutnya dari kertas yang sama dibuat potongan dengan ukuran tertentu kemudian digunting dan ditimbang, sehingga diperoleh luas daun dengan perhitungan :

Luas daun = Bobot kertas replika daun x luas kertas standar Bobot kertas

Dari setiap satuan percobaan dihitung luas dari lima daun terpilih, kemudian hasilnya dirata-ratakan. Berdasarkan hal ini dapat dihitung luas daun per tanaman dengan mengalikan rata-rata luas daun dengan jumlah daun per tanamannya.

5. Ukuran tajuk

Pengukuran tajuk dilakukan dengan mengukur diameter tajuk (panjang dan lebar) serta tinggi dari pangkal batangnya.

6. Kandungan karbohidrat dan nitrogen daun

Analisis kandungan karbohidrat dalam bentuk gula total pada daun menggunakan metode Semogyi Nelson sedangkan kandungan nitrogen

menggunakan metode semi-mikro Kjedahl (Yoshida et al., 1972). Metode

analisis terlampir (Lampiran 2 dan 3).

7. Bobot basah dan kering akar dan tajuk

Pengamatan bobot basah dan kering akar dan tajuk dilakukan secara destruktif pada akhir penelitian. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap 10 tanaman contoh. Pengukuran bobot kering akar dan tajuk dilakukan dengan menimbang bobot basah, kemudian dikeringkan dalam oven pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Selama masa persiapan bahan tanam yaitu pemindahan ke media pasir, pupuk kandang dan tanah (2:1:1) (V:V:V) dan periode awal penanaman sampai 4 MST, tanaman ditempatkan di greenhouse Leuwikopo, IPB. Tanaman jeruk pamelo pada tahap awal mengalami gejala stres yang terlihat dari banyaknya daun yang menggulung. Upaya yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan bibit jeruk pamelo ini adalah memberikan pupuk cair NPK mutiara dan ZA masing-masing (15 g/L air) tiap minggu. Pemulihan stres dilakukan selama sebulan dimana setelahnya daun nampak lebih segar, berwarna lebih hijau dan tidak menggulung. Aplikasi strangulasi dilakukan setelah tanaman pulih dari stres.

Selama pemulihan tanaman dari stres, tanaman jeruk pamelo mengalami serangan hama berupa belalang (Phyllium fulchrifolium) dan tungau merah (Panonychus citri). Serangan hama masih dapat dikendalikan secara manual dan pengendalian kimia tetap dilakukan sebulan sekali untuk pencegahan OPT. Pengendalian tungau merah secara manual dilakukan dengan mencuci daun terutama bagian bawahnya menggunakan air.

Setelah tanaman segar dan pertumbuhan sudah cukup baik, tanaman dipindahkan ke greenhouse Cikabayan, IPB. Penyesuaian dengan lingkungan dilakukan selama dua minggu, selanjutnya aplikasi strangulasi dilakukan. Selama distrangulasi, tanaman tumbuh dengan baik.

Pengaruh strangulasi tidak berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman yang ditandai dengan kondisi tanaman pasca strangulasi yang cukup baik. Selama penelitian, tanaman tidak mengalami gangguan abiotik (cekaman air dan cekaman hara) dan gangguan biotik (serangan hama/penyakit) yang menyebabkan kematian tanaman. Pemasangan naungan dilakukan untuk mencegah adanya stres tanaman yang diakibatkan oleh intensitas cahaya dan suhu yang ekstrim di dalam rumah

kaca. Suhu di dalam rumah kaca berkisar antara (21.8- 36)oC pada pagi sampai

sore hari. Davies dan Albrigo (1994) menyatakan bahwa pada saat suhu antara

25oC sampai dengan 30oC memungkinkan terjadinya pertumbuhan pucuk dan

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 D iame te r b atan g (c m) MSP

Kontrol Strangulasi single Strangulasi double 5 cm

Strangulasi double 10 cm Strangulasi double 15 cm

a b a b b b a ab bc c ab bc c a Diameter Batang

Perlakuan strangulasi memberikan pengaruh sangat nyata dalam memperbesar diameter batang atas tanaman mulai 3 MSP (Minggu Setelah Perlakuan) sampai dengan 19 MSP dibandingkan kontrol. Perlakuan strangulasi single (T1), strangulasi double jarak 5 cm (T2) dan strangulasi double jarak 10 cm (T3) memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0) namun berbeda sangat nyata dengan perlakuan strangulasi double dengan jarak 15 cm (T4). Hasil

Dokumen terkait