• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Struktur Modal

Struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Menurut Husnan (2000 : 275 ), “Struktur modal merupakan perbandingan antara sumber jangka panjang yang bersifat pinjaman dan modal sendiri”. Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai pertimbangan atau perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 2001:296). Sedangkan menurut Sutrisno (2003 : 289), “struktur modal adalah merupakan perimbangan antara modal asing atau hutang dengan modal sendiri”.

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa struktur modal menggambarkan perbandingan modal asing terhadap modal sendiri pada suatu perusahaan yang digunakan untuk kebutuhan operasi sehari-hari maupun untuk mengembangkan perusahaan.

Struktur modal diindikasikan dengan debt to asset ratio (DAR), debt to equity ratio (DER), longterm debt to asset ratio (LDAR) dan longterm debt to equity ratio (LDER). Struktur modal yang digunakan dalam penelitian ini adalah longterm debt to equity ratio (LDER), yaitu perbandingan antara hutang jangka panjang dengan

ekuitas pemegang saham. Rumus untuk menghitungnya adalah sebagai berikut.

Longterm debt

LDER =

Stockholder’s equity

Semakin tinggi long term debt to equity ratio mengindikasikan bahwa dengan struktur modal tersebut, risiko keuangan yang ditanggung oleh pemegang saham semakin tinggi. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham (Astuti, 2004 : 138).

2.1.2 Komponen Struktur Modal

Struktur modal pada perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen, yaitu modal sendiri dan modal asing.

1. Modal Sendiri

Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik dan tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya (Riyanto, 2001 : 240). Modal sendiri juga dapat didefinisikan sebagai dana yang “dipinjam” dalam jangka waktu tak terbatas dari para pemegang saham. Secara umum pinjaman baru dikembalikan kepada para pemegang saham bilamana perusahaan tersebut dipailitkan (Sutojo dan Kleinsteuber, 2002 : 20). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut,

modal sendiri dapat diartikan sebagai dana yang berasal dari pemegang saham di dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak tertentu lamanya.

2. Modal Asing

Modal asing atau hutang jangka panjang dapat didefinisikan sebagai kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca) (Munawir, 2002 : 19). Menurut Riyanto (2001 : 238), “ hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun”. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hutang jangka panjang adalah kewajiban yang mempunyai jangka waktu pembayaran lebih dari satu tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar (Riyanto, 2001 : 238).

Besarnya jumlah hutang jangka panjang akan berpengaruh terhadap baik dan buruknya struktur modal. Struktur modal yang kurang sehat ditandai dengan terlalu besarnya jumlah pinjaman dari pihak ketiga untuk mendanai kegiatan bisnis. Suatu perusahaan

yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat pada perusahaan yang bersangkutan.

2.1.3 Teori Struktur Modal a. Agency Theory

Menurut teori ini, struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Pemegang saham dengan manajeman juga akan mengalami konflik kepentingan. Konflik yang pertama. Jika hutang mencapai jumlah yang signifikan dibandingkan dengan saham, maka pemegang saham akan tergoda melakukan subtitusi asset, dalam hal ini pemegang saham akan beroperasi dengan meningkatkan risiko perusahaan. Risiko perusahaan yang meningkat menguntungkan bagi pemegang saham karena kemungkinan memperoleh keuntungan yang tinggi akan semakin besar.

b. Pecking Order Hiphotesys

Pada dasarnya teori ini dibangun berdasarkan asumsi dan temuan empiris tentang perilaku keuangan perusahaan berikut : (1) kebijakan deviden yang bersifat “sticky” (tidak mudah naik atau turun), (2) perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal (laba ditahan) dibandingkan dengan sumber dana eksternal (kewajiban dan ekuitas), (3) apabila harus menggunakan sumber dana eksternal, maka perusahaan tentunya akan menggunakan

sekuritas yang teraman, (4) ketika kebutuhan dana eksternal cukup besar, maka perusahaan akan memilih menerbitkan sekuritas menurut urutan : hutang yang paling aman, hutang yang berisiko tinggi, convertible securities, preferred stock, dan saham biasa (Arifin, 2005 : 94). Teori ini menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan) daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru). Hal itu disebabkan penggunaan laba yang ditahan lebih murah dan tidak perlu mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru). Apabila perusahaan membutuhkan pendanaan eksternal, pertama kali akan menerbitkan hutang sebelum menerbitkan saham baru.

c. Signaling Theory dan Asymetric Informtion Model

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer yang memiliki informasi yang bagus tentang perusahaan akan menyampaikan kepada investor luar sehingga akan meningkatkan harga saham perusahaan. Akan tetapi dengan adanya masalah asymetric information, maka manajer tidak bisa hanya menyampaikan informasi yang bagus tersebut karena bisa saja manajer lain juga menyampaikan hal yang sama yang dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada investor.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal.

1. Stabilitas Penjualan

Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Perusahaan umum, karena permintaan atas produk atau jasanya stabil, secara historis mampu menggunakan lebih banyak leverage keuangan daripada perusahaan industri.

2. Struktur Aset

Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tidak demikian.

Jika hal-hal lain tetap sama (konstan), perusahaan dengan laverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar laverage keuangan karena perusahaan akan memiliki risiko bisnis yang lebih kecil.

4. Tingkat pertumbuhan

Jika diasumsikan hal-hal lain tetap sama, maka perusahaan yang tumbuh dengan pesat lebih banyak mengandalkan pendanaan eksternal. Akan tetapi, pada suatu kondisi perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar yang menyebabkan perusahaan tersebut mengurangi keinginan untuk menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan.

5. Profitabilitas

Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relative kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang menguntungkan, seperti Intel, Microsoft dan Coca Cola memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal.

6. Pajak

Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak. Oleh karena itu semakin tinggi tarif pajak, semakin besar manfaat penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan.

7. Pengendalian

Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur pendanaan. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu mengkhendaki penggunaan utang atau ekuitas karena jenis modal yang memberi perlindungan terbaik bagi manajemen bervariasi dari

suatu kondisi ke kondisi yang lain. Bagaimanapun, jika posisi manajemen sangat rawan, situasi pengendalian perusahaan akan dipertimbangkan.

8. Sikap manajeman

Sebagian manajeman cenderung lebih konservatif daripada manajeman yang lain sehingga menggunakan hutang yang lebih kecil daripada rata-rata industri yang bersangkutan, sementara manajeman yang lain cenderung menggunakan banyak hutang usaha dalam upaya mengejar laba yang tinggi. 9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Penilai Peringkat

Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarakan struktur pendanaannya dengan pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima.

10.Kondisi Pasar

Kondisi pasar saham dan obligasi yang mengalami perubahan dalam jangka panjang dan jangka pendek sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal.

11.Kondisi Internal Perusahaan

Dalam hal ini, kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal. Jika kondisi internal perusahaan baik, maka kebijakan struktur modal juga akan meningkat.

12.Fleksibilitas Keuangan

Dengan fleksibilitas keuangan, maka akan sangat membantu perusahaan dalam bidang pendanaan karena melalui adanya fleksibilitas keuangan maka kapasitas cadangan yang memadai dapat dipertahankan.

2.2 Rentabilitas

Tujuan perusahaan pada umumnya yaitu memperoleh laba sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk memperoleh laba tersebut,dalam menjalankan operasinya perusahaan memerlukan sumber daya berupa modal maupun aktiva. Rentabilitas menunjukkan perbandingan antara laba dengan modal atau aktiva yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan laba tersebut. Menurut Martono (2001 : 18), “rentabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut”.

Sedangkan menurut Harahap (2004 : 395), “rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba atau keuntungan melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada”. Cara menilai rentabilitas bermacam-macam tergantung pada laba dan aktiva, atau

modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya, apakah itu laba dari operasi atau laba neto sesudah pajak dengan keseluruhan aktiva tangible atau modal sendiri.

Adanya beberapa cara penilaian terhadap rentabilitas suatu perusahaan, menyebabkan beberapa perusahaan juga memiliki cara yang berbeda dalam menghitung rentabilitasnya, yang penting adalah rentabilitas mana yang akan digunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan.

2.3 Rentabilitas Modal Sendiri

Rentabilitas modal sendiri (return on equity) menunjukkan perbandingan antara laba bersih sesudah pajak (net profit after taxes) yang tersedia bagi pemegang saham dengan jumlah modal pada perusahaan. Menurut Riyanto (2001: 44), “rentabilitas modal sendiri menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemilik modal sendiri yang ada dalam perusahaan itu”. Itu artinya rentabilitas modal sendiri dapat menjadi ukuran efisiensi bagi penggunaan modal sendiri yang dioperasikan dalam perusahaan.

Semakin besar rentabilitas modal sendiri berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba bagi pemilik modalnya. Laba yang diperhitungkan adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau income tax.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rentabilitas modal sendiri : a. Struktur modal

Kebijakan pemenuhan kebutuhan akan menentukan tingkat financial leverage suatu perusahaan. Penambahan hutang akan memeberikan pengaruh menguntungkan terhadap modal sendiri apabila rate of return pada penambahan hutang tersebut lebih besar daripada biaya hutang atau bunganya, dan sebaliknya. Sehingga dalam hal ini, perluasan modal yang dipenuhi dengan modal sendiri akan lebih menguntungkan terhadap tingkat rentabilitas modal sendiri.

b. Return on Asset (ROA)

Return on Asset atau disebut juga dengan rentabilitas ekonomis juga ikut mempengaruhi besarnya rentabilitas modal sendiri. Pengaruh Return on Asset terhadap rentabilitas modal sendiri secara teoritis memiliki pengaruh positif. Dengan kata lain, semakin tinggi ROA akan mengakibatkan kenaikan rentabilitas modal sendiri.

c. Tingkat bunga

Bagi perusahaan tingkat bunga akan mempengaruhi biaya modal yang ditangggung dari adanya penggunaan hutang atau modal asing oleh perusahaan tersebut. Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan biaya modal yang tinggi, sehingga

akan mengurangi laba bersih yang akan diterima oleh perusahaan.

2.4 Rentabilitas Ekonomi

Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut yang dinyatakan dalam perentase. Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi adalah laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income) sedangkan modal yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi adalah modal yang bekerja di dalam perusahaan (operating capital/asset).

Faktor- faktor yang mempengaruhi Return On Asset (ROA) terdiri dari profit margin dan turnover of operating asset .

1. Profit margin

Profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dengan penjualan bersih, perbandingan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan tingkat pendapatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perhitungan profit margin dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan pendapatan yang diterima. Semakin tinggi profit margin yang diterima perusahaan berarti semakin efisien operasi perusahaan tersebut.

2. Turnover of operating asset (tingkat perputaran aktiva)

Turnover of operating asset merupakan tingkat perputaran aktiva usaha selama satu periode. Turnover of operating asset mengukur sampai seberapa jauh aktiva usaha dipakai dalam perusahaan, selain itu juga dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating asset dalam satu periode tertentu.

Hasil kali antara profit margin dengan turnover of operating asset menentukan tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi. Semakin tinggi tingkat profit margin atau turnover of operating asset maka akan mengakibatkan naiknya rentabilitas ekonomi. Apabila ingin memperbesar rentabilitas ekonomi dengan cara memperbesar profit margin, berarti berhubungan dengan usaha untuk meningkatkan efisiensi di bidang produksi, penjualan, dan pembenahan administrasi. Sedangkan untuk memperbesar rentabilitas ekonomi dengan cara memperbesar turnover of operating asset berhubungan dengan kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Saut Andreas (2010), menguji pengaruh Debt to equity ratio dan Debt to asset ratio terhadap rentabilitas modal sendiri (Return on equity) pada industri

otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Debt to equity ratio secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri, Debt to asset ratio juga secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri. Variabel independen yang digunakan oleh Saut adalah Debt to equity ratio dan Debt to asset ratio. Variabel dependen yang digunakan adalah Return on equity.

Mushthafa (2010) meneliti pengaruh struktur modal terhadap rentabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri maupun terhadap rentabilitas ekonomi. Variabel independen yang digunakan oleh Mushthafa adalah struktur modal, sedangkan variabel dependennya adalah rentabilitas modal sendiri dan rentabilitas ekonomi.

Tabel 2.1

Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti dan tahun Penelitian

Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Saut Andreas Pengaruh struktur modal terhadap rentabilitas modal sendiri pada industri

Variabel dependen:Debt to Equity Ratio dan Debt to Secara parsial Debt to Equity Ratio dan Debt

(2010) otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Asset Ratio Variabel independen: adalah Return on Equity to Asset Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return on Equity. 2 Mushthafa (2010) Pengaruh struktur modal terhadap rentabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Variabel dependen: struktur modal Variabel independen: rentabilitas modal sendiri dan rentabilitas ekonomi Struktur modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri maupun terhadap rentabilitas ekonomi. Sumber : diolah dari berbagai sumber oleh penulis, 2012

2.6 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Return On Asset (X2) Struktur Modal LDER (X1) Rentabilitas Modal Sendiri (Y)

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : struktur modal berpengaruh secara signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri.

H2 : Return on Asset berpengaruh secara signifikan terhadap rentabilitas modal sendiri.

H3 : Struktur modal dan Return on Asset secara simultan berpengaruh signifikan terhadap rentablitas modal sendiri.

Dokumen terkait