• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Hama

Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Curculionidae Genus : Sitophilus

Spesies : Sitophilus oryzae L.

Telur berbentuk lonjong diletakkan satu per satu di dalam liang yang ditutupi dengan sisa gerekan, telur berwarna putih dengan panjang ± 0,5. Tiap imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur 300- 400 butir. Fase telur 5-7 hari (Azwana dan Marjun, 2009).

Gambar 1: Telur, Larva, Pupa S. Oryzae L. Sumber:

Larva hidup dalam biji beras dengan memakan isi biji. Fase larva merupakan fase yang merusak biji. Larva mengalami 3-4 instar selama 18 hari, berwarna putih dan panjang tubuh berkisar 4-5 mm. Larva instar akhir biasanya akan membentuk kokon dan tetap berada dalam bahan makanan atau butiran beras (Anggara, 2007).

Gambar 2: Larva S. oryzae L. Sumber:

Pupa dapat berubah warna tergantung pada umur pupa, dari coklat kemerah-merahan menjadi kehitaman dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang pupa biasanya 2,5 mm dan masa pupa berlangsung 6 hari (Kalshoven, 1981).

Gambar 3: Pupa S. oryzae L. Sumber:

Setelah menjadi pupa kemudian kumbang muda keluar dari beras. Kumbang dewasa makan beras sebelah luar sehingga tampak berlubang-lubang. Imago dapat bertelur 300-400 butir telur selama hidupnya 4-5 bulan. Ukuran tubuh ± 2-3,5 mm (Mangudiharjoo, 1978 dan Kalshoven 1981) berwarna gelap kecoklatan dengan moncong panjang dari bagian kepala. Pada bagian elitra terdapat empat bintik hitam. Bagian mulut yang memanjang atau rostrum digunakan untuk merusak biji-bijian yang mempunyai kulit cukup keras (Rismunandar, 1985). Antena atau sungut berbentuk menyiku dan terdiri dari delapan ruas (Bejo, 1992).Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan (Bennet, 2003).

Gambar 4: Imago S. oryzae L. Sumber:

Imago jantan dan betina S. oryzae dapat dibedakan dari bentuk moncongnya. Imago jantan mempunyai moncong yang lebih pendek, lebar, kasar dan mempunyai banyak bintik-bintik. Imago betina mempunyai moncong yang lebih panjang, ramping, melengkung, mengkilat, dan halus dengan bintik- bintik yang lebih sedikit. Ukuran tubuh yang jantan relatif lebih kecil (Willam, 1980).

Kerusakan Yang Disebabkan Sitophilus oryzae L.

S. oryzae merupakan hama primer yaitu dapat menyerang suatu bahan tanpa ada pertolongan hama lain. Gejala serangan pada butir-butir komoditas menjadi berlubang-lubang (Bulog, 1996).

Serangan S. oryzae pada beras utuh akan rusak dan hancur menjadi menir, Kerusakan yang diakibatkan oleh hama S. oryzae dapat tinggi pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijian hancur dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat mengakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau apek yang tidak enak dan tidak dapat dikonsumsi (Kalshoven, 1981).

Serangga ini membuat kerusakan dimulai sejak stadium larva sampai imago dengan memakan isi biji bahan pangan. Butir-butir jagung akan berlubang dan butiran tersebut cepat pecah dan hancur seperti tepung. Setelah melubangi biji jagung, masing-masing lubang diletakkan satu telur (Kartasapoetra, 1991).

Gambar 5: Gejala kerusakan S. oryzae L. Pada jagung Sumber:

Akibat dari serangan dan pengrusakan bahan dalam simpanan (terutama butir-butir beras) akan menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa buah, menjadikan butiran itu cepat pecah dan remuk bagaikan tepung. Hal ini

sering kita temukan pada butiran beras yang terserang, dalam keadaan rusak dan bercampur tepung dipersatukan oleh air liur larva sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali (Kartasapoetra, 1991).

Gambar 6: Gejala kerusakan S. oryzae L. Pada beras Sumber:

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi populasi Hama Sitophylus oryzae

Peranan Faktor Makanan

Pada hama-hama tanaman pangan dan produk pertanian dalam simpanan, makanan sangat diperlukan untuk menopang tingkat hidup yang aktif, terutama pada proses peneluran dan stadium larva. Stadium imago porsinya menjadi kecil karena periode kehidupannya menjadi relatif pendek apabila hama-hama tersebut telah meletakkan telur. Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses perkembangbiakan keturunannya. Sebagai contoh, kandungan protein, lemak dan P yang tinggi pada komoditas beras dan jagung. Fenomena tersebut memberikan indikasi bahwa kualitas makanan suatu bahan mempunyai arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan

serangga yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang dilakukannya (kualitas dan kuantitas serangan) (Yasin, 2009).

Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang berkondisi baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Andrewartha dan Birch, 1954). Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan oleh hal-hal

sebagai berikut a) kurangnya kandungan unsur yang diperlukan serangga, b) rendahnya kadar air bahan, c) permukaan terlalu keras, bentuk material bahan

yang kurang disenangi, misalnya beras lebih disenangi dari pada gabah (Yasin, 2009).

S. oryzae lebih menyukai biji yang kasar dan tidak dapat berkembang biak pada bahan makanan yang berbentuk tepung. S.oryzae tidak akan meletakkan telur pada material yang halus karena imago tidak dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut (Marbun dan Pangestiningsih, 1991).

Peranan asam amino dalam perkembangan S. oryzae telah dilaporkan oleh Barker (1976). Larva dari serangga ini sering gagal untuk bertahan hidup (Survive) dalam bahan makanan dengan kandungan total asam amino 0.1%. Dalam hal ini sangat sedikit aktifitas menggerek larva, dan larva akan mati pada instar pertama. Kandungan asam amino 3% menghasilkan 52% larva yang berhasil mencapai stadia pupa dan imago, walaupun laju/tingkat perkembangan lebih lambat dibandingkan dengan kandungan asam amino 5; 7,5 dan 10%. Kandungan asam amino yang optimal adalah 7,5%. Sebaliknya, bila total asam

amino meningkat menjadi 13% perkembangan larva secara nyata menjadi terhambat (Sitepu dkk, 2004).

Kandungan zat gizi pada bahan makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan populasi S. oryzae dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Pada Jenis Pangan

*%BDD: Persen Bahan makanan yang dapat dimakan

(Deptan, 2006).

Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, dan merupakan pangan tradisional atau makanan pokok di beberapa daerah. Jagung juga berperan penting dalam perkembangan industri pangan. Hal ini ditunjang dengan teknik budi daya yang cukup mudah dan

berbagai varietas unggul. Kandungan nutrisi jagung tidak kalah dengan terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan karena mengandung pangan

No Jenis

Pangan

BDD (%)

Kandungan Zat Gizi (per 100 gr BDD) Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Kharbo (gr) Kalsium (mg) Phosfor (mg) Besi (mg) Vit. A (RE) Vit. B (mg) Vit. C (mg) 1 B. utuh 100 364.0 6.8 0.6 80.1 5.0 142.0 0.80 0.0 0.3 0.0 2 B.pecah 100 364.0 6.8 0.7 78.9 6.0 140.0 0.80 0.0 0.1 0.0 3 J. utuh 100 156.0 2.7 1.3 33.3 51.0 105.0 1.20 0.0 0.1 0.0 4 J. pecah 100 361.0 8.7 4.5 72.4 9.0 380.0 4.60 0.0 0.3 0.0 5 P.hitam 100 356.0 7.0 0.7 78.0 10.0 148.0 0.80 0.0 0.2 0.0 6 P. putih 100 362.0 6.7 0.7 79.4 12.0 148.0 0.80 0.0 0.2 0.0 7 B.merah 100 359.0 7.5 0.9 77.6 16.0 163.0 0.30 0.0 0.2 0.0 8 Padi 100 364.0 6.8 0.6 80.1 5.0 142.0 0.80 0.0 0.2 0.0

fungsional seperti serat pangan, unsur Fe, dan beta-karoten (pro vitamin A) (Suarni dan Firmansyah 2005).

Kebutuhan Nutrisi Bagi Serangga

Pengaruh jenis pakan, kandungan air dan besarnya butiran material berpengaruh terhadap biologi suatu jenis hama. Pakan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika pakan yang tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan meningkat dengan cepat. Sebaliknya jika keadaan pakan kurang maka populasi akan menurun (Jumar, 2000). Selain kualitas dan kuantitas pakan, jumlah kandungan nutrisi dalam pakan juga sangat penting peranannya. Zat-zat nutrisi yang dibutuhkan serangga pada umumnya digolongkan menjadi karbohidrat, asam amino dalam protein, lipid dalam lemak, air, dan beberapa vitamin. Karbohidrat secara umum merupakan sumber energi, meskipun tidak terlalu dibutuhkan tetapi karbohidrat diperlukan untuk pertumbuhan normal. Kebutuhan akan karbohidrat dapat digantikan oleh protein dan lemak yang disesuaikan dengan jenis penggunaan dan perubahan energi oleh serangga. Asam amino merupakan senyawa kimia pembentuk protein yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal bagi kelangsungan hidup serangga. Walaupun terdapat 20 macam asam amino tetapi hanya 10 asam amino yang dibutuhkan dalam pakan serangga. Lipid merupakan asam lemak yang mempunyai fungsi spesifik. Asam lemak bagi serangga memicu untuk oviposisi. Lemak dan asam lemak merupakan sumber energi untuk menyusun cadangan lemak dan glikogen. Serangga membutuhkan lemak untuk pertumbuhan normal dan reproduksi. Selain itu lemak

juga penting untuk pembentukan membran dan sintesa hormon (Chapman, 1998 dalam Handayani, 2008).

Vitamin yang diperlukan diantaranya adalah provitamin A (Beta karoten) yang merupakan kebutuhan nutrisi dalam pakan untuk semua serangga yang berfungsi untuk pembentukan pigmen. Apabila serangga kekurangan vitamin ini maka akan memperlambat proses pembentukan pigmen dan pergantian kulit, selain itu serangga akan berukuran kecil dan kurang aktif. Vitamin lain yang diperlukan adalah vitamin E yang berfungsi memperbaiki fekunditas dari serangga jenis ngengat dan kumbang (Chapman, 1998 dalam Handayani, 2008).

Serangga akan tumbuh dan berkembang dengan normal apabila mendapatkan pakan dengan jumlah yang cukup baik kualitasnya. Kualitas pakan banyak ditentukan oleh mutu gizi pakan tersebut, sedangkan mutu gizi pakan ditentukan oleh nutrisi yang terkandung didalamnya. Pakan yang dikonsumsi oleh serangga harus memenuhi kebutuhan serangga terhadap nutrisi yang sangat kompleks. Meskipun nutrisi yang diperlukan oleh serangga harus terkandung didalam pakannya namun ada beberapa nutrisi dapat diperoleh dari sumber lain yaitu melalui simbiosis dengan mikroorganisme (Chapman, 1998 dalam Handayani, 2008).

Faktor Kelembaban dan Suhu

Pengaruh kelembaban terhadap perkembangan S. oryzae berbeda untuk setiap stadium. Hasil percobaan Hutomo (1972) menunjukan bahwa antara RH 30 – 70%, persentase kematian telur, larva dan serangga dewasa makin tinggi dengan makin rendahnya RH. RH yang rendah, yang dapat menyebabkan

kematian yang cukup tinggi terhadap telur, larva dan terutama imago yaitu pada RH 30, 40 dan 50% (Sitepu dkk, 2004).

Pengaruh kelembaban juga sama halnya dengan temperatur, temperatur yang baik akan sangat menentukan perkembangan serangga. Kelembaban yang optimum berada di sekitar 75% sedangkan batas kelembaban minimum dan maksimum masing-masing mendekati 0% dan 100% (Kartasapoetra, 1991).

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya populasi serangga hama di tempat penyimpanan. Serangga termasuk golongan binatang yang bersifat heterotermis, oleh karena itu serangga tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri, sehingga suhu badannya mengikuti naik turunnya suhu lingkungannya. Sebagian besar serangga gudang hidup dan berkembang biak pada kisaran suhu 10-45º C. Dibawah 10º C serangga tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya dan di atas 45º C mortalitas serangga sangat tinggi. Pada batas 15º C ke bawah, kegiatan serangga mulai berkurang akibat laju pertumbuhan populasi sangat lambat. Setiap spesies mempunyai suhu optimal dimana laju pertumbuhan populasi maksimum. Untuk kebanyakan serangga gudang di daerah tropik kisaran suhu optimumnya adalah sekitar 25-35º C. Di bawah 20º C, biasanya laju pertumbuhan populasi sangat berkurang (Sitepu dkk, 2004).

Kadar Air Bahan

Produk-produk pertanian yang tersimpan dalam gudang yang kadar airnya tinggi sangat disukai hama gudang. Batas terendah kadar air bahan dalam simpanan yang diperlukan bagi kehidupan normal kebanyakan hama gudang sekitar 8-10% (Kartasapoetra, 1991).

Kondisi kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat mudah. Hasil penelitian Kalshoven (1981) disimpulkan bahwa perkembangan populasi kumbang bubuk sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%, sebaliknya bila kadar air bahan diturunkan maka mortalitas serangga besar sehingga perkembangan populasi terhambat. John (1991) mencatat bahwa tingkat mortalitas S. oryzae L. mencapai 75% pada 9,7%, sedang Mas`ud et.al (1996) mencatat kadar air 6,8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan populasi S. oryzae (Yasin, 2009).

Faktor Musuh Alam

Seperti halnya tanaman lain, hama produksi pertanian dalam simpanan juga mempunyai faktor musuh alam yang terdiri atas predator, parasitoid dan patogen. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa apabila keseimbangan antara serangga hama dan musuh alami sepadan, maka tidak akan terjadi peletupan. Pada kasus hama gudang teori ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan mengingat infestasi bahan simpan biasanya paling banyak terjadi pada stadium larva yang mana akan sulit bagi serangga predator untuk melakukan searching terhadap serangga target. Musuh alam untuk hama gudang yang berbentuk predator misalnya cecak dan tokek yang memangsa serangga dewasa dalam gudang, juga

kumbang Necrobia rufifes dan larva Omphrate fenestralis dan Omphrate glabrifrons. Musuh alam yang berbentuk parasitoid misalnya

Anisopteromalus calandrae, yang memarasit hama larva bubuk, Exidechtinis conescens yang memarasit hama gudang ordo Coleoptera, sedangkan

organism patogen yang menjadi musuh alami hama gudang umumnya adalah kelompok cendawan khususnya yang menyerang ordo Celeoptera (Yasin, 2009).

Anisopteromalus calandrae (Howard, 1881) adalah serangga parasitoid yang terkenal dan efektif untuk hama gudang, sebagian besar berasal dari ordo Coleoptera (Peck 1963, Boucek & Rasplus 1991, Quicke 1997 dalam Timokhov dan Gokhman, 2003).

Anisopteromalus calandrae adalah serangga yang menguntungkan sebagai musuh alami penting dari kumbang Sitophilus (Badgley, 2006).

Gambar 7: Anisopteromalus calandrae Sumber:

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pangan nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor. Namun karena jumlah penduduk terus bertambah dan tersebar di banyak pulau maka ketergantungan akan pangan impor menyebabkan rentannya ketahanan pangan sehingga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Oleh sebab itu, beras dan jagung tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, sehingga menjadi basis utama dalam revitalisiasi pertanian ke depan. Berkembangnya industri makanan telah memberikan konsep kerja dan pendapatan bagi jutaan rumah tangga di Indonesia. Namun untuk mencapai sasaran tersebut banyak kendala yang ditemui, salah satu diantaranya adalah faktor penanganan pasca panen yang tidak tepat. Diketahui bahwa penyimpanan merupakan salah satu mata rantai pasca panen yang sangat penting (Lopulalan, 2010).

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di dalam pembangunan nasional komoditi ini mempunyai peranan strategis, karena mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan stabilitas nasional. Karena itu, beras akan selalu menjadi perhatian dalam ketersediaan dan distribusinya sorotan. Karena beras merupakan sumber utama bagi kebutuhan kalori (Manaf dkk., 2005).

Jagung di Indonesia termasuk salah satu serealia penting yang digunakan sebagai bahan pangan dan pakan dan merupakan salah satu komoditas ekspor non migas. Sebagai bahan pangan, komoditas jagung ini umumnya disimpan dalam

bentuk biji pipilan, sedikit sekali yang disimpan dalam bentuk klobot. Dengan kadar air basis kering biji antara 11-13 %, biji jagung masih sangat rentan terhadap infestasi serangga hama gudang ( Copeland, 1976 ) melaporkan bahwa kehilangan hasil oleh infestasi hama gudang dalam proses penyimpanan bervariasi antara 9,6-20,2 % (Masmawati, 2002).

Kehilangan yang bersifat kwantitatip pada umumnya disebabkan karena

serangan tikus dan serangga-serangga gudang antara lain Sitophilus oryzae L., Sitophilus Cerealella Oliv., Rhyzopertha dominica F. dan lain-lain, sedangkan

kehilangan yang bersifat kwalitatif pada umumnya disebabkan karena kontruksi

bangunan penyimpanan kurang memenuhi syarat atau gabah yang disimpan belum mencapai kekeringan yang memenuhi syarat (14%) (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1985).

Sebagai contoh susut kwalitatif misalnya penurunan mutu dan kerusakan atau kehilangan bagian-bagian yang bergizi dan zat-zat kimiawi yang berguna lainnya. Asean productivity Organization (APO) memperkirakan besar susut gabah/beras di negara sedang berkembang di Asia sekitar 5-15% akibat tumpah/tercecer, serangan insekta, burung, tikus dan lain-lain, yang terjadi selama penyimpanan dan distribusi. Pada tahun 1970 Bulog memperkirakan besar susut

bobot komoditi beras sekitar 25%, yang terdiri dari 8% waktu panen, 5% waktu pengangkutan, 2% waktu pengeringan, 5% waktu penggilingan dan 5% waktu penyimpanan (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan,

Salah satu aspek yang perlu diteliti sehubungan dengan peningkatan produksi pada padi-padi an dan jagung dan berkembangnya industri makanan adalah standardisasinya (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1985).

Secara alami kecenderungan hama dalam memilih makanan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor tersebut antara lain jenis dan kerusakan bahan simpan, nilai gizinya, kadar airnya, warna dan tingkat kekerasan kulit (Saenong dan Hipi, 2005).

Populasi hama gudang dapat mencapai tingkat yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi baik berupa susut bobot maupun susut mutu, seperti penurunan daya kecambah benih, perubahan warna dan rasa, penurunan nilai gizi, serta kontaminasi oleh kotoran dan bagian tubuh serangga. Maka dari itu perlu dilakukannya pengendalian hama dengan tujuan melindungi produk makanan dari serangan hama gudang karena selama manusia menyimpan produk-produk pangan selama itu pula hama gudang akan ada (Septripa, 2009).

Hama gudang dapat menyerang setiap waktu, kerusakan yang dikarenakan serangan hama gudang dapat menurunkan kualitas beras. Serangga utama yang merupakan hama dalam penyimpanan beras adalah dari ordo Lepidoptera (Tenebrionidae) dan dari ordo Coleoptera (Curculionidae). Salah satu hama

utama dari ordo Coleoptera adalah kumbang beras (S. oryzae L.) (Winarno, 1993 dan Kartasapoetra, 1994).

Kepadatan populasi hama berhubungan erat dengan besarnya kerusakan yang ditimbulkan. Hama bahan simpan umumnya merupakan hama langsung,

yang artinya kerusakan terjadi langsung pada bahan yang di konsumsi (Sitepu dkk, 2004).

Dengan adanya latar belakang ini maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui populasi S. oryzae L. dengan menggukan tekstur butiran beberapa komoditi. Dengan demikian dapat diketahui potensi populasi S. oryzae L. Yang merusak hasil dari produk bahan pangan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Pengaruh Tekstur Butiran Pada Beberapa Komoditas Terhadap Jumlah Populasi Hama Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Di Laboratorium.

Hipotesis Penelitian

1. Pulut putih paling tinggi populasi S. Oryzae L. dari pada perlakuan lainnya.

2. Pada tekstur butiran sangat disukai hama kutu bubuk S. oryzae L. dari pada tekstur tepung.

3. Ada pengaruh tekstur permukaan pada biji-bijian terhadap perkembangbiakan S. oryzae L.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTACT

Sri Wulandari, “The Effect of Grain Texture On Several Comodities To The numbers Population Of Sitophylus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

Pests In Laboratory” guided by Ir. Syahrial Oemry, MS. And Ir. Yuswani Pengestiningsih, MS. This reseach aims to know The Effect of

Grain Texture On Several Comodities To The numbers Population Of Sitophylus oryzae L. This research is done in aboratory of Perum Bulog

Kantor Divre SUMUT Medan since January-March 2013. This research uses Completely Randomed Plan with 8 treatments and 3 tests.

The result of this research show that on treatment P5; P7; P1; P3 are 165,33; 163,33; 150,00; 78,67, on the treatment show it affects the development of S. oryzae whereas, the soft texture on flour shows the decresing of population number on treatment P2; P4; P6; P8 are 8,33; 8,33; 10,00; 10,00. The surface texture on variety of woof is very affect the develop of weevil infest S. oryzae. Keyword: Texture of media, S. oryzae.

ABSTRAK

Sri Wulandari, “Pengaruh Tekstur Butiran Pada Beberapa Komoditas

Terhadap Jumlah Populasi Hama Sitophylus oryzae L. (Coleoptera:

Curculionidae) Di Laboratorium” dibawa bimbingan Ir. Syahrial Oemry MS. dan Ir. Yuswani Pangestiningsih MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekstur butiran pada beberapa komoditas terhadap jumlah populasi hama Sitophylus oryzae L. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perum Bulog Kantor Divre SUMUT Medan sejak bulan Januari-Maret 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan P5; P7; P1; P3 sebesar 165,33; 163,33; 150,00; 78,67 ekor, pada perlakuan tersebut sangat mempengaruhi perkembangbiakan S. oryzae. Sedangkan pada tekstur halus pada tepung menunjukkan penurunan jumlah populasi pada perlakuan P2; P4; P6; P8 sebesar 8,33; 8,33; 10,00; 10,00. Tekstur permukaan pada tiap jenis pakannya sangat mempengaruhi perkembangbiakan hama bubuk S. oryzae.

Kata kunci: Tekstur media, S. oryzae.

Tah

Dokumen terkait