Nyamuk Aedes aegypti
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti ( Womack 1993)
Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: http://tourworldinfo.blogspot.com/2011/10/cara-cepat-mengusir-nyamuk-secara-alami.html
Tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen yang beruas-ruas, kaki terdiri dari tiga pasang, kepalanya agak membulat dengan dua buah mata majemuk yang hampir bersentuhan. Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri skutum berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih (Gambar 1). Nyamuk Aedes aegypti yang sudah tua sisik-sisik atau skutum pada tubuhnya mudah terlepas atau rontok sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk tersebut. Nyamuk Aedes aegypti betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan nyamuk jantan, ukuran tubuh nyamuk betina sekitar 3-4 cm dengan mengabaikan panjang kakinya (Ginanjar 2003). Bagian mulut pada nyamuk betina lebih panjang dibanding nyamuk jantan, hal ini disesuaikan berdasarkan fungsinya. Mulut pada nyamuk betina berfungsi untuk menusuk dan menghisap darah, sedangkan fungsi dari mulut nyamuk jantan hanya untuk menghisap nektar bunga. Tubuh nyamuk Aedes aegypti pada saat hinggap akan sejajar dengan permukaan benda yang dihinggapinya. Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin Aedes aegypti, nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut antena pilose, sedangkan nyamuk jantan lebih banyak memiliki bulu dan disebut antena plumose. Antena tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang (Hadi dan Susi 2000).
Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang sama dengan serangga Diptera lainnya. Nyamuk memiliki metamorfosis sempurna dimulai dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.
Telur
Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam dan akan diletakkan satu persatu pada permukaan air karena sifat dari telur Aedes aegypti adalah terpisah satu persatu (Gambar 2). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo 2006).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC. Telur pada spesies Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada kondisi kering hingga mencapai berbulan-bulan pada suhu antara -2 oC sampai 42
o
C (Soedarmo 1988). Telur yang berumur sama tidak menetas pada saat yang bersamaan, telur yang berumur sama dan diletakkan dalam suatu kontainer memerlukan waktu 3-12 hari untuk menetas (Soedarmo 1988). Telur yang baru
keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah.
Gambar 2 Telur Aedes aegypti
Sumber: http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti11.htm
Larva
Larva membutuhkan air untuk kehidupannya. Perkembangan larva nyamuk Aedes aegypti memiliki empat tahap pergantian kulit (instar) yaitu L1, L2, L3 dan L4. Tahap L1 sampai L2 pada larva Aedes aegypti membutuhkan waktu 2-3 hari, kemudian dari L2 ke L3 dalam waktu 2 hari dan perubahan dari L3 ke L4 dalam waktu 1 hari. Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25-30 oC (Utomo et al. 2010). Menurut Rahmawati (2004), larva instar satu (L1) terbentuk pertama kali 6 jam setelah telur ditetaskan, selanjutnya akan mengalami perkembangan menjadi instar dua (L2) 48 jam kemudian, instar dua (L2) akan berkembang menjadi instar tiga (L3) dalam waktu 24 jam dan menjadi instar empat (L4) dalam waktu 24 jam kemudian. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva adalah 4 hari.
Menurut penelitian Niendria (2011), telur akan menetas menjadi larva selama 1-2 hari pada suhu antara 26-30 oC dengan kelembaban antara 68% - 82%. Perkembangan larva dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah yaitu 10
o
C dan keterbatasan persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva. Larva di alam tumbuh dengan memakan algae dan baha-bahan organik (Borror et al. 1992). Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
suhu, keadaan air dan kandungan zat makanan ditempat perindukan (Soegijanto 2006).
Ciri-ciri larva Aedes aegypti (Gambar 3) yaitu memiliki corong udara atau sifon pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada sifon terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada sifon, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers 1960; Borror et al. 1992; Clements 2000).
Gambar 3 Larva Aedes aegypti Sumber : http://picjb.blogspot.com/
Pupa
Pupa Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yang khas dibandingkan dengan pupa nyamuk lain. Ciri dari pupa Aedes aegypti (Gambar 4) yaitu berbentuk bengkok dengan kepala besar dan memiliki tabung atau trompet pernafasan yang berbentuk segitiga (Borror et al. 1992; Soedarmo 1988). Pupa menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 1-2 hari, sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur menjadi nyamuk dewasa yaitu 7-14 hari (Gambar 5). Bentuk pupa yaitu fase tanpa makan dan sangat sensitif terhadap pergerakan air (Hadi dan Susi 2000). Pupa yang diganggu oleh gerakan atau sentuhan, akan bergerak cepat untuk menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali dengan cara menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air
di dalam wadah atau tempat perindukan. Setelah melewati stadium ini, pupa akan melakukan eklosi (keluar dari kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air (Soedarmo 1988).
Gambar 4 Pupa Aedes aegypti
Sumber : http://denguedisease.blogspot.com/&docid=2MId9BxtXLiE4M&imgurl
Nyamuk Dewasa
Nyamuk pada umumnya tidak pergi jauh dari air tempat mereka hidup pada tahapan larva mereka. Nyamuk memiliki jarak terbang yang paling efektif antara tempat perindukan dan sumber makanan darah. Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang sejauh 50-100 m (Sigit et al. 2006). Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga sore hari. Masa menggigit nyamuk Aedes aegypti pada pagi hari yaitu dari pukul 08.00 hingga 10.00 dan sore hari pada pukul 15.00 hingga 17.00 (Hadi dan Susi 2000). Menurut Cahyati dan Suharyo (2006), waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti yaitu antara jam 08.00 hingga 12.00 dan jam 15.00 hingga 17.00. Nyamuk tertarik pada cahaya, dan zat-zat CO2 dan beberapa asam amino yang dikeluarkan oleh manusia maupun hewan (Hadi dan Susi 2000).
Nyamuk Aedes aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan untuk berkembang biak pada air-air tergenang yang jernih, dan pada tandon buatan manusia. Beberapa tempat yang disukai adalah bak mandi, ban bekas, barang-barang bekas yang tergenang air hujan dan tempat lainnya yang dapat menampung
air (Kasetyaningsih 2006; Sintorini 2007; Sudarmaja 2007; Troyo et al. 2008; Wulandari 2001).
Gambar 5 Siklus hidup Aedes aegypti
Sumber : http://dherdian.wordpress.com/2010/03/28/kerja-bakti-lagi/
Sistem Reproduksi
Sistem Reproduksi Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, dua buah testis, dan kelenjar-kelenjar tambahan. Testis berbentuk seperti pir dan memanjang ke bagian badan, sebagian besar ditutupi oleh lemak tubuh yang terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Ujung anterior berakhir di terminal filamen jaringan ikat yang melekat pada jantung dan otot alary (Gambar 6). Testis pada Diptera lainnya masing-masing terdiri dari sebuah folikel tunggal yang tertutup dalam selubung investasi yang dikelilingi oleh selaput peritoneum. Masing-masing folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung yang pendek, yaitu vas efferens dan buluh-buluh ini berhubungan dengan satu vas deferens tunggal.
Dua vas deferensia biasanya bersatu disebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi media, yang bermuara pada bagian luar pada penis atau aedeagus. Vas diferensia memiliki sebuah divertikulum, divertikulum ini sebagai tempat menyimpan spermatozoa. Kelenjar-kelenjar tambahan membentuk satu kapsula yang mengandung sperma, yaitu spermatofor (Borror et al. 1992).
Perkembangan sperma terjadi pada bagian ujung distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testis dan melanjutkan perkembangan ketika mereka melewati vas efferen (Borror et al. 1992).
Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk Jantan
Sistem Reproduksi Betina
Nyamuk betina memiliki satu sistem saluran dan dua buah ovari atau sel telur. Ovari ini terletak didorso-lateral di bagian posterior pada abdomen (Gambar 7). Masing-masing ovari biasanya terdiri dari sekelompok ovariol. Ovariol ini menuju ke lateral oviduk di sebelah posterior dan bersatu pada suatu ligamen penggantung di sebelah anterior yang biasanya menempel pada dinding tubuh atau diafragma dorsalis. Jumlah ovari Aedes aegypti berkisar antara 50 sampai 150, bervariasi tergantung dari ukuran betinanya.
Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang bertindak mengontrol tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Kuning telur terdiri dari badan-badan
protein (terutama berasal dari protein-protein hemolin), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992).
Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk betina
Nyamuk betina memiliki alat menampung sperma yang dinamakan spermateka. Pada nyamuk Aedes hanya memiliki satu spermateka yang berukuran besar. Spermateka ini akan kosong apabila nyamuk sudah tidak menghasilkan telur.
Proses Perkawinan
Perkawinan merupakan rangkaian tingkah laku yang membawa jantan dan betina saling mendekat dan menjadi strategi hidup nyamuk. Perkawinan antara nyamuk jantan dan betina ini dilakukan di udara yang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. Serangga menggunakan berbagai macam rangsangan agar jantan dan betina dapat kawin. Seekor nyamuk jantan menggunakan antena dan organ pendengarannya untuk menemukan nyamuk betina dengan rangsangan-rangsangan atau tanda berupa volatile sex feromon dan suara. Menurut Becker et al. (2003), frekuensi suara yang dihasilkan nyamuk
jantan pada saat terbang mencapai 600 cs-1, sedangkan frekuensi suara yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan nyamuk jantan, yaitu sekitar 500-550 cs-1 dan akan menurun ketika perkawinan berlangsung.
Perkawinan umum dilakukan pada nyamuk betina yang telah cukup dewasa, biasanya sering terjadi sebelum siklus gonotrofik pertama. Nyamuk betina biasanya menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir selama 2-4 hari dalam kondisi temperatur yang dingin (Becker et.al 2003).
Perkawinan pada nyamuk Aedes aegypti dapat terjadi pada saat terbang di alam bebas atau dalam kandang yang kecil, apabila nyamuk terbang di alam bebas biasanya terjadi di udara sekitar 1 meter di atas tanah. Nyamuk jantan tidak akan merespon nyamuk betina yang sedang istirahat atau diam, tetapi nyamuk jantan akan merespon apabila nyamuk betina sedang terbang dan akan hinggap pada kain kasa yang menjadi dinding kandang untuk dikawini satu persatu. Kopulasi nyamuk betina dapat terjadi berkali-kali dengan membutuhkan waktu sampai satu menit atau kurang dari satu menit untuk jantan mendepositkan spermatozoa pada bursa copulatrik nyamuk betina. Menurut Mullen dan Dullen (2002) kopulasi dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit. Kopulasi dapat terjadi pada saat nyamuk betina istirahat atau pada tempat sunyi (Cristhoper 1960), selain itu kopulasi dapat terjadi sempurna meskipun terjadi pada kandang yang kecil (Clements 1999).
Jantan akan mengejar dan mencoba untuk menempel pada betina. Selama pengejaran jantan akan terbang di sekeliling betina untuk melakukan penyeleksian. Jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak berhasil jantan akan menghentikan pengejaran dan mencari betina lain (Clements 2000). Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk jantan dan nyamuk betina (Clements 1963).
Pakan Nyamuk
Kehidupan nyamuk dipengaruhi oleh kondisi nutrisi, nyamuk yang berasal dari larva yang memiliki gizi buruk akan terlihat berbeda pada tingkah lakunya. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi madu atau cairan tumbuhan, atau dapat pula diganti dengan gula dengan melarutkannya di dalam air (Gambar 8 B),
kekurangan akan pakan gula pada nyamuk akan menurunkan tidak hanya karbohidrat dan lipid juga perubahan pada tingkah lakunya. Nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina (Gambar 8 A) karena protein darah diperlukan untuk memproduksi telur (Hadi dan Susi 2000). Nyamuk betina tidak hanya menghisap darah manusia tetapi juga akan menghisap darah hewan.
Perkembangan sel telur biasanya terjadi setelah betina mengambil makanan yang mengandung protein pada saat penghisapan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960), dan memerlukan waktu 3 sampai 4 hari untuk menghasilkan telur pada setiap satu siklus gonotrofik.
A B
Gambar 8 (A) Pakan nyamuk betina, dan (B) pakan nyamuk jantan
Jumlah folikel ovarium yang matang ditentukan oleh volume darah yang diambil dari satu atau dua kali hisapan dan kualitas nutrisi dari darah itu sendiri. Selain itu volume darah yang dihisap dan darah dari inang yang berbeda akan mempengaruhi perbedaan komposisi jumlah telur yang diproduksi pada beberapa spesies nyamuk tertentu. Kesuburan nyamuk betina Aedes aegypti tergantung dari beberapa faktor diantaranya nutrisi dan umur nyamuk. Semakin panjang umur nyamuk maka jumlah telur semakin banyak. Penurunan kesuburan yang disebabkan oleh umur nyamuk dapat terjadi karena degenerasi folikel ovarium dalam setiap siklus gonotrofik, selain itu nyamuk betina yang berumur tua menghisap darah cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan nyamuk muda. Dalam suatu penelitian diperoleh hasil bahwa walaupun nyamuk betina tua dan
muda menghisap darah dalam jumlah yang sama, tetapi produksi telur pada nyamuk betina tua yang dihasilkan akan lebih rendah (Detinova 1955; Clements 2000).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovitrap yang terbuat dari gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kertas saring, kandang nyamuk ukuran 40 x 40 x 40 cm3, kantong plastik ukuran 10x7 cm, kapas, botol kecil, nampan, kaca pembesar dan hand counter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti, pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut.
Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti
Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing)
Pemeliharaan nyamuk diawali dengan memelihara telur yang didapat dari nyamuk Aedes aegypti di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - IPB.
Telur yang telah diperoleh, disimpan dan ditetaskan di nampan yang telah berisi air. Telur tersebut akan menetas menjadi larva setelah 2-3 hari. Larva diberi pakan berupa pelet sekali sehari sebanyak 5 sampai 6 butir. Pergantian air dilakukan apabila nampan telah terlihat kotor karena sisa-sisa pakan. Nampan yang berisi larva ditutup dengan menggunakan kain kasa untuk menghindari larva dari predator lain dan mencegah nyamuk lain bertelur di nampan.
Perubahan larva menjadi pupa membutuhkan waktu 4 sampai 6 hari. Pupa dipisahkan satu persatu dan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil bervolume 50 ml. Gelas tersebut kemudian ditutup dengan penutup yang telah diberi lubang agar udara masuk. Pupa dipisahkan satu persatu dengan tujuan
mengidentifikasikan jenis kelamin nyamuk dan mencegah terjadinya proses perkawinan sebelum dilakukan perlakuan. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa pada hari ke 7. Nyamuk dewasa inilah yang akan digunakan dalam penelitian.
Perkawinan
Pupa yang telah dipisahkan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil bervolume 50 ml, dan setelah menetas menjadi nyamuk dewasa kemudian diseleksi dan dipilih 20 betina dan 10 jantan untuk dimasukkan ke dalam kandang. Penelitian ini menggunakan 5 buah kandang, masing-masing kandang dianggap sebagai satu ulangan (Gambar 9). Setelah semua pupa berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk tersebut dilepaskan di dalam kandang.
Gambar 9 Kandang nyamuk dewasa
Kertas saring yang telah diberi garis-garis kotak diletakkan di dalam kandang sebagai tempat penyimpanan telur. Kertas saring tersebut direkatkan pada gelas plastik bervolume 250 ml yang telah diisi seperempat bagian air dari gelas tersebut. Selain itu, di dalam kandang diletakkan pula botol kecil yang berisi air gula dan ditutup dengan kapas karena kapas mampu menyerap air yang digunakan sebagai pakan untuk nyamuk jantan.
Pakan nyamuk jantan dan betina berbeda. Pakan nyamuk jantan berupa air gula, sedangkan untuk nyamuk betina diberikan darah marmut. Pemberian darah
marmut tersebut dilakukan dengan cara memasukkan marmut ke dalam kandang jepit dan diletakkan di dalam kandang nyamuk. Bagian belakang tubuh marmut dicukur untuk mempermudah nyamuk menghisap darah. Pemberian pakan tersebut berlangsung selama 30 menit atau hingga nyamuk tidak menghisap darah marmut lagi. Pemberian darah ini dilakukan 4 hari sekali disesuaikan dengan siklus gonotrofik.
Pengamatan Telur
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya pada kertas saring yang berada di dalam kandang. Telur yang berada dikertas saring diambil dan dikeringkan, kemudian dilakukan penghitungan di bawah kaca pembesar untuk mempermudah dan agar tidak terjadi kesalahan dalam penghitungan. Setelah dilakukan penghitungan, telur-telur ini disimpan di dalam plastik ukuran 10x7 cm, dan diberi catatan berupa tanggal atau waktu menurut lama penyimpanan. Telur yang dihasilkan pada siklus gonotrofik 1 disimpan untuk jangka waktu terlama yaitu 180 hari atau 6 bulan, sedangkan telur yang berasal dari siklus gonotrofik terakhir yang memiliki lama penyimpanan paling singkat yaitu 0 hari ditetaskan pada akhir penetasan. Pengulangan dilakukan sebanyak lima kali. Waktu simpan telur tersebut yaitu :
Sumber indukan Siklus gonotrofik Lama penyimpanan (hari)
Penetasan telur
Penetasan telur dilakukan sesuai dengan lama penyimpanan telur, telur yang dikehendaki ditetaskan di dalam gelas plastik bervolume 250 ml. Gelas tersebut diisi air sebanyak 200 ml dan ditutup dengan kain kasa agar nyamuk lain tidak bertelur di dalamnya. Telur dibiarkan selama 7 hari dengan maksud agar telur dapat menetas secara maksimal karena telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC (Soegijanto 2006). Penetasan telur nyamuk dilakukan pada kisaran suhu ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu adalah 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata kelembaban 69% (Lampiran 4). Penetasan telur hanya sampai telur berkembang menjadi larva. Telur yang telah menetas menjadi larva dihitung untuk menentukan daya tetas telur.
20 Betina dan 10 Jantan 180 150 120 90 60 30 21 14 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Analisis Data
Data yang diperoleh dari jumlah telur dan daya tetas telur dianalisis dengan menggunakan uji statistik yaitu uji ANOVA one way dan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan secara signifikan atau nyata. Selain menggunakan uji tersebut dilakukan pula uji regresi untuk melihat hubungan antara jumlah telur dengan umur nyamuk terhadap daya tetas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Telur
Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah telur dihitung untuk menentukan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti (Lampiran 5). Cara perhitungan rata-rata jumlah telur per ekor yaitu :
Jumlah telur per ekor = Jumlah telur Jumlah nyamuk
Rata-rata jumlah telur per ekor terhadap umur nyamuk disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti Siklus Gonotropik Umur Nyamuk Jumlah Telur Per ekor
1 4 hari 61,46 ± 14,25f 2 8 hari 75,19 ± 27,67g 3 12 hari 88,4 ± 33,14h 4 16 hari 82,59 ± 24,67h 5 20 hari 54,23 ± 28,35e.f 6 24 hari 51,46 ± 29,85d.e 7 28 hari 45,96 ± 7,65c.d.e 8 32 hari 43,04 ± 23,06c.d 9 40 hari 47,59 ± 27,49c.d.e 10 44 hari 27,31 ± 15,52b 11 48 hari 28.89 ± 7,66b 12 52 hari 32 ± 9,98b 13 56 hari 28,48 ± 18,46b 14 60 hari 17,92 ± 3,6a 15 64 hari 41,87 ± 9,89c 16 68 hari 49,52 ± 22,55c.d.e
Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor nyamuk betina Aedes aegypti di bawah 100 butir, hal ini menunjukkan rendahnya jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk tersebut. Jumlah tersebut lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes aegypti pada umumnya yang mencapai 100 butir per ekor dan bahkan lebih (Hadi dan Susi 2000). Biasanya nyamuk Aedes aegypti menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir dalam waktu 2 hingga 4 hari (Becker et al. 2003). Menurut Clements (1963), jumlah telur nyamuk Aedes aegypti biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah telur dari spesies nyamuk lainnya. Jumlah telur per ekor yang dihasilkan pada siklus gonotrofik ke 1 cukup baik dengan rata-rata 61,46 butir karena nyamuk baru pertama kalinya menghasilkan telur dan nyamuk baru beradaptasi dengan lingkungan. Rata-rata jumlah telur nyamuk per ekor mengalami peningkatan pada siklus gonotrofik ke 2 yaitu 75,19 butir, peningkatan tertinggi terjadi pada siklus gonotrofik ke 3 dengan rata-rata jumlah telur per ekor mencapai 88,4 butir.
Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan nyamuk Aedes aegypti per ekor berbeda di setiap siklus gonotrofik (Tabel 1). Jumlah telur meningkat pada hari ke 12 (siklus gonotrofik 3) dan mengalami penurunan secara bertahap hingga hari ke 44 (siklus gonotrofik 10) yaitu 27,31 butir dan pada hari ke 48 (siklus gonotrofik 11) mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk yaitu 28,48 butir. Jumlah telur per ekor terendah terjadi pada hari ke 60 (siklus gonotrofik 14) yaitu 17,92 butir (Gambar 10).
Gambar 10 Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor
Nyamuk akan melepaskan dirinya dari marmut ketika nyamuk telah cukup mendapatkan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960). Darah manusia adalah pakan yang paling sesuai untuk nyamuk Aedes aegypti dibandingkan darah hewan. Hal ini dibuktikan oleh Niendria (2011), pada penelitian tersebut nyamuk Aedes aegypti dapat menghasilkan 341,3 butir per ekor karena menggunakan darah manusia, hasil tersebut lebih banyak dibandingkan