• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Simpan terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Simpan terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PUTRI DWI MULYANTI. Influence of Store Periode Toward Eggs Hatchability Aedes aegypti. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.

The aim of this research was to determine the number of eggs and eggs hatching of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from the Parasitology and medical entomology insectarium FKH IPB. This research was consisted of five groups of treatment which each treatment involved 20 females and 10 males of Aedes aegypti. The eggs which produced in 1st gonotrophic cycle stored for the longest period of 180 days. Otherwise, the eggs produced in the last gonotrophic cycle has the shortest of stored period (0 day). The highest number of eggs produced on the 12th day (third gonotrophic cycle) with average of each mousquitoes are 88,4 eggs. The lowest number of eggs produced on the 60th day (14th gonotrophic cycle) are 17,92 eggs. The highest eggs hatching on the 9th gonotrophic cycle (7th day store periode) are 67,4%. The lowest eggs hatching on the first gonotrophic cycle (180th day store peride) are 0% or no eggs hatched. The number of eggs influenced by the age of mousquito. The number of eggs is diminish along with the female mosquitoes age increasing. Otherwise, the eggs hatcing of Aedes aegypti influenced by store period because the eggs hatching diminish along with the store period increasing.

(2)

PUTRI DWI MULYANTI.Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI.

(3)

TELUR

Aedes aegypti

PUTRI DWI MULYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Waktu Simpan terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Putri Dwi Mulyanti

(5)

PUTRI DWI MULYANTI. Influence of Store Periode Toward Eggs Hatchability Aedes aegypti. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.

The aim of this research was to determine the number of eggs and eggs hatching of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from the Parasitology and medical entomology insectarium FKH IPB. This research was consisted of five groups of treatment which each treatment involved 20 females and 10 males of Aedes aegypti. The eggs which produced in 1st gonotrophic cycle stored for the longest period of 180 days. Otherwise, the eggs produced in the last gonotrophic cycle has the shortest of stored period (0 day). The highest number of eggs produced on the 12th day (third gonotrophic cycle) with average of each mousquitoes are 88,4 eggs. The lowest number of eggs produced on the 60th day (14th gonotrophic cycle) are 17,92 eggs. The highest eggs hatching on the 9th gonotrophic cycle (7th day store periode) are 67,4%. The lowest eggs hatching on the first gonotrophic cycle (180th day store peride) are 0% or no eggs hatched. The number of eggs influenced by the age of mousquito. The number of eggs is diminish along with the female mosquitoes age increasing. Otherwise, the eggs hatcing of Aedes aegypti influenced by store period because the eggs hatching diminish along with the store period increasing.

(6)

PUTRI DWI MULYANTI.Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atua tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

TELUR

Aedes aegypti

PUTRI DWI MULYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

aegypti

Nama : Putri Dwi Mulyanti

NIM : B04070136

Disetujui

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi Pembimbing I

Diketahui

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedoekteran Hewan

(10)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

• Dr. Drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak persiapan penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga selesainya skripsi ini.

• Seluruh dosen dan staf Laboratorium Entomologi FKH IPB yang telah memberikan bantuan ilmunya dalam pelaksanaan penelitian ini.

• Gubernur Provinsi Jambi, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi di Institut Pertanian Bogor.

• Mama, Papa, kakak (Fika Zaryani), adik (Dede Kurnia Setiawan) serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan doa yang tiada hentinya.

• Rio, Fenny, Sari, Deny, Wulan, ila, meta, Nyuy, Anggi, Nora, Disa, Archi, Vully, Ayu, Vany, Era, serta seluruh sahabat dan saudaraku di IMKB, Costrad, Maharlika Atas, Gianuzzi 44, dan Avenzoar 45 atas kebersamaan, dukungan, motivasi dan pengalaman yang tidak terlupakan.

• Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1989 dari ayah Baizar dan ibu Efyenni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari taman kanak-kanak di TK Aulia Bekasi Timur pada tahun 1994, penulis memulai sekolah dasar di SD Negeri Jatimulya 04 Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2001 yang kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri 4 Tambun Selatan Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri 3 Sungai Penuh Kerinci-Jambi dan lulus pada tahun 2007, dan melanjutkan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Mayor yang dipilih penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang ...1

Tujuan Penelitian ...2

Manfaat Penelitian ...2

TINJAUAN PUSTAKA ...3

Nyamuk Aedes aegypti ...3

Siklus Hidup...4

Telur ...4

Larva...5

Pupa ...6

Nyamuk Dewasa ...7

Sistem Reproduksi ...8

Sistem Reproduksi Jantan ...8

Sistem Reproduksi Betina ...9

Proses Perkawinan ...10

Pakan Nyamuk ...11

METODE PENELITIAN ...14

Waktu dan Tempat Penelitian ...14

Alat dan Bahan ...14

Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti...14

Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing) ...14

Perkawinan... ...15

Pengamatan Telur ...16

Penetasan telur...17

(13)

Jumlah Telur ...19

Daya Tetas Telur ...22

SIMPULAN DAN SARAN ...26

Simpulan ...26

Saran ...26

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Nyamuk Aedes aegypti ... 3

2. Telur Aedes aegypti ...5

3. Larva Aedes aegypti ...6

4. Pupa Aedes aegypti ...7

5. Siklus hidup Aedes aegypti ...8

6. Organ reproduksi nyamuk jantan ...9

7. Organ reproduksi nyamuk betina ...10

8. Pakan nyamuk jantan dan betina ...12

9. Kandang nyamuk dewasa ...15

10.Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor ...21

11.Hubungan antara jumlah telur dan umur nyamuk ...22

12.Rata-rata daya tetas telur Aedes aegypti ...24

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti ... 30

2. Jumlah telur total dan daya tetas nyamuk Aedes aegypti ...34

3. Jumlah nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan ...38

4. Suhu dan kelembaban selama penetasan pelur ... 44

5. Rata-rata jumlah telur nyamuk Aedes aegypti per ekor ...45

6. Jumlah telur total nyamuk Aedes aegypti ...50

7. Hasil analisis ANOVA dan Duncan jumlah jelur per ekor ...51

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) merupakan salah satu ektoparasit yang menjadi vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya dan demam penyakit kuning (Yellow fever). Selain sebagai vektor penyakit, nyamuk juga dapat berperan sebagai inang antara berbagai jenis cacing filaria yaitu Dirofilaria immitis (cacing jantung pada anjing). Inang antara artinya nyamuk secara normal digunakan oleh agen penyakit (cacing) untuk melangsungkan sebagian daur hidupnya tetapi tidak sampai mengalami kematangan kelamin. Penyakit ini dengan cepat dapat menyebar melalui gigitan nyamuk ke hewan maupun manusia, sehingga dapat menjadi salah satu masalah besar kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat penyebarannya (Hadi dan Susi 2000).

Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan cepat dalam waktu 7 hari untuk menjadi nyamuk dewasa dan hidup pada tempat-tempat yang ada genangan air seperti bak mandi, barang-barang bekas yang di dalamnya berisi air, bahkan dapat menetas pada tempat-tempat yang bersih (Judarwanto 2007). Penyebaran Aedes aegypti dipengaruhi oleh perubahan iklim yang menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, media air, dan arah udara sehingga berefek pada ekosistem yang mempengaruhi perkembangbiakan vektor (Cahyati dan Suharyo 2006). Selain itu, perkembangbiakan nyamuk secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk yang bertambah setiap tahunnya, faktor perilaku, partisipasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Yudhastuti dan Anni 2005).

(18)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah telur dan daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti setelah disimpan pada suhu ruang (0 - 180 hari).

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Aedes aegypti

Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam : Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti ( Womack 1993)

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: http://tourworldinfo.blogspot.com/2011/10/cara-cepat-mengusir-nyamuk-secara-alami.html

(20)

menyulitkan identifikasi pada nyamuk tersebut. Nyamuk Aedes aegypti betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan nyamuk jantan, ukuran tubuh nyamuk betina sekitar 3-4 cm dengan mengabaikan panjang kakinya (Ginanjar 2003). Bagian mulut pada nyamuk betina lebih panjang dibanding nyamuk jantan, hal ini disesuaikan berdasarkan fungsinya. Mulut pada nyamuk betina berfungsi untuk menusuk dan menghisap darah, sedangkan fungsi dari mulut nyamuk jantan hanya untuk menghisap nektar bunga. Tubuh nyamuk Aedes aegypti pada saat hinggap akan sejajar dengan permukaan benda yang dihinggapinya. Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin Aedes aegypti, nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut antena pilose, sedangkan nyamuk jantan lebih banyak memiliki bulu dan disebut antena plumose. Antena tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang (Hadi dan Susi 2000).

Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang sama dengan serangga Diptera lainnya. Nyamuk memiliki metamorfosis sempurna dimulai dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.

Telur

Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam dan akan diletakkan satu persatu pada permukaan air karena sifat dari telur Aedes aegypti adalah terpisah satu persatu (Gambar 2). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo 2006).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC. Telur pada spesies Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada kondisi kering hingga mencapai berbulan-bulan pada suhu antara -2 oC sampai 42

o

(21)

keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah.

Gambar 2 Telur Aedes aegypti

Sumber: http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti11.htm

Larva

Larva membutuhkan air untuk kehidupannya. Perkembangan larva nyamuk Aedes aegypti memiliki empat tahap pergantian kulit (instar) yaitu L1, L2, L3 dan L4. Tahap L1 sampai L2 pada larva Aedes aegypti membutuhkan waktu 2-3 hari, kemudian dari L2 ke L3 dalam waktu 2 hari dan perubahan dari L3 ke L4 dalam waktu 1 hari. Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25-30 oC (Utomo et al. 2010). Menurut Rahmawati (2004), larva instar satu (L1) terbentuk pertama kali 6 jam setelah telur ditetaskan, selanjutnya akan mengalami perkembangan menjadi instar dua (L2) 48 jam kemudian, instar dua (L2) akan berkembang menjadi instar tiga (L3) dalam waktu 24 jam dan menjadi instar empat (L4) dalam waktu 24 jam kemudian. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva adalah 4 hari.

Menurut penelitian Niendria (2011), telur akan menetas menjadi larva selama 1-2 hari pada suhu antara 26-30 oC dengan kelembaban antara 68% - 82%. Perkembangan larva dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah yaitu 10

o

(22)

suhu, keadaan air dan kandungan zat makanan ditempat perindukan (Soegijanto 2006).

Ciri-ciri larva Aedes aegypti (Gambar 3) yaitu memiliki corong udara atau sifon pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada sifon terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada sifon, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers 1960; Borror et al. 1992; Clements 2000).

Gambar 3 Larva Aedes aegypti Sumber : http://picjb.blogspot.com/

Pupa

(23)

di dalam wadah atau tempat perindukan. Setelah melewati stadium ini, pupa akan melakukan eklosi (keluar dari kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air (Soedarmo 1988).

Gambar 4 Pupa Aedes aegypti

Sumber : http://denguedisease.blogspot.com/&docid=2MId9BxtXLiE4M&imgurl

Nyamuk Dewasa

Nyamuk pada umumnya tidak pergi jauh dari air tempat mereka hidup pada tahapan larva mereka. Nyamuk memiliki jarak terbang yang paling efektif antara tempat perindukan dan sumber makanan darah. Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang sejauh 50-100 m (Sigit et al. 2006). Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga sore hari. Masa menggigit nyamuk Aedes aegypti pada pagi hari yaitu dari pukul 08.00 hingga 10.00 dan sore hari pada pukul 15.00 hingga 17.00 (Hadi dan Susi 2000). Menurut Cahyati dan Suharyo (2006), waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti yaitu antara jam 08.00 hingga 12.00 dan jam 15.00 hingga 17.00. Nyamuk tertarik pada cahaya, dan zat-zat CO2 dan beberapa asam amino yang dikeluarkan oleh manusia

maupun hewan (Hadi dan Susi 2000).

(24)

air (Kasetyaningsih 2006; Sintorini 2007; Sudarmaja 2007; Troyo et al. 2008; Wulandari 2001).

Gambar 5 Siklus hidup Aedes aegypti

Sumber : http://dherdian.wordpress.com/2010/03/28/kerja-bakti-lagi/

Sistem Reproduksi

Sistem Reproduksi Jantan

Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, dua buah testis, dan kelenjar-kelenjar tambahan. Testis berbentuk seperti pir dan memanjang ke bagian badan, sebagian besar ditutupi oleh lemak tubuh yang terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Ujung anterior berakhir di terminal filamen jaringan ikat yang melekat pada jantung dan otot alary (Gambar 6). Testis pada Diptera lainnya masing-masing terdiri dari sebuah folikel tunggal yang tertutup dalam selubung investasi yang dikelilingi oleh selaput peritoneum. Masing-masing folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung yang pendek, yaitu vas efferens dan buluh-buluh ini berhubungan dengan satu vas deferens tunggal.

(25)

Perkembangan sperma terjadi pada bagian ujung distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testis dan melanjutkan perkembangan ketika mereka melewati vas efferen (Borror et al. 1992).

Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk Jantan

Sistem Reproduksi Betina

Nyamuk betina memiliki satu sistem saluran dan dua buah ovari atau sel telur. Ovari ini terletak didorso-lateral di bagian posterior pada abdomen (Gambar 7). Masing-masing ovari biasanya terdiri dari sekelompok ovariol. Ovariol ini menuju ke lateral oviduk di sebelah posterior dan bersatu pada suatu ligamen penggantung di sebelah anterior yang biasanya menempel pada dinding tubuh atau diafragma dorsalis. Jumlah ovari Aedes aegypti berkisar antara 50 sampai 150, bervariasi tergantung dari ukuran betinanya.

(26)

protein (terutama berasal dari protein-protein hemolin), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992).

Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk betina

Nyamuk betina memiliki alat menampung sperma yang dinamakan spermateka. Pada nyamuk Aedes hanya memiliki satu spermateka yang berukuran besar. Spermateka ini akan kosong apabila nyamuk sudah tidak menghasilkan telur.

Proses Perkawinan

(27)

jantan pada saat terbang mencapai 600 cs-1, sedangkan frekuensi suara yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan nyamuk jantan, yaitu sekitar 500-550 cs-1 dan akan menurun ketika perkawinan berlangsung.

Perkawinan umum dilakukan pada nyamuk betina yang telah cukup dewasa, biasanya sering terjadi sebelum siklus gonotrofik pertama. Nyamuk betina biasanya menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir selama 2-4 hari dalam kondisi temperatur yang dingin (Becker et.al 2003).

Perkawinan pada nyamuk Aedes aegypti dapat terjadi pada saat terbang di alam bebas atau dalam kandang yang kecil, apabila nyamuk terbang di alam bebas biasanya terjadi di udara sekitar 1 meter di atas tanah. Nyamuk jantan tidak akan merespon nyamuk betina yang sedang istirahat atau diam, tetapi nyamuk jantan akan merespon apabila nyamuk betina sedang terbang dan akan hinggap pada kain kasa yang menjadi dinding kandang untuk dikawini satu persatu. Kopulasi nyamuk betina dapat terjadi berkali-kali dengan membutuhkan waktu sampai satu menit atau kurang dari satu menit untuk jantan mendepositkan spermatozoa pada bursa copulatrik nyamuk betina. Menurut Mullen dan Dullen (2002) kopulasi dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit. Kopulasi dapat terjadi pada saat nyamuk betina istirahat atau pada tempat sunyi (Cristhoper 1960), selain itu kopulasi dapat terjadi sempurna meskipun terjadi pada kandang yang kecil (Clements 1999).

Jantan akan mengejar dan mencoba untuk menempel pada betina. Selama pengejaran jantan akan terbang di sekeliling betina untuk melakukan penyeleksian. Jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak berhasil jantan akan menghentikan pengejaran dan mencari betina lain (Clements 2000). Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk jantan dan nyamuk betina (Clements 1963).

Pakan Nyamuk

(28)

kekurangan akan pakan gula pada nyamuk akan menurunkan tidak hanya karbohidrat dan lipid juga perubahan pada tingkah lakunya. Nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina (Gambar 8 A) karena protein darah diperlukan untuk memproduksi telur (Hadi dan Susi 2000). Nyamuk betina tidak hanya menghisap darah manusia tetapi juga akan menghisap darah hewan.

Perkembangan sel telur biasanya terjadi setelah betina mengambil makanan yang mengandung protein pada saat penghisapan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960), dan memerlukan waktu 3 sampai 4 hari untuk menghasilkan telur pada setiap satu siklus gonotrofik.

A B

Gambar 8 (A) Pakan nyamuk betina, dan (B) pakan nyamuk jantan

(29)
(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovitrap yang terbuat dari gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kertas saring, kandang nyamuk ukuran 40 x 40 x 40 cm3, kantong plastik ukuran 10x7 cm, kapas, botol kecil, nampan, kaca pembesar dan hand counter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti, pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut.

Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing)

Pemeliharaan nyamuk diawali dengan memelihara telur yang didapat dari nyamuk Aedes aegypti di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - IPB.

Telur yang telah diperoleh, disimpan dan ditetaskan di nampan yang telah berisi air. Telur tersebut akan menetas menjadi larva setelah 2-3 hari. Larva diberi pakan berupa pelet sekali sehari sebanyak 5 sampai 6 butir. Pergantian air dilakukan apabila nampan telah terlihat kotor karena sisa-sisa pakan. Nampan yang berisi larva ditutup dengan menggunakan kain kasa untuk menghindari larva dari predator lain dan mencegah nyamuk lain bertelur di nampan.

(31)

mengidentifikasikan jenis kelamin nyamuk dan mencegah terjadinya proses perkawinan sebelum dilakukan perlakuan. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa pada hari ke 7. Nyamuk dewasa inilah yang akan digunakan dalam penelitian.

Perkawinan

Pupa yang telah dipisahkan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil bervolume 50 ml, dan setelah menetas menjadi nyamuk dewasa kemudian diseleksi dan dipilih 20 betina dan 10 jantan untuk dimasukkan ke dalam kandang. Penelitian ini menggunakan 5 buah kandang, masing-masing kandang dianggap sebagai satu ulangan (Gambar 9). Setelah semua pupa berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk tersebut dilepaskan di dalam kandang.

Gambar 9 Kandang nyamuk dewasa

Kertas saring yang telah diberi garis-garis kotak diletakkan di dalam kandang sebagai tempat penyimpanan telur. Kertas saring tersebut direkatkan pada gelas plastik bervolume 250 ml yang telah diisi seperempat bagian air dari gelas tersebut. Selain itu, di dalam kandang diletakkan pula botol kecil yang berisi air gula dan ditutup dengan kapas karena kapas mampu menyerap air yang digunakan sebagai pakan untuk nyamuk jantan.

(32)

marmut tersebut dilakukan dengan cara memasukkan marmut ke dalam kandang jepit dan diletakkan di dalam kandang nyamuk. Bagian belakang tubuh marmut dicukur untuk mempermudah nyamuk menghisap darah. Pemberian pakan tersebut berlangsung selama 30 menit atau hingga nyamuk tidak menghisap darah marmut lagi. Pemberian darah ini dilakukan 4 hari sekali disesuaikan dengan siklus gonotrofik.

Pengamatan Telur

(33)

Sumber indukan Siklus gonotrofik Lama penyimpanan (hari)

Penetasan telur

Penetasan telur dilakukan sesuai dengan lama penyimpanan telur, telur yang dikehendaki ditetaskan di dalam gelas plastik bervolume 250 ml. Gelas tersebut diisi air sebanyak 200 ml dan ditutup dengan kain kasa agar nyamuk lain tidak bertelur di dalamnya. Telur dibiarkan selama 7 hari dengan maksud agar telur dapat menetas secara maksimal karena telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC (Soegijanto 2006). Penetasan telur nyamuk dilakukan pada kisaran suhu ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu adalah 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata kelembaban 69% (Lampiran 4). Penetasan telur hanya sampai telur berkembang menjadi larva. Telur yang telah menetas menjadi larva dihitung untuk menentukan daya tetas telur.

(34)

Analisis Data

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Telur

Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah telur dihitung untuk menentukan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti (Lampiran 5). Cara perhitungan rata-rata jumlah telur per ekor yaitu :

Jumlah telur per ekor = Jumlah telur Jumlah nyamuk

Rata-rata jumlah telur per ekor terhadap umur nyamuk disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti Siklus Gonotropik Umur Nyamuk Jumlah Telur Per ekor

1 4 hari 61,46 ± 14,25f

2 8 hari 75,19 ± 27,67g

3 12 hari 88,4 ± 33,14h

4 16 hari 82,59 ± 24,67h

5 20 hari 54,23 ± 28,35e.f

6 24 hari 51,46 ± 29,85d.e

7 28 hari 45,96 ± 7,65c.d.e

8 32 hari 43,04 ± 23,06c.d

9 40 hari 47,59 ± 27,49c.d.e

10 44 hari 27,31 ± 15,52b

11 48 hari 28.89 ± 7,66b

12 52 hari 32 ± 9,98b

13 56 hari 28,48 ± 18,46b

14 60 hari 17,92 ± 3,6a

15 64 hari 41,87 ± 9,89c

(36)

Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor nyamuk betina Aedes aegypti di bawah 100 butir, hal ini menunjukkan rendahnya jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk tersebut. Jumlah tersebut lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes aegypti pada umumnya yang mencapai 100 butir per ekor dan bahkan lebih (Hadi dan Susi 2000). Biasanya nyamuk Aedes aegypti menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir dalam waktu 2 hingga 4 hari (Becker et al. 2003). Menurut Clements (1963), jumlah telur nyamuk Aedes aegypti biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah telur dari spesies nyamuk lainnya. Jumlah telur per ekor yang dihasilkan pada siklus gonotrofik ke 1 cukup baik dengan rata-rata 61,46 butir karena nyamuk baru pertama kalinya menghasilkan telur dan nyamuk baru beradaptasi dengan lingkungan. Rata-rata jumlah telur nyamuk per ekor mengalami peningkatan pada siklus gonotrofik ke 2 yaitu 75,19 butir, peningkatan tertinggi terjadi pada siklus gonotrofik ke 3 dengan rata-rata jumlah telur per ekor mencapai 88,4 butir.

(37)

Gambar 10 Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor

Nyamuk akan melepaskan dirinya dari marmut ketika nyamuk telah cukup mendapatkan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960). Darah manusia adalah pakan yang paling sesuai untuk nyamuk Aedes aegypti dibandingkan darah hewan. Hal ini dibuktikan oleh Niendria (2011), pada penelitian tersebut nyamuk Aedes aegypti dapat menghasilkan 341,3 butir per ekor karena menggunakan darah manusia, hasil tersebut lebih banyak dibandingkan dengan pakan darah marmut dari hasil penelitian ini yaitu 88,4 butir per ekor.

Rahmawati (2004) melakukan penelitian serupa dari perkawinan alami antara 25 ekor jantan dengan 25 ekor betina Aedes aegypti dengan hasil 2155 butir telur sehingga dihasilkan rata-rata 86 butir. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah telur per ekor kurang dari 100 butir. Hasil penelitian Yulidar (2011) juga menunjukkan rata-rata telur per ekor sebanyak 96 butir. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunandini (2002) menunjukkan bahwa nyamuk Aedesaegypti akan menghasilkan telur dengan rata-rata 117,35 butir.

Perbedaan jumlah telur yang dihasilkan ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya kondisi lingkungan yang kering, suhu tinggi, kelembaban yang rendah dan volume darah yang dihisap oleh nyamuk. Menurut Clements (1963) untuk menghasilkan rata-rata 85,5 butir telur seekor nyamuk memerlukan sejumlah 3-3,5 mg darah, telur tidak dapat dihasilkan bila jumlah darah yang

0

(38)

dihisap kurang dari 0,5 mg. Selain itu ukuran kandang dan kepadatan jumlah nyamuk yang tinggi berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Penelitian Yulidar (2011) menunjukkan rata-rata jumlah telur adalah 96 butir dengan ukuran kandang 20 x 20 x 20 cm3 yang berisi 30 ekor nyamuk (20 ekor nyamuk betina dan 10 ekor nyamuk jantan) di dalamnya.

Uji regresi (Lampiran 8) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0.05) antara umur nyamuk terhadap jumlah telur (B = -0,736 dan β = -0,756) yang memiliki arti, semakin tua umur nyamuk jumlah telur akan semakin menurun. Model persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (adjusted R square) sebesar 0,54. Artinya 54% jumlah telur dipengaruhi oleh umur nyamuk. Gambar 11 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin bertambah umur nyamuk maka jumlah telur per ekor semakin menurun.

Gambar 11 Hubungan antara jumlah telur dan umur nyamuk

Daya Tetas Telur

Daya tetas telur diperoleh dari jumlah telur menetas yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes aegypti pada setiap siklus gonotrofik. Daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui dengan cara jumlah telur menetas dibagi dengan jumlah telur total dikali 100% (Lampiran 2).

0

Jumlah Telur Perekor

(39)

Rumus daya tetas telur : Jumlah Telur Menetas x 100 % Jumlah Telur Total

Tabel 2 Persentase daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti

Lama Penyimpanan Siklus Gonotrofik ke Daya Tetas (%)

180 Hari 1 0

150 Hari 2 0.08

120 Hari 3 0.21

90 Hari 4 0.97

60 Hari 5 30.28

30 Hari 6 0.49

21 Hari 7 52.79

14 Hari 8 1.56

7 Hari 9 67.4

6 Hari 10 0.74

5 Hari 11 3.46

4 Hari 12 2.22

3 Hari 13 1.69

2 Hari 14 4.59

1 Hari 15 3.18

0 Hari 16 3.8

(40)

Gambar 12 Rata-rata daya tetas telur Aedes aegypti

Pada penelitian Gunandini (2002) nyamuk Aedes aegypti memiliki daya tetas telur sebesar 62%. Daya tetas telur yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan penelitian ini yaitu 67,4%. Berbeda halnya dengan penelitian Yulidar (2011) yang menghasilkan daya tetas telur yang tinggi sebesar 80,09%. Hal ini disebabkan oleh faktor pakan darah nyamuk yang digunakan berupa darah manusia, sedangkan pada penelitian ini dan penelitian Gunandini (2002) pakan darah yang digunakan berupa darah marmut.

Faktor lain yang mempengaruhi daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti antara lain suhu, kelembaban, dan waktu simpan atau lama penyimpanan telur. Suhu Insektarium Entomologi antara ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata kelembaban 69% (Lampiran 4). Suhu dan kelembaban tersebut masih termasuk suhu dan kelembaban yang optimum. Menurut Yotopranoto et al. (1998) dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27 oC dan pertumbuhan akan berhenti sama sekali apabila suhu kurang 10 oC atau lebih dari 40 oC. Kelembaban yang tinggi mengakibatkan daya tetas telur semakin meningkat, untuk bertahan hidup telur harus disesuaikan pada kelembaban yang tinggi yaitu 81,5-89,5%. Suhu dan kelembaban yang rendah dapat menyebabkan metabolisme berlangsung lambat, sehingga mempengaruhi perkembangan dan daya tetas telur (Mintarsih et al. 1996; Neto dan Silva 2004). Selain faktor suhu

0

(41)

dan kelembaban, faktor nutrisi terutama protein yang terkandung dalam darah juga mempengaruhi jumlah dan daya tetas telur (Papaj 2000).

Gambar 13 Hubungan antara daya tetas telur dengan lama penyimpanan

Gambar 13 memperlihatkan adanya pengaruh antara daya tetas telur dengan lama penyimpanan atau waktu simpan. Hasil tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa waktu simpan yang semakin lama menyebabkan daya tetas telur akan semakin menurun, bahkan sampai tidak adanya telur yang menetas (Tabel 2 dan Gambar 13). Meskipun demikian pada gambar 12 terlihat bahwa daya tetas telur pada penyimpanan 7 hari, 21 hari dan 60 hari menunjukkan hasil yang cukup baik, masing-masing sebesar 67,4%; 52,79%; dan 30,28%. Hal ini dikarenakan umur nyamuk lebih berpengaruh dibandingkan lama penyimpanan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 50 100 150 200

D

a

y

a

T

et

a

s (

P

er

sen

)

Lama Penyimpanan (Hari)

Daya Tetas

(42)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh umur nyamuk, semakin tua umur nyamuk betina maka jumlah telur yang dihasilkan semakin sedikit. Jumlah telur perekor tertinggi terjadi pada umur nyamuk hari ke 12 (siklus gonotrofik 3) dengan rata-rata yaitu 88,4 butir, sedangkan telur terendah terjadi pada umur nyamuk hari ke 60 (siklus gonotrofik 14) dengan rata-rata jumlah telur per ekor adalah 17,92 butir.

2. Daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh waktu simpan. Semakin lama telur disimpan, daya tetas telur semakin menurun. Daya tetas telur terbaik terjadi pada siklus gonotrofik ke 9 (lama penyimpanan 7 hari) dengan persentase daya tetas sebesar 67,4%, sedangkan daya tetas terendah terjadi pada siklus gonotrofik 1 (lama penyimpanan 180 hari dengan persentase telur yang menetas adalah 0%.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang sama menggunakan hasil ternakan nyamuk dari koloni yang masih baru atau muda.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Bahang ZB. 1978. Life History of Aedes (S) aegypti dan Aedes (S) albopictus. Laboratory Condition. Institute for Medical Research, Malaysia, Kuala Lumpur.

Becker N, Dusan P, Marija Z, Clvive B, Christine D, John L, dan Achim K. 2003. Mosquitoes and Their Control. New York : Kluwer Academic, Plenum Publisher. Borror, Triplehorn, Johnson. 1992. Pengenalan Serangga Edisi Keenam. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Cahyati WH, Suharyo. 2006. Dinamika Aedes aegypti sebagai vektor penyakit. Kemas 2: 38-48.

Christophers Sir SR. 1960. Aedes aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito. Cambridge: Cambridge University Press.s

Clements AN. 1963. The Physiology of Mosquitoes. London : Pergamon Press.

Clements AN.1999. The Biology of Mosquitoes Volume 2 Sensory, Reception and Behaviour. USA : CABI Publishing.

Clements AN. 2000. The Biology of Mosquitoes Volume 1 Development, Nutrition, and Reproduction. USA : CABI Publishing.

Detinova TS. 1955. Fertility of the common malarial mosquito Anopheles maculipennis. Med. Parasitol, Moscow (24): 6-11 “diacu dalam” Clements AN. 2000. The Biology of Mosquitoes Volume 1 Development, Nutrition, and Reproduction. USA : CABI Publishing.

Ginanjar G. 2003. Demam Berdarah A Survivel Guide. Yogyakarta : PT Mizan Publika. Gunandini DJ. 2002. Kemampuan Hidup Populasi Alami Nyamuk Aedes aegypti (Linn.)

yang diseleksi Malation pada Stadium Larva [disertasi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

(44)

Judarwanto W. 2007. Profil Nyamuk Aedes dan Pembasminya. http://www.IndonesiaIndonesia.com/f/13744.profil-nyamuk-aedes-pembasminya/. Kasetyaningsih TW, Sri S. 2006. Perbedaan antara House Indeks yang Melibatkan

Pemeriksaan Sumur pada Survei Vektor Dengue di Dusun Pepe, Bantul, Yogyakarta. Jurnal Kedokteran Yarsi 14 (1) : 034-037.

Mintarsih ER, Santoso L, Suwasono H. 1996. Pengaruh suhu dan kelembaban udara alami terhadap jangka hidup Aedes aegypti betina di kotamadya Salatiga dan Semarang. Cermin Dunia Kedokteran 107: 20-22.

Mullen D, Durden L. 2002. Med. Vet. Entomol. California: Academic Press.

Neto PW, Silva MAN. 2004. Development, Longevity, Gonotrophic Cycle and Oviposition of Aedes albopictus skuse (Diptera: Culicidae) under Cyclic Temperature [abstrak]. Neotrop Entomol 3 (1).

Niendria A. 2011. Kapasitas Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti di Laboratorium [skripsi]. FKH-IPB, Bogor.

Papaj DR. 2000. Ovarian Dynamics and host use. Annu. Rev. Entomol. 45: 423-448. Rahmawati D. 2004. Jumlah dan Daya Tetas Telur, serta Perkembangan Pradewasa

Aedes aegypti di Laboratorium [skripsi]. FKH-IPB, Bogor.

Sintorini MM. 2001. Peran Lingkungan pada Kasus Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. International Seminar on Mosquito and Mosquito-borne Disease Control Through Ecological Approach. Yogyakarta.

Soedarmo SSP. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soegijanto S. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

(45)

Utomo M, Siti A, Febria AS. 2010. Daya Bunuh Bahan Nabati Serbuk Biji Papaya terhadap Kematian larva Aedes aegypti Isolat Laboratorium B2P2V RP Salatiga. Universitas Muhammadiyah Semarang: 152-158.

Womack M. 1993.The Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats, Vol. 5(4):4. Wulandari TK. 2001. Vektor Demam Berdarah dan Penanggulangannya. Mutiara

Medica, 1 (1), 27-30.

Yotopranoto S, Sri S, Rosmanida, Sulaiman. 1998. Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya [majalah]. Kedokteran Tropis Indonesia. Vol. 9 : No. 1-2.

Yulidar. 2011. Daya Tahan Hidup Nyamuk Aedes aegypti (Linn.) setelah terpapar temefos pada fase larva. [tesis]. FKH-IPB, Bogor.

(46)
(47)

Lampiran 1 Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti

Umur 180 Hari

Ulangan Jumlah Telur

1 1600

Ulangan Jumlah Telur

1 2279

Ulangam Jumlah Telur

1 2939

Ulangan Jumlah Telur

1 2327

Ulangan Jumlah Telur

(48)

Umur 30 Hari

Ulangan Jumlah Telur

1 1873

Ulangan Jumlah Telur

1 867

Ulangan Jumlah Telur

1 1413

Ulangan Jumlah Telur

1 1098

Ulangan Jumlah Telur

(49)

Umur 5 hari

Ulangan Jumlah Telur

1 524

Ulangan Jumlah Telur

1 360

Ulangan Jumlah Telur

1 554

Ulangan Jumlah Telur

1 183

Ulangan Jumlah Telur

(50)

Umur 0 hari

Ulangan Jumlah Telur

1 687

2 103

3 83

4 0

5 365

(51)

Lampiran 2 Jumlah telur total dan daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti

Ulangan Tanggal Panen

27 Januari 2012

Ulangan Tanggal Panen

Ulangan Tanggal Panen

04 Agustus 2011

Ulangan Tanggal Panen

(52)

Ulangan Tanggal

12 Agustus 2011

12 Oktober 2011

Ulangan Tanggal Panen

16 Agustus 2011

Ulangan Tanggal Panen

20 Agustus 2011

Ulangan Tanggal Panen

(53)

Ulangan Tanggal

Ulangan Tanggal Panen

Ulangan Tanggal Panen

(54)

Ulangan Tanggal

Ulangan Tanggal Panen

Ulangan Tanggal Panen

(55)

Lampiran 3 Jumlah nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan

Umur 4 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

(56)

Umur 16 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

(57)

Umur 28 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

(58)

Umur 40 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

(59)

Umur 52 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

(60)

Umur 64 hari

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

Ulangan Jenis Kelamin Jumlah Nyamuk Total Nyamuk

1 Betina

(61)

Lampiran 4 Suhu dan kelembaban ruang selama penetasan telur

Tanggal Tetas Umur Telur Suhu Kelembaban

27-Jan-12 180 hari 28 oC 72%

31-Des-11 150 hari 28 oC 71%

04-Des-11 120 hari 29 oC 70%

08 November 2011 90 hari 28.5 oC 69%

12-Okt-11 60 hari 28 oC 71%

18-Jan-12 30 hari 28 oC 72%

10-Sep-11 21 hari 29.8 oC 55%

05-Jan-12 14 hari 29 oC 69%

08-Sep-11 7 hari 30.7 oC 55%

01-Jan-12 6 hari 29 oC 69%

04-Jan-12 5 hari 29 oC 70%

07-Jan-12 4 hari 28 oC 72%

10-Jan-12 3 hari 28.5 oC 71%

13-Jan-12 2 hari 28 oC 71%

16-Jan-12 1 hari 28.5 oC 71%

19-Jan-12 0 hari 28 oC 72%

(62)

Lampiran 5 Rata-rata jumlah telur nyamuk Aedes aegypti perekor

Jumlah Telur Nyamuk

Jumlah Telur Nyamuk

(63)

Umur 24 hari

Jumlah Telur Nyamuk

Jumlah Telur Nyamuk

(64)

Umur 32 hari

Jumlah Telur Nyamuk

Jumlah Telur Nyamuk

(65)

Umur 48 hari

Jumlah Telur Nyamuk

Jumlah Telur Nyamuk

(66)

Umur 60 hari

Jumlah Telur Nyamuk

Jumlah Telur Nyamuk

(67)

Lampiran 6 Jumlah telur total nyamuk Aedes aegypti

Siklus

Gonotrofik ke- Umur Nyamuk

Jumlah Nyamuk

Betina Jumlah Telur Total

1 4 hari 100 6146

2 8 hari 100 7519

3 12 hari 100 8840

4 16 hari 100 8259

5 20 hari 81 4393

6 24 hari 76 3911

7 28 hari 76 3493

8 32 hari 76 3271

9 40 hari 64 3046

10 44 hari 64 1748

11 48 hari 59 1705

12 52 hari 59 1888

13 56 hari 54 1538

14 60 hari 51 914

15 64 hari 30 1256

(68)

Lampiran 7 Hasil analisis ANOVA dan Duncan jumlah telur perekor

ONEWAY Jumlah_Telur BY Umur_Nyamuk /STATISTICS DESCRIPTIVES

/MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).

Oneway

Descriptives Jumlah_Telur

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Umur 4 Hari 100 61.4600 14.24910 1.42491 58.6327 64.2873 37.20 80.00 Umur 8 Hari 100 75.1900 27.67200 2.76720 69.6993 80.6807 34.25 113.95 Umur 12 Hari 100 88.4000 33.13794 3.31379 81.8247 94.9753 48.65 146.95 Umur 16 Hari 100 82.5900 24.67179 2.46718 77.6946 87.4854 40.85 116.35 Umur 20 Hari 81 54.2340 28.35167 3.15019 47.9649 60.5030 28.33 99.45 Umur 24 Hari 76 51.4609 29.85256 3.42432 44.6393 58.2825 29.75 104.06 Umur 28 Hari 76 45.9618 7.65410 .87799 44.2128 47.7109 30.33 55.53 Umur 32 Hari 76 43.0388 23.05592 2.64470 37.7703 48.3073 17.06 78.50 Umur 40 Hari 64 47.5922 27.49099 3.43637 40.7251 54.4592 11.71 96.33 Umur 44 Hari 64 27.3112 15.51866 1.93983 23.4348 31.1877 5.86 44.29 Umur 48 Hari 59 28.8975 7.66133 .99742 26.9009 30.8940 22.00 44.89 Umur 52 Hari 59 32.0008 9.97928 1.29919 29.4002 34.6015 20.56 43.25 Umur 56 Hari 54 28.4846 18.46503 2.51277 23.4446 33.5246 8.67 55.29 Umur 60 Hari 51 17.9220 3.60076 .50421 16.9092 18.9347 13.07 22.17 Umur 64 Hari 30 41.8680 9.89965 1.80742 38.1714 45.5646 24.60 51.89 Unur 68 Hari 25 49.5208 22.55008 4.51002 40.2126 58.8290 20.60 76.33 Total 1115 53.0629 30.41486 .91085 51.2757 54.8501 5.86 146.95

ANOVA Jumlah_Telur

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 484500.639 15 32300.043 65.012 .000

(69)

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Jumlah_Telur Duncan

Umur_Nyamuk N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6 7 8

Umur 60 Hari 51 17.9220

Umur 44 Hari 64 27.3112

Umur 56 Hari 54 28.4846

Umur 48 Hari 59 28.8975

Umur 52 Hari 59 32.0008

Umur 64 Hari 30 41.8680

Umur 32 Hari 76 43.0388 43.0388

Umur 28 Hari 76 45.9618 45.9618 45.9618

Umur 40 Hari 64 47.5922 47.5922 47.5922

Umur 68 Hari 25 49.5208 49.5208 49.5208

Umur 24 Hari 76 51.4609 51.4609

Umur 20 Hari 81 54.2340 54.2340

Umur 4 Hari 100 61.4600

Umur 8 Hari 100 75.1900

Umur 16 Hari 100 82.5900 82.5900

Umur 12 Hari 100 88.4000

Sig. 1.000 .302 .096 .065 .071 .077 .070 .155

(70)

Lampiran 8 Hasil analisis Regresi jumlah telur perekor

REGRESSION

/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN

/DEPENDENT Jumlah_Telur_perekor /METHOD=ENTER Umur_Nyamuk

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N Jumlah Telur perekor 48.4375 20.31738 16

Umur Nyamuk 36.00 20.861 16

Correlations

Jumlah Telur

perekor Umur Nyamuk Pearson Correlation Jumlah Telur perekor 1.000 -.756

Umur Nyamuk -.756 1.000

Sig. (1-tailed) Jumlah Telur perekor . .000

Umur Nyamuk .000 .

N Jumlah Telur perekor 16 16

Umur Nyamuk 16 16

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Umur Nyamuka . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Jumlah Telur perekor

Model Summaryb

Mod el R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

(71)

Model Summaryb

Mod el R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square b. Dependent Variable: Jumlah Telur perekor

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimens

ion Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions (Constant) Umur Nyamuk

1 1 1.872 1.000 .06 .06

2 .128 3.826 .94 .94

a. Dependent Variable: Jumlah Telur perekor ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3535.297 1 3535.297 18.630 .001a

Residual 2656.641 14 189.760

Total 6191.938 15

a. Predictors: (Constant), Umur Nyamuk b. Dependent Variable: Jumlah Telur perekor

Coefficientsa a. Dependent Variable: Jumlah Telur

(72)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 24.8885 71.9865 48.4375 15.35208 16 Std. Predicted Value -1.534 1.534 .000 1.000 16 Standard Error of Predicted

Value 3.511 6.452 4.768 1.024 16

Adjusted Predicted Value 17.8320 75.0738 47.9987 16.04354 16 Residual -1.55502E1 25.11152 .00000 13.30825 16

Std. Residual -1.129 1.823 .000 .966 16

Stud. Residual -1.172 2.063 .015 1.051 16

Deleted Residual -1.67622E1 32.16798 .43879 15.77987 16 Stud. Deleted Residual -1.189 2.383 .054 1.117 16

Mahal. Distance .037 2.353 .938 .802 16

Cook's Distance .001 .598 .098 .153 16

Centered Leverage Value .002 .157 .062 .053 16

(73)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) merupakan salah satu ektoparasit yang menjadi vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya dan demam penyakit kuning (Yellow fever). Selain sebagai vektor penyakit, nyamuk juga dapat berperan sebagai inang antara berbagai jenis cacing filaria yaitu Dirofilaria immitis (cacing jantung pada anjing). Inang antara artinya nyamuk secara normal digunakan oleh agen penyakit (cacing) untuk melangsungkan sebagian daur hidupnya tetapi tidak sampai mengalami kematangan kelamin. Penyakit ini dengan cepat dapat menyebar melalui gigitan nyamuk ke hewan maupun manusia, sehingga dapat menjadi salah satu masalah besar kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat penyebarannya (Hadi dan Susi 2000).

Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan cepat dalam waktu 7 hari untuk menjadi nyamuk dewasa dan hidup pada tempat-tempat yang ada genangan air seperti bak mandi, barang-barang bekas yang di dalamnya berisi air, bahkan dapat menetas pada tempat-tempat yang bersih (Judarwanto 2007). Penyebaran Aedes aegypti dipengaruhi oleh perubahan iklim yang menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, media air, dan arah udara sehingga berefek pada ekosistem yang mempengaruhi perkembangbiakan vektor (Cahyati dan Suharyo 2006). Selain itu, perkembangbiakan nyamuk secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk yang bertambah setiap tahunnya, faktor perilaku, partisipasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Yudhastuti dan Anni 2005).

(74)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah telur dan daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti setelah disimpan pada suhu ruang (0 - 180 hari).

Manfaat Penelitian

(75)

TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Aedes aegypti

Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam : Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti ( Womack 1993)

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: http://tourworldinfo.blogspot.com/2011/10/cara-cepat-mengusir-nyamuk-secara-alami.html

(76)

menyulitkan identifikasi pada nyamuk tersebut. Nyamuk Aedes aegypti betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan nyamuk jantan, ukuran tubuh nyamuk betina sekitar 3-4 cm dengan mengabaikan panjang kakinya (Ginanjar 2003). Bagian mulut pada nyamuk betina lebih panjang dibanding nyamuk jantan, hal ini disesuaikan berdasarkan fungsinya. Mulut pada nyamuk betina berfungsi untuk menusuk dan menghisap darah, sedangkan fungsi dari mulut nyamuk jantan hanya untuk menghisap nektar bunga. Tubuh nyamuk Aedes aegypti pada saat hinggap akan sejajar dengan permukaan benda yang dihinggapinya. Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin Aedes aegypti, nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut antena pilose, sedangkan nyamuk jantan lebih banyak memiliki bulu dan disebut antena plumose. Antena tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang (Hadi dan Susi 2000).

Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang sama dengan serangga Diptera lainnya. Nyamuk memiliki metamorfosis sempurna dimulai dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.

Telur

Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam dan akan diletakkan satu persatu pada permukaan air karena sifat dari telur Aedes aegypti adalah terpisah satu persatu (Gambar 2). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo 2006).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC. Telur pada spesies Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada kondisi kering hingga mencapai berbulan-bulan pada suhu antara -2 oC sampai 42

o

(77)

keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah.

Gambar 2 Telur Aedes aegypti

Sumber: http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti11.htm

Larva

Larva membutuhkan air untuk kehidupannya. Perkembangan larva nyamuk Aedes aegypti memiliki empat tahap pergantian kulit (instar) yaitu L1, L2, L3 dan L4. Tahap L1 sampai L2 pada larva Aedes aegypti membutuhkan waktu 2-3 hari, kemudian dari L2 ke L3 dalam waktu 2 hari dan perubahan dari L3 ke L4 dalam waktu 1 hari. Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25-30 oC (Utomo et al. 2010). Menurut Rahmawati (2004), larva instar satu (L1) terbentuk pertama kali 6 jam setelah telur ditetaskan, selanjutnya akan mengalami perkembangan menjadi instar dua (L2) 48 jam kemudian, instar dua (L2) akan berkembang menjadi instar tiga (L3) dalam waktu 24 jam dan menjadi instar empat (L4) dalam waktu 24 jam kemudian. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva adalah 4 hari.

Menurut penelitian Niendria (2011), telur akan menetas menjadi larva selama 1-2 hari pada suhu antara 26-30 oC dengan kelembaban antara 68% - 82%. Perkembangan larva dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah yaitu 10

o

(78)

suhu, keadaan air dan kandungan zat makanan ditempat perindukan (Soegijanto 2006).

Ciri-ciri larva Aedes aegypti (Gambar 3) yaitu memiliki corong udara atau sifon pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada sifon terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada sifon, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers 1960; Borror et al. 1992; Clements 2000).

Gambar 3 Larva Aedes aegypti Sumber : http://picjb.blogspot.com/

Pupa

(79)

di dalam wadah atau tempat perindukan. Setelah melewati stadium ini, pupa akan melakukan eklosi (keluar dari kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air (Soedarmo 1988).

Gambar 4 Pupa Aedes aegypti

Sumber : http://denguedisease.blogspot.com/&docid=2MId9BxtXLiE4M&imgurl

Nyamuk Dewasa

Nyamuk pada umumnya tidak pergi jauh dari air tempat mereka hidup pada tahapan larva mereka. Nyamuk memiliki jarak terbang yang paling efektif antara tempat perindukan dan sumber makanan darah. Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang sejauh 50-100 m (Sigit et al. 2006). Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga sore hari. Masa menggigit nyamuk Aedes aegypti pada pagi hari yaitu dari pukul 08.00 hingga 10.00 dan sore hari pada pukul 15.00 hingga 17.00 (Hadi dan Susi 2000). Menurut Cahyati dan Suharyo (2006), waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti yaitu antara jam 08.00 hingga 12.00 dan jam 15.00 hingga 17.00. Nyamuk tertarik pada cahaya, dan zat-zat CO2 dan beberapa asam amino yang dikeluarkan oleh manusia

maupun hewan (Hadi dan Susi 2000).

(80)

air (Kasetyaningsih 2006; Sintorini 2007; Sudarmaja 2007; Troyo et al. 2008; Wulandari 2001).

Gambar 5 Siklus hidup Aedes aegypti

Sumber : http://dherdian.wordpress.com/2010/03/28/kerja-bakti-lagi/

Sistem Reproduksi

Sistem Reproduksi Jantan

Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, dua buah testis, dan kelenjar-kelenjar tambahan. Testis berbentuk seperti pir dan memanjang ke bagian badan, sebagian besar ditutupi oleh lemak tubuh yang terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Ujung anterior berakhir di terminal filamen jaringan ikat yang melekat pada jantung dan otot alary (Gambar 6). Testis pada Diptera lainnya masing-masing terdiri dari sebuah folikel tunggal yang tertutup dalam selubung investasi yang dikelilingi oleh selaput peritoneum. Masing-masing folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung yang pendek, yaitu vas efferens dan buluh-buluh ini berhubungan dengan satu vas deferens tunggal.

(81)

Perkembangan sperma terjadi pada bagian ujung distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testis dan melanjutkan perkembangan ketika mereka melewati vas efferen (Borror et al. 1992).

Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk Jantan

Sistem Reproduksi Betina

Nyamuk betina memiliki satu sistem saluran dan dua buah ovari atau sel telur. Ovari ini terletak didorso-lateral di bagian posterior pada abdomen (Gambar 7). Masing-masing ovari biasanya terdiri dari sekelompok ovariol. Ovariol ini menuju ke lateral oviduk di sebelah posterior dan bersatu pada suatu ligamen penggantung di sebelah anterior yang biasanya menempel pada dinding tubuh atau diafragma dorsalis. Jumlah ovari Aedes aegypti berkisar antara 50 sampai 150, bervariasi tergantung dari ukuran betinanya.

(82)

protein (terutama berasal dari protein-protein hemolin), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992).

Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk betina

Nyamuk betina memiliki alat menampung sperma yang dinamakan spermateka. Pada nyamuk Aedes hanya memiliki satu spermateka yang berukuran besar. Spermateka ini akan kosong apabila nyamuk sudah tidak menghasilkan telur.

Proses Perkawinan

(83)

jantan pada saat terbang mencapai 600 cs-1, sedangkan frekuensi suara yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan nyamuk jantan, yaitu sekitar 500-550 cs-1 dan akan menurun ketika perkawinan berlangsung.

Perkawinan umum dilakukan pada nyamuk betina yang telah cukup dewasa, biasanya sering terjadi sebelum siklus gonotrofik pertama. Nyamuk betina biasanya menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir selama 2-4 hari dalam kondisi temperatur yang dingin (Becker et.al 2003).

Perkawinan pada nyamuk Aedes aegypti dapat terjadi pada saat terbang di alam bebas atau dalam kandang yang kecil, apabila nyamuk terbang di alam bebas biasanya terjadi di udara sekitar 1 meter di atas tanah. Nyamuk jantan tidak akan merespon nyamuk betina yang sedang istirahat atau diam, tetapi nyamuk jantan akan merespon apabila nyamuk betina sedang terbang dan akan hinggap pada kain kasa yang menjadi dinding kandang untuk dikawini satu persatu. Kopulasi nyamuk betina dapat terjadi berkali-kali dengan membutuhkan waktu sampai satu menit atau kurang dari satu menit untuk jantan mendepositkan spermatozoa pada bursa copulatrik nyamuk betina. Menurut Mullen dan Dullen (2002) kopulasi dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit. Kopulasi dapat terjadi pada saat nyamuk betina istirahat atau pada tempat sunyi (Cristhoper 1960), selain itu kopulasi dapat terjadi sempurna meskipun terjadi pada kandang yang kecil (Clements 1999).

Jantan akan mengejar dan mencoba untuk menempel pada betina. Selama pengejaran jantan akan terbang di sekeliling betina untuk melakukan penyeleksian. Jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak berhasil jantan akan menghentikan pengejaran dan mencari betina lain (Clements 2000). Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk jantan dan nyamuk betina (Clements 1963).

Pakan Nyamuk

(84)

kekurangan akan pakan gula pada nyamuk akan menurunkan tidak hanya karbohidrat dan lipid juga perubahan pada tingkah lakunya. Nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina (Gambar 8 A) karena protein darah diperlukan untuk memproduksi telur (Hadi dan Susi 2000). Nyamuk betina tidak hanya menghisap darah manusia tetapi juga akan menghisap darah hewan.

Perkembangan sel telur biasanya terjadi setelah betina mengambil makanan yang mengandung protein pada saat penghisapan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960), dan memerlukan waktu 3 sampai 4 hari untuk menghasilkan telur pada setiap satu siklus gonotrofik.

A B

Gambar 8 (A) Pakan nyamuk betina, dan (B) pakan nyamuk jantan

(85)
(86)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovitrap yang terbuat dari gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kertas saring, kandang nyamuk ukuran 40 x 40 x 40 cm3, kantong plastik ukuran 10x7 cm, kapas, botol kecil, nampan, kaca pembesar dan hand counter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti, pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut.

Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing)

Pemeliharaan nyamuk diawali dengan memelihara telur yang didapat dari nyamuk Aedes aegypti di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - IPB.

Telur yang telah diperoleh, disimpan dan ditetaskan di nampan yang telah berisi air. Telur tersebut akan menetas menjadi larva setelah 2-3 hari. Larva diberi pakan berupa pelet sekali sehari sebanyak 5 sampai 6 butir. Pergantian air dilakukan apabila nampan telah terlihat kotor karena sisa-sisa pakan. Nampan yang berisi larva ditutup dengan menggunakan kain kasa untuk menghindari larva dari predator lain dan mencegah nyamuk lain bertelur di nampan.

(87)

mengidentifikasikan jenis kelamin nyamuk dan mencegah terjadinya proses perkawinan sebelum dilakukan perlakuan. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa pada hari ke 7. Nyamuk dewasa inilah yang akan digunakan dalam penelitian.

Perkawinan

Pupa yang telah dipisahkan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil bervolume 50 ml, dan setelah menetas menjadi nyamuk dewasa kemudian diseleksi dan dipilih 20 betina dan 10 jantan untuk dimasukkan ke dalam kandang. Penelitian ini menggunakan 5 buah kandang, masing-masing kandang dianggap sebagai satu ulangan (Gambar 9). Setelah semua pupa berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk tersebut dilepaskan di dalam kandang.

Gambar 9 Kandang nyamuk dewasa

Kertas saring yang telah diberi garis-garis kotak diletakkan di dalam kandang sebagai tempat penyimpanan telur. Kertas saring tersebut direkatkan pada gelas plastik bervolume 250 ml yang telah diisi seperempat bagian air dari gelas tersebut. Selain itu, di dalam kandang diletakkan pula botol kecil yang berisi air gula dan ditutup dengan kapas karena kapas mampu menyerap air yang digunakan sebagai pakan untuk nyamuk jantan.

(88)

marmut tersebut dilakukan dengan cara memasukkan marmut ke dalam kandang jepit dan diletakkan di dalam kandang nyamuk. Bagian belakang tubuh marmut dicukur untuk mempermudah nyamuk menghisap darah. Pemberian pakan tersebut berlangsung selama 30 menit atau hingga nyamuk tidak menghisap darah marmut lagi. Pemberian darah ini dilakukan 4 hari sekali disesuaikan dengan siklus gonotrofik.

Pengamatan Telur

(89)

Sumber indukan Siklus gonotrofik Lama penyimpanan (hari)

Penetasan telur

Penetasan telur dilakukan sesuai dengan lama penyimpanan telur, telur yang dikehendaki ditetaskan di dalam gelas plastik bervolume 250 ml. Gelas tersebut diisi air sebanyak 200 ml dan ditutup dengan kain kasa agar nyamuk lain tidak bertelur di dalamnya. Telur dibiarkan selama 7 hari dengan maksud agar telur dapat menetas secara maksimal karena telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC (Soegijanto 2006). Penetasan telur nyamuk dilakukan pada kisaran suhu ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu adalah 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata kelembaban 69% (Lampiran 4). Penetasan telur hanya sampai telur berkembang menjadi larva. Telur yang telah menetas menjadi larva dihitung untuk menentukan daya tetas telur.

(90)

Analisis Data

Gambar

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti
Gambar 2 Telur Aedes aegypti
Gambar 4 Pupa Aedes aegypti
Gambar 5 Siklus hidup Aedes aegypti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur telur tetas itik Mojosari dengan penetasan kombinasi terhadap fertilitas, susut tetas ( weight loss ), daya tetas, dan

nyamuk Aedes aegypti adalah dengan memanfaatkan daun legundi dalam bentuk ekstrak etanol sebagai ovisida terhadap perkembangan telur

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN..

Persentase daya tetas telur dihitung berdasarkan persentase telur yang menetas dibandingkan dengan jumlah telur dari setiap nyamuk dewasa betina yang berhasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lokasi penambahan ovitrap terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti dan parameter model siklus hidup nyamuk

Perbedaan kematian larva nyamuk Aedes aegypti pada berbagai dosis yang diberikan pada penelitian ini terjadi karena jumlah alkaloid karpaina yang diterima oleh larva

Penularan DBD terjadi dari gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam

Susut tetas yang berpengaruh tidak nyata ini disebabkan oleh ketebalan kerabang pada telur dari umur induk 9, 11, dan 13 bulan ini relatif sama.. Ketebalan kerabang