• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKLUS HIDUP AEDES AEGYPTI PADA SKALA LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SIKLUS HIDUP AEDES AEGYPTI PADA SKALA LABORATORIUM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

22

SIKLUS HIDUP

AEDES AEGYPTI

PADA SKALA

LABORATORIUM

Yulidar & Veny Wilya

Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh

Jln. Bandara Soeltan Iskandar Muda Lorong Tgk.Dilangga No.9-Lambaro, Aceh Besar.

email : yulidar_virgo78@yahoo.co.id

ABSTRAK

Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk yang sudah terkonfirmasi sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue (DBD).Salah satu upaya yang dilakukan dalam pengendalian penyakit DBD adalah mengendalikan vektornya.Langkah awal pengendalian vektor adalah dengan mempelajari siklus hidup Aedes aegypti.

Tujuan penelitan ini untuk mempelajari bagaimana siklus hidup Aedes aegypti pada skala laboratorium.Aspek siklus hidup yang diamatiadalah lama hidup dan fekunditas.

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental rancangan acak lengkap dimana pengamatan dilkaukan pada 300 larva instar 3 (100 larva 3 kali ulangan).Parameter yang diamati adalah siklus hidupdan fekunditas. Siklus hidup mencakup lama waktu hidup larva menjadi pupa, pupa menjadi dewasa dan lama hidup dewasa, sedangkan aspek fekunditas yang diukur adalah jumlah kelompok telur (batch), jumlah telur (butir), daya tetas telur, ekdisis dan eksklosi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata waktu yang diperlukan sekali siklus hidup Aedes aegypti dari larva instar 3 (L3) menjadi pupa yaitu 45 jam 54

menit dan pupa menjadi dewasa 32 jam 41 menit. Lama hidup dewasa adalah 54 hari 4 jam 48 menit untuk betina dan jantan 42 hari 14 jam 24 menit. Sedangkan untuk aspek fekunditas, Aedes aegyptibetina selama hidupnya rata-rata bertelur 16 kali dengan rata-rata jumlah telur yang dihasilkan mencapai 744 butir, tingkat daya tetas telur mencapai 80,09 (%) dengan kemampuan ekdisis 75,95% dan eksklosi 90,67%. Ratio jantan dengan betina dalam satu siklus bertelur adalah 54,54% banding 45,42%.

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian yaitu informasi tentang siklus hidup vektor DBD tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk merencanakan waktu pengendalian vektor yang tepat

Kata kunci :Aedes aegypti, siklus hidup, fekunditas.

ABSTRACT

Aedes aegyptiwas the contaminated mosquito as disease vector of dengue fever. It was a contagious disease caused by virus through the mosquitos. One of the efforts which had been made to control the disease was by controlling the vector.To understand how to control Aedes aegypti.

(2)

23

The method used was completely randomized quasi-experimental design in which the observations were made at 300 3rd instar larvae (100 larvae 3 repetitions). The parameters measured were the life cycle and fecundity. Life cycle includes a long life time larvae become pupae, pupae become adults and adults live longer, whereas fecundity measured aspect is the number of groups of eggs (batch), the number of eggs (grains), hatching eggs, ecdysis and eksklosi.

The results showed that it took 45 hours and 54 minutes for aedes aegypty larva to turn into pupae and it took 32 hours, 41 minutes for pupa to turn into adult.The female mosquito lived for 54 days 4 hours 48 minutes while the male one lived for 42 days 14 hours 24 minutes. FemaleAedes aegypti had spawned 16 times during its lifetime produced 774 eggs at the average number. The level hatchability of eggs reached 80,09 % while the ability of ecdysiast was 75,95% and eksklosi was 70,67% with female and male ratio was 54,54% to 45,42%.

The conclusion that can be drawn based on the results of research that is information about the life cycle of the dengue vector can be used as reference material for planning a proper vector control.

Key words :Aedes aegypti, Life cycle, fecundity

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara beriklim tropis dan sub tropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif. Nyamuk yang sudah terkonfirmasi sebagai vektor DBD adalah Aedes aegypti di daerah perkotaan seluruh Indonesia dan Aedes albopictusdi daerah perkotaan Yogyakarta.1 Setiap individu rentan terhadap penyakit ini, anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan individu dewasa.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue adalah mengendalikan vektornya dengan mempelajari siklus hidup Aedes a. pradewasa dan dewasa(2). Siklus hidup, perilaku ataupun bionomik nyamuk Aedes aegypti perlu dipelajari untuk mendapatkan informasi sebagai pertimbangan menentukan waktu yang tepat pengendalian vektor dilakukan.

Bahan dan Metoda Bahan dan alat.

Bahan yang digunakan dalam penelitianini adalah : kain kasa, kapas, kertas saring, karet gelang, gelas plastik, larutan sukrosa 10%,air, dan pelet ikan, temefos formulasi granul, larva Aedes aegypti.

Alat-alat yang digunakan dalam Penelitian ini adalah : oven merek maemert, timbangan, kandang nyamuk berukuran 40x40x40cm3 dan 25x25x25 cm3, botol kecil 15 ml,

mikroskop stereo, aspirator, timbangan elektronik OHAUS GA200 buatan Jerman yang memiliki ketelitian sampai dengan 0,1 mg, wadah plastik berukuran 30x25x4 cm3dan 20x14x4

cm3,pipet plastik, lumpang penghancur pelet, kaca pembesar, senter, kamera kodak smart capture 12,1 megapixell,

stopwatch digital Hi-tech H38, kertas label, dan alat tulis.

Tempat dan waktu penelitian.

(3)

(PEK-24

FKHIPB) dari bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011.

Cara kerja.

Tahap penelitian dimulai dari tahap persiapan yaitu perbanyakan

Aedes aegypti secara massal di insektariumsampai mencapai jumlah yang dibutuhkan untuk penelitian. Jumlah Aedes aegypti yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 300 larva instar 3 (100 larva dengan 3 kali ulangan).

Parameter yang diamati adalah : 1. Lama hidup

Lama hidup yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya waktu yang diperlukan oleh larva L3

berubah menjadi pupa. Pengamatan terhadap stadium larva L3 menjadi

pupa dilakukan setiap jam sampai semua L3 berubah menjadi pupa. Larva

yang telah menjadi pupa dipindahkan ke dalam gelas plastik.setiap gelas plastik diisi seekor pupa, untuk

memudahkan pengamatan.

Pengamatan dilakukan setiap jam dan penggantian media air dilakukan setiap hari. Sedangkan lama hidup dewasa (hari) dibedakan menurut jenis kelaminnya. Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali.

2. Fekunditas yaitu jumlah

kelompok telur (batch), jumlah telur

(butir), daya tetas telur, ekdisis, eksklosi dan ratio jantan dan betina).

Pengamatan jumlah kelompok telur selama hidup seiring dengan pengamatan lama hidup nyamuk dewasa (menggunakan nyamuk yang sama). Aedes aegyptidewasa jantan dan betina diambil dengan ratio 1 : 2 dimasukkan ke dalam kandang berukuran 20x20x20 cm3 dan selalu

disediakan larutan glukosa 10%.

Pemberian pakan darah manusia setiap empat hari sekali sesuai dengan siklus gonotropik, setelah itu dipasang tempat peletakan telur dan telur diambil kembali setelah empat hari kemudian pada saat diberikan pakan darah kembali dan seterusnya diulang sampai nyamuk mati. Setiap sekali panen dihitung sebagai satu kelompok telur.Telur yang telah terkumpul dari setiap kelompok telur (batch) dihitung jumlahnya sehingga dapat diketahui jumlah telur keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh seekor Aedes aegypti

betina dewasa selama hidupnya.

Daya tetas telur (%).

Persentase daya tetas telur dihitung berdasarkan persentase telur yang menetas dibandingkan dengan jumlah telur dari setiap nyamuk dewasa betina yang berhasil oviposisi (7).Daya tetas telur dihitung berdasarkan jumlah telur yang diperoleh sampai menetas menjadi larva.Larva yang telah muncul dihitung dan disisihkan.Telur dianggap tidak menetas apabila sejak darari pertama dimasukkan ke dalam wadah penetasan sampai melewati waktu 15 hari tidak menjadi larva.

Kemampuan ekdisis (perubahan dari larva menjadi pupa) (%).

Persentase kemampuan ekdisis dihitung berdasarkan larva yang berhasil menjadi pupa dibandingkan dengan jumlah larva yang sudah menetas dari satu kelompok yang sama, dipelihara di dalam wadah berukuran 20x14x4 cm3 yang berisi air

500 ml. Pakan larva adalah pelet yang dihaluskan, pergantian media air dilakukan setiap dua hari sekali.

Kemampuan eksklosi (%) dan ratio kelamin jantan dan betina.

(4)

25 berdasarkan pupa yang berhasil

menjadi dewasa dari satu kelompok yang sama, pupa dimasukkan ke dalam gelas plastik bervolume 200 ml dengan tinggi + 10 cm, diameter + 7 cm yang diisi ¾ bagian air, setiap gelas plastik berisi 25 pupa, bagian atas gelas ditutup dengan kain kasa

sehingga rasio kelamin dewasa yang ekslosi dapat diamati.

Desain penelitian

Desain penelitianini adalah quasi eksperimental rancangan acak lengkap.Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi.

Skema Kerja :

HASIL 1.Lama hidup

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama hidup larva instar 3 (L3) sampai menjadi pupa yaitu 45

jam 54 menit dan pupa menjadi dewasa memerlukan waktu 32 jam 41menit. Sedangkan, rata-rata lamanya waktu hidup betina yaitu 54 hari 4 jam 48 menit dan jantan mencapai 42 hari 14 jam 24 menit.

2. Fekunditas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kelompok telur yang dihasilkan oleh nyamuk betina selama hidupnya adalah 16 batch

dengan rata-rata jumlah telur dihasilkan setiap batch adalah 744 butir.

Tingkat rata-rata daya tetas telur mencapai 80, 09 (%). Rata-rata persentase ekdisis mencapai 75,95% keseluruhan jumlah telur. Menurut Perez (2007) rata-rata persentase ekdisis pada Aedes aegypti dalam satu pergiliran ketururnan mencapai 73,43%(6). Sedangkan menurut Gunandini (2002)(7), rata-rata persentase ekdisis pada Aedes aegypti

yang tidak terintervensi faktor lain adalah 91%.

Hasil penelitian untuk kemampuan eksklosi mencapai 90,67% dengan ratio jantan dengan betina adalah 54,54 berbanding 45,42.Sedangkan pendapat Gunandini (2002), bahwa dalam sekali eksklosi persentase keberhasilan mencapai 91% dengan ratio jantan dengan betina

LARVA L3 (F0) F1 1. Lama hidup

2. Fekunditas :

- Jumlah kelompok telur (batch) dan jumlah telur (butir).

- Persentase kemampuan ekdisis (%)

(5)

26

mencapai 45 berbanding 54. Menurut

Adanan et al kemampuan eksklosi Aedes aegypti mencapai 99,19%(8), sedangkan menurut Braga et al (2005), pada penelitian yang pernah dilakukan kemampuan eksklosi Aedes aegypti

mencapai 96,20% (9).

PEMBAHASAN 1. Lama hidup

Lama hidup Aedes aegypti

merupakan lamanya hidup larva Aedes aegypti pada tahap instar 3 (L3)

sampai berubah menjadi pupa dan pupa menjadi dewasa dalam satuan waktu (jam, menit dan detik). Pendapat mengenai lama hidup Aedes aegypti pernah dikemukakan juga oleh Reyes-Villanuela (1992)(3), bahwa secara normal Siklus hidup larva mencapai 3,21 hari. Sedangkan menurut Sudjatmiko (2002), apabila tanpa intervensi dari luar maka secara normal Siklus hidup larva mencapai 64 jam 9 menit (3,147 hari) pada nyamuk Anopheles aconitus(4).

Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan lama hidup pradewasa dan dewasa bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang lain. Perbedaan ini tidak diuji lebih lanjut untuk mendapatkan informasi apakah signifikan atau tidak. Berdasarkan hasil analisa, dapa dikatakan bahwa perbedaan jangka waktu tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor terutama faktor lingkungan tempat penelitian dilaksanakan. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah sumber air tanah, sumber makanan yaitu pelet dengan komposisi zat yang dibuat tidak diketahui secara pasti. Pelet merupakan makanan larva.

Menurut Uvarou setiap organisme hidup memiliki suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri melalui perubahan fisiologis dan kemampuan adaptasi dengan

lingkungan yang sifatnya reversibel, keadaan demikian memberikan pengaruh yang besar terhadap dinamika populasi (10).Hal ini yang dilakukan oleh larva Aedes aegypti

untuk bertahan hidup baik dalam lingkungan yang normal maupun lingkungan yang terganggu.

Larva akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai tanda koma.uhu untuk perkembangan pupa yang optimal adalah sekitar 27-30 0C. Pada pupa

terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian gerakan sebagai reaksi terhadap rangsang.Stadium pupa tidak memerlukan makanan.Stadium pupa selama 2-3 hari kemudian berubah menjadi dewasa dengan sobeknya selongsong pupa akibat gelembung udara dan gerakan aktif pupa (11).

2. Fekunditas

Fekunditas nyamuk Aedes aegypti mencakup jumlah kelompok telur (batch), jumlah telur (butir), daya tetas telur, persentase ekdisis (larva menjadi pupa) dan persentase eksklosi (pupa menjadi dewasa). Aedes aegypti

(6)

27 juga tergantung kepada tinggi

rendahnya suhu, kelembaban udara, persediaan air, makanan dan predator.

Aedes aegypti dapat hidup pada suhu 20 0C dengan kelembaban 70%

bertahan lebih kurang 100 hari dan akan mati bila berada pada suhu 6 0C

selama 24 jam.(11)

Pengetahuan atau inforasi tentang bionomik, perilaku dan kemampuan hidup Aedes aegypti merupakan kunci strategi pengendalian vektor DBD. Pengendalian yang utama sekali dilakukan dengan sanitasi lingkungan yang bertujuan untuk megurangi habitat vektor. Selain itu, penggunaan insektisida dalam pengendalian Aedes aegypti sebagai vektor DBD juga sudah umum dilakukan. Penggunaan insektisida berupa larvasida sebaiknya digunakan sesuai anjuran yang ditentukan yaitu pada tempat-tempat penampungan air dan memperkirakan waktu-waktu populasi larva sedang meningkat yaitu pasca musim hujan dengan memperkirakan waktu peletakan telur sampai mencapai tahap larva.

KESIMPULAN

Rata-rata waktu yang diperlukan oleh larva menjadi pupalebih lama dari pada dari pupa menjadi dewasa dan lama hidup betina lebih lama dari yang jantan tetapi jumlah yang jantan lebih banyak dari yang betina.

SARAN

Pengendalian pada tahap pradewasa/larva sangat dianjurkan karena periode dari pupa ke larva cukup lama dan lebih mudah Perlu dilakukan penelitianlebih lanjut mengenai waktu-waktu pemaparan insektisida yang tepat sesuai dengan perilaku dan bionomik Aedes aegypti

baik berskala laboratorium atau aplikasi lingkungan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan selesainya penelitian dan penulisan artikel ini, penulis menyampaikan rasa terimakash kepada Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh dan Kepala Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH- IPB, Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi, U.K., Koesharto, F.X. 2006. [Nyamuk] Hama Pemukiman Indoesia. UKPHP. FKH. IPB Bogor. Hal : 38-39.

2. Chin, J. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Terjemah oleh : Dr. I. Nyoman. Kandun, MPH. Infomedika, Jakarta. 168-169.

3. Reyes-Villanueva, Juarez-Eguia M, Flores-Leal A. 1992. Efectode Concentraciones Subletales de Abate Sobre Algunos Parametrso Biologicos de Aedes aegypti

J.Mex.Salud.Publ. 34 (4) : 406-412.

4. udjatmiko. 2002. Pengaruh Konsentrasi Subletal Insektisida BPMC Terhadap Biologi

Anopheles aconitus Donitz

(Diptera :Culicidae). Tesis. IPB. Bogor.

5. Antonio GE, Daniel S, Trevoer W, Carlos FM. 2009. Paradoxial Effects of Sublethal Exposure to The Naturally Derived Insecticide Spinosad in The Dengue Vector Mosguito, Aedes aegypti. J. Pest Mngt, Sci. 65 (2) : 323-326

(7)

28

aegypti (Diptera : Culicidae) Efficacy, Persitence and Elicited Oviposition Response. J. Med. Entomol. 44 (4) : 631-638.

7. Gunandini, D.J. 2002. Kemampuan hidup populasi alami nyamuk (Linn) yang diseleksi malathion pada stadium larva. [Disertasi]. ITB. Bandung.

8. Adanan CR, Zairi J. 2005. Efficacy and Sublethal Effects of Mosguito Mats on Ae. aegyptiandCulex quinquefasciatus

(Diptera : Culicidae). Prof Fifth Internat Conf Urban Pests. Malaysia. 265-269.

9. Braga IA, Mello CM, Peixoto AA, Denise V. 2005. Evaluation of Methoprene Effect on Aedes aegypti (Diptera : Culicidae) Development in Laboratory Conditions. Mem, Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. 100 (4) : 435-440.

10. Uvarov, B.P. 1961. Quantity and quality in insects population.

Proc. R. Entomol. Soc. London. Sec, C. 25 (1): 52-59.

11. Christophers, S.S.R., 1960. Aedes aegypti (L) the yellow fever mosquito, its life history,

bionomics and structure.

Cambridge Univ Press. Cambridge.

12. Yan G, Chadee DD, Severson DW, !998. Molecular Population Genetics of The Yellow Fever Mosquito : Evidence forGenetic Hitch Hiking Effects Associated with Insecticide Resistance. J.Inf, Gen, Evol. 148 (2) : 793-800.

13. Chen, C.D., Lee, H.L. 2006. Laboratory bioefficacy of CREEK 1.0 G (temephos) against Aedes

aegypti larvae (Stegomyia)

(Linnaeus). J.Trop Biomed. 23 (2) : 220-223

Referensi

Dokumen terkait

Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap kepada pelanggan, meliputi kesigapan karyawan dalam

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi yang

Mengambil bank syariah di seluruh kawasan ASEAN sebagai sasaran penelitian, penelitian ini menghasilkan suatu simpulan bahwa rasio profitabilitas dan kredit

Tujuan Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman yang terbentuk dalam biji kakao selama proses fermentasi dengan pencelupan variasi larutan kapur pada hari ke-2,

Setelah siswa-siswi melakukan treatment yang telah diberikan peneliti dan peneliti melakukan tes kedua ( posttest ) siswa-siswi telah menunjukkan perubahan atau peningkatan

Idealnya, angka BIN memang perlu mempertimbangkan harga pasaran, terutama untuk barang pasaran karena BIN yang terlalu tinggi akan mengurangi motivasi penawar

Sub DAS yang menunjukkan kriteria kualitas perairan yang paling baik yaitu pada sub DAS Cisukabirus dengan rata-rata nilai 3,96 dengan kriteria ‘sangat baik’, hal ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pemanfaatan air untuk rumah tangga, irigasi, dan listrik dari kawasan hutan, serta menghitung nilai ekonomi air