• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani dan Morfologi Tanaman Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, family Graminae dan genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain adalah Saccharum officianrum, Saccharum robustum, Saccharum spontaneum, dan Saccharum barberi. Saccarum officinarum merupakan spesies tebu paling modern dan paling banyak dibudidayakan (James, 2004).

Menurut James (2004), tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang, daun, dan bunga. Tanaman tebu memiliki perakaran serabut, yang dapat dibedakan menjadi akar primer dan akar sekundar. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku tunas stek batang bibit. Karakteristik akar primer yaitu halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang tumbuh dari mata akar dalam buku tunas yang tumbuh dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Menurut Supriyadi (1992) pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada yang mendatar dekat permukaan tanah.

Tebu memiliki tipe batang beruas-ruas. Di antara ruas-ruasnya terdapat buku-buku ruas dan terletak mata tunas yang tumbuh menjadi pucuk tanaman baru. Susunan ruas-ruas pada batang tebu dapat berliku atau lurus. Bentuk ruas yang menyusun batang dibedakan menjadi enam bentuk, yaitu silindris, tong, kelos, konis, konis berbalik, dan cembung cekung. Tinggi batang dipengaruhi oleh baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman tebu antara 2-5 m. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting untuk pertumbuhan meninggi (Supriyadi, 1992).

Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu helai daun dan pelepah daun. Helai daun berbentuk pita yang panjangnya 1-2 m (tergantung varietas dan keadaan lingkungan),dan lebar 2-7 cm. Tebu tidak memiliki tangkai daun. Diantara pelepah dan helaian daun terdapat sendi segitiga daun dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna daun tebu bermacam-macam ada yang hijau tua, hijau kekuningan, merah

keunguan dan lain-lain. Ujung daun tebu meruncing dan tepinya bergerigi (James, 2004).

Bunga tersusun dalam malai yang terbentuk setelah pertumbuhan vegetatif. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai 12 hari. Bunga tebu termasuk bunga sempurna. Tangkai sari dan tepung sari menjurai keluar setelah bunga cukup matang. Kepala putik berambut yang umumnya berwarna keunguan. Buahnya termasuk buah padi-padian, bijinya berukuran kecil memiliki panjang antara 1.0-1.5 mm dan lebar 0.5 mm (James, 2004).

Ekologi Tanaman

Menurut James (2002), tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran 390 LU dan 350 LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 210 C, apabila kuarang dari 200 C maka pertumbuhannya akan terhambat dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu 160 C. Suhu perkecambahan tunas stek tebu antara 32-380 C. Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang tinggi adalah antara 26-270 C. Curah hujan tahunan yang dikehendaki adalah 1 500- 2 500 mm per tahun dengan penyebaran merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman tebu adalah 63-85%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu adalah tidak lebih dari 600 m dpl.

Tanaman tebu menghendaki penyinaran matahari langsung. Penyinaran matahari penting bagi tanaman tebu untuk pembentukan gula, tercapainya kadar gula yang tinggi pada batang, dan mempercepat proses pemasakan. Menurut Supriyadi (1992) kadar sukrosa tertinggi dapat dicapai pada penyinaran matahari selama 7-9 jam per hari. Selain itu, menurut Siswoyo at al (2007), kandungan sukrosa juga dipengaruhi oleh pascapanen tebu, yaitu penyimpanan. Intensitas cahaya yang baik untuk fotosintesis tebu adalah 3 000-4 500 footcandle.

Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur dan mudah menyerap serta melepaskan air. Menurut Sutardjo (2002) tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah lempung liat dengan solum dalam atau tanah lempung berpasir dengan lempung berdebu. Tebu dapat ditanam pada tanah

dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur fosfor .

Pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap perkecambahan, pemunculan anakan, pemanjangan batang, dan pengisian sukrosa di batang (pemasakan). Kebutuhan air yang diperlukan pada setiap tahapan berbeda. Fase awal pada perkecambahan dan pemunculan anakan membutuhkan air sedang. Fase pemanjangan batang membutuhkan air yang cukup banyak. Fase kemasakan membutukan air dengan jumlah sedikit. Fase perkecambahan dimulai saat tanam sampai 1 BST. Fase pemunculan tunas pada 1-3 BST. Fase pemanjangan batang pada 3-9 BST. Fase kemasakan pada 9-12 BST (Sutardjo, 2002)

Tanah Salin

Salinitas tanah adalah suatu kondisi dimana kadar garam terlarut tanah mencapai tingkat meracuni tanaman (Santoso, 1993). Pada umumnya tanah salin tergolong ordo Aridisol, yaitu tanah yang terbentuk pada daerah kering atau dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm/tahun. Jumlah air hujan tidak cukup untuk mengimbangi air yang hilang melalui tanah dan tanaman (evapotranspirasi). Pada waktu air diuapkan ke udara, garam tertinggal di lapisan permukaan. Proses akumulasi garam berlangsung terus yang disebut proses salinisasi. Garam-garam yang diakumulasikan diantaranya adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan MgCO3. Di daerah iklim basah (humid) salinisasi hanya terjadi di delta sungai yang terpemgaruh air laut dan pantai yang telaknya rendah. Salinisasi juga dapat terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah di daerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut ( Tan, 1991).

Ciri kimia tanah salin tidak dapat didasarkan atas nilai pH saja. Tanah salin mempunyai pH 8,5 atau lebih. Tanah salin ditentukan berdasarkan jumlah garam terlarut dan garam yang dapat dipertukarkan. Parameter yang diukur adalah daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC) untuk kandungan garam dan presentase pertukaran garam atau exchangeable sodium percentage

(ESP). Tanah salin dicirikan oleh nilai EC lebih dari 4 mmho/cm pada 250C dengan ESP kurang dari 15%, dan pH kurang dari 8,5 (Tan, 1991).

Proses salinisasi umumnya terjadi pada daerah iklim kering sampai agak kering, berupa tanah-tanah yang biasanya ditumbuhi vegerasi Halophyta sampai semak. Selama musim kering permukaan tanah ditutupi oleh efflorescense atau kerak garam, yang larut di dalam air tanah setiap kali tanah tersebut basah. Proses salinisasi terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan yang menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk menyebabkan evaporasi lebih besar daripada perkolasi. Hal ini merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinasi. Tentang lambatnya perkolasi air tanah, dapat disebabkan oleh keadaan tekstur yang sangat halus, struktur mampat atau adanya lapisan padas kedap air. Sebagai akibat perkolasi yang sangat menghambat, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang melarutkan garam keatas, sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam, berbentuk kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak mengandung garam yang disebut horizon silikan, atau kristal (Santoso, 1993).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

Pengaruh utama salinitas terhadap tanaman adalah ganguan penyerapan air (Shalhevet dan Bernstein, 1985). Konsentrasi yang tinggi dari garam-garam netral seperti NaCl dan Na2SO4 akan mengganggu penyerapan air oleh tanaman. Hal ini diakibatkan oleh tekanan osmotik yang tinggi dalam larutan tanah yang melampaui tekanan osmosis dalam sel akar (Santoso, 1993).

Menurut Tan (1991), kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman mengalami plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan tanah. Tanaman yang keracunan garam mengalami hambatan perpanjangan sel dan daun berwarna hijau kotor (berbintik hitam). Mekanisme gangguan garam terhadap tanaman dapat melalui ketidakseimbangan hara. Kelebihan bikarbonat dapat menyebabkan kahat Fe. Kelebihan garam

menyebabkan kahat Ca dan Mg. Kondisi pH yang tinggi dapat menyebabkan kelarutan unsur mikro berkurang, sehingga menyebabkan kahat unsur mikro.

Keberadaan ion Na dalam jumlah tinggi menyebabkan tanah tersuspensi. Bila tanah dikeringkan seakan-akan menjadi gumpalan kompak dan keras, dan membentuk lapisan keras dipermukaan. Hal ini menyebabakan penurunan porositas tanah dan menghambat kelancaran udara, sehingga dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan tanaman.

Bahaya bagi tanaman bisa juga datang dari garam terlarut walaupun konsentrasinya belum cukup untuk memengaruhi penyerapan air. Masuknya ion unsur hara ke dalam bulu akar dipengaruhi oleh sifat dan konsentrasi ion lain yang ada. Oleh karena itu, garam dapat menimbulkan kesulitan nutrisi tanaman karena tanaman tidak mampu menyerap hara yang diperlukan dari tanah. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin terlihat terganggu dan mempunyai daun-daun tebal serta warna daunnua hijau tua. Pengaruh salinitas pada tanaman pertama kali terlihat pada penyebaran energi dari proses pertumbuhan dalam mempertahankan tingkat tekanan osmosis yang berbeda. Proses yang pertama kali dari energi pertumbuhan adalah penghambatan dari perpanjangan sel. Sel-sel daun secara kontinu akan membelah tetapi tidak memanjang. Dari serangkaian kejadian, sebagian sel-sel tiap unit daun dicirikan dengan warna hijau gelap yang disebabkan oleh tekanan osmosis tanaman (Santoso, 1993).

Cekaman salinitas berakibat pada penurunan produksi tanaman, termasuk pada tebu. Menurut Putri (2011), tebu tidak mengalami penurunan hasil pada nilai EC tanah 1.7 dS/m. Ketika nilai EC tanah sebesar 3.3 dS/m akan menurunkan hasil tebu sebesar 10 %. Hasil tebu akan menurun sebesar 25% pada nilai EC tanah sebesar 6 dS/m. Penurunan hasil tebu lebih besar terjadi pada nilai EC 10.4 dS/m,yaitu sebesar 50%. Pada nilai EC 18.6 dS/m tebu tidak dapat bertahan hidup.

Upaya Pemanfaatan Tanah Salin

Drainase yang baik diperlukan dalam pemanfaatan tanah-tanah salin (reklamasi tanah salin). Dalam proses reklamasi sangat penting untuk mengusir kelebihan garam dari zone akar. Hal ini hanya dapat dikerjakan dengan

penggunaan air secukupnya untuk mencuci garam ke dalam lapisan tanah bagian bawah. Dengan kondisi drainase yang tidak baik, penambahan air yang banyak akan meningkatkan permukaan air tanah dan menyebabkan meningkatnya akumulasi garam di tanah permukaan, sehingga akan memperburuk kondisi tanah salin. Drainase yang cukup harus disediakan untuk mereduksi permukaan air tanah hingga di bawah zone akar tanaman, yaitu tidak kurang dari 2.4-3 m di bawah permukaan tanah (Santoso, 1993).

Metode reklamasi tradisional adalah metode telaga (ponding) yaitu membuat parit lebar di sekeliling lahan. Kedalaman air 0,3 m atau lebih diharapkan dapat menampung garam yang tercuci dari tanah. Metode ini relatif kurang efektif karena laju pengurangan garam berjalan sangat lambat.

Metode pencucian yang lebih efektif adalah metode kolam-alur (basin- furrow method). Tanah diratakan dan air irigasi dilewatkan melalui parit yang dibuat di sekeliling lahan. Air dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air. Kepekatan garam dalam tanah menurun karna pencucian aliran air irigasi. Kebutuhan air dengan metode ini lebih sedikit daripada metode telaga.

Ion garam divalen (umunya Ca) diharapkan tersedia selama reklamasi. Untuk itu diperlukan penambahan gipsum (CaSO4.2H2O). Penambahan gipsum dapat mencapai beberapa ton per hektar dan dapat diulang setelah 2 atau 5 tahun atau sesuai kadar sodium tanah.

Bila pencucian tidak mungkin dilakukan, misalnya air tidak tersedia, maka upaya mencari tanaman yang toleran garam adalah jalan yang terbaik. Rekayasa para pemulia tanaman sangat berperan dalam menciptakan varietas-verietas yang toleran garam ( Dirjen Pendidikan Tinggi, 1991).

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan di kebun Pidodo, yaitu kebun dengan salinitas tinggi, dan kebun Gondang, yaitu kebun dengan kondisi yang normal. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan selama kegiatan magang.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan pengamatan langsung. Kegiatan kerja lapang yang dilakukan yaitu pada aspek teknis dan manajerial. Kegiatan pengamatan langsung mendapatkan data primer yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam.

Kegiatan kerja lapang pada aspek teknis yaitu menjadi karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan mengikuti semua tugas lapang yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun. Kegiatan meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, persiapan dan penyediaan bahan tanam, penanaman, irigasi, perawatan, taksasi, dan pemanenan tebu (Tabel Lampiran 1). Kegiatan kerja lapang pada aspek manajerial adalah menjadi pendamping mandor dan menjadi pendamping sinder. Kegiatan sebagai menjadi pendamping mandor dilakukan selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu mengawasi karyawan harian pada setiap kegiatan budidaya tanaman di lapangan, membuat analisis pada setiap kegiatan di lapangan, membantu memotivasi karyawan, dan membantu mengorganisasi karyawan pada setiap pekerjaan (Tabel Lampiran 2).

Kegiatan sebagai pendamping sinder dilakukan selama dua bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah mempelajari kegiatan di tingkat bagian kebun, memonitor hasil kegiatan kebun, mempelajari kegiatan administrasi kebun. Kegiatan juga meliputi manajemen kebun kemitraan beserta pembiayaannya

melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Tebu (KKP-E Tebu). Kegiatan ini meliputi pengukuran luas kebun pengajuan dan membantu administrasi dalam pencairan kredit KKP-E kepada petani mitra (Tabel Lampiran 3).

Aspek khusus yang diperdalam adalah modifikasi teknik budidaya di lahan salin. Pengamatan dilakukan di kebun Pidodo yang termasuk kebun salin. Pegamatan meliputi teknik budidaya dan keadaan tebu. Pengamatan juga dilakukan pada kebun Gondang sebagai kebun nonsalin dengan parameter pengamatan yang sama dengan pengamatan di kebun Pidodo.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Kegiatan magang juga meliputi pengumpulan data yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam. Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode, yaitu metode langsung untuk data primer dan metode tidak langsung untuk data sekunder.

Pengamatan dan analisis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tebu dengan cekaman salinitas, serta teknik budidaya yang diterapkan di kebun tersebut. Pengamatan tebu yang tercekam salinitas ini dilakukan di kebun Pidodo, yaitu kebun di pesisir pantai utara Jawa yang berjarak 1 km dari pantai, sehingga terkendala dengan salinitas yang tinggi.

Pengamatan juga dilakukan pada kebun yang tidak terkendala salinitas sebagai pembanding. Variabel pengamatan di kebun ini sama seperti yang diterapkan di kebun terkendala salinitas. Pengamatan tebu sebagai pembanding ini dilakukan di kebun Gondang, yaitu kebun sawah tadah hujan yang tidak terkendala dengan salinitas.

Pengamatan di kedua kebun dilakukan pada satu blok untuk masing- masing kebun. Setiap blok diambil satu petak contoh. Setiap petak contoh diambil lima bak tanam tebu sebagai ulangan. Setiap bak tanam tebu diambil empat juringan contoh. Setiap juringan contoh terdapat satu tanaman contoh, sehingga terdapat empat tanaman contoh pada setiap ulangan. Kategori tanaman yang diamati adalah variatas Bululawang (BL) dengan kategori RC I (Ratoon Cane) atau tebu keprasan pertama.

Penentuan contoh dilakukan dengan metode acak dan sistematis, disesuaikan dengan keadaan kebun dan homogenitasnya (Mantra dan Kasto, 2008). Blok dan petak contoh dipilih secara acak. Bak contoh untuk kebun Gondang dipilih secara sistematis karena lingkungan yang homogen. Bak contoh untuk kebun Pidodo dipilih dengan menyesuaikan keadaan lahan karena tingkat homogenitasnya yang rendah dan kondisi kebun yang sulit terjangkau. Penentuan juringan dan tanaman contoh untuk kedua kebun dilakukaan dengan cara sistematis.

Beberapa variable pengamatan yang dilakukan meliputi : a. Tinggi Batang

Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tebu contoh dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK (minggu setelah keprasan).

b. Diameter batang

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter batang tebu menggunakan jangka sorong. Diameter batang yang diambil adalah diameter yang terbesar pada bagian batang tebu contoh. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK.

c. Jumlah ruas batang

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ruas batang tebu mulai dari permukan tanah sampai titik tumbuh tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK.

d. Jumlah batang dan jumlah sogolan per meter juringan

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu dan

sogolan yang terdapat pada juringan contoh kemudian membaginya dengan panjang juringan tersebut dalam satuan meter. Pengamatan jumlah batang dilakukan pada 27 MSK sementara jumlah sogolan pada 41 MSK.

e. Umur Berbunga

Pengamatan dilakukan pada umur tebu saat bunga pertama kali muncul. f. Brix nira

Pengukuran brix nira dilakukan di lapangan menggunakan alat Hand Refractometer pada bagian batang atas, tengah dan bawah. Nilai brix batang

contoh adalah rata-rata dari ketiga nilai brix tersebut. Pengukuran brix nira dilakukan pada lima batang tebu yang diambil secara acak pada setiap bak tanam contoh pada setiap kebun. Pengamatan dilakukan pada 27 MSK dan 41 MSK.

g. Electronic Conductivity (EC) dan salinitas tanah

Pengukuran EC dan salinitas tanah dilakukan pada komposit tanah kedua kebun. Pengukuran EC tanah dan salinitas tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

h. Tata Layout Kebun

Dilakukan pengamatan langsung terhadap tata layout kebun. Pengukuran dilakukan pada lebar dan dalam got keliling, got malang, dan got mujur.

i. Produktivitas

Data produktivitas kebun didapat dari studi arsip bagian tanaman serta wawancara dengan mandor dan sinder kebun. Data produktivitas mencakup produktivitas kategori PC, RC1, dan produktivitas RC2 selama tiga tahun.

j. Analisis Usaha Tani

Analisis usaha tani dilakukan pada kebun contoh dengan memasukkan rencana anggaran kebun pada masa tanam 2010/2011, produktivitas kabun berdasarkan taksasi maret, serta besaran biaya kebun dan harga produk gula dan tetes yang berlaku sesuai standar perusahaan. Analisis dilakukan pada setiap blok pada kebun contoh menurut kategori tanaman yang ada.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan berkonsultasi dengan pihak manajemen perusahaan. Data sekunder yang diperlukan meliputi :

a. Produksi tebu, gula, dan rendemen.

Data meliputi produksi tebu, produksi gula, dan rendemen tebu. Data mencakup semua kebun milik PG termasuk kebun Pidodo dan Gondang yang digunakan dalam analisis aspek khusus. Data produksi tebu juga mencakup produksi tebu tahun ini berdasarkan taksasi Maret.

b. Penyebaran lokasi kebun.

Data meliputi kebun yang dimiliki perusahaan, penyebarannya dilapangan, serta pembagian kebun.

Informasi meliputi data giling pabrik setiap hari, yaitu jumlah tebu yang digiling, produksi gula dan rendemen tebu setelah digiling.

d. Keadaan umum perusahaan

Informasi yang meliputi sejarah dan kondisi umum perusahaan. e. Keadaan lahan

Informasi keadaan lahan perkebunan meliputi jenis tanah, tekstur dan struktur tanah.

f. Iklim

Informasi mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan, jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan.

g. Kondisi umum pertanaman

Informasi tentang luas pertanaman, varietas, dan produksi tebu. h. Organisasi dan manajemen perusahaan

Informasi tentang struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawabnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari variebel pengamatan dianalisis menggunakan analisis statistika, yaitu uji t dan analisis deskriptif.

KEADAAN UMUM

Sejarah PG Cepiring

Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan di atas tanah seluas 1 298 594 m2. Rehabilitasi pabrik pertama dilakukan tahun 1917 dengan menyempurnakan proses defekasi. Rehabilitasi yang kedua dilakukan pada tahun 1926 dengan mengganti proses pemunian dari cara defekasi menjadi karbonatasi rangkap.

Pabik gula Cepiring menjadi milik pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. PG Cepiring dikoordinir oleh Pusat Perkebunan Negara (PPN) pada masa transisi kemerdekaan. Pada tahun 1968, PNP diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan PG Cepiring di bawah pengawasan PNP XV di Semarang. Kemudian tahun 1973, PNP XV diubah statusnya menjadi PTP XV (Persero) dan tahun 1981, PTP XV digabung dengan PTP XVI menjadi PTP XV – XVI (Persero) yang berpusat di Surakarta.

PG Cepiring beroperasi dan mengalami masa kejayaan, hingga pada tahun 1998 terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kekurangan bahan baku tebu akibat persaingan lahan dengan komoditas pertanian lain, sehingga tidak memenuhi kapasitas giling dan biaya operasional.

PG Cepiring mulai direnovasi dibawah manajemen PT Industri Gula Nusantara (IGN) dan diresmikan pada tahun 2008, setelah berhenti beroperasi selama 10 tahun. PT IGN merupakan perusahaan patungan antara PT Multi Manis Mandiri (MMM) dan PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) dengan kepemilikan saham sebesar 70% untuk PT MMM dan 30% untuk PTPN IX. PG Cepiring direnovasi bangunan dan mesinnya dengan menggunakan dua macam bahan baku, yaitu tebu dan raw sugar. PG Cepiring melakukan giling perdana untuk kedua bahan baku tersebut pada tahun 2008. Hingga saat ini PG Cepiring tetap beroperasi dengan menggiling bahan baku tebu pada masa panen dan bahan baku raw sugar diluar masa panen tebu.

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif

PT Industri Gula Nusantara adalah perusahaan perkebunan tebu dengan pabrik gula yang terletak di Cepiring, Kendal. Areal perkebunan tebu yang dimiliki mencakup tebu dengan sistem kemitraan pola A (KMA), sistem kemitraan pola B (KMB) dan sistem kemitraan pola D (KMD).

Kebun KMA dan KMB tersebar di wilayah Kabupaten Kendal sampai Kabupaten Semarang. Kebun tebu yang terletak di Kabupaten Kendal meyebar pada kecamatan Patebon di wilayah utara, Kecamatan Weleri, Cepiring, sampai

Dokumen terkait