• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Tebu

Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumput-rumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula.

Batang tebu banyak mengandung gula, kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi setelah fase vegetatif . Kandungan gula pada batang dapat berubah-ubah tergantung dari ukuran batang, lambatnya pembentukan buku, dan pemberian air yang berlebihan menyebabkan rendahnya kandungan gula dalam batang (Fauconnier, 1993). Menurut Wardojo dan Priyono (1996) proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas diatasnya. Tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam.

Lama pertumbuhan tanaman yang optimal untuk daerah iklim tropis berkisar antara 11-12 bulan. Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuahn optimal tanaman tebu. Tebu tumbuh baik dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi (70 %<RH<90 %). Suhu rata-rata 200 C-300 C dengan kecepatan angin rata-rata kurang dari 10 km/jam dengan curah hujan 1500 mm.

Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen mnyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula.

Budidaya Tebu lahan kering

Lahan kering merupakan kawasan yang didayagunakan tanpa penggenangan air baik secara permanen maupun maksimum dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (up land). Dengan demikian air yang tercurah ke kawasan tersebut diharapkan mengalir ke tempat lain dan untuk tujuan pertanian lahan kering, air tersebut tidak dikehendaki tergenang (Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi, 2000).

Pengembangan tebu lahan kering merupakan pilihan yang sangat menjanjikan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas produksi gula. Pertimbangannya, karena luas lahan untuk budidaya tebu lahan kering masih tersedia menurut skala ekonomi, dan potensi sumberdaya yang memungkinkan, juga teknologi proses produksi sudah dapat dikuasai dengan baik. Apalagi jika masalah bibit dan penyediaan air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) dapat dilakukan dengan baik (Irianto, 2003).

Keberhasilan usaha budidaya tebu di lahan kering selalu dibatasi dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim (Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf, 1988).

Pengelolaan Air

Kendala yang dihadapi pada budidaya tebu di lahan kering diantaranya, keterbatasan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman, kesuburan tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan tanah sawah irigasi, dan umumnya terletak pada daerah miring hingga terjal, sehingga memerlukan upaya konservasi tanah yang memadai (Wardojho dan Priyono, 1996).

Sumber daya air di lahan kering berasal dari curah hujan dan sebagian merupakan air permukaan yang tertampung di dalam lebung, dengan melihat potensi curah hujan dan evapotranspirasi bulanan, maka akan dapat diketahui apakah ada kelebihan air pada musim penghujan. Kelebihan air tersebut dapat

dimanfaatkan pada musim kemarau dengan cara menampung air tersebut di dalam lebung (Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo, 2000).

Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen menyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula.

Pendayagunaan sumberdaya air untuk menekan resiko kekeringan, penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep “rainfall and runoff harvesting” melalui pembangunan “chanel reservior”. Berdasarkan karakteristik potensi sumberdaya air hujan lahan kering dan hasil simulasi kebutuhan air untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman, ternyata secara kuantitas kebutuhan air tebu dapat dicukupi apabila potensi aliran permukaan dapat disimpan pada saat musim hujan dan didistribusikan pada saat musim kemarau. Teknologi ini terbukti sangat efektif untuk menekan laju aliran permukaan (runoff velocity), erosi (erosian) dan pencucian hara (nutrient leaching) serta dapat diminimalkan (Irianto, 2003).

Kapasitas penyimpanan air merupakan jumlah air maksimum yang dapat disimpan dalam tanah. Jika proses kehilangan air dibiarkan berlangsung terus, pada saat akhirnya kandungan air dalam tanah sedemikian rendahnya sehingga energi potensialnya sangat tinggi dan mengakibatkan tanaman tidak mampu untuk menggunakan air. Hal ini ditandai dengan layunya tanaman secara terus-menerus atau disebut juga titik layu permanen ( Islami dan Utomo, 1995).

Menurut Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) dalam pengembangan potensi sumber daya air ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu : perkiraan hasil air (water yield), prakiraan debit sungai maksimum. Dan prakiraan lama periode kering berikut kemungkinan terjadi hujan selama periode kering tersebut.

Irigasi

Irigasi merupakan sumber daya yang penting dalam perencanaan usaha tani. Seperti halnya dengan sumber daya lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan irigasi yaitu kelayakan dan keuntungannya. Keuntungannya antara lain adalah dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman selama periode tumbuh. Perencanaan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi-kondisi meteorologi di daerah bersangkutan.

Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, ruang, jumlah, dan mutu yang tepat. Pencapaian tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai tersebut disesuaikan dengan karakterisasi tanaman dan kondisi setempat . Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa tujuan utama perancangan jaringan irigasi adalah agar air dapat terbagikan dengan sempurna pada seluruh lahan yang menjadi target irigasi.

Secara konseptual, irigasi pada lahan kering dimaksudkan untuk memberikan tambahan air pada saat suplai air dari tanah dan atmosfer (hujan) tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman, sehingga perhitungan kebutuhan air harus memperhitungkan jumlah dan distribusi hujan secara parsial dan temporal pada wilayah tersebut. Melalui identifikasi karakteristik tanaman, tanah, lereng, hujan, dan koefisen aliran permukaan, maka dapat dihitung kebutuhan air irigasi dan potensi pemenuhannya (Irianti dan Agus, 2000). Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) untuk merancang jaringan irigasi diperlukan peta topografi rinci skala 1 : 5000 dengan beda tinggi 0.50 m, data iklim dan hidrologi, data sifat fisik tanah, kelakuan tanaman yang dibudidayakan.

Menurut Santoso (1993) irigasi yang tepat dapat mempertahankan suplai kualitas air yang baik yang dibutuhkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, menjaga keseimbangan garam dan suplai hara serta aerasi dan suhu yang cukup pada daerah perakaran. Kebutuhan air irigasi dalam suatu lahan pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanian dan tingkat kebutuhan air tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Penjadwalan irigasi bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi irigasi dengan menerapkan jumlah air yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelembaban tanah ke tingkat yang dikehendaki. Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekonomi tanaman, dan prakiraan cuaca (Hoffman et. al.,1992). Menurut James (2004) aplikasi air irigasi pada budidaya tebu dapat dibedakan dalam beberapa sistem irigasi diantaranya irigasi permukaan, irigasi curah dan irigasi tetes .

Air irigasi disalurkan ke tanah pertanian dengan empat metode umum, yaitu (1) permukaan tanah dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrow), (2) bawah tanah dalam hal ini permukaan tanah dibasahi apabila ada, (3) cucuran (trickle) dari pipa dekat tanaman dan (4) penyiraman dimana permukaan tanah dibasahi seperti oleh curah hujan atau bisa disebut juga irigasi curah (Hansen, Orson dan Glen, 1992). Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) dengan mempertimbangkan keadaan topografi pada sebagian areal pertanaman tebu, cara pengolahan tanah dan pengelolaan budidaya tebu, serta besar biaya untuk membangun sistem irigasi yang paling memungkinkan dikembangkan adalah iriasi curah dan irigasi alur.

Irigasi curah

Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan (Prastowo, 2002). Pada irigasi curah, air disemprotkan dengan cara mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozel. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozel, tekanan operasional, spasing pencurah dan laju infiltrasi tanah yang sesuai.

Prastowo (2002) menyatakan beberapa keuntungan irigasi curah yang diantaranya :

2. Dapat digunakan pada lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan tananah (land grading).

3. Cocok untuk tanah berpasir yang laju infiltrasi cukup tinggi.

4. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi

5. Pemupukan terlarut, herbisida dan pestisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi.

6. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan

7. Dengan tidak ditemukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami.

Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah diantaranya memerlukan investasi dan biaya operasional yang tinggi, antara lain untuk operasi pompa dan tenaga pelaksana yang terampil. Selain itu perancangan dan tata letaknya harus teliti agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi.

Sebelum melakukan perancangan sistem irigasi curah, dibutuhkan informasi faktor-faktor rancangan. Faktor-faktor tersebut meliputi sifat fisik tanah, air tanah tersedia, laju infiltrasi, evapotranspirasi tanaman, curah hujan efektif, dan kebutuhan air irigasi.

Dalam aplikasi irigasi curah harus menggunakan energi fosil dengan pemakaian pompa bertekanan tinggi, sehingga bila dikaitkan dengan kondisi lahan dan sumber air, maka tipe irigasi yang paling cocok untuk budidaya tebu lahan kering adalah set move irrigation system dengan tipe pencurah big gun .

Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa agar kinerja sistem irigasi curah dapat memadai terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi rancang bangun sistem operasi yaitu : jarak lemparan, pola agihan air, debit pemberian, tekanan pompa pada saat operasi, laju pemberian, serta ukuran butiran air.

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Kegiatan magang dilaksanakan mulai dari bulan Maret 2010 sampai Juli 2010.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang di PT Gula Putih Mataram meliputi kegiatan pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Data primer diambil dengan metode langsung, untuk aspek teknis mahasiswa turun langsung dalam mengikuti seluruh kegiatan budidaya di lapangan.

Selama kegiatan magang berlangsung, mahasiswa mempelajari dan mengikuti seluruh kegiatan langsung di lapang sebagai karyawan harian lepas, asisten pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi. Selama mahasiswa berstatus sebagai karyawanharian lepas, mahasiswa mengikuti seluruh aspek teknis budidaya tebu di lapang yang diikuti meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, irigasi, pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pengolahan tebu menjadi gula.

Pada aspek manejerial mahasiswa menjadi pendamping mandor dan pendamping asisten divisi yang bertugas untuk membantu membuat perencataan kegiatan di lapangan, mengawasi pekerjaan di lapangan dan memonitoring hasil kegiatan di lapangan. Pada waktu menjadi pendamping asisten divisi, kegiatan yang dilakukan adalah membantui mengawasi pekerjaan tenaga kerja, memonitoring hasil kegiatan kebun, mempelajari keadaan dan peta kebun, serta melakukan manajemen budidaya kebun yang baik untuk mendapatkan produksi kebun yang optimal. Setiap kegiatan yang dilakukan selama magang dicatat kedalam jurnal harian.

Aspek khusus

Pada aspek khusus mahasiswa melakukan kegiatan manajemen irigasi. Data primer diperoleh dengan cara mengikuti kegiatan, melakukan pengamatan, dan pengambilan data dari bagian tanaman (Planstation). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran volume semprot gun sprayer dan lebar semprotan

gun sprayer.

Pengukuran volume semprot dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari nozel pada jarak 5.8 m, 11.6 m, 17.4 m, 23.2 m , dan 29.0 m dari gun sprayer dengan kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan dengan lokasi yang berbeda tergantung dengan areal yang diirigasi. Pengukuran lebar semprotan dilakukan dengan mengamati lebar semprotan gun sprayer pada kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran lebar semprotan dilakukan untuk mengetahui jangkauan semprot optimum pada gun sprayer sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemasangan gun sprayer dan banyaknya pipa yang dibutuhkan

.

Gambar 1. Layout pengukuran volume semprot gun sprayer

Pipa paralon Sambungan antar pipa

Jarak antar pipa

5.8 m

Data sekunder yang diperlukan adalah sejarah lahan dan perkembangan perusahaan, letak geografis dan topografi, keadaan iklim, kondisi lahan, kondisi tanaman, organisasi dan manajemen perusahaan. Selain itu, pengumpulan data penunjang juga dibutuhkan melalui studi pustaka yang terdapat di perusahaan.

Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan uji t-student dan dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis deskriftif.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Sejarah PT. Gula Putih Mataram

PT. Gula Putih Mataram didirikan pada tahun 1984 yang merupakan perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula secara terintegrasi. PT. Gula Putih Mataram berbentuk Perseroan Terbatas Swasta penuh dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang bergerak dalam industri gula dengan mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula sebagai unit usaha di sektor agroindustri. PT. GPM didirikan dengan akta notaris Imas Fatimah SH, No. 33 pada tanggal 21 April 1988 dengan surat izin No 064/SITU/BKPMP/1998.

PT Gula Putih Mataram sebagai unit usaha disektor agroindustri tergolong perusahaan yang padat modal (capital) dan padat karya, hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap. Pihak perusahaan dalam menjalankan usahanya membawa misi pembangunan secara utuh, baik yang menyangkut misi usaha (Business mission) maupun misi sosial (Social mission), serta berupaya menciptakan lapangan kerja khususnya untuk tenaga kerja yang tersebar di berbagai di daerah sekitar lingkungan perusahaan.

Secara umum tujuan didirikan PT. Gula Putih Mataram antara lain untuk mencapai sasaran-sasaran sebagai berikut :

1. Menunjang program pemerintah yang salah satunya adalah pengadaan gula nasional serta penyediaan lapangan pekerjaan.

2. Berusaha untuk mendayagunakan lahan yang kurang produktif menjadi lahan yang produktif dan menggali potensi, pengalaman seta pengetahuan mengenai budidaya tebu di lahan kering.

3. Mampu menunjang upaya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan.

Melalui pelaksanaan program secara terpadu dan kerjasama yang baik dengan instansi-instansi yang terkait maupun masyarakat setempat, PT Gula Putih Mataram diharapkan mampu mencapai apa yang mencapai apa yang menjadi sasaran sebagaimana tersebut diatas.

Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan

PT. Gula Putih Mataram terletak di Desa Mataram Udik Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Jarak dari ibukota provinsi (Bandar Lampung) ke lokasi ± 144 km. PT Gula Putih Mataram memiliki kantor direksi di Jakarta dan kantor pembantu yaitu kantor Purchesing

(Purchase Office) di Bandar Lampung.

Letak geografis PT Gula Putih Mataram terletak pada 1050 26’ 18’’ – 1050 30’ 22’’ bujur timur dan 40 42’ 50’’ lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Selatan dan Timur : Perkebunan PT. Gunung Madu Plantations Sebelah Barat bagian Selatan : Perkebunan PT. Great Giant Pineapple Sebelah Barat bagian Utara : PT. Sweet Indo Lampung

PT. Gula Putih Mataram memiliki luas areal keseluruhan sebesar 34 912.75 ha, adapun penggunaan lahan di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tata Guna Lahan PT. Gula Putih Mataram

Penggunaan lahan Luas (ha)

Areal tanam 23,601.10 Emplasemen Pabrik 22.07 Kantor 43.85 Perumahan 251.46 Bedeng 40.68 Tempat parkir 16.21

Sarana olah raga 6.95

Area Bagase 27.15

Kuburan 0.43

Tanah laterit 18.96

Lapangan terbang 16.5

Kolam stillage 18.39

Jalan,rawa,tanah tidak produktif 10,849.00

Total 34,912.75

Keadaan Iklim dan Jenis Tanah

Areal PT Gula Putih Mataram memiliki jenis tanah ultisol dan aluvial dengan derajat kemasaman 4.5-6.5 dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Perkebunan PT Gula Putih Mataram termasuk daerah yang memiliki iklim tropis dengan dua musim hujan dan kemarau. Tipe iklim B menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson dengan rata curah hujan bulanan 203.4 mm dan rata-rata curah hujan tahunan 2 440.4 mm dengan bulan basah berturut-turut 5-6 bulan pada bulan November-April.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan

Pembentukan struktur organisasi sangat penting untuk menjalin kerja sama dan kelancaran jalannya perusahaan serta memudahkan koordinasi dan pengwasan kegiatan perusahaan. PT Gula Putih Mataram memiliki organisasi yang terdiri dari “Board of Commisoiner” merupakan pemegang saham perusahaan yang dipimpin oleh Direktur dan berkedudukan di Jakarta. Direktur bertugas mempertimbangkan dan mengadakan pertemuan untuk menerapkan kebijakan perusahaan, meliputi pengadaan modal dalam usaha yang akan dijalankan. Selain itu, sebagai pemimpin perusahaan juga bertugas mengatur kegiatan perusahaan yang akan dilaksanakan, kegiatan perkebunan tebu, pabrik gula, serta kegiatan penunjang (bisnis, finansial dan administrasi).

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, direktur dibantu oleh seorang manajer umum (General Manager) yang berperan sebagai pemimpin perusahaan yang mengatur secara langsung pelakasanaan kegiatan di site PT Gula Putih Mataram. General Manajer mempertanggungjawabkan semua kegiatan perusahaan kepada direktur dan dalam melaksanakan tugasnya, General Manajer

dibantu oleh beberapa manajer yang memimpin pelaksanaan kegiatan masing-masing departemen. Setiap departemen dibagi menjadi beberapa divisi yang dipimpin oleh seorang kepala divisi.

Berdasarkan sifat hubungan kerjanya, karyawan PT. Gula Putih Mataram dibedakan atas karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf terdiri atas manajer dan pendamping asisten (officer), sedangkan karyawan non staf terdiri atas pengawas (supervisor), teknisi lapangan (field assistant), mandor, mekanik,

dan operator. Selain itu terdapat pula tenaga harian musiman dan kontraktual. Jumlah karyawan dan tenaga harian dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Karyawan PT. Gula Putih Mataram Departemen Pertanian

Tahun

Tenaga kerja (orang)

Bulanan Harian FM Musiman Total

2007 839 712 1688 556 3795

2008 826 810 2058 587 4281

2009 815 818 2369 755 4757

Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010

Manajer adalah staf operasional yang bertugas membantu dan mewakili manajemen dalam melaksanakan pengelolaan departemen atau divisi masing-masing. Officer bertugas untuk memberikan pengarahan tentang rencana kerja mingguan dan harian. Seorang officer dibantu oleh beberapa pengawas. Pengawas bertugas memberikan pengarahan tentang program kerja harian kepada teknisi lapangan dan mandor. Teknisi lapangan dan mandor bertugas mengawasi dan memperbaiki pekerjaan serta melaporkan hasil pekerjaan tenaga kerja lapang kepada pengawas.

Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi

PT. Gula Putih Mataram memiliki dua kategori tanaman yang dibudidayakan yaitu tanaman ulang (replanting cane) yag ditanam pada areal yang pernah ditanami tebu dan tanaman keprasan (ratoon cane) yang tanaman yang berasal dari tanaman pertama yang telah ditebang dan dipelihara keprasannya. Sistem tanam yang diterapkan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem tanam baris ganda (double row) . Distribusi penanaman tebu di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kategori tanaman PT.Gula Putih Mataram

Kategori tanaman Luas (Ha) %

Tanaman ulang (RPC) 9,241.29 37.96

Tanaman keprasan 1 (R1) 9,701.63 39.85

Tanaman keprasan 2 (R2) 4,684.34 19.24

Tanaman keprasan 3 (R3) 718.89 2.95

Total 24,346.15 100

Sejak mulai beroperasi hingga saat ini, PT. Gula Putih Mataram mengalami perkembangan produksi dan juga areal perkebunan tebunya. Meningkatnya jumlah produksi gula dari tahun pertahun disebabkan semakin baiknya teknik budidaya yang digunakan serta perkembangan perkebunan yang semakin luas. Meningkatnya permintaan masyarakat akan gula mendorong PT. Gula Putih Mataram untuk meningkatkan produksi.

Tabel 4. Produksi PT. Gula Putih Mataram

GPM & Plasma 2005 2006 2007 2008 2009 Luas area produksi

(ha) 21 471.64 21 589.61 21 630.20 22 529.28 22 338.54 Total tebu giling (ton) 1 749 311.97 1 506 954.06 1 636 211.05 1 752 219.61 1 738 592.08 Produktivitas tebu

(ton/ha) 81.47 69.80 75.64 77.78 77.83 Rendemen 8.61 9.09 9.47 9.6 8.8 Hablur (ton/ha) 7.11 6.33 7.16 7.47 6.85 Total produksi gula

(ton) 152 608.62 136 736.26 154 904.36 168 264.64 153 045.08 Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010

Produksi utama perkebunan dan pabrik PT. Gula Putih Mataram adalah gula dan produk sampingan berupa tetes (molasses), ampas tebu (bagase) dan blotong. Tetes digunakan untuk pembuatan bioetanol, bagase digunakan untuk bahan bakar pabrik sedangkan blotong digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan.

Keragaan Pabrik

Pabrik PT. Gula Putih Mataram dibangun pada tahun 1986 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1987. Kapasitas giling awal 8 000-10 000 ton tebu/hari, pada tahun 1994 kapasitas giling menjadi 10 000-12 000 ton/hari. Pengolahan tebu di PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem sulfitasi ganda yaitu pengolahan dengan pemberian kapur dan belerang oksida pada saat pemurnian. Mutu gula yang dihasilkan adalah SHS 1A yaitu mutu yang sesuai dengan standar yang diberikan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Kebutuhan listrik dipenuhi dengan memiliki sumber listrik sendiri yaitu menggunakan dua boiler dengan membutuhkan 120 to bagas/jam/unit, tiga unit Turbo Generator dengan kapasitas 6 000 KVA/unit dan tiga unit Diesel Generator dengan kapasitas 50 KVA/unit.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan

Dokumen terkait