• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

7. Zat Besi (Fe)

7.1 Pengertian Zat Besi

Zat besi merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa

hemoglobin (Achmad Djaeni, 2000).

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di Indonesia (Almatsier, 2005).

7.2 Zat Besi Dalam Tubuh

Di dalam tubuh sebagian besar zat besi terdapat terkonjugasi dengan protein, dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri (misalnya bentuk storage).

Bentuk-bentuk konjugasi besi itu adalah:

a. Hemoglobin; mengandung bentuk ferro. Fungsi hemoglobin adalah mentranspor dari jaringan ke paru-paru untuk diekskresikan kedalam udara pernafasan dan membawa dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat di dalam erytrocit.

b. Myoglobin; terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung besi bentuk ferro. Fungsi myoglobin ialah dalam proses kontraksi otot.

c. Transferin, mengandung besi bentuk ferro. Transferin merupakan konjugat besi yang berfungsi mentranspor besi tersebut di dalam plasma darah, dari tempat penimbunan besi ke jaringan-jaringan (sel) yang memerlukan (sum-sum tulang di mana terdapat jaringan hemopoietik). Transferin terdapat juga di dalam berbagai jaringan tubuh, dan mempunyai karakteristik yang berlainan. Transferin yang terdapat di dalam air susu disebut lactotransferin, di dalam telur disebut ovotransferin, sedangkan di dalam plasma disebut serotransferin.

d. Ferritin; adalah bentuk storage besi dan mengandung bentuk ferri. Kalau besi ferritin diberikan kepada transferin untuk ditranspor, zat besinya diubah menjadi ferro dan sebaliknya besi dari transferin yang berasal dari penyerapan di dalam usus, diberikan kepada ferritin sambil diubah dalam bentuk ferri, untuk kemudian ditimbun.

e. Hemosiderin; adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk storage zat besi juga. Hemosiderin bersifat lebih inert dibandingkan dengan ferritin. Untuk dimobilisasikan, besi dari hemosiderin diberikan lebih dahulu kepada ferritin dan kemudian kepada transferrin.

Zat besi (Fe) lebih mudah diserap dari usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di dalam sel-sel mukosa usus. Pada kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% dari Fe yang terdapat di dalam makanan diserap kedalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi defisiensi lebih banyak Fe dapat diserap untuk menutupi kekurangan tersebut.

Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit di dalam bagian-bagian tubuh yang aus dan dilepaskan oleh permukaan tubuh; jumlahnya sangat kecil sekali, hanya sekitar 1 mg dalam sehari semalam. Pada wanita subur, lebih banyak Fe terbuang dari tubuh dengan adanya menstruasi sehingga kebutuhan akan Fe pada wanita dewasa lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui juga memerlukan lebih banyak Fe dibandingkan dengan wanita biasa,

karena bayi yang sedang dikandung juga memerlukan zat besi sedangkan ASI mengandung Fe dalam bentuk lactotransferin yang diberikan kepada anak yang sedang disusukan (Sediaoetama, 2008).

7.3 Faktor-Faktor yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Zat Besi

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi.

Apabila jumlah zat besi yang berada di dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki, penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita justru setelah masa menopause cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya justru menurun, karena tidak mengalami menstruasi lagi.

Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk pembentukkan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu, sumsum tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung lebuh efisien. Dengan demikian akan lebih banyak zat besi yang akan diserap oleh tubuh.

Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari dari hewan maupun tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya

serap antara 1 - 6 %, lebih rendah dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap 7 - 22 %

Bentuk zat besi yang terdapat di dalam makanan juga mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem berasal dari hewan, penyerapannya tidak tergantung pada jenis kandungan makanan lain, dan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan zat besi nonhem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 - 10 %, tetapi penyerapannya mencapai 25% (bandingkan dengan zat besi nonhem yang penyerapannya hanya 5%). Makanan hewani seperti daging, ikan, dan ayam merupakan sumber utama zat besi hem.

Pada umumnya zat besi nonhem terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Penyerapan zat besi nonhem termasuk rendah (hanya 5 %) dan sangat tergantung pada jenis makanan lain atau menu yang bervariasi. Menu makanan yang merupakan kombinasi sumber nonhem dengan sumber zat besi hem, seperti daging atau ikan maka penyerapan zat besi nonhem akan meningkat.

Penyerapan zat besi nonhem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak. Asam askorbat (vitamin C) dan daging adalah faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi nonhem. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi nonhem sampai empat kali lipat. Selain itu, bahan-bahan seperti sitrat, malat, laktat, suksinat, dan

asam tartrat ternyata juga dapat meningkatkan penyerapan zat besi nonhem pada kondisi tertentu.

Protein hewani, walaupun tidak semua, juga dapat mendorong penyerapan zat besi nonhem, protein seluler yang berasal dari daging sapi, kambing, domba, hati, dan ayam menunjang penyerapan zat besi nonhem. Namun, protein yang berasal dari susu sapi, keju, dan telur tidak dapat meningkatkan penyerapan zat besi nonhem. Faktor yang menyebabkan kenaikan penyerapan zat besi lebih dikenal sebagai MFP (meat, fish, poultry) faktor.

Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi akan lebih efektif diserap apabila lambung dalam keadaan asam (pH rendah).

Di samping faktor yang mendorong penyerapan zat besi nonhem, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat. Faktor-faktor tersebut diantaranya keadaan basa pada lambung karena kurangnya asam hidroklorat atau adanya antasid, complexing agents, seperti fitat (di dalam kacang-kacangan, biji-bijian, kedelai, dan produknya), oksalat (didalam sayuran), dan fosfat yang membentuk senyawa yang tidak mudah larut sehingga sulit untuk diserap oleh tubuh. Tannin yang terdapat di dalam teh, posfitin (fosfoprotein) di dalam kuning telur, beberapa jenis serat makanan, garam kalsium fosfat, dan protein kedelai turut menghambat absorbsi zat besi.

Teh yang diminum bersama-sama dengan hidangan lain ketika makan akan menghambat penyerapan zat besi nonhem sampai 50%. Senyawa

ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai pengawet

makanan juga menyebabkan penurunan absorbsi zat besi nonhem sebesar 50%.

Orange juice akan meningkatkan penyerapan zat besi dari telur dan roti, tetapi

apabila telur dikonsumsi bersamaan dengan roti maka absorbsi zat besi dari roti akan semakin berkurang.

Secara umum, hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari anemia defisiensi besi adalah: (1) sertakan makanan sumber vitamin C setiap kali makan; (2) sertakan juga daging, ikan, atau ayam jika memungkinkan; (3) hindari meminum teh atau kopi saat makan makanan utama; (4) hindari senyawa EDTA pada makanan dengan memeriksa label makanan, dan (5) makanlah beragam makanan untuk meningkatkan ketersediaan zat besi (Wirakusumah, 1999)

7.4 Kebutuhan zat Besi

Jumlah besi yang diperlukan tiap hari untuk mengompensasi kehilangan besi dari tubuh dan untuk pertumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kelamin, paling tinggi pada masa kehamilan, remaja, dan wanita menstruasi. Karena tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atau kurangnya asupan dalam waktu lama.

Perkiraan kebutuhan besi harian menurut Hoffbrand (2005) adalah:

a. Untuk pria dewasa dan wanita pasca menopause, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari.

b. Untuk wanita menstruasi, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, dan pengeluaran pada saat menstruasi sebanyak 0,5-1 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1-2 mg/hari.

c. Untuk wanita hamil, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, pada saat kehamilan 1-2 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,5-3 mg/hari. d. Untuk anak-anak, pengeluaran zat besi harian melalui urine, feses, dan

keringat sebanyak 0,5-1 mg/hari, untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,1 mg/hari. e. Untuk wanita (usia 12-15 tahun), pengeluaran zat besi harian melalui

urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, melalui menstruasi sebanyak 0,5-1 mg/hari, dan untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,6-2,6 mg/hari.

Dokumen terkait