• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia

Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan

Sophie Devita Sihotang

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dan terimakasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan”.

Selesainya penyusunan skripsi ini merupakan pengalaman berharga dan sangat membahagiakan, karena satu langkah dalam perjalanan hidup ke masa depan telah berhasil penulis lalui. Skripsi ini berhasil disusun bukan semata-mata jerih payah usaha penulis semata akan tetapi melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I. 2. Ibu Nunung Febriany, Skep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang telah

banyak mengorbankan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.kep dan Ibu Nur Afi Darti S.Kp, M.Kep. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan demi kemajuan skripsi ini.

(4)

5. Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Medan Bapak Drs. Darwin Siregar, M.Pd atas pemberian izin penelitian dan Ibu R. Tinambunan atas bantuannya memberikan informasi bagi penulis.

6. Teman-teman mahasiswa S1 Keperawatan USU stambuk 2008 yang telah memberikan semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini (Desri, Efitri, Tiur, Siska, Sri, Astini, dan Tami). Terkhusus teman-teman kelompok lab. C (Nurul, Devi, Meidina, Tya, Masrina, Mira, Angelita, Esy, Delia, dan Susi).

7. Orang tuaku Jalintas Sihotang, terima kasih atas segala pengorbanan, kasih sayang, dukungan, dan doa yang selalu tercurahkan kepada ananda. Bapak TemasizÖkhi Mendrofa dan Ibu Tatik Eka Rosmala Br Sihaloho yang telah memberikan perhatian, dukungan, doa, semangat, dan kasih sayangnya. 8. Teristimewa buat Nazaret Butar-Butar, terima kasih atas doa, dukungan,

semangat, dan perhatiannya selama ini.

Meskipun penulis telah berusaha sebaik-baiknya namun penulis berpengetahuan terbatas. Oleh karenanya demi kesempurnaan skripsi ini penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan profesi keperawatan.

Medan, Juli 2012 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...i

Halaman Pengesahan ...ii

Kata Pengantar ...iii

3. Pertanyaan Penelitian ... 6

4. Manfaat ... 6

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pengetahuan ...8

2. Pengertian Sikap ...10

3.Pengertian Remaja ...12

4. Anemia ...13

5. Anemia Defisiensi Besi ...15

6. Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Puteri ...19

7. Zat Besi (Fe) ...20

8. Dampak anemia defisiensi besi ...27

9. Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi ...30

Bab 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ...33

2. Variabel Penelitian ...34

Bab 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ...36

2. Populasi dan Sampel...36

3.Lokasi dan Waktu Penelitian ...37

4. Pertimbangan Etika Penelitian ...38

5. Instrumen Penelitian ...38

6. Prosedur Pengumpulan data ...42

7. Analisis Data ...43

Bab 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ...44

2. Pembahasan ...53

Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ...60

2. Saran ...61

Daftar Pustaka... 63 Lampiran

(6)

3. Taksasi Dana

4. Instrumen penelitian 5. Hasil uji validitas instrumen 6. Hasil uji reliabilitas instrumen 7. Master Tabel

8. Hasil analisa data

9. surat izin penelitian dari fakultas Keperawatan USU 10. Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan

11. Surat selesai melakukan penelitian dari Sekolah SMA Negeri 15 Medan 12. Jadwal Konsul Penelitian

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Variabel Penelitian ...34 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sumber Informasi tentang

Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan ...44 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pengetahuan

Mengenai Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan ...45 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang Anemia Defisiensi

Besi di SMA Negeri 15 Medan ...47 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Sikap Mengenai

Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan ...48 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap tentang Anemia defisiensi besi di

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan

Nama : Sophie Devita S. NIM : 081101037 Fakultas : Keperawatan Tahun : 2012

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi adalah salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Dampak anemia defisiensi besi pada remaja adalah menurunkan imunitas, menurunkan konsentrasi, prestasi, serta produktivitas kerja, dan akibat jangka panjang jika remaja puteri nantinya hamil maka anemia ini dapat menyebabkan bayi lahir prematur, perdarahan, keguguran (abortus), komplikasi kehamilan, bahkan sampai kematian. Penelitian ini bersifat deskriptif, metode pengambilan data cross sectional, dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 94 orang remaja puteri di SMA Negeri 15 Medan. Dilakukan analisis bersifat deskriptif dengan mendeskripsikan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori pengetahuan cukup 73 responden (77,7%), kategori baik 18 responden (19,1%), dan kategori kurang 3 responden (3,2%). Sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori sikap cukup 56 responden (59,6%) dan kategori baik 38 responden (40,4%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah agar memberikan pengarahan dan penjelasan tentang anemia defisiensi besi dan meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Kepada siswi/ remaja puteri lebih memperhatikan masalah kesehatan nya terutama anemia defisiensi besi dan dampaknya.

(10)

Title : Knowledge and Attitude of Adolescent Girl about Iron-Deficiency Anemia in SMA Negeri 15 Medan

Name : Sophie Devita S. NIM : 081101037 Faculty : Nursing Year : 2012

ABSTRACT

Iron-deficiency anemia is one of the nutritional problems of women related to Maternal Mortality Rate (MMR). Impact of iron-deficiency anemia in adolescents is lowered immunity, lowered concentration, achievement, and work productivity, and long-term consequences if the girls will get pregnant then this anemia can cause premature birth, bleeding, miscarriage (abortion), pregnancy complications, even death. This study is descriptive, cross sectional data collection methode, using primary data assets by questionnaires distributed to 94 respondents at the SMA Negeri 15 Medan. Descriptive analysis to describe the knowledge ang attitude of adolescent girl about iron-deficiency anemia in the form of a frequency distribution table. The result showed that the knowledge of adolescent girl about iron-deficiency anemia is in category of enough knowledge that is about 73 respondents (77,7%). The attitude of adolescent girl about iron-deficiency anemia is in category of enough attitude that is about 56 respondents (59,6%). This research is expected to become inputs for the school to provide guidance and explanation of the iron nutritional anemia and improve health education activities. To adolescent girls for pay more attention to their health problems, especially iron deficiency anemia and its impact.

______________________________________________________________

(11)

Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan

Nama : Sophie Devita S. NIM : 081101037 Fakultas : Keperawatan Tahun : 2012

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi adalah salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Dampak anemia defisiensi besi pada remaja adalah menurunkan imunitas, menurunkan konsentrasi, prestasi, serta produktivitas kerja, dan akibat jangka panjang jika remaja puteri nantinya hamil maka anemia ini dapat menyebabkan bayi lahir prematur, perdarahan, keguguran (abortus), komplikasi kehamilan, bahkan sampai kematian. Penelitian ini bersifat deskriptif, metode pengambilan data cross sectional, dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 94 orang remaja puteri di SMA Negeri 15 Medan. Dilakukan analisis bersifat deskriptif dengan mendeskripsikan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori pengetahuan cukup 73 responden (77,7%), kategori baik 18 responden (19,1%), dan kategori kurang 3 responden (3,2%). Sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori sikap cukup 56 responden (59,6%) dan kategori baik 38 responden (40,4%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah agar memberikan pengarahan dan penjelasan tentang anemia defisiensi besi dan meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Kepada siswi/ remaja puteri lebih memperhatikan masalah kesehatan nya terutama anemia defisiensi besi dan dampaknya.

(12)

Title : Knowledge and Attitude of Adolescent Girl about Iron-Deficiency Anemia in SMA Negeri 15 Medan

Name : Sophie Devita S. NIM : 081101037 Faculty : Nursing Year : 2012

ABSTRACT

Iron-deficiency anemia is one of the nutritional problems of women related to Maternal Mortality Rate (MMR). Impact of iron-deficiency anemia in adolescents is lowered immunity, lowered concentration, achievement, and work productivity, and long-term consequences if the girls will get pregnant then this anemia can cause premature birth, bleeding, miscarriage (abortion), pregnancy complications, even death. This study is descriptive, cross sectional data collection methode, using primary data assets by questionnaires distributed to 94 respondents at the SMA Negeri 15 Medan. Descriptive analysis to describe the knowledge ang attitude of adolescent girl about iron-deficiency anemia in the form of a frequency distribution table. The result showed that the knowledge of adolescent girl about iron-deficiency anemia is in category of enough knowledge that is about 73 respondents (77,7%). The attitude of adolescent girl about iron-deficiency anemia is in category of enough attitude that is about 56 respondents (59,6%). This research is expected to become inputs for the school to provide guidance and explanation of the iron nutritional anemia and improve health education activities. To adolescent girls for pay more attention to their health problems, especially iron deficiency anemia and its impact.

______________________________________________________________

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Sudoyo, dkk, 2006). Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemeriksaan fisik yang diteliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium (Price, 1995). WHO menetapkan nilai normal kriteria anemia pada laki-laki dewasa adalah hemoglobin < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil hemoglobin < 12 g/dl, wanita hamil hemoglobin < 11 g/dl, anak umur 6-14 tahun hemoglobin < 12 g/dl, dan anak umur 6 bulan – 6 tahun hemoglobin < 11 g/dl (Tarwoto, 2008).

(14)

sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, pria dewasa hanya 18%, dan wanita tidak hamil 35%. Survey terhadap mahasiswi kedokteran di Prancis misalnya, membuktikan bahwa 16% mahasiswi kehabisan cadangan besi, sementara 75% menderita kekurangan. Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di Kairo menunjukkan asupan besi sebagian besar remaja putri tidak mencukupi kebutuhan harian yang dianjurkan. Menurut data WHO tahun 1990, prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamil justru meningkat sampai 55%, yang menyengsarakan sekitar 44% wanita diseluruh negara yang sedang berkembang (kisaran angka 13,4-87,5%). Angka tersebut terus membengkak di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4% di Thailand ke 85,5% di India (Arisman, 2010).

(15)

Remaja putri lebih rentan terkena anemia karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi. Adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia defisiensi besi. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap makanan seperti pada diet vegetarian. (Sediaoetama, 2001).

Menurut penelitian, diet vegetarian yang sedang trend di kalangan sebagian remaja juga dapat berpengaruh terhadap hormon seks, yang mana dalam diet ini membatasi konsumsi daging atau sama sekali tidak memakan daging, Pada wanita yang melakukan diet vegetarian terjadi peningkatan frekuensi gangguan siklus menstruasi. Prevalensi ketidakteraturan menstruasi 26,5% pada vegetarian dan 4,9% pada non vegetarian (Francin, dkk, 2005). Hal ini disebabkan sumber besi dari hewani mempunyai bioavailability yang lebih tinggi dibandingkan sumber nabati (Mitayani, dkk, 2010).

(16)

puteri adalah apabila remaja puteri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, resiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal (Hayati, 2010. Sehingga untuk mencegah kejadian anemia defisiensi besi, maka remaja puteri perlu dibekali dengan pengetahuan tentang anemia defisiensi besi itu sendiri (Dharmadi, dkk, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2010) di MAL IAIN Medan didapat tingkat pengetahuan dan sikap remaja puteri di sekolah tersebut masih dalam kategori cukup. Hal ini masih belum sesuai dengan harapan, mengingat berbagai dampak dari anemia defisiensi besi ini yang berkaitan langsung dalam menentukan kualitas SDM (Hayati, 2010).

(17)

dapat menimbulkan kematian ibu. Calon ibu yang menderita anemia defisiensi besi bisa melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Anita, 2007).

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 15 Medan tahun ajaran 2011/2012 yang memiliki jumlah siswa perempuan sebanyak 564 orang. Yang terdiri dari siswa perempuan kelas X sebanyak 184 orang, kelas XI sebanyak 191 orang, dan kelas XII sebanyak 189 orang. Berdasarkan keterangan dari bagian tata usaha diketahui bahwa disekolah tersebut sering diadakan penelitian, tetapi masih belum diketahui bagaimana gambaran pengetahuan remaja puteri tentang anemia defisiensi besi. Dimana masih dijumpai 7 dari 10 remaja puteri yang belum mengetahui mengenai anemia defisiensi besi.

Berdasarkan keadaan dan fenomena diatas, serta masih dijumpainya remaja yang belum mengetahui tentang anemia defisiensi besi padahal pengetahuan diperlukan sebagai langkah pencegahan anemia defisiensi besi itu sendiri, membuat penulis tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2011.

2. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

2.2 Untuk mengetahui sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012.

3. Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas maka pertanyaan penelitian dari penelitian ini adalah:

3.1 Bagaimana gambaran pengetahuan remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012 ?

3.2 Bagaimana gambaran sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012 ?

4. Manfaat

4.1 Untuk Praktik Keperawatan

Sebagai sumber informasi bagi praktek keperawatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pengetahuan, dan sikap terkait dengan masalah anemia defisiensi besi kepada remaja puteri.

4.2 Untuk Institusi Pendidikan

(19)

4.3 Untuk Masyarakat Khususnya Remaja Puteri

Memberikan informasi kepada pelajar putri tentang masalah anemia khususnya anemia defisiensi besi serta akibat yang ditimbulkannya, sehingga para pelajar puteri dapat mencegah dirinya agar tidak terkena anemia defisiensi besi.

4.4 Untuk Peneliti

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over

behavior) (Notoatmodjo ,2003).

1.1 Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

(21)

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

1.2 Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

a. Tahu (know), didefenisikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterimanya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini para remaja putri diharapkan mampu mengingat kembali informasi yang diketahuinya mengenai anemia defisiensi besi.

b. Memahami (comprehension), didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Disini para remaja putri diharapkan mampu menjelaskan secara benar tentang anemia defisiensi besi dan dapat menginterpretasikannya dengan benar.

c. Aplikasi (aplication), didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk

(22)

d. Analisa (analysis), didefenisikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan

materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis), didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation),didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dalam kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

2. Sikap

(23)

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

2.1 Komponen Pokok Sikap

Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok.

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

(24)

2.2 Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah beraryi bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible), yakni bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

3. Pengertian Remaja

(25)

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2010).

4. Anemia

4.1 pengertian Anemia

Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin biasanya kurang dari 13,5 g/dl pada pria dewasa, dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa. Sejak usia 3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia. Tingginya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir menyebabkan ditentukannya 15,0 g/dl sebagai batas bawah pada waktu lahir (Hoffbrand, dkk, 2005).

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2010).

(26)

4.2 Kriteria anemia

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO tahun 1968 (dikutip dari Tarwoto, 2008) adalah laki-laki dewasadengan jumlah hemoglobin < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, wanita hamil < 11 g/dl, anak umur 6-14 tahun < 12 g/dl, anak umur 6 bulan – 6 tahun < 11 g/dl. Secara klinis menurut I made Bakta 2003, kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah hemoglobin < 10 g/dl,

hematokrit < 30%, dan eritrosit < 2,8 juta / (Tarwoto, 2008).

4.3 Klasifikasi Anemia

Berdasarkan aspek etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi: (1) anemia aplastik; (2) anemia defisiensi besi; dan (3) anemia megaloblastik.

(27)

penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) (Price, 2006).

Anemia defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Menurut Almatsier (2005), anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. ). WHO (dikutip dari Tarwoto, 2008) menetapkan kriteria anemia pada laki-laki dewasa jika hemoglobin < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami jika hemoglobin < 12 g/dl, wanita hamil jika hemoglobin < 11 g/dl, anak umur 6-14 tahunjika hemoglobin < 12 g/dl, dan anak umur 6 bulan – 6 tahun jika hemoglobin < 11 g/dl.

(28)

5. Anemia Defisiensi Besi

5.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi (Almatsier, 2005).

5.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu kehilangan darah secara kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit, dan proses keganasan; asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; dan peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2010)

(29)

Selain dari peristiwa haid, kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit, seperti cacing tambang (ankilostoma dan nekator), schistosoma,

dan mungkin pula Trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi di

negara tropis ( kebanyakan negara tropis terklasifikasi sebagai negara belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk.

Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian besar penduduk di negara yang belum (sedang) berkembang tidak mampu atau belum mampu menghadirkan makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan teh secara bersamaan sewaktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

(30)

zat besi meningkat karena selain dibutuhkan oleh sang ibu, zat besi juga dibutuhkan oleh bayinya. Pada ibu hamil zat besi juga dibutuhkan oleh plasenta dan janinnya. Apabila kebutuhan yang tinggi ini tidak dapat dipenuhi maka kemungkinan terjadinya anemia gizi besi cukup besar (Wirakusumah, 1999).

5.3 Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi dibagi menjadi dua, yaitu tanda dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas serta tanda dan gejala anemia defisiensi besi yang khas.

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas hampir sama dengan anemia pada umumnya yaitu: cepat lelah atau kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu; nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan oksigen, karena daya angkut hemoglobin berkurang; kesulitan bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala, dimana tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernapasan lebih dipercepat; palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan denyut nadi; dan pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan konjungtiva (Tarwoto, 2007).

(31)

dan mengkilap karena papil lidah menghilang; stomatitis angular, peradangan pada sudut mulut sehingga nampak seperti bercak berwarna pucat keputihan; disfagia, nyeri saat menelan karena kerusakan epitel hipofaring; atropi mukosa gaster; dan adanya peradangan pada mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada lidah (glositis), dan peradangan pada bibir (cheilitis) (Tarwoto, 2007).

6. Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Puteri

Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap defisiensi gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2010).

(32)

diduga hormon ini berperan terhadap eritropoesis. Faktor lain yang turut memacu eritropoesis adalah eritropoeti yang meningkat pada masa remaja, pada wanita dewasa kadarnya 50% lebih rendah. Pada remaja puteri terutama yang telah mengalami menstruasi membutuhkan zat besi relatif lebih tinggi, selain itu mereka juga sedang dalam masa tumbuh kembang yang cepat serta adanya pengaruh hormonal (Hayati, 2010).

7. Zat Besi (Fe)

7.1 Pengertian Zat Besi

Zat besi merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa

hemoglobin (Achmad Djaeni, 2000).

(33)

7.2 Zat Besi Dalam Tubuh

Di dalam tubuh sebagian besar zat besi terdapat terkonjugasi dengan protein, dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri (misalnya bentuk storage).

Bentuk-bentuk konjugasi besi itu adalah:

a. Hemoglobin; mengandung bentuk ferro. Fungsi hemoglobin adalah mentranspor dari jaringan ke paru-paru untuk diekskresikan kedalam udara pernafasan dan membawa dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat di dalam erytrocit.

b. Myoglobin; terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung besi bentuk ferro. Fungsi myoglobin ialah dalam proses kontraksi otot.

(34)

d. Ferritin; adalah bentuk storage besi dan mengandung bentuk ferri. Kalau besi ferritin diberikan kepada transferin untuk ditranspor, zat besinya diubah menjadi ferro dan sebaliknya besi dari transferin yang berasal dari penyerapan di dalam usus, diberikan kepada ferritin sambil diubah dalam bentuk ferri, untuk kemudian ditimbun.

e. Hemosiderin; adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk storage zat besi juga. Hemosiderin bersifat lebih inert dibandingkan dengan ferritin. Untuk dimobilisasikan, besi dari hemosiderin diberikan lebih dahulu kepada ferritin dan kemudian kepada transferrin.

Zat besi (Fe) lebih mudah diserap dari usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di dalam sel-sel mukosa usus. Pada kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% dari Fe yang terdapat di dalam makanan diserap kedalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi defisiensi lebih banyak Fe dapat diserap untuk menutupi kekurangan tersebut.

(35)

karena bayi yang sedang dikandung juga memerlukan zat besi sedangkan ASI mengandung Fe dalam bentuk lactotransferin yang diberikan kepada anak yang sedang disusukan (Sediaoetama, 2008).

7.3 Faktor-Faktor yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Zat Besi

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi.

Apabila jumlah zat besi yang berada di dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki, penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita justru setelah masa menopause cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya justru menurun, karena tidak mengalami menstruasi lagi.

Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk pembentukkan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu, sumsum tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung lebuh efisien. Dengan demikian akan lebih banyak zat besi yang akan diserap oleh tubuh.

(36)

serap antara 1 - 6 %, lebih rendah dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap 7 - 22 %

Bentuk zat besi yang terdapat di dalam makanan juga mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem berasal dari hewan, penyerapannya tidak tergantung pada jenis kandungan makanan lain, dan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan zat besi nonhem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 - 10 %, tetapi penyerapannya mencapai 25% (bandingkan dengan zat besi nonhem yang penyerapannya hanya 5%). Makanan hewani seperti daging, ikan, dan ayam merupakan sumber utama zat besi hem.

Pada umumnya zat besi nonhem terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Penyerapan zat besi nonhem termasuk rendah (hanya 5 %) dan sangat tergantung pada jenis makanan lain atau menu yang bervariasi. Menu makanan yang merupakan kombinasi sumber nonhem dengan sumber zat besi hem, seperti daging atau ikan maka penyerapan zat besi nonhem akan meningkat.

(37)

asam tartrat ternyata juga dapat meningkatkan penyerapan zat besi nonhem pada kondisi tertentu.

Protein hewani, walaupun tidak semua, juga dapat mendorong penyerapan zat besi nonhem, protein seluler yang berasal dari daging sapi, kambing, domba, hati, dan ayam menunjang penyerapan zat besi nonhem. Namun, protein yang berasal dari susu sapi, keju, dan telur tidak dapat meningkatkan penyerapan zat besi nonhem. Faktor yang menyebabkan kenaikan penyerapan zat besi lebih dikenal sebagai MFP (meat, fish, poultry) faktor.

Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi akan lebih efektif diserap apabila lambung dalam keadaan asam (pH rendah).

(38)

Teh yang diminum bersama-sama dengan hidangan lain ketika makan akan menghambat penyerapan zat besi nonhem sampai 50%. Senyawa

ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai pengawet

makanan juga menyebabkan penurunan absorbsi zat besi nonhem sebesar 50%.

Orange juice akan meningkatkan penyerapan zat besi dari telur dan roti, tetapi

apabila telur dikonsumsi bersamaan dengan roti maka absorbsi zat besi dari roti akan semakin berkurang.

Secara umum, hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari anemia defisiensi besi adalah: (1) sertakan makanan sumber vitamin C setiap kali makan; (2) sertakan juga daging, ikan, atau ayam jika memungkinkan; (3) hindari meminum teh atau kopi saat makan makanan utama; (4) hindari senyawa EDTA pada makanan dengan memeriksa label makanan, dan (5) makanlah beragam makanan untuk meningkatkan ketersediaan zat besi (Wirakusumah, 1999)

7.4 Kebutuhan zat Besi

Jumlah besi yang diperlukan tiap hari untuk mengompensasi kehilangan besi dari tubuh dan untuk pertumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kelamin, paling tinggi pada masa kehamilan, remaja, dan wanita menstruasi. Karena tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atau kurangnya asupan dalam waktu lama.

Perkiraan kebutuhan besi harian menurut Hoffbrand (2005) adalah:

(39)

b. Untuk wanita menstruasi, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, dan pengeluaran pada saat menstruasi sebanyak 0,5-1 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1-2 mg/hari.

c. Untuk wanita hamil, pengeluaran zat besi harian melalui urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, pada saat kehamilan 1-2 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,5-3 mg/hari. d. Untuk anak-anak, pengeluaran zat besi harian melalui urine, feses, dan

keringat sebanyak 0,5-1 mg/hari, untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,1 mg/hari. e. Untuk wanita (usia 12-15 tahun), pengeluaran zat besi harian melalui

urine, keringat, dan feses sebanyak 0,5-1 mg/hari, melalui menstruasi sebanyak 0,5-1 mg/hari, dan untuk masa pertumbuhan sebanyak 0,6 mg/hari. Total pengeluaran zat besi harian adalah 1,6-2,6 mg/hari.

8. Dampak Anemia Defisiensi Besi

(40)

Kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama terjadi bila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan feritin dalam plasma hingga 12 ug/L. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan absorbsi besi yang terlihat dari peningkatan kemampuan mengikat besi total. Pada tahap ini belum terlihat perubahan fungsional dalam tubuh. Tahap kedua terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh transferin hingga kurang dari 16% pada orang dewasa dan meningkatnya protoporfirin yaitu bentuk pendahulu heme. Pada tahap ini nilai hemoglobin di dalam darah masih berada pada 95% nilai normal. Hal ini dapat mengganggu metabolisme energi, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan bekerja. Pada tahap ketiga terjadi anemia gizi besi, dimana kadar hemoglobin total turun dibawah nilai normal.

(41)

dan gangguan pernapasan. Selain itu, ternyata anak yang menderita anemia lebih rawan akan penyakit meningitis dibandingkan anak-anak yang kadar Hb-nya lebih dari 10,1 g/dl (Wirakusumah, 1999)

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara konsentrasi dan prestasi belajar dengan anemia defisiensi besi. Penelitian ini dikemukakan oleh Howell (1970, 1971) yang menyatakan bahwa anemi kekurangan zat besi akan mempengaruhi konsentrasi dan prestasi belajar dan dengan tegas dinyatakan tidak adanya pengaruh terhadap IQ. Howell melanjutkan, dengan menambah zat besi, artinya memperbaiki anemia, membuktikan bahwa konsentrasi dan prestasi belajar dapat diperbaiki. Sulzer dkk. (1973) mengemukakan pendapatnya berdasarkan hasil penelitiannya bahwa disamping terdapatnya akibat jelas dari anemi kekurangan zat besi berupa menurunnya test kognitif juga terdapat menurunnya skor IQ. Penelitian hampir sama dengan menggunakan kontrol yang dilakukan oleh Webb dan Oski (1973) berkesimpulan bahwa anemia defisiensi zat besi mempengaruhi proses membaca. Selanjutnya, Webb dan Oski pada tahun 1974, dengan menyelidiki lebih mendalam pengaruh anemia defisiensi besi pada kasus-kasus yang sebelumnya pernah diselidiki berkesimpulan bahwa anemia defisiensi besi mempengaruhi perhatian, konsentrasi dan persepsi (Soemantri, 1982).

(42)

memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya. Karena Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Selain itu anemia gizi besi juga dapat menyebabkan gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain) (Hayati, 2010).

9. Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi

Pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan antara lain dengan cara berikut.

9.1 Meningkatkan Konsumsi Zat Besi dari Makanan

(43)

Makanan yang beraneka ragam memiliki zat gizi yang saling melengkapi. Sayuran hijau dan buah-buahan ditambah dengan kacang-kacangan dan padi-padian cukup banyak mengandung zat besi dan vitamin-vitamin lain untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Mengkonsumsi makanan yang cukup beragam jumlah maupun kualitasnya dapat membantu mencegah anemia defisiensi besi.

Vitamin C diperlukan untuk meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100, dan 250 mg dapat memperbesar penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4, dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran merupakan sumber utama vitamin C. Namun, perlu diingat bahwa proses pemasakan akan merusak 50-80% vitamin C di dalam bahan makanan.

Konsumsi bahan pangan yang mengandung zat-zat penghambat absorbsi besi harus dikurangi. Zat-zat inhibitor, seperti fitat, fosfat, tannin, dan beberapa jenis serat makanan harus dihindari karena zat ini bersama zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air sehingga tidak dapat diabsorbsi.

9.2 Suplementasi Zat Besi

(44)

Di Indonesia, pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi ini adalah ferrous sulfat, senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi

sampai 20%. Kendala utama dalam suplementasi zat besi ini adalah akibat samping yang dihasilkan dan kesulitan mematuhi meminum pil karena kurangnya kesadaran akan pentingnya masalah anemia defisiensi besi. Akibat samping pemberian pil besi adalah pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, konstipasi, dan diare.

9.3 Fortifikasi Zat besi

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi diantaranya dapat diterapkan pada populasi yang besar dan biayanya relatif murah.

(45)

9.4 Penanggulangan Penyakit Infeksi dan Parasit

(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variabel yang terdiri atas : pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan, meliputi (pengertian anemia defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi, tanda dan gejala anemia defisiensi besi, pengertian zat besi, zat besi didalam tubuh, faktor-faktor yang membantu dan menghambat penyerapan zat besi, dampak anemia defisiensi besi, dan penanggulangan anemia defisiensi besi).

Pengetahuan Remaja Puteri di SMA Negeri 15 Medan • Baik

• Cukup

• Kurang

Sikap Remaja Puteri di SMA Negeri 15 Medan

• Baik

• Cukup

• Kurang

(47)

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No Defenisi

Kuesioner ordinal Pengetahuan Baik

(48)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan

mendeskripsikan gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012. Metode pengambilan data dalam penelitian ini bersifat cross sectional yaitu menekankan pada waktu

pengukuran/observasi data variabel hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2003).

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah para pelajar putri di SMA Negeri 15 Medan yang berada di tempat pada saat penelitian dilakukan yaitu pelajar puteri yang duduk di kelas X dan XI. Adapun populasi pelajar putri berjumlah 375 orang, yang duduk di kelas X sebanyak 184 orang dan di kelas XI sebanyak 191 orang.

2.2 Sampel

(49)

dilihat dari waktu, tenaga, dan sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data, besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik (Arikunto, 2006)

Berdasarkan hal diatas, dengan pertimbangan waktu dan dana, maka peneliti menentukan jumlah sampel sebesar 25% dari 375 siswi yaitu 94 siswi. Selanjutnya penarikan sampel terhadap populasi menggunakan teknik

accidental sampling. Penarikan sampel secara accidental sampling adalah

pengambilan sampel secara kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan dijumpai dianggap cocok sebagai sumber data.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 15 Medan, jalan Sekolah Pembangunan No. 7 kecamatan Medan-Sunggal. Dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah dengan jumlah remaja puteri yang cukup tinggi (jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian dan pertimbangan efisiensi waktu dan jarak dari tempat tinggal peneliti. Selain itu, didaerah ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 08 Mei 2012.

(50)

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU, dan izin dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan serta Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu : memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani

informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon

responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian, tetapi menggunakan inisial. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap responden setelah mengisi kuesioner.

5. Instrumen Penelitian

5.1 Kuesioner Penelitian

(51)

dari tiga bagian, yaitu : sumber informasi responden, bagian pengetahuan, dan bagian sikap.

Variabel pengetahuan responden diukur dengan memberikan pertanyaan dari nomor 1 – 15. Masing-masing pertanyaan mempunyai skor benar/tepat 1 dan salah/tidak tepat 0. Sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 15 dan skor terendah yang dicapai responden adalah

0. Berdasarkan rumus statistika , P =

Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 15 dan 3 kategori kelas untuk pengetahuan (kurang, cukup, baik) didapatlah panjang kelas sebesar 5. Dengan menggunakan p = 5 dan skor terendah = 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data pengetahuan remaja puteri dengan interval skor sebagai berikut:

0 – 5 = kurang

6 – 10 = cukup

11 – 15 = baik

(52)

setuju. Adapun ketentuan pemberian bobot nilai pada item jawaban sikap menurut Riduwan (2007) adalah sebagai berikut.

Pemberian bobot nilai pada item untuk pernyataan positif :

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Kurang setuju : 2

Tidak setuju : 1

Pemberian bobot nilai pada item untuk pernyataan negatif :

Sangat setuju : 1

Setuju : 2

Kurang setuju : 3

Tidak setuju : 4

Sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 48 dan skor terendah yang dicapai responden adalah 12. Berdasarkan rumus statistika, P =

(53)

interval pertama, data sikap remaja puteri dengan interval skor sebagai berikut:

12 – 23 = kurang

24 – 35 = cukup

36 – 48 = baik

5.2 Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mampu mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2010). Uji validitas terhadap kuesioner pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi di SMA Negeri 15 Medan dilakukan oleh pakarnya yaitu dari bagian Keperawatan Medikal Bedah dan bagian Keperawatan Komunitas.

(54)

tanggal 01 Mei 2012 oleh 30 responden. Responden bukan bagian dari sampel penelitian melainkan siswi SMA Negeri 2 Medan.

Uji reliabilitas dinyatakan reliabel jika nilai dan nilai α > 0,7.

Uji reliabilitas yang digunakan untuk kuesioner pengetahuan

menggunakan KR 20 (Kuder dan Richardson) dengan nilai = 0,9075,

sedangkan uji reliabilitas untuk kuesioner sikap menggunakan rumus

alpha dengan nilai α = 0,905, sehingga kuesioner dinyatakan reliabel dan

layak untuk digunakan.

6. Prosedur Pengumpulan Data

(55)

lembar persetujuan (informed consent) dan selanjutnya dipersilahkan untuk

mengisi lembar kuesioner dengan jujur dan agar mengisi seluruh pertanyaan.

7. Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) data dimasukkan ke variabel data memasukkan nomor responden, sumber informasi, skor pengetahuan, skor sikap, kategori pengetahuan, dan kategori sikap; 2) setelah itu masukkan hasil data ke data view

sesuai dengan variabel masing-masing; 3) setelah itu di analyze; 4) descriptif

statistic; 5) serta hasil data yang sudah diolah dimasukkan ke dalam bentuk tabel

(56)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 08 Mei 2012 dengan jumlah responden sebanyak 94 siswi. Hasil penelitian ini akan diuraikan dalam tiga bagian, yaitu : sumber informasi responden, pengetahuan, dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan.

1. Hasil Penelitian

1.1 Sumber Informasi responden

Distribusi responden pada penelitian ini mencakup sumber informasi mengenai anemia defisiensi besi. Sumber informasi responden tentang anemia defisiensi besi disajikan dalam bentuk tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sumber informasi tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan

No Sumber Informasi Frekuensi Persentase (%)

1.

Media (cetak, elektronik, internet)

(57)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa Sebanyak 24 responden (25,5 %) mendapat informasi tentang anemia defisiensi besi melalui guru, 7 responden (7,4 %) melalui petugas kesehatan, 1 responden (1,1 %) melalui teman, 15 responden (16,0 %) melalui keluarga, dan sebagian besar responden yaitu 47 responden (50,0 %) melalui media (cetak, elektronik, internet).

1.2 Pengetahuan Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi

Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk menilai pengetahuan responden tentang anemia defisiensi besi diajukan 15 pertanyaan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang pengetahuan mengenai anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan

Pertanyaan

Jawaban Jumlah

Benar Salah

N % n % N %

1. Pengertian anemia defisiensi besi.

2. Kelompok yang paling beresiko terkena anemia defisiensi besi. 3. Penyebab remaja puteri lebih

beresiko terkena anemia defisiensi besi daripada remaja putera.

4. Bahan makanan/minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

5. Bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi.

6. Kebiasaan yang dapat

(58)

menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh.

7. Dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja puteri.

8. Cara yang paling praktis mencegah anemia defisiensi besi. 9. Hal yang anda ketahui sebagai

seorang calon ibu nantinya tentang dampak jika menderita anemia defisiensi besi pada masa kehamilan dan persalinan.

10. Vitamin yang membantu penyerapan zat besi.

11. Makanan yang paling banyak mengandung zat besi.

12. Pengertian zat besi.

13. Manfaat zat besi di dalam tubuh. 14. Kelompok makanan yang paling

banyak mengandung zat besi. 15. Bahan makanan yang juga dapat

menghambat penyerapan zat besi.

(59)

yang dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh diketahui sebanyak 48 responden (51,1%). Dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja puteri diketahui sebanyak 40 responden (42,6%). Cara yang paling praktis mencegah anemia defisiensi besi diketahui sebanyak 60 responden (63,8%). Hal yang diketahui sebagai seorang calon ibu nantinya tentang dampak anemia defisiensi besi pada asa kehamilan dan persalinan diketahui sebanyak 79 responden (84,0%). Vitamin yang membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh diketahui sebanyak 33 responden (35,1%). Makanan yang paling banyak mengandung zat besi diketahui sebanyak 30 responden (31,9%). Pengertian zat besi diketahui sebanyak 84 responden (89,4%). Manfaat zat besi di dalam tubuh diketahui sebanyak 56 responden (59,6%). Kelompok makanan yang paling banyak mengandung zat besi diketahui sebanyak 28 responden (29,8%), dan bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi diketahui sebanyak 66 responden (70,2%).

(60)

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Baik

Tabel 5.3 menggambarkan bahwa sebagian besar remaja puteri mempunyai pengetahuan cukup tentang anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 73 responden (77,7%), 18 responden (19,1%) berpengetahuan baik, dan hanya 3 responden (3,2%) berpengetahuan kurang.

1.3 Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi

Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Untuk mengetahui sikap responden diajukan 12 pernyataan tentang anemia defisiensi besi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang sikap mengenai anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan

(61)
(62)
(63)
(64)

12. Meminum jus jeruk ataupun sumber

vitamin c lainnya pada saat makan baik untuk mencegah

anemia defisiensi besi

39 41,5 46 48,9 8 8,5 1 1,1 94 100

Dari tabel 5.4 dapat diketahui mayoritas respondenmenjawab sangat setuju (SS) tentang anemia defisiensi besi adalah pada pernyataan nomor 7 yaitu mengkonsumsi makanan sumber besi bertujuan untuk mencegah timbulnya gejala-gejala anemia defisiensi besi seperti pusing, mata berkunang-kunang, konsentrasi dan daya ingat terganggu dengan jumlah 49 responden (52,1%), dan mayoritas responden menjawab tidak setuju (TS) tentang anemia defisiensi besi adalah pada pernyataan nomor 8 yaitu setelah melewati masa remaja wanita tidak perlu lagi menjaga asupan zat besi untuk tubuhnya dengan jumlah 65 responden (69,1%).

(65)

dengan kategori baik, cukup, dan kurang, seperti dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat sikap tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Baik Cukup

Total

38 56 94

40,4 59,6 100

Tabel 5.5 menggambarkan bahwa paling banyak remaja puteri mempunyai sikap cukup tentang anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 56 responden (59,6%), dan 38 responden (40,4%) bersikap baik.

2. Pembahasan

2.1 Pengetahuan Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi

(66)

Pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Engle (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan yang menjadi penentu utama perilaku. Pengetahuan diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, media massa dan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja puteri tentang anemia defisiensi besi paling banyak diperoleh informasi dari media (elektronik, cetak, internet) (50%), dari guru (25,5%), dari keluarga (16%), dari petugas kesehatan (7,4%), dan dari teman (1,1%). Hal ini dapat dimaklumi karena sumber informasi berupa media massa adalah media informasi yang cukup berkembang dan mudah diakses sehinggan dapat kita lihat bahwa hampir sebagian masyarakat menggunakan media (elektronik, cetak, internet) sebagai sumber informasi. Selain itu, guru, keluarga dan teman merupakan orang terdekat bagi individu untuk mendapatkan informasi. Senada dengan Notoatmodjo (2007) yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri dan orang lain, dalam kaitannya dengan hal ini adalah guru, keluarga, teman dan petugas kesehatan.

(67)

bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi, 54 responden (57,4%) tidak mengetahui dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja puteri, dan 61 responden (664,9%) tidak mengetahui vitamin yang membantu penyerapan zat besi. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya informasi yang diperoleh remaja putri tentang anemia defisiensi besi. Hal ini dapat dimaklumi karena memang di dalam kurikulum sekolah tidak terdapat topik yang membahas tentang anemia ataupun anemia defisiensi besi. Faktor lain yang menyebabkan hal ini adalah faktor lingkungan dan pengalaman individu itu sendiri. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Dari pengalaman individu akan belajar yang dapat mempengaruhi pengetahuan (Azwar, 2005).

2.2 Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi

(68)

Berdasarkan hasil penelitian, sikap responden mengenai anemia defisiensi besi adalah berkategori baik (40,4%), cukup (59,6%), dan tidak ada sikap responden yang berkategori kurang. Sikap remaja puteri ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hayati (2010) yang meneliti pengetahuan dan sikap remaja puteri dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan yang hasilnya adalah sikap remaja puteri mengenai anemia defisiensi besi yang mayoritas berkategori cukup (68%), berkategori baik (16%), dan masih adanya remaja puteri yang memiliki sikap berkategori kurang (14%). Hal ini sesuai dengan Purwanto (1999) yang menyatakan bahwa sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. Sehingga berdasarkan hal ini sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

(69)

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, bila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah sikap. Walaupun pengaruh media massa tidak sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya.

(70)

bahwa mengkonsumsi daging adalah cara untuk mencegah anemia defisiensi besi, 29 responden (30,9%) menjawab kurang setuju untuk pernyataan yang menyatakan bahwa lebih baik mengkonsumsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan daripada sumber zat besi yang berasal dari hewan untuk mencegah anemia defisiensi besi, 54 responden ( 57,4%) menjawab setuju untuk pernyataan yang menyatakan bahwa saat menstruasi, mengkonsumsi buah dan sayur adalah cara terbaik untuk mengatasi anemia defisiensi besi daripada daging hewan, dan 34 (36,2%) responden menjawab kurang setuju untuk pernyataan yang menyatakan bahwa zat besi tidak baik dikonsumsi berlebihan sehingga setiap hari tidak perlu mengkonsumsi suplemen besi.

(71)
(72)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012. Responden dalam penelitian ini pada umumnya mendapatkan sumber informasi tentang anemia defisiensi besi melalui media (cetak, elektronik, internet) sebanyak 47 responden (50%), melalui guru sebanyak 24 responden (25,5%), melalui keluarga sebanyak 15 responden (16,0%), melalui petugas kesehatan sebanyak 7 responden (7,4%) dan melalui teman sebanyak 1 responden (1,1%).

(73)

2. Saran

2.1 Untuk Keterbatasan Peneliti

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan saat siswi kelas XII sudah tidak aktif di sekolah, dikarenakan siswi kelas XII telah menyelesaikan Ujian Nasional (UN) sehingga siswi kelas XII tidak menjadi sampel pada penelitian ini. Selain itu peneliti hanya mengambil sampel dari 4 kelas saja (terdiri dari 2 kelas dari kelas X, 1 kelas dari kelas XI IPA, dan 1 kelas dari kelas XI IPS) yang menjadikan hasil penelitian ini tidak representatif. Selain itu, penelitian ini juga tidak ada menampilkan data demografi responden.

2.2 Untuk Praktik Keperawatan

Pada penelitian ini didapatkan data bahwa mayoritas remaja puteri memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup tentang anemia defisiensi besi oleh karena itu diharapkan perawat komunitas dapat mengembangkan bentuk pendidikan kesehatan yang lebih efektif dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi.

2.3 Untuk Sekolah

(74)

informasi tentang anemia defisiensi besi, terutama mengenai bahan makanan yang banyak mengandung zat besi, penyebab remaja putri dapat menderita anemia defisiensi besi, dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja putri, dan dampak anemia defisiensi bila terus berlanjut hingga dewasa yang akhirnya mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas. 2.4 Untuk Masyarakat khususnya Remaja Puteri

Disarankan bagi remaja putri untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan sikapnya mengenai anemia defisiensi besi.

2.5 Untuk Penelitian Selanjutnya

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anita, K. 2007. Kurang Darah Menyerang Anak. Diperoleh dari

Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Azrimaidaliza, dkk. 2009. Ahli Kesehatan Bicara Gizi Remaja. Diperoleh dari

Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Barus, Emi Br. 2011. Pengetahuan dan Sikap Remaja Jalanan tentang Kesehatan Reproduksi di Kota Medan. Diperoleh dari pada tanggal 03 Oktober 2011.

Dahlan, Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

Salemba medika.

Dharmadi, M. dkk. 2011. Penyuluhan anemia Defisiensi Besi (ADB) pada remaja puteri di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bangli. Diperoleh dari

Oktober 2011.

Francin, Erna, dkk. 2005. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

Hayati, Ridha Mardhiyyah. 2010. Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN MEDAN Tahun 2009/2010. Diperoleh dari

(76)

Hoffbrand, A.V. dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Isniati. 2007. Wanita Lebih Beresiko Terkena Anemia. Diperoleh dari

Diakses pada tanggal 20 Oktober 2011.

Mappiwali, Asrul. 2009. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Rumah Sakit Umum Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba Periode Januari-Desember 2008. Universitas Hasanuddin: Makassar. Diperoleh dari

Maramis, Willy F.2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya. Airlangga University Press.

Mitayani, dkk. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta Timur: Trans Info Media.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. 2005.Promosi Kesehatan: teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Pinem, saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info

Media.

Price, Sylvia, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC.

Purwanto, Heri. 1999. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta:

EGC

Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:

Alfabeta.

Riwidikdo, Handoko. 2008. Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra cendikia press.

Saifuddin, Azwar. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sediaoetama, A.D. 2001. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

(77)

Simanjuntak, Nelly Agustini. 2009. Hubungan anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008.

Diperoleh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14666. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2011.

Soemantri, A.G. 1982. Hubungan Anemi Kekurangan Zat Besi dengan Konsentrasi dan Prestasi Belajar. Jakarta: Petra Jaya.

Soetjiningsih, 2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:

Sagung Seto.

Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: EGC.

Tarwoto, dkk. 2007. Anemia pada Ibu Hamil, Konsep dan Penatalaksanaan.

Jakarta: Trans Info Media.

Tarwoto, dkk. 2008. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Trans Info Media.

Widyastuti, Yani, dkk. 2010. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

(78)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Saya yang bernama Sophie Devita S. adalah mahasiswa program studi S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut, saya mohon kesediaan Saudara untuk menjadi responden dalam pelitian ini.

Selanjutnya saya mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Saudara.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga Saudara bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas pribadi Saudara dan semua informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Atas partisipasi Saudara dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih

Medan, 2012

Peneliti Responden

(79)

Lampiran 2

JADWAL PENELITIAN

Diketahui oleh, Dosen Pembimbing

No Kegiatan September Oktober November Desember Februari Maret April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Mengajukan judul 2 Menetapkan judul penelitian 3 Menyiapkan proposal

penelitian

4 Mengajukan sidang proposal 5 Sidang proposal penelitian 6 Revisi proposal penelitian 7 Mengajukan izin penelitian 8 Pengumpulan data 9 Analisa data 10 Penyusunan laporan/skripsi 11 Pengajuan sidang skripsi 12 Ujian sidang

13 Revisi

Gambar

Tabel 5.1.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang pengetahuan mengenai anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang sikap mengenai anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat sikap tentang anemia defisiensi besi di SMA

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara

Hal ini memperkuat kesimpulan yang didapat dalam [9] bahwa frekuensi tertinggi yang bisa disintesis oleh program stimulator bagi SSVEP-BCI yang menggunakan layar monitor

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, motivasi merupakan salah satu unsur yang amat penting dalam proses belajar dan pembelajaran. Sebab, motivasi akan mendorong peserta

Untuk mengetahui pengaruh current ratio dan return on equity terhadap price earning ratio secara simultan pada perusahaan industri logam dan sejenisnya

Perlindungan hukum bagi pasien yang mengalami kerugian akibat pengobatan tradisional dilakukan dengan ketentuan pidana tentang setiap orang yang tanpa izin

Empirialuvun alaluvut muodostuvat hyvin pitkälle haastattelurungon mukaan: nuorten tilan yleisestä kuvauksesta ja työelämään pääsyn tuesta, sosiaaliturvan roolista ja

Gen cacat RB1 dapat warisan dari orang tua baik, pada beberapa anak, bagaimanapun, mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak diketahui apa yang menyebabkan

Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling