ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI
PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP
STABILITAS MONETER DI INDONESIA
TESIS
Oleh
MUHAMMAD ZUHRI
NIM : 097018003
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI
PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP
STABILITAS MONETER DI INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD ZUHRI
NIM : 097018003
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS MONETER DI INDONESIA
Nama Mahasiswa : Muhammad Zuhri
Nomor Pokok : 097018003
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Jonni Manurung, M.S) Ketua
(Dr. Dede Ruslan, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof.Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec.)
Direktur
(Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 21 September 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Jonni Manurung, M.S
Anggota : 1. Dr. Dede Ruslan, M.Si
2. Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec
3. Dr. Murni Daulay, M.Si
PERNYA TAAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Zuhri
NIM : 097018003
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pembangunan
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI PERBANKAN DAN
PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS MONETER DI INDONESIA”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 21 September 2011 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan keuangan industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter di Indonesia. Pengelolaan keuangan industri perbankan dalam penelitian ini diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti variable total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), dan total giro wajib minimum (GWM). Sementara stabilitas moneter diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti jumlah uang kartal (JUB), suku bunga dari sertifikat bank Indonesia (SBI), tingkat inflasi (INF), kurs valuta asing (KURS), dan suku bunga dari surat berharga pasar uang (SBPU).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data triwulan dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2010. Metode analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis persamaan simultan untuk melihat pengaruh antar variable, baik yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan industri perbankan maupun yang berpengaruh terhadap stabilitas moneter.
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sangat mempengaruhi stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Dan pengaruh nilai tukar mata uang USD (Kurs USD) terlihat sangat signifikan dalam menentukan gejolak tingkat Inflasi. Sementara itu, variable lainnya memiliki pengaruh namun hubungan pengaruhnya bersifat inelastis. Namun secara keseluruhan variable yang diobservasi sangat menentukan kepada stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Selanjutnya, peneliti melakukan simulasi terhadap instrumen moneter SBI dan GWM, dimana penurunan SBI ternyata dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter yaitu tingkat inflasi turun dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terapresiasi. Penurunan GWM ternyata sangat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter, yaitu tingkat inflasi (INF) naik dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terdepresiasi.
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the financial management of the banking industry and its impact on monetary stability in Indonesia. Financial management of the banking industry in this study assumed by the researcher can be determined by several variables such as the variable of total deposits (DEP), total loans (KRD), the interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), and total statutory minimum (GWM). While monetary stability is assumed by the researcher can be determined by several variables such as the amount of currency (JUB), interest rates of certificates of Bank Indonesia (SBI), the rate of inflation (INF), foreign exchange (KURS), and interest rates of money market securities (SBPU).
The data used in this research is secondary data sourced from Bank Indonesia and the Central Statistics Agency (BPS). The data used are quarterly data in the period 2000 to 2010. The method of analysis used is the technique of simultaneous equations analysis to see the influence between variables, both of which affect the financial condition of the banking industry as well as the effect on monetary stability.
The results of this research note that the Gross Domestic Product (GDP) greatly affect the stability of the financial system and monetary stability. And the influence of exchange rate USD (exchange rate USD) looks very significant in determining the level of inflation volatility. Meanwhile, other variables have an influence, but all the effects are inelastic. However, all observed variables are crucial to the stability of the financial system and monetary stability. Furthermore, researcher conducted a simulation of the two monetary instruments, namely SBI and the reserve requirement. The decline in interest rates of SBI was found to affect the performance of the banking industry and monetary stability, the results are the inflation rate (INF) has decreased and the Rupiah is appreciated (KURS). GWM decline was greatly affects the performance of the banking industry and the influence of monetary stability, the results are the inflation rate (INF) rises and the Rupiah is depreciated (KURS).
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmad dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Analisis Pengelolaan Keuangan Industri Perbankan dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Moneter”, sebagai suatu kewajiban dalam menyelesaikan Program Pendidikan Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang baik ini Penulis secara khusus menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM). Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan magister.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembanding yang memberikan kritik dan saran yang sangat berharga kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.
4. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan sabar selama penyelesaian tesis ini serta dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan Penulis.
5. Bapak Dr. Dede Ruslan, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberi masukan, arahan, bantuan, bimbingan dan motivasi kepada Penulis dalam penyelesaian tesis ini.
6. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MSc sebagai Dosen Pembanding yang telah membantu Penulis, memberikan kritik, saran, input, motivasi dan dukungan moril sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 17 yang telah sama-sama berjuang dengan Penulis.
Penulis sangat menyadari bahwa hasil dari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna.
Akhirul kalam, Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Penulis, dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, 21 September 2011 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Identitas Diri
Nama : Muhammad Zuhri
Tempat dan Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 12 Desember 1963 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Usman Syafei (Almarhum)
Ibu : Rosyda Arief Guci (Almarhumah)
Alamat Rumah : Jln. Palem I No.25 Blok 8 Helvetia - Medan
Pendidikan
1. Tahun 1969 - 1975 : SD Negeri 16 Pematang Siantar 2. Tahun 1975 - 1979 : SMP Negeri 2 Pematang Siantar 3. Tahun 1979 - 1982 : SMA Negeri 2 Pematang Siantar
4. Tahun 1982 - 1987 : Universitas Sumatera Utara – Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.
5. Tahun 2005 - 2007 : Universitas Muslim Nusantara – FKIP Ekonomi. 6. Tahun 2009 - 2011 : Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi
Pembangunan USU-Medan.
Pengalaman Kerja :
1. Tahun 1986 – 1987 : Bank Pembangunan Daerah Sumut (BPDSU). 2. Tahun 1987 – 1999 : PT. Bank Dagang Nasional Indonesia, Tbk.
Kantor Cabang Induk Medan.
3. Tahun 2000 – 2004 : PT. Thomas Jaya Trecimplant Abadi, Medan. 4. Tahun 2004 – sekarang : Politeknik Mandiri Bina Prestasi (MBP) Medan,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……….. i
ABSTRACT ……… ii
KATA PENGANTAR ……… iii
RIWAYAT HIDUP ……… v
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ……….. x
DAFTAR GAMBAR ………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xii
BAB 1 PENDAHULUAN………. 1
1.1 Latar Belakang ……….……… 1
1.2 Perumusan Masalah ………. 14
1.3 Tujuan Penelitian ………. 15
1.4 Manfaat Penelitian ……….... 16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 17
2.1 LANDASAN TEORITIS ………. 17
2.1.1 Sistem Keuangan ……….……….……….. 17
2.1.1.1 Pengertian Sistem Keuangan ……….………….. 17
2.1.1.2 Pengertian Stabilitas Sistem Keuangan ……….……….. 18
2.1.1.3 Pengertian Stabilitas Moneter ……….. ………….…….. 19
2.1.1.4 Indikator Variabel Moneter ………….. ………... 22
2.1.2 Keuangan Industri Perbankan ………..………… 27
2.1.2.1 Pengertian Industri Perbankan ………..……….. 27
industry Perbankan ………. 29
2.1.3.1 Model Persaingan Sempurna ………..… 29
2.1.3.2 Pendekatan Standar : Kredit Multiplier…..……….. 31
2.1.3.3 Model Monti-Klein atas Bank yang Monopolistik ……. 32
2.1.3.4 Model Asli Monti-Klein ………..… 33
2.1.3.5 Versi Oligopolistik ……….. 34
2.1.3.6 Menganalisis Dampak Regulasi terhadap Suku Bunga - Deposito ………. 35
2.1.3.7 Persaingan Double Bertrand .………. 36
2.1.3.8 Persaingan Monopolistik ……… 37
2.1.3.9 Persaingan Bebas dan Jumlah Optimal Bank ….……… 38
2.1.3.10 Dampak Regulasi Suku Bunga Simpanan ..……… 40
2.1.3.11 Hubungan GWM dan Deposito atau Kredit ……… 40
2.1.3.12 Hubungan Inflasi dan Suku Bunga Deposito atau Kredit. 43
2.2 LANDASAN HASIL PENELITIAN TERDAHULU. 45
2.2.1 Penelitian Terdahulu ………..………..……… 45
2.2.2 Kerangka Konseptual ………..……... 47
2.2.3 Hipotesis Penelitian ……… 48
BAB 3 METODE PENELITIAN ……… 49
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 49
3.2 Jenis dan Sumber Data ……… 50
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……… 50
3.4 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ……… 50
3.5 Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit………..……… 51
3.6 Uji Kointegrasi ……….. 54
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……… 57
3.8 Model dan Identifikasi Model ………..………. 59
3.10 Metode Analisis ……… 64
3.11 Definisi Operasional ……… 66
BAB 4 HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……… 68
4.1 HASIL PENELITIAN……… 68
4.1.1 Sektor Moneter dan Perbankan……… 68
4.1.2 Analisis Perkembangan Variabel-Variabel Penelitian… 74
4.1.2.1 Perkembangan Total Deposito ……… 74
4.1.2.2 Perkembangan Total Kredit ……… 76
4.1.2.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito ………... 78
4.1.2.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit ………. 80
4.1.2.5 Perkembangan Produk Domestik Bruto ……….. 82
4.1.2.6 Perkembangan Giro Wajib Minimum ………. 84
4.1.2.7 Perkembangan Tingkat Inflasi ………. 86
4.1.2.8 Perkembangan Jumlah Uang Beredar ………. 88
4.1.2.9 Perkembangan Kurs USD ……… 90
4.1.2.10 Perkembangan Suku Bunga SBI ………. 92
4.1.2.11 Perkembangan Suku Bunga SBPU ……….. 94
4.2 ANALISIS PENELITIAN ……….. 96
4.2.1 Hasil Uji Stasioneritas (Uji Akar-Akar Unit) ………….. 96
4.2.2 Uji Kointegrasi ………. 97
4.2.3 Hasil Estimasi Two Stages Least Squares (2SLS) ……. 103
4.2.4 Hasil Estimasi Persamaan Deposito ……….. 104
4.2.5 Hasil Estimasi Persamaan Kredit ……….. 105
4.2.6 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga Deposito ……. 106
4.2.7 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga Kredit ………... 110
4.2.8 Hasil Estimasi Persamaan Kurs ……….. 111
4.2.9 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga SBPU………… 113
4.3 PEMBAHASAN PENELITIAN ……… 115
4.3.1 Simulasi Kebijakan Moneter……… 115
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………. 122
5.1 Kesimpulan……… 122
5.2 Saran ……… 124
DAFTAR PUSTAKA ……….. 126
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1.1 : Indikator Perbankan Nasional (Tahun 2004 – 2010) ………. 4
Tabel 1.2 : Kegiatan Usaha Bank Umum (Tahun 2005-2010).………. … 6
Tabel 1.3 : Pergerakan Inflasi, BI rate dan Nilai Tukar (Tahun 2004-2010) … 8 Tabel 1.4 : Posisi Indikator Keuangan Perbankan (Tahun 2005 – 2010)…….. 9
Tabel 3.1 : Uji Identifikasi Persamaan……….. 64
Tabel 4.1 : Perkembangan Total Deposito Bank Umum……….. 75
Tabel 4.2 : Perkembangan Total Kredit Bank Umum……….. 77
Tabel 4.3 : Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Umum……… 79
Tabel 4.4 : Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum……… 81
Tabel 4.5 : Perkembangan PDB Indonesia……… 83
Tabel 4.6 : Perkembangan GWM Bank Umum……… 85
Tabel 4.7 : Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia……… 87
Tabel 4.8 : Perkembangan JUB………. 89
Tabel 4.9 : Perkembangan Kurs……… 91
Tabel 4.10 : Perkembangan Suku Bunga SBI………. 93
Tabel 4.11 : Perkembangan Suku Bunga SBPU………. 95
Tabel 4.12 : Hasil Uji Stasioneritas pada tahap Level/1st D/2nd D………. 97
Tabel 4.13 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi terhadap Persamaan…………... 101
Tabel 4.14 : Hasil Estimasi Two Stages Least Square………... 108
Tabel 4.15 : Hasil Uji Normalitas……….. 110
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1.1 : Sistem Keuangan di Indonesia ……….………….. 3
Gambar 2.1 : Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas – Moneter ……… 21
Gambar 2.2 : Hubungan Pelaku Ekonomi dan Perbankan dalam – Model Persaingan Sempurna……… 31
Gambar 2.3 : Kerangka Konseptual ……….. 47
Gambar 4.1 : Perkembangan Total Deposito (2000 – 2010) ………. 75
Gambar 4.2 : Perkembangan Total Kredit (2000 – 2010) ………. 77
Gambar 4.3 : Perkembangan Suku Bunga Deposito (2000 – 2010) ………….. 79
Gambar 4.4 : Perkembangan Suku Bunga Kredit (2000 – 2010) ………. 81
Gambar 4.5 : Perkembangan PDB Indonesia (2000 – 2010) ………. 83
Gambar 4.6 : Perkembangan GWM (2000 – 2010) ………... 85
Gambar 4.7 : Perkembangan Tingkat Inflasi (2000 – 2010) ………. 87
Gambar 4.8 : Perkembangan JUB (2000 – 2010) ……….. 89
Gambar 4.9 : Perkembangan KURS (2000 – 2010) ……….. 91
Gambar 4.10 : Perkembangan Suku Bunga SBI (2000 – 2010) ……….. 93
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 : Tabel Data Hasil Observasi ……….………….. 129
Lampiran 2 : Daftar Tabel Hasil Residual Terhadap 7 Persamaan Simultan 130
Lampiran 3 : Model Persamaan Simultan ………. 131
Lampiran 4 : Model Persamaan Simultan (Asumsi Suku Bunga SBI turun – 0,25%) ……….. 132
Lampiran 5 : Model Persamaan Simultan (Asumsi GWM berkurang 5%) ... 133
Lampiran 6 : Model Persamaan Simultan (Asumsi JUB bertambah 5%)…… 134
Lampiran 7 : Model Persamaan Simultan (Asumsi PDB bertambah 6,5%)… 135
Lampiran 8 : Estimation Method: Two Stage Least Square ……… 136
Lampiran 9 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 139
Lampiran 10 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 140
Lampiran 11 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 141
Lampiran 12 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 142
Lampiran 13 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 143
Lampiran 14 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 144
Lampiran 15 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 145
Lampiran 16 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 146
Lampiran 17 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 147
Lampiran 18 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBK…..………... 148
Lampiran 20 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBPU…………... 150
Lampiran 21 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBPU…………... 151
Lampiran 22 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel KURS………….. 152
Lampiran 23 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel KURS………….. 153
Lampiran 24 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel INFLASI………. 154
Lampiran 25 Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 155
Lampiran 26 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 156
Lampiran 27 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 157
Lampiran 28 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel GWM…………... 158
Lampiran 29 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel GWM…………... 159
Lampiran 30 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 160
Lampiran 31 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 161
Lampiran 32 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 162
Lampiran 33 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBI………... 163
Lampiran 34 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBI………... 164
Lampiran 35 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan DEP……. 165
Lampiran 36 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan KRD…… 166
Lampiran 37 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan SBD……. 167
Lampiran 38 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan SBK……. 168
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan keuangan industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter di Indonesia. Pengelolaan keuangan industri perbankan dalam penelitian ini diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti variable total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), dan total giro wajib minimum (GWM). Sementara stabilitas moneter diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti jumlah uang kartal (JUB), suku bunga dari sertifikat bank Indonesia (SBI), tingkat inflasi (INF), kurs valuta asing (KURS), dan suku bunga dari surat berharga pasar uang (SBPU).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data triwulan dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2010. Metode analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis persamaan simultan untuk melihat pengaruh antar variable, baik yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan industri perbankan maupun yang berpengaruh terhadap stabilitas moneter.
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sangat mempengaruhi stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Dan pengaruh nilai tukar mata uang USD (Kurs USD) terlihat sangat signifikan dalam menentukan gejolak tingkat Inflasi. Sementara itu, variable lainnya memiliki pengaruh namun hubungan pengaruhnya bersifat inelastis. Namun secara keseluruhan variable yang diobservasi sangat menentukan kepada stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Selanjutnya, peneliti melakukan simulasi terhadap instrumen moneter SBI dan GWM, dimana penurunan SBI ternyata dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter yaitu tingkat inflasi turun dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terapresiasi. Penurunan GWM ternyata sangat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter, yaitu tingkat inflasi (INF) naik dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terdepresiasi.
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the financial management of the banking industry and its impact on monetary stability in Indonesia. Financial management of the banking industry in this study assumed by the researcher can be determined by several variables such as the variable of total deposits (DEP), total loans (KRD), the interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), and total statutory minimum (GWM). While monetary stability is assumed by the researcher can be determined by several variables such as the amount of currency (JUB), interest rates of certificates of Bank Indonesia (SBI), the rate of inflation (INF), foreign exchange (KURS), and interest rates of money market securities (SBPU).
The data used in this research is secondary data sourced from Bank Indonesia and the Central Statistics Agency (BPS). The data used are quarterly data in the period 2000 to 2010. The method of analysis used is the technique of simultaneous equations analysis to see the influence between variables, both of which affect the financial condition of the banking industry as well as the effect on monetary stability.
The results of this research note that the Gross Domestic Product (GDP) greatly affect the stability of the financial system and monetary stability. And the influence of exchange rate USD (exchange rate USD) looks very significant in determining the level of inflation volatility. Meanwhile, other variables have an influence, but all the effects are inelastic. However, all observed variables are crucial to the stability of the financial system and monetary stability. Furthermore, researcher conducted a simulation of the two monetary instruments, namely SBI and the reserve requirement. The decline in interest rates of SBI was found to affect the performance of the banking industry and monetary stability, the results are the inflation rate (INF) has decreased and the Rupiah is appreciated (KURS). GWM decline was greatly affects the performance of the banking industry and the influence of monetary stability, the results are the inflation rate (INF) rises and the Rupiah is depreciated (KURS).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat
meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam
momentum recovery setelah berlalunya krisis finansial. Banyak kalangan, khususnya
kalangan dunia usaha dan pemerintah mengharapkan kontribusi perbankan yang lebih
besar dalam menggerakkan perekonomian.
Sepanjang tahun 2009-2010, banyak kalangan menilai perbankan kurang
optimal dalam menjalankan fungsi intermediasinya, hal tersebut berdasarkan
penilaian dari berbagai pihak bahwa perbankan menerapkan strategi suku bunga yang
tinggi untuk dapat mempertahankan tingkat keuntungan.
Dunia usaha sangat menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap sektor perbankan,
karena dunia usaha melihat peluang adanya perbaikan perekonomian di tahun 2011.
Pandangan dunia usaha tersebut cukup beralasan dengan pulihnya ekonomi global
yang ditunjukkan oleh mulai membaiknya ekonomi AS dan Jepang.
Ini diikuti juga dengan terus menguatnya ekonomi negara-negara emerging
market seperti China dan India. Kondisi ini diprediksi akan berdampak pada terus membaiknya perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor impor diperkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan global. Konsumsi rumah tangga
akan meningkat seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat dan tetap menjadi
infrastruktur. Kondisi membaiknya perekonomian global tersebut menjadi tantangan
bagi perbankan nasional untuk melakukan efisiensi. Banyak kalangan menilai akibat
belum efisiennya perbankan, maka suku bunga kredit belum bisa turun.
Sehingga, selain menghadapi resiko globalisasi, bank umum harus memperbaiki
sistem perbankan, terutama terkait dengan efisiensi, intermediasi dan kesehatan bank.
Hal ini sangat beralasan karena bank umum bersama dengan Bank Indonesia, yang
disebut sebagai sistem moneter Indonesia, harus dapat menjaga stabilitas moneter.
Lihat Gambar 1.1 : Sistem Keuangan di Indonesia dibawah ini.
Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia secara terkoordinasi telah
mengeluarkan langkah-langkah stabilisasi ekonomi sebagai bagian dari upaya
meminimalkan dampak gejolak finansial global, yang dapat direspons cukup baik
oleh pelaku pasar dan masyarakat sehingga dapat menjaga kepercayaan masyarakat
pada industri perbankan di Indonesia. Sementara itu, pada level industri perbankan
sendiri, dalam rangka mewujudkan sektor keuangan yang sehat, kuat, dan efisien
serta meningkatkan intermediasi perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
terutama mendukung pertumbuhan sektor riil, telah disusun Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) yang merupakan program jangka panjang.
Sehubungan dengan kondisi eksternal yang tidak menentu, terutama, sejak
tahun 2008, telah ditetapkan kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan
Beberapa kebijakan penting perbankan yang dikeluarkan oleh pemerintah
selama tahun 2008 antara lain, pertama, memberi bantuan perbankan yang
mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik serta menimbulkan potensi
krisis yang akan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN; kedua, mengubah besaran
nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan/LPS dari Rp100 juta Sistem Keuangan
menjadi Rp2 miliar; serta ketiga, membentuk landasan hukum bagi Jaring Pengaman
Sektor Keuangan.
Seiring dengan upaya tersebut, kondisi ketahanan perbankan dalam kurun
waktu 2005–2010 dapat dijaga dengan relatif stabil. Hal ini ditunjukkan dengan
kondisi CAR bank umum yang berkisar antara 16,0-20,0 persen, yang berada jauh di
atas ketentuan sebesar 8,0 persen (Tabel 1.1). Dan, terdapat potensi penurunan risiko
yang tercermin dari penurunan angka NPL hingga mencapai 2,56 persen pada akhir
2010, setelah memiliki trend yang meninggi pada tahun 2005 yang antara lain
disebabkan oleh melambatnya aktivitas ekonomi. Kondisi ini perlu dicermati
mengingat pada periode-periode sebelumnya angka tersebut sudah cenderung
menurun. Fungsi intermediasi perbankan juga mengalami kenaikan yang tercermin
dari peningkatan LDR dan sedikit menurun pada 2009 kemudian meningkat kembali
di 2010.
TABEL 1.1
INDIKATOR PERBANKAN NASIONAL TAHUN 2004-2010
(Persen)
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Capital Adequacy Ratio
(CAR) 19.40 19.30 21.27 19.30 16.76 17.42 17.18 Non Performing Loans
(NPL) 1,50 7.56 6.07 4.07 3.20 3.31 2.56
Semula rasio tersebut cenderung meningkat seiring dengan optimisme akan
prospek perekonomian, dari 50,0 persen pada akhir tahun 2004 menjadi 66,3 persen
pada akhir tahun 2007 dan mencapai puncaknya pada 2008 menjadi 74,58 persen
yang didorong oleh laju pertumbuhan kredit yang cukup tinggi (Tabel 1.2). Tetapi
pada tahun 2009 menurun menjadi 72,88 persen dan pada tahun 2010 meningkat
kembali mencapai 75,21 persen.
Di sisi pertumbuhan kredit, terlihat mengalami peningkatan yakni sebesar
Rp.695,65 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp.1.765,85 triliun pada tahun 2010,
sehingga kredit tumbuh sebesar 20,73 persen (y-o-y) dengan nilai rata-rata
pertumbuhan sebesar Rp.214,04 triliun. Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan
kredit tertinggi terjadi pada kredit investasi sebesar 30,0 persen pada periode yang
sama. Di sisi penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada bank tumbuh sebesar
15,72 persen (y-o-y), yaitu dari Rp1.127,94 triliun pada 2005 menjadi Rp.2.338,82
triliun pada 2010. Terjaganya kepercayaan masyarakat menjadi salah satu faktor
pertumbuhan simpanan masyarakat yang tetap tinggi.
Kebijakan moneter sampai dengan tahun 2010 diarahkan untuk menjaga
stabilitas harga dalam negeri dan nilai tukar rupiah serta mendorong kegiatan
ekonomi secara seimbang. Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar rupiah,
diharapkan suku bunga berada pada tingkat yang kompetitif jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga sehingga kegiatan dan pertumbuhan ekonomi akan
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Penyaluran Dana
1. Kredit 695.648 792.297 1.002.012 1.307.688 1.437.930 1.765.845 2. Antar Bank Aktiva 159.120 156.906 139.777 213.779 261.474 228.549 3. Penempatan di BI 209.578 343.455 418.269 322.333 397.897 581.901 4. Surat Berharga 44.224 55.988 108.007 113.851 134.960 133.454
5. Penyertaan 6.122 5.924 5.620 6.626 6.626 12.356
6. Tagihan lainnya 25.586 25.803 28.835 50.944 39.908 43.807
Sumber Dana
1. DPK 1.127.937 1.287.102 1.510.834 1.753.292 1.973.042 2.338.824 2. Kewajiban pada
BI
11.874 10.807 9.105 11.272 8.028 6.107
3. Antar Bank Pasiva 99.417 119.454 137.790 158.648 134.543 152.746
4. Surat Berharga 13.411 14.942 17.333 14.301 14.918 17.158
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Bank Indonesia (2010)
TABEL 1.2
Kebijakan moneter yang dikeluarkan sejak tahun 2005 sampai dengan saat ini
secara umum konsisten dengan rezim kebijakan moneter yang diterapkan sejak Juli
2005, yaitu kerangka kerja pencapaian sasaran inflasi (Inflation Targeting
Framework – ITF) dengan menggunakan suku bunga referensi Bank Indonesia (BI rate) sebagai sinyal kebijakan moneter. Adapun sasaran inflasi yang ingin dicapai tersebut ditetapkan oleh pemerintah dengan melibatkan para pemangku kepentingan
(stakeholders).
Kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga
bagian besar, yaitu kebijakan moneter, kebijakan pengaturan dan pemantauan
transaksi devisa, serta koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dan fiskal serta
pemangku kepentingan lainnya, baik di pusat maupun di daerah (provinsi dan
kabupaten/kota). Koordinasi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia sangat
diperlukan, terutama di dalam menghadapi berbagai guncangan eksternal, termasuk
krisis keuangan global dan menjaga iklim usaha yang kondusif untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Inflasi selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 secara umum berfluktuasi,
tetapi terkendali. Lonjakan dan fluktuasi harga komoditas dunia yang berimbas pada
kenaikan BBM dalam negeri telah menyebabkan inflasi meningkat cukup besar pada
tahun 2005 dan 2008, yang masing-masing mencapai 17,11 persen dan 11,1 persen.
Lonjakan inflasi tahun 2005, terutama, dipicu oleh tingginya harga minyak di pasar
dunia yang menyebabkan beban subsidi BBM dalam negeri yang disediakan dalam
APBN 2005 tidak mencukupi sehingga telah mengganggu kesinambungan fiskal
Periode Laju Inflasi
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia (2010) Keterangan : *) posisi akhir periode
TABEL 1.3
TABEL 1.4 : POSISI INDIKATOR KEUANGAN PERBANKAN Periode : 2005 - 2010
No INDIKATOR 2005 2006 2007 2008 2009 2010
BANK UMUM
1 Kas 20,879 27,918 37,819 54,644 53,022 58,381
2 Giro Pada BI 102,266 125,791 167,566 83,927 101,364 164,833 3 SBI 54,256 179,045 203,863 166,518 212,116 139,316 4 Surat Berharga 44,224 55,988 108,007 113,851 134,860 133,454 5 Kredit 695,648 792,297 1,002,012 1,307,688 1,437,930 1,765,845 6 Dana Pihak Ketiga 1,127,937 1,287,102 1,510,834 1,753,292 1,973,042 2,338,824
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9. No.1, Desember 2010.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian harga
BBM di dalam negeri pada tahun tersebut sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 1
Maret 2005 dengan tingkat kenaikan rata-rata sebesar 29 persen dan pada 1 Oktober
2005 dengan kenaikan rata-rata sebesar 126 persen. Meningkatnya inflasi pada tahun
2005 tersebut dikendalikan melalui langkah-langkah kebijakan pengetatan moneter
yang konsisten. Secara bertahap, BI rate dinaikkan dari 8,50 persen pada bulan Juni
2005 menjadi 12,75 persen pada bulan November 2005 dan bertahan sampai dengan
bulan April 2006 kemudian diturunkan bertahap sehingga mencapai 9,75 persen pada
bulan Desember 2006. Selain melakukan peningkatan BI rate melalui operasi pasar
terbuka (OPT), juga dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan likuiditas di pasar uang dan penyempurnaan berbagai instrumen moneter
seperti menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan menaikkan suku bunga fasilitas
simpanan Bank Indonesia (FASBI) 7 hari.
Langkah pengetatan moneter tersebut dibarengi dengan upaya-upaya menjaga
stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi masyarakat. Pada tahun 2007,
stabilitas ekonomi dan moneter cukup terjaga stabil. Kebijakan moneter melonggar,
penyaluran kredit dan kegiatan ekonomi meningkat. BI rate pada bulan Desember
2006 sebesar 9,75 persen diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 8,0 persen
pada akhir tahun 2007. Inflasi yang pada bulan Desember 2006 sebesar 6,60 persen,
menurun tipis menjadi 6,59 persen pada akhir 2007.
Dalam memasuki tahun 2009 pergerakan inflasi menurun menjadi 9,17 persen,
bila dibanding tahun 2008 yang berada pada tingkat 11.06 persen, seiring dengan
negeri dan cukup terjaganya pasokan bahan pangan pokok domestik serta
membaiknya ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi. Hal tersebut pada akhirnya
mendorong ekspektasi inflasi yang terus menurun sehingga pada tahun 2009, dengan
tingkat inflasi terendah pada bulan November 2009 sebesar 2,41 persen. Meskipun
pada bulan September 2009 inflasi sempat meningkat tipis menjadi 2,83 persen,
akibat tekanan kenaikan harga karena berlangsungnya puasa dan lebaran, inflasi
kembali melemah sehingga pada akhir tahun 2009 menjadi 2,78 persen (y-o-y), jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi pada akhir tahun 2008. Dan
kembali meningkat menjadi 6,96 pada akhir 2010.
Seiring dengan penurunan laju inflasi dan untuk mendorong kegiatan sektor riil,
BI rate diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 6,5 persen sejak bulan Agustus
2009 dan dipertahankan stabil sampai dengan saat ini. Pada waktu yang sama nilai
tukar rupiah juga menguat, yang semula mencapai Rp.11.980/USD pada January
2009 menguat hingga mencapai Rp.9.400/USD pada akhir Desember 2009, dan
kembali menguat menjadi Rp.9.036/USD pada akhir tahun 2010. Penguatan nilai
tukar rupiah tersebut, antara lain, didukung oleh neraca pembayaran yang surplus;
imbal hasil rupiah yang menarik; premi risiko yang menurun; melemahnya mata uang
dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia serta meningkatnya keyakinan
investor global kepada kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan
meningkatnya peringkat Indonesia dari “stable” ke “positive”. )
Dalam penulisan ini peneliti mengemukakan suatu fenomena tentang peran
sektor perbankan sebagai lembaga yang membantu Bank Indonesia dalam
memelihara stabilitas moneter. Sektor perbankan, dalam hal ini melalui kemampuan
aspek finansialnya telah membantu Bank Indonesia dengan menjadi pembeli
Sertifikat Bank Indonesia. Sektor perbankan merupakan lembaga yang paling mudah
untuk dikendalikan dan diawasi oleh Bank Indonesia dalam hal pemilikan Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu
alat/instrumen moneter, dimana melalui SBI ini Bank Indonesia dapat mengendalikan
tingkat inflasi.
Namun dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan peraturan
pelaksanaannya, maka secara otomatis ketentuan-ketentuan yang lama seperti
ketentuan OPT, FASBI, Repo dengan BI, Lelang SBI, Finance Tune Operation,
Reserve Repo, dan jual beli SBN dengan BI tidak berlaku lagi.
Selain itu, salah satu prinsip dasar yang dipegang oleh Bank Indonesia dalam
menjalankan tugasnya sebagai penjaga dan pemelihara stabilitas nilai tukar rupiah
adalah mengupayakan meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif,
sehingga Bank Indonesia memberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.10/28/PBI/2008 tentang pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada bank,
dan PBI No.10/37/PBI/2008 tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah, yang
mewajibkan bank untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap rupiah harus
Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah lanjutan dengan mengelola
arus modal asing yang tengah membanjiri pasar keuangan Tanah Air. Namun,
menurut Direktur Kebijakan Riset Ekonomi dan Kebijakan BI Perry Warjiyo, langkah
otoritas moneter itu perlu disertai kebijakan pendukung di ranah pemerintah atau
otoritas fiskal agar lebih efektif. Langkah Bank Indonesia tersebut adalah mengurangi
jumlah SBI milik Asing yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Dengan
demikian dapat mengurangi ancaman pembalikan modal keluar Indonesia secara
tiba-tiba (sudden reversal).
Sementara disisi lain, pertumbuhan ekonomi menjadi tidak optimal di saat
likuiditas perbankan meningkat, namun tidak produktif. Hal ini ditunjukkan oleh
besarnya dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Giro Wajib Minimum (GWM)
di Bank Indonesia yang hampir mencapai Rp.269 triliun. Ditambah lagi seretnya
pertumbuhan kredit, diikuti pembiayaan obligasi rekap yang mencekik APBN.
Karena itu, sudah seharusnya dana-dana di SBI dan GWM segera dialihkan menjadi
Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini, diungkapkan oleh ekonom dari The Indonesia
Economic Inteligence, Djoko Retnadi, di Bogor (Harian Neraca, 11 Oktober 2010). Dan menurut Djoko, hasil dana di SBN bisa dimanfaatkan sebagai pembiayaan
APBN dan tidak akan menjadi beban yang membahayakan perekonomian di masa
mendatang. Sebaliknya, jika diendapkan dalam SBI, dana tersebut tidak bisa
dimanfaatkan kepada sektor riil secara langsung. Apabila tidak segera dilakukan hal
ini bisa membuat bubble ekonomi dan akan membahayakan perekonomian, walaupun
SBN tidak fleksibel karena harus melalui persetujuan DPR, namun instrument
Dari fenomena terhadap keadaan diatas maka Peneliti mencoba untuk
mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pengaruh pengelolaan keuangan industri
perbankan terhadap stabilitas moneter. Sehingga Peneliti mengambil judul “Analisis
Pengelolaan Keuangan Industri Perbankan dan Pengaruhnya terhadap
Stabilitas Moneter di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh PDB, suku bunga Deposito, dan tingkat Inflasi terhadap
Deposito industri perbankan Indonesia.
2. Bagaimana pengaruh PDB, suku bunga Kredit, dan tingkat Inflasi terhadap
Kredit industri perbankan Indonesia.
3. Bagaimana pengaruh SBI, suku bunga SBPU, dan Total Deposito terhadap suku
bunga Deposito industri perbankan Indonesia.
4. Bagaimana pengaruh SBI, suku bunga SBPU, dan Total Kredit terhadap suku
bunga Kredit industri perbankan Indonesia.
5. Bagaimana pengaruh GWM, suku bunga SBI dan Total Kredit industri
perbankan terhadap suku bunga SBPU di Indonesia.
6. Bagaimana pengaruh tingkat Inflasi dan Jumlah Uang Beredar terhadap Kurs
USD di Indonesia.
7. Bagaimana pengaruh Kurs USD dan suku bunga SBPU terhadap tingkat Inflasi
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas , maka tujuan dari penelitian yang
dilakukan ini adalah untuk :
1. Menganalisis pengaruh PDB, suku bunga Deposito, dan tingkat Inflasi terhadap
Total Deposito industri perbankan Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh PDB, suku bunga Kredit, dan tingkat Inflasi terhadap
Total Kredit industri perbankan Indonesia.
3. Menganalisis pengaruh SBI, suku bunga SBPU dan Total Deposito terhadap
suku bunga Deposito industri perbankan Indonesia.
4. Menganalisis pengaruh SBI, suku bunga SBPU dan Total Kredit terhadap suku
bunga Kredit industri perbankan Indonesia.
5. Menganalisis pengaruh GWM, suku bunga SBI dan Total Kredit industri
perbankan terhadap suku bunga SBPU di Indonesia.
6. Menganalisis pengaruh tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar, terhadap
Kurs USD di Indonesia.
7. Menganalisis pengaruh Kurs USD dan suku bunga SBPU terhadap tingkat
Inflasi di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan membuahkan hasil yang
dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Menambah khasanah dan wawasan ilmu pengetahuan bagi diri Peneliti sendiri
terutama yang berkaitan dengan pengelolaan aspek keuangan pada industri
perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter.
2. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang berminat untuk mengkaji hal-hal
yang berkaitan dengan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan
dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter.
3. Sebagai bahan masukan bagi pihak perbankan yang terkait dengan pengelolaan
aspek keuangan pada industri perbankan untuk dapat mengambil kebijakan
dalam menjaga stabilitas moneter.
4. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah atau badan yang terkait untuk
memperhatikan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Sistem Keuangan
2.1.1.1 Pengertian Sistem Keuangan
Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan
perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana surat berharga
diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial services)
dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh bagian dunia (Rose : 2002).
Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan, sistem perbankan, dan
sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam
perekonomian suatu negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas
jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga
keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal.
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi
intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.
Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Salah satu masalah krusial dalam sistem keuangan yang dapat menjadi sumber
asimetri/ketidaksamaan informasi (asymmetric information), yakni suatu situasi
dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki
informasi yang akurat dibanding pihak lain. sebagai contoh, peminjam (debitur)
biasanya memiliki informasi yang lebih baik tentang keuntungan dan kerugian
potensial dari suatu proyek investasi yang direncanakan dibandingkan dengan pihak
pemberi pinjaman (kreditur).
2.1.1.2 Pengertian Stabilitas Sistem Keuangan
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi
sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan
(Bank Indonesia).
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan
terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi
intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.
Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.
Operasi Pengendalian Moneter :
1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer,
sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini,
ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula
dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi
Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities),
(iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan
(v) Himbauan moral (moral suassion).
3. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB
berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk
meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat
sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
2.1.1.3 Pengertian Stabilitas Moneter
Stabilitas moneter adalah salah satu dimensi stabilitas nasional yang
merupakan bagian integral dan sasaran pembangunan nasional. Stabilitas moneter
yang mantap mempunyai pengaruh luas terhadap kegiatan perekonomian
termasuk diantaranya kegiatan di sektor perbankan. (Pohan, 2008 : 51).
Monetery stability atau kestabilan moneter mengacu pada stabilitas harga (general price stability) dalam bentuk kestabilan mata uang sedangkan financial
stability, mengacu kepada kestabilan institusi keuangan dan kestabilan pasar-pasar yang tergabung dalam pasar keuangan. Marcflame, Gubernur Reserve Bank Australia
dalam “Financial Stability”. (1990) mengemukakan bahwa “financial stability is
pengertian bahwa stabilitas keuangan terkait dengan ketiadaan krisis keuangan
(finacial crisis).
Kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa,
serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting
untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat (UU No.3 Tahun 2004).
Untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang
berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan
ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta
perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka
kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas
nilai rupiah (UU No.3 Tahun 2004).
Hubungan antara stabilitas sistim keuangan dan stabilitas moneter ini dapat
2.1.1.4 Indikator Variabel Moneter
a. Inflasi (Inflation)
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum
dan terus menerus. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push
inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi (Bank Indonesia).
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi
nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang,
peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan
terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi,
kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau
permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat
dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan
kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat
adaptif atau forward looking.
b. Kurs
Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan kurs mata uang adalah teori
Paritas Daya Beli (purchasing power parity). Teori kurs daya beli ini menyatakan
mata uang satu negara terhadap negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli
masing-masing negara. (Kardoyo & Kuncoro, 2001).
Teori paritas daya beli ini menghubungkan kurs valas dengan dengan
harga-harga komoditi yang dinyatakan dalam uang lokal di pasar internasional. Hubungan
antara kurs valas dan harga komoditi dalam doktrin paritas daya beli yaitu kurs valas
akan cenderung menurun dengan proporsi yang sama dengan kenaikan harga.
Teori paritas daya beli memiliki dua bentuk yaitu paritas daya beli absolut dan
paritas daya beli relatif. Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa keseimbangan
nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan
perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya beli ini dapat
dinyatakan:
= ∗
di mana : S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan
Tanda (*) menunjukkan variabel luar negeri.
Paritas daya beli absolut ini selanjutnya menghasilkan hukum satu harga (law of
oneprice) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama.
Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu
prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar negeri.
Paritas daya beli relatif ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar
komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional, penentuan
harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan bahwa (Kuncoro, 1996): (1)
Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional
(tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi; (2) Tidak ada restriksi-restriksi
dalam perdagangan internasional; (3) Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat
homogen sempurna untuk masing-masing barang; (4) Terdapat kesamaan indeks
harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing dan
domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga.
c. Suku Bunga.
Paritas suku bunga (interest rate parity) merupakan teori yang paling dikenal
dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai kurs
berdasarkan tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan
sistem kurs valas bebas, tingkat bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan
tingkat bunga luar negeri (i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi
mata uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain.
Teori paritas suku bunga terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku bunga
tertutup (covered interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak tertutup
(uncovered interest rate parity).
Paritas Suku Bunga Tertutup (Covered Interest Rate Parity) menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga.
Paritas suku bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga
uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan Yen Jepang. Paritas suku
bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang lebih relevan untuk menjelaskan kurs
valas.
Penjelasan mengenai bekerjanya mekanisme paritas suku bunga tertutup, yaitu
dengan menggunakan hubungan dua negara dengan nilai mata uang dan suku bunga
masing-masing negara, dengan asumsi terdapat keterbukaan antar negara. Pelaku
pasar di suatu negara memiliki dua alternatif untuk membelanjakan kekayaannya
yaitu dengan membeli surat berharga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil
dari surat berharga dalam dan luar negeri akan berbeda tergantung dari tingkat bunga.
Hasil satu periode mendatang dari surat berharga dalam negeri adalah (1+i) dalam
satuan domestik. Sedangkan hasil surat berharga luar negeri dalam satuan luar negeri
adalah (1+i*)/S, di mana i adalah prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan
tanda bintang (*) menunjukkan variabel luar negeri. Apabila kurs ekspektasi atau
kurs yang diharapkan pada masa datang adalah F (kurs forward), maka hasil yang
diperoleh dari pembelian surat berharga luar negeri adalah:
( 1 + i∗) F
S − 1
Keseimbangan paritas suku bunga tertutup akan terjadi bila hasil surat berharga sama
dengan suku bunganya (i), sehingga : ( 1 + i∗) F
S − 1 = i
F S=
F
karena 1+i*≈1, maka keseimbangan:
F
S−S = ( i−i
∗)
Keseimbangan di atas dapat terjaga bila F dan S mengalami pergerakan secara
proporsional. Bila pergerakan F dan S tidak proporsional maka yang terjadi adalah
apresiasi atau depresiasi kurs valas.
Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga
digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak
tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal
yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang.
Et( St + 1) − St
St =
( it −it∗) ( i + it∗)
di mana Et adalah harapan informasi yang tersedia pada waktu t, sehingga paritas
suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat memiliki posisi
terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan nilai kurs forward.
Et( St + 1) = Ft
Kurs forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara efisien, yaitu
2.1.2 Keuangan Industri Perbankan
2.1.2.1 Pengertian Industri Perbankan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, disebutkan pada Pasal 1 bahwa:
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya;
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak;
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
Dan menurut Freixas-Rochet, definisi Bank adalah : “a bank is an institution
whose current operations consist in granting loans and receiving deposits from the public”( Freixas-Rochet, 2008).
2.1.2.2 Indikator Variabel Industri Perbankan
Indikator Variabel Industri Perbankan antara lain :
1. Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk
2. Suku Bunga Deposito Berjangka merupakan suku bunga simpanan pihak ketiga
yang ditetapkan oleh masing-masing Bank.
3. Total Kredit, merupakan kredit yang diberikan kepada masyarakat dan bank
lain.
4. Suku Bunga Kredit merupakan suku bunga kredit yang ditetapkan oleh
masing-masing Bank.
5. GWM Primer adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank
dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
6. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank
berupa SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan
oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
7. GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam
bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK
yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan
LDR Target.
2.1.3 Model yang terkait dengan stabilitas moneter dan industri perbankan.
2.1.3.1 Model Persaingan Sempurna
Dalam model persaingan sempurna ini aktivitas perbankan menghasilkan
"produk" berupa jasa deposito dan pinjaman, dan teknologi perbankan akan diwakili
oleh suatu fungsi biaya C = f(D, L), yang diinterpretasikan sebagai biaya pengelolaan
bank yang berbeda (diindeks dengan n = 1, ..., N). Dan bank ke-n memiliki fungsi
biaya Cn = f(D, L) yang memenuhi asumsi konveksitas (yang berarti, skala
keuntungan yang semakin menurun/decreasing returns to scale) dan keteraturan (Cn
adalah dua kali terdiferensialkan). (Freixas : 2008 : 51).
Untuk menyederhanakan pembahasan ini, teknologi dianggap tersedia sama
untuk semua bank [Cn = f(D, L)] = [C= f(D, L)]. Oleh karena itu, ciri khas Neraca
dari suatu bank adalah sebagai berikut:
Assets Liabilities
Rn (reserves) Dn (deposits) Ln (loans)
Dimana, Rn adalah selisih antara volume deposito (Dn) yang dapat dihimpun
oleh bank n dan volume kredit (Ln) yang telah diberikan oleh bank n. Rn terbagi dua
yaitu cadangan kas bank (Cn), yang ditransfer oleh bank n pada rekening bank
tersebut pada Bank Sentral, dan posisi (bersih) bank di pasar antar bank (Mn) yang
posisinya dapat positif atau negatif. Cn sama dengan proporsi α dari deposito. Oleh
karena itu, untuk seluruh n, maka Cn = α Dn.
Koefisien α dari cadangan wajib bank dapat digunakan Bank Sentral sebagai
instrumen kebijakan untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Secara riil, ada tiga jenis agen: pemerintah (termasuk Bank Sentral),
perusahaan, dan rumah tangga.
Peran bank umum adalah untuk mengumpulkan tabungan (S) rumah tangga
sehingga dapat membiayai kebutuhan investasi (I) perusahaan. Defisit keuangan
basis uang atau ΔMo (monetary base) digunakan bank umum untuk membiayai
cadangan wajib mereka di Bank Sentral.
Model ini mengabaikan mata uang asing, sehingga uang dianggap hanya terdiri
dari jumlah simpanan yang dikumpulkan oleh bank umum ( = ∑ Dn). Jadi, basis
uang (Mo) sama dengan jumlah cadangan bank komersial dalam rekening di Bank
Sentral (ini adalah kondisi ekuilibrium di pasar antar bank):
= Cn = αD
Dalam kerangka yang sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
2.1.3.2 Pendekatan Standar : Kredit Multiplier.
Gambar 2.2. : Hubungan Pelaku Ekonomi dengan Perbankan dalam Model Persaingan Sempurna. (Sumber : Freixas-Rochet (2008 : 72))
Dalam pendekatan ini, perubahan basis moneter (∆ ) atau perubahan atas
operasi pasar terbuka, yaitu perubahan dalam surat berharga (∆ ) memiliki dampak
langsung terhadap uang dan kredit, sehingga hasilnya sebagai berikut:
Δ = Δ = G− ΔB
α
ΔL= Δ 1−1 = ( − ) 1−1
Pengganda uang didefinisikan oleh dampak perubahan marjinal pada basis
moneter (atau operasi pasar terbuka) pada jumlah uang yang beredar:
D
= − D= 1
α > 0
Hal yang sama, pengganda kredit didefinisikan sebagai dampak terhadap kredit
berupa perubahan marjinal :
= − = 1
α−1 > 0
Permasalahannya dalam model ini adalah bahwa bank ditempatkan sebagai
pihak yang pasif. Dan kebijakan moneter menerangkan bahwa intervensi terhadap
suku bunga (r) dengan mana Bank Sentral mendanai kembali bank-bank umum (yang
secara sederhana diasumsikan menyamai suku bunga antar bank). Intervensi ini
mempengaruhi sikap dari bank-bank umum dan oleh karena itu, mempengaruhi juga
suku bunga keseimbangan atas deposito ( ) dan pinjaman ( ). Untuk menganalisis
2.1.3.3 Model Monti-Klein atas Bank Yang Monopolistik.
Asumsi persaingan sempurna mungkin tidak tampak benar-benar tepat untuk
sektor perbankan, di mana terdapat hambatan penting untuk masuk. Model
persaingan tidak sempurna (oligopoli) mungkin lebih tepat. Pada versi yang paling
sederhana, model Monti-Klein ini terpisah dari model murni kompetitif, karena
model ini menganggap perbankan bersifat monopolistik.
2.1.3.4 Model Asli Monti-Klein
Model Monti-Klein menganggap bank yang monopolistik dihadapkan pada
permintaan pinjaman L ( ) yang berslope negatif dan penawaran deposito D ( )
yang berslope positif. Sehingga, bank akan lebih baik untuk bekerja dengan fungsi
invers-nya, (L) dan (D). Variabel keputusan bank adalah L (jumlah pinjaman)
dan D (jumlah deposito) pada tingkat ekuitas tertentu.
Dan laba bank mudah diadaptasi dari model diatas. Namun bank harus pula
mempertimbangkan pengaruh L terhadap dan pengaruh D terhadap . Dimana,
bank menetapkan suku bunga r sesuai ketetapan Bank Sentral atau ditentukan oleh
tingkat ekuilibrium di pasar modal internasional:
= ( , ) = ( ) − ) + ( ( 1− )− ( ) − ( , ) .
Keuntungan bank ini, seperti sebelumnya, jumlah margin intermediasi atas
pinjaman dan atas deposito dikurangi biaya manajemen. Agar maksimal akan
ditandai oleh first order condition, menganggap bahwa cekung. First order