• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

C. Tinjauan Pustaka

Secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungan, 1 yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :

a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan

c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

d. Mampu memberi manfaat secara lestari. Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen

yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996).

Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri

Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status

1 Lingkungan adalah kumpulan dari segala sesuatu yang membentuk kondisi dan akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung baik kepada kehidupan dalam bentuk individual maupun kuminitas pada tempat tertentu. Achmad Lutfi,2009. Pengertian

Pencemaran.http://www.chem-is-try.org/materi kimia/kimia-lingkungan/pencemaran lingkungan/pengertian-pencemaran/ diakses pada tanggal 14 November 2015.

dan fungsi kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari

definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi : a) suatu wilayah tertentu

b) terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan

c) ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan

d) didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.

Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang

sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah 30 % dari luas daratan.

Undang-undang No.41 Tahun 1999 adalah undang-undang yang megatur

khusus tentang hutan dan kehutanan di Indonesia, yang meskipun dalam kelahirannya telah mendapat tantangan berbagai pihak yang akan terkena dampak pada saat itu. Dapat dipahami apabila undang-undang tersebut mendapat tantangan karena lahirnya undang-undang kahutanan saat itu adalah tidak murni atas keinginan pemerintah,

tetapi ada tekanan dari pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan.2

2 Sadino, Mengelola Hutan dengan Pendekatan Hukum Pidana :Suatu Kajian Yuridis

Dari sisi substansi hukumnya, undang-undang ini masih bersifat sentralistik dan dominan pada Pemerintahan Pusat (Menteri Kehutanan). Sebab dalam

ketentuan tersebut dinyatakan bahwa, penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana di atur dalam penjelasan undang-undang tersebut. Dalam undangundang tersebut dinyatakan bahwa Negara bukan sebagai pemilik hutan, tetapi Negara memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang

berkaitan dengan hutan dan hasil hutan, mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta engatur mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan ijin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang

kehutanan.

Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan

peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Sumber daya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu,

sumberdaya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri sendiri selalu terpelihara. Sumberdaya alam yang tidak terbaharukan harus digunakan sehemat mungkin dan diusahakan hasilnya selama mungkin. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi

industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.

Kebijakan umum pembangunan kehutanan dalam Pelita VI dituangkan di dalam GBHN 1993 sebagai berikut :

a) pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan fungsi

hutan, dan dengan mengutamakan pelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja, meningkatkan sumber dan pendapatan negara, devisa serta mengacu pembangunan daerah.

b) Pengembangan produksi hasil kayu dan non kayu diselenggarakan melalui upaya peningkatan pengusahaan hutan produksi, hutan rakyat, hutan tanaman industri dan upaya peningkatan produktivitas hutan alam yang didukung oleh penyediaan bibit hutan tanaman hutan yang unggul dan budidaya kehutanan

yang tangguh.

c) Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem, pengelolaannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan untuk menjaga dan memelihara fungsi tanah, air, udara, iklim dan lingkungan hidup serta memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

d) Upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis, konservasi tanah, rehabilitasi sungai, rawa, pelestarian gua-gua alam, karang laut, flora dan fauna langka serta pengembangan fungsi DAS ditingkatkan dan makin disempurnakan.

e) Dalam pembangunan kehutanan, keikutsertaan masyarakat di kawasan hutan sekitarnya termasuk masyarakat transmigrasi kehutanan perlu diberi peluang

dan ditingkatkan.

f) Pengusahaan hasil hutan disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya alamnya agar kelestarian sumberdaya hutan terjamin dan perusakan lingkungan dapat dicegah.

g) Pembangunan kehutanan perlu didukung dengan kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, peraturan perundangundangan, penyediaan informasi serta penelitian dan pengembangan. Pencemaran lingkungan terjadi bila daur materi dalam lingkungan hidup mengalami perubahan,

sehingga keseimbangan dalam hal struktur maupun fungsinya terganggu. Ketidakseimbangan struktur dan fungsi daur materi terjadi karena proses alam atau juga karena perbuatan manusia. Dalam abad modern ini banyak kegiatan atau perbuatan manusia untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan

teknologi sehingga banyak menimbulkan pencemaran lingkungan.3

Untuk kepentingan pengelolaan hutan agar terwujud keberlangsungan fungsi ekonomi, lingkungan dan sosial, seluruh kawasan hutan akan dibagi menjadi unit-unit kewilayahan dalam skala manajemen dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan

3 Admin, Pencemaran Lingkungan Solusi dan Permasalahannya, http://www.peutuah.com/pencemaran-lingkungan-dan-solusi-permasalahannya/. diakses tanggal 10 November 2015.

Hutan (KPH) (Pasal 17 UU Nomor 41 Tahun 1999). Kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan KPH meliputi:

1) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

2) Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang izin,

3) Pemanfataan hutan di wilayah tertentu,

4) Rehabilitasi hutan dan reklamasi, dan 5) Perlindungan hutan dan konservasi alam.4

Adanya perubahan kebijakan dan perubahan UU kehutanan, namun dalam pelaksanaannya kebijakan kehutanan yang ada membuat hutan semakin hancur, dan

carut marutnya kebijakan -kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dan banyak terdapat ketidak sinkronan peraturan-peraturan lain dengan peraturan kehutanan, sehingga sering terdapat ketidakjelasan kebijakan atau peraturan dalam suatu peraturan di lapangan.

Setiap kegiatan manusia akan menambah materi atau energi pada ligkungan. Apabila materi atau energi itu membahayakan, atau mengancam kesehatan manusia, miliknya atau sumber daya, baik langsung maupun tidak langsung dikatakan terjadi pencemaran.5

4 http://www.dephut.go.id diakses tanggal 17 November 2015

5 Daud Silalahi,Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia).Cet:3 PT.Alumni, Bandung, 2001, hlm.154

Semua hutan di wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesarbesarnya

kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut, Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengelolaan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat.

Sumberdaya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri sendiri selalu terpelihara. Sumberdaya alam yang tidak terbaharukan harus digunakan sehemat mungkin dan

diusahakan hasilnya selama mungkin. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya

Contoh kasus pencemaran lintas batas yang hingga kini masih menjadi masalah masyarakat internasional adalah kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan yang berdampak hingga kenegara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dari catatan Badan Penanganan Bencana Kalimantan Barat, sejarah

bencana kabut asap yang terbesar terjadi pada tahun 1997 juga ditetapkan sebagai bencana nasional. Tercatat kebakaran hutan terbesar dalam sejarah di Indonesia telah menghanguskan hutan sebesar 11,7 Juta hektar. Terluas di Kalimantan 8,13 Juta Ha terbakar, disusul Sumatera 2,07 Juta Ha, Papua Barat 1 Juta Ha, Sulawesi 400 ribu

Ha, dan pula Jawa 100 Ribu Juta Ha. Diperkirakan Indonesia mengalami kerugian US$10 miliar. Setelah 1997-sampai sekarang, kebakaran hutan masih terjadi, dan

kerugian demi kerugian terus diperoleh. Akibat kabut asap, aktivitas warga hampir seluruh daerah menjadi lumpuh. Seperti pihak sekolah terpaksa meliburkan siswa dalam beberapa pekan sampai kabut asap hilang. Belum lagi jasa transportasi seperti jasa pelayanan penerbangan dan bus harus memarkirkan kendaraannya di sejumlah

terminal sampai beberapa pekan lantaran jarak pandang hanya mencapai 100 meter.6 Kebakaran hutan bisa terjadi karena tiga hal yaitu : 7

a. Kedatangan musim kemarau

Cuaca yang cukup panas akan menyulut reaksi oksidasi reranting pohon

kering yang saling bergesekan, akibat gesekan inilah yang akan menimbulkan percikan api dan terjadilah kebakaran tersebut dan terdapat juga perubahan musim kemarau dan musim hujan yang kadang tidak teratur kadang datang lebih cepat dan berakhir lebih lama, hal ini berkaitan dengan gejala El

Nino-Southern Oscillation atau ENSO. b. Karena ada sumber api buatan manusia

Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi kemungkinan manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir

ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka

6 Agus Wahyuni,Cari Pawang Kabut Asap di Kalimantan Barat, http://www.borneotribune.com/sintang/cari-pawang-kabut-asap-di-kalimantan-barat.htmldiakses pada tanggal 10 November 2015.

7 Annas, Sebab Kebakaran Hutan, http://insidewinme.blogspot.com/2007/11/sebabkebakaran-hutan.html diakses tanggal 10 November 2015.

petak-petak pertanian di dalam hutan. Meskipun kebakaran telah menjadi suatu ciri hutan-hutan di Indonesia selama beribu-ribu tahun, kebakaranyang

terjadi mula-mula pasti lebih kecil dan lebih tersebar dari segi frekuensi dan waktunya dibandingkan dua dekade belakangan ini.

c. Karena ada bahan bakar.

Faktor-faktor terjadinya suatu kebakaran hutan dan lahan adalah karena

adanya unsur panas, bahan bakar dan udara/oksigen. Penyebaran api bergantung kepada bahan bakar dan cuaca. Bahan bakar berat seperti log, tonggak dan cabang-cabang kayu dalam keadaan kering bisa terbakar, meski lambat tetapi menghasilkan panas yang tinggi. Bahan bakar ringan seperti

rumput dan resam kering, daun-daun pinus dan serasah, mudah terbakar dan cepat menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran hutan.

Sangsi pidana yang terdapat dalam UU No.41 Tahun1999 yang diundangkan sejak tahun1999 banyak mengambi dari ketentuan dalam PP. No 28

Tahun 1985 tentang perlindungan hutan. PP No.28 tahun 1985 merupan Peraturan Pemerintah yang diamanahkandalam Undang-undang No. 5 tahun 1967, maka secara otomatis peraturan pemerintah tersebut tidak berlaku lagi sesuai dengan ketentuan Pasal 83 undang-undang No.41 Tahun1999. di dalam undang-undang No.41

Tahun1999 diatur tentang ketentuan pidana, ganti rugi, sanksi administrasi, dan penyelesaian sengketa terhadap setiap orang melakukan perbutaan melanggar hukum di bidang kehutanan. Dengan sangsi administrasi yang berat diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan.

Hukuman penjara yang berkaitan dengan kehutanan diatur dalam pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 28 tahun 1985 . terdapat tiga ketegori perbuatan pidana

yang dapat dihukum berdasarkan pasal 18 ayat (1), yaitu :

1) Mengerjakan atau menduduki kawasan hutan lindung atau hutan cadangan tanpa izin Mentri Kehutanan, pasal 6 ayat (1);8

2) Melakukan penebangan pohon-pohon dalam kawasan hutan lindung tanpa izin

dari pejabat yang berwenang, pasal 9 ayat (2);9 3) Membakar hutan, (pasal 10 ayat(1)10

Tindak pidana kehutanan diatur dalam Pasal 50 sebagai berikut : ayat (1) setiap orang dilarang merusak prasarana dan darana perlindungan hutan . dan ayat (2)

setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin udaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.11

Ayat (3) setiap orang dilarang : a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan

atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. Merambah kawasan hutan: c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarang sampai dengan ; 1. 500 (lima ratus) meter dari waduh dan danau ; 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3. 100 (seratus) mete

8 PP No.28 tahun1985 Pasal 6 ayat (1) Kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang dikerjakan atau diduduki tanpa izin mentri

9 Pasal 9 ayat (2)”setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

10 Pasal 10 ayat(1) Setiap orang dilarang membakar hutan kecuali dengan kewenangan yang sah .

dari kiri kanan tepi sungai ; 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang ; 6. 130 (seratus tiga puluh) kali

selisih pasang tertinggi dan pasang terendah di tepi sungai d. Membakar hutan; e. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa meliki hak atau izin dari peabat yang berwenang ; Menerima atau membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan

yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. Melakukan kegiatan penyelidik umum atau eksplorasi tau eksploitasi bahan tambang di kawasan hutan, tanpa izin Menteri ; h. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan

surat keterangan sahnya hasil hutan ; i. Mengembalakan ternak di kawasan hutan yan tidak di tunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang j. Membawa alat-alat berat atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat

yang berwenang; Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon dikawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; l. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam

kawasan hutan ; dan; m. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

2. Hutan Mangrove dan Manfaatnya

Hutan mangrove dalam pengertian yang sangat sederhana adalah hutan yang

ditumbuhi oleh pohon bakau. Akan tetapi dalam pengertian yang luas, hutan mangrove itu adalah seluruh tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar rawa-rawa perairan payau yang terletak di daerah pantai dan sekitar muara sungai. Di Kabupaten Batubara, paling tidak terdapat lebih dari 40 spesies tumbuhan yang hidup di sekitar

hutan pantai di kawasan itu.

Hutan mangrove itu memiliki manfaat yang sangat strategis dan fungsional bagi kehidupan masyarakat disekitarnya antara lain :

1. Sebagai penyangga bibir pantai dari pengikisan air laut.

2. Sebagai tempat bertelur dan berkembang biaknya spesies biota laut. 3. Sebagai sumber nutrisi terhadap hewan-hewan atau biota laut. 4. Sebagai komponen untuk bahan-bahan bangunan.

5. Sebagai bahan makanan olahan.

Akan tetapi jauh lebih penting dari fungsi itu bahwa mangrove adalah penyangga spektrum luas ekosistem disekitar wilayah hutan tersebut termasuk gugus karang, padang lamun, hamparan lumpur dan pasir. Menjaga keseimbangan dan fungsi lingkungan dan ekosistem meliputi supply dan regenerasi nutrisi daur ulang

polutan siklus air dan menjaga kualitas air. Mangrove menyediakan pertahanan penting melawan erosi pesisir dengan akarnya yang berlapis-lapis dan dapat mengubah aliran air dan mencegah hilangnya sedimen dari garis pesisir. Disamping itu dapat pula mengurangi terjangan badai, gelombang besar dan tiupan angin dari

siklon tropis. Demikian juga hutan mangrove dapat mengurangi energi gelombang saat melalui hutan mangrove dan menjadi penghalang antara gelombang dengan

lahan hutan mangrove.

Dalam beberapa literatur mangrove juga merupakan hutan dengan kandungan karbon yang terdapat di wilayah tropis. Lahan ini menyimpan lebih dari tiga kali rata-rata karbon per hektar hutan tropis darata-ratan. 12 Hutan mangrove Indonesia menyimpan

lima kali karbon lebih banyak per hektar dibandingkan dengan hutan tropis dataran tinggi. 13 Mangroves berkontribusi terhadap 10-15% sedimen simpanan karbon pesisir sementara di wilayah pesisir global hanya menyumbang 0,5%. Mangrove Indonesia menyimpan 3,14 miliar metrik ton karbon (PgC). Jumlah ini mencakup

sepertiga stok karbon pesisir global. Permukaan bawah ekosistem mangrove Indonesia menyimpan sejumlah besar karbon : 78% karbon disimpan di dalam tanah, 20% karbon disimpan di pohon hidup, akar atau biomassa dan 2% disimpan di pohon mati atau tumbang.

3. Fungsi Hutan Mangrove

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur

yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah

12 Donato, et all, Mangroves Among the Most Carbon-rich Forests in The Tropics, dalam jurnal CIFOR, Bogor, No. 12, Februari, 2012. www.cifor.org.

13 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Kompas, Jakarta, 2004.

mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove

mempunyai berbagai fungsi.

Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah

sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok,

papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan.

Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove

yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan.

Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai

tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budidaya perikanan harus rasional. Ahmad dan

Mangampa14 menyarankan hanya 20% saja dari lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

4. Upaya Pelestarian Mangrove

Tanaman mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting secara ekologi dan ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global. Dengan

demikian, keberadaan sumber daya mangrove perlu diatur dan ditata pemanfaatannya secara bertanggung jawab sehingga kelestariannya dapat dipertahankan. Inoue 15 melaporkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies vegetasi mangrove yang tersebar di 27 propinsi.

Selanjutnya Gunarto 16 melaporkan, beberapa vegetasi mangrove seperti

Osbornia octodonta, Exoecaria agalocha, Acanthus ilicifolius, Avicennia alba, Euphatorium inulifolium, Carbera manghas, dan Soneratia caseolaris mengandung

zat bioaktif yang dapat dijadikan bahan untuk penanggulangan penyakit bakteri pada

budi daya udang windu. Daerah pantai termasuk mangrove mendapat tekanan yang tinggi akibat perkembangan infrastuktur, pemukiman, pertanian, perikanan, dan industri, karena 60% dari penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai.

14 T. Ahmad dan Mangampa, The use of mangrove stands for bioremediation in clos shrimp

culture system: Proceeding of International Symposium on Marine Biotechnology, Bogor Agriculture

University, Bogor, 2000.

15 Inoue, et.al, Human and Mouse GPAA1 (Glycosylphosphatidylinositol Anchor Attachment

1) Genes: Genomic Structures, Chromosome Loci and the Presence of a Minor Class Intron. Cytogenet Cell Genet 84(3-4), 1999 hal. 199-205.

16 Gunarto, Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai, Jurnal, Riset Perikanan Budidaya Air Payau, 2001.

Diperkirakan sekitar 200.000 ha mangrove di Indonesia mengalami kerusakan setiap tahun. 17 Melihat fungsi mangrove yang sangat strategis dan semakin

meluasnya kerusakan yang terjadi, maka upaya pelestarian mangrove harus segera dilakukan dengan berbagai cara. Dalam budi daya udang, misalnya, harus diterapkan teknik budi daya yang ramah mangrove, artinya dalam satu hamparan tambak harus ada hamparan mangrove yang berfungsi sebagai biofilter dan tandon air sebelum air

masuk ke petakan tambak.

Upaya penghutanan kembali tepi perairan pantai dan sungai dengan tanaman mangrove perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Tongke-Tongke, Sulawesi Selatan. Mangrove juga dapat

dikembangkan sebagai daerah wisata seperti yang telah dilakukan di Cilacap (Jawa

Dokumen terkait