• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai

Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa posisi perempuan dalam struktur produksi tidak hanya berfungsi domestik atau komplementer terhadap peran laki-laki, tetapi semakin signifikan terkait dengan semakin luasnya keterlibatan perempuan dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat mendatangkan penghasilan untuk memperkuat daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan.

Sampai saat ini, sebagian besar perempuan cenderung diposisikan untuk berkutat di sekitar domestik yaitu melaksanakan kegiatan yang sifatnya rumahan yang tidak menghasilkan uang (unpaid worker). Pemberian upah yang rendah kepada perempuan yang bekerja di sektor publik atau produktif lebih dikarenakan masih adanya perlakuan bekerja di dalam rumah tangga tanpa bayaran dan dikuatkan dengan alasan mayoritas perempuan bekerja adalah untuk mengurangi beban tanggungan keluarga.

Konsep matripoduksi sendiri dibingkai dari padanan kata matriarki, matrilineal dan produksi yang memiliki pengertian yaitu sebagai pola pemberdayaan perempuan melalui upaya penyeimbangan peran dan posisi antar jenis kelamin dalam struktur sosial ekonomi. Matriproduksi ini dapat di telusuri, salah satunya melalui curahan waktu yang dibedakan bekerja secara mandiri penuh waktu, bekerja sambilan dan memperoleh

pendapatan, serta bekerja dengan sistem upahan. Lebih jelasnya, konsep matriproduksi digambarkan melalui skema berikut:

Bagan 2.1. Model Matrproduksi dan Perubahan Masyarakat Pantai

2.2 Manajemen Rumah Tangga

Pengertian ’’keluarga’’ dan ’’rumah tangga’’seringkali dicampuradukkan. Dalam hal ini, manajemen rumah tangga lebih meninjau keluarga sebagai sebuah lembaga maupun organisasi dan bukan sebagai hubungan kekerabatan. Kata keluarga yang dibahas disini adalah sebagai kelompok manusia yang menjadi anggota dalam sebuah rumah tangga. MATRIPRO DUKSI Perubahan Relasi Gender Nelayan (Patriproduksi ) STRATEGI dan KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WILAYAH dan MASYARAKAT PANTAI P em berd a ya a n p erem p u a n Peran Publik+Produksi Integritas Masyarakat Pantai

Rumah tangga yaitu seluruh urusan (keluarga) untuk hidup bersama dikerjakan bersama dibawah pimpinan seseorang yang ditetapkan menurut tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan keluarga adalah ayah (suami). Namun walaupun demikian, pada beberapa daerah di pedesaaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggota keluarga, ayah (suami) selalu mengajak bermusyawarah ibu (istri), serta anak-anak yang dianggap sudah mampu.

Urusan-urusan pokok untuk mendapatkan suatu kehidupan dilaksanakan keluarga sebagai unit-unit produksi yang sering kali mengadakan pembagian kerja di antara anggota-anggotanya. Jadi, keluarga bertindak sebagai unit yang terkoodinir dalam produksi ekonomi. Ini dapat menimbulkan adanya industri-industri rumah di mana semua anggota keluarga terlibat di dalam kegiatan pekerjaan atau mata pencaharian yang sama. Dengan adanya fungsi ekonomi maka hubungan di antara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja.

2.3 Perspektif Perekonoian Keluarga

Analisis alternatif mengenai peran perempuan dapat dilihat dalam tiga perspektif dalam kaitannya sebagai individu yang memiliki banyak peranan. Hubeis dalam Toety Herati Noerhadi (1990:152) menyatakan tiga perspektif yang dimaksud meliputi:

1. Peran Tradisi

Peran tradisi merupakan peran domestik yang menjadi urusan perempuan, semua pekerjaan rumah dari membersihkan rumah, memasak, merawat anak, dan hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga.

2. Peran Transisi

Peran transisi merupakan peran peralihan dari peran domestik mulai bergeser kepada peran publik yang dilakukan perempuan. Kondisi ekonomi menjadi determinan utama bagi seorang perempuan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan yang dapat membantu perekonomian keluarga.

3. Peran Kontemporer

Merupakan peran yang dijalankan perempuan tanpa menjalankan peran domestiknya. Artinya seorang perempuan hanya memiliki peran di luar rumah tangga atau yang sering kita sebut sebagai perempuan (wanita) karir. Perempuan yang terlibat dalam peran ini biasanya memilih untuk tidak menikah dan mencari nafkah hidup sendiri.

Perspektif perempuan sebagai tulang punggung keluarga menunjukkan bahwwa kaum perempuan adalah aset. Dalam hal ini, perempuan harus mempunyai kemampuan untuk melihat potensi maupun peluang yang mungkin dapat dikembangkan. Besarnya peran perempuan untuk memanfaatkan potensi merupakan pendekatan praktis yang dapat

dilakukan pada saat kondisi perekonomian keluarga memaksa perempuan memainkan peranannya sebagai penyangga ekonomi keluarga. (Sukesi, 2010)

2.4 Hasil-Hasil Penelitian mengenai Peranan Perempuan Pesisir

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan peranan perempuan pesisir dalam perekonomian nelayan antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012), dalam penelitiannya yang berjudul Peran Perempuan dalam Sistem Rumah Tangga Nelayan. Penelitian ini mengkaji tentang kegiatan dan peranan perempuan terutama istri di dua desa yaitu Desa Kwanyar Barat dan Desa Karang Agung. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki hal-hal yang bermanfaat dalam membantu suami untuk menunjang kelangsungan ekonomi rumah tangga mereka. Pada kondisi ini, istri dituntut untuk ikut berperan dalam mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mereka tidak hanya tinggal diam di rumah untuk menanti dan membelanjakan penghasilan suami mereka dari melaut.

Peranan perempuan dalam penelitian ini terlihat ketika perahu kembali dari laut dan membawa hasil tangkapan. Pada saat itu, perempuan terlibat dalam penjualan tangkapan. Di Kwanyar Barat maupun di Karang Agung, perempuan mempunyai peran yang berarti terjualnya hasil tangkapan. Pada masyarakat di kedua desa ini, bukanlah hal yang baru apabila istri terlibat dalam aktifitas dalam menambah nafkah rumah tangga. Justru keterlibatan mereka mendapa dukungan dari para suami, karena mereka (suami) melihat bahwa pekerjaan ini tidak menggangu tugas utama mereka sebagai istri dan ibu.

Penelitian Aminah Nuraini (2004) membahas mengenai peranan perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat pesisir di Muara Angke yang ditinjau dari perspektif gender. Penelitian ini terdiri dari 10 orang responden perempuan, 10 orang suami responden dan 27 anak responden. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dan jenis pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa telah banyak perempuan yang aktif dalam kegiatan produktif dan sosial kemasyarakatan. Hal ini terlihat dari total alokasi curahan waktu pada perempuan pada ketiga jenis kegiatan (peran reproduktif, peran produktif, dan sosial kemasyarakatan) yaitu sebesar 17,91 jam/hari atau sekitar 74,63% dan total curahan waktu laki-laki pada ketiga jenis kegiatan ini adalah sebesar 17,96 jam/hari atau sekitar 74,83%. Kegiatan produktif yang dilakukan perempuan berpengaruh pada penghasilan keluarga dan menyebabkan beban yang ditanggung laki-laki sebagai pencari nafkah utama keluarga lebih ringan. Dalam penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada persaingan pendapatan antara suami istri, selama tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yanti Puji, Sri Hartati, Nur Isnaeni (2008) yang berjudul Peran dan Potensi Wanita Pesisir dalam Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi Rumah Tangga di Kota Tegal. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalan bahwa wanita pesisir hampir seluruhnya bekerja untuk menambah penghasilan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Berbagai macam jenis pekerjaan dilakukan baik yang berhubungan dengan sektor perikanan maupun yang bukan sektor perikanan. Sebagian besar wanita pesisir (83%) bekerja di sektor perikanan seperti: menjadi buruh fillet ikan (57%), menjual ikan (12%), dan

sisanya bekerja di luar sektor perikanan yaitu sebesar (17%). Kontribusi penghasilan wanita pesisir ini mencapai 50% dari tingkat pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Penelitian yang juga mengkaji tentang perempuan pesisir adalah penelitian yang di lakukan oleh Achmad Mulyadi (2011) dengan penelitian yang berjudul Perempuan Madura Pesisir Meretas Budaya Mode Produksi Patriarkat. Achmad melihat perempuan pesisir dalam perspektif Gender Equality dimana perspektif ini memberikan pandangan yang luas bagi istri nelayan untuk terlibat aktif dalam kegiatan publik dengan tidak mengorbankan tanggung jawab domestiknya. Dasar dari keterlibatan mereka adalah atas kesadaran dan kemauan mereka sendiri. Keterlibatan istri dalam dunia publik, khususnya bekerja yang berkaitan dengan ikan baik menjual, menjemur, mengelola hasilnya (home industry), maupun yang lainnya, menjadi kebanggaan bagi suami. Ini disebabkan keterlibatan tersebut dapat memberi kontribusi yang bermakna bagi keluarga mereka dan dapat menopang derajat ekonomi serta kelangsungan hidup mereka sehingga kesejahteraan hidupnya menjadi meningkat.

2.5 Penyebab Kemiskinan Nelayan

Ada beberapa faktor umum yang menyebakan kemiskinan dalam keluarga nelaya susah untuk ditanggulangi. Faktor penyebab tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor secara internal dan faktor secara eksternal. Adapun faktor secara internal yaitu:

a. Kebiasaan para nelayan jika kembali dari laut dan memperoleh hasil yang melimpah sehingga memperoleh uang yang relatif cukup besar, yaitu untuk kembali melaut setelah masa istirahatnya berakhir. Mereka cenderung akan menghabiskan terlebih dahulu penghasilan yang mereka peroleh dengan bersantai-santai bersama teman dan bersama

nelayan-nelayan lain yang tidak sedang melaut. Setelah akhirnya uang yang mereka miliki habis, bahkan ada yang sampai sanggup untuk berhutang dahulu untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, barulah mereka kembali bekerja untuk mencari ikan.

b. Waktu luang yang tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ketika tidak sedang pergi ke laut nelayan cenderung menghabiskan waktunya dikedai-kedai minuman berbaur dengan teman dan sesama nelayan. Sangat sedikit jumlahnya yang mau memanfaatkan waktu luang mereka untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif untuk menambah penghasilan mereka.

Selain itu, faktor eksternal yang menjadi penyebab kemiskinan para nelayan antara lain:

a. Tingkat pengetahuan yang rendah

b. Masih kurangnya kesadaran pemerintah untuk memberikan bantuan yang tepat kepada para nelayan.

c. Faktor cuaca yang sering tidak berpihak kepada nelayan. Saat ini dengan kondisi alam yang katanya tidak menentu lagi (yang diakibatkan “global warming” atau pemanasan global), keadaan cuaca menjadi musuh nelayan. Begitu juga jika memasuki musim hujan, bila hujan turun di sertai petir dan angin maka sudah bisa dipastikan nelayan tidak akan berani pergi melaut. Saat pasang besar juga menjadi masalah tersendiri bagi nelayan, gelombang-gelombang tinggi akan mengancam nyawa nelayan sehingga menghambat niat nelayan untuk pergi mencari nafkah.

Dokumen terkait