• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam dokumen PERANAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKO (Halaman 23-37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pendapatan Nasional

Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perekonomian suatu negara adalah pendapatan nasional. Tujuan dari perhitungan pendapatan nasional ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ekonomi yang telah dicapai dan nilai output yang diproduksi, komposisi pembelanjaan agregat, sumbangan dari berbagai sektor perekonomian, serta tingkat kemakmuran yang dicapai. Selain itu, data pendapatan nasional yang telah dicapai dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang perekonomian negara tersebut pada masa yang akan datang. Prediksi ini dapat digunakan oleh pelaku bisnis untuk merencanakan kegiatan ekonominya di masa depan, juga untuk merumuskan perencanaan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan negara di masa mendatang (Sukirno, 2008).

Menurut Sukirno (2008), Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu .Terdapat beberapa cara yang digunakan dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu pendapatan nasional bruto dan pendapatan domestic bruto.

Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (UU No 33 Tahun 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik Regional Bruto” daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.

Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima daerah tersebut. Menurut UU No 33 Tahun 2004 , Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari (1) Pendapatan Asli Daerah, (2) Dana Perimbangan, (3) Lain-lain penerimaan yang sah.

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu sektor meningkat dalam jangka panjang (Arsyad,1999). Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bekerjasama mengambil inisiatif dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu mengelola potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Laoh, 2010).

Istilah pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya bahkan antara sektor satu dengan sektor lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu sektor. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu Provinsi, Kabupaten atau Kota.

Ada 2 kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan pembangunan daerah yaitu :

1. Tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya

setiap sektor secara berbeda-beda (Kuncoro, 2004).

Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah menciptakan tingkat pertumbuhan PDRB yang setinggi-tingginya, akan tetapi diikuti dengan pemberantasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual, dan penyegaran kehidupan budaya (Amalia, 2007).

2.4. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Perhitungan Pendapatan Wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai rill, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Biasanya BPS dalam menerbitkan laporan pendapatan regional tersedia angka dalam harga berlaku dan harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi sektor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Tarigan, 2005).

Menurut Sadono Sukirno (2006), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan outpu perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Terdapat pula beberapa teori penting lainnya mengenai pertumbuhan ekonomi wilayah (regional) diantaranya menurut aliran Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena sektor kemajuan tehnologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo Klasik tentang teori pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut :

1. Akumulasi modal merupakan sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi 2. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual

3. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif 4. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).

Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang tidak tepat antara lain, (a). Full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi regional dimana persoalan–persoalan regional timbul disebabkan

karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b). persaingan sempurna tidak diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial (Irawan &Suparmoko,2002).

Selain itu, teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang dikutip dari ekonomi makro/ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah dan disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dilanjutkan dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional. Teori pertumbuhan yang dikutip dari ekonomi makro adalah berlaku untuk ekonomi nasional yang dengan sendirinya juga berlaku untuk wilayah bersangkutan. Jadi, tidak mungkin mengabaikan teori tersebut, walaupun yang dibahas adalah satu wilayah tertentu. Namun demikian, dalam penerapannya harus dikaitkan dengan ruang lingkup wilayah operasinya, misalnya daerah tidak memiliki wewenang untuk membuat kebijakan sektor dan moneter, wilayah bersifat lebih terbuka dalam pergerakan orang dan barang (Tarigan, 2005).

2.5. Konsep PDRB

Penghitungan produk domestik ini lebih dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu indikator makro yang dapat menggambarkan kondisi ekonomi di suatu wilayah pada satuan waktu tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu wilayah atau daerah pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Secara konsep, estimasi penghitungan nilai PDRB menggunakan pendekatan atas dasar

harga berlaku (at current price), dan atas dasar harga konstan (at constan price). Baik PDRB harga berlaku maupun harga konstan masing-masing mempunyai interpretasi data yang berbeda (Kuncoro, 2004).

PDRB atas dasar harga berlaku adalah penghitungan PDRB berdasarkan harga tahun berjalan atau harga yang berlaku pada setiap tahun penghitungan dengan masih adanya faktor inflasi di dalamnya. PDRB atas dasar harga konstan adalah penghitungan PDRB berdasarkan harga tetap atau konstan pada tahun tertentu dengan mengabaikan faktor inflasi. PDRB atas dasar harga konstan bertujuan untuk melihat perkembangan PDRB atau perekonomian secara riil yang kenaikannya/pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan harga atau inflasi/deflasi (Kuncoro, 2004).

2.6. Sektor Pertanian dalam PDRB

Sektor pertanian sendiri terdiri dari lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan , subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan perburuan, dan subsektor perikanan.

1. Sub sektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi bahan makanan seperti padi,jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, buah-buahan, serta bahan makanan lainnya.

2. Sub sektor perkebunan mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan. Komoditi yang dicakup antara lain cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, kakao,

karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili, serat karung, tebu, tembakau, teh, serta tanaman perkebunan lainnya.

3. Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mencakup semua kegiatan pembibitan dan pembudidayaan segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilnya, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup meliputi sapi, kerbau, kambing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan peliharaan lainnya

4. Sub sektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan, akar-akaran, termasuk juga kegiatan perburuan. Komoditi yang dicakup meliputi: kayu gelondongan (baik yang berasal dari rimba maupun hutan budidaya), kayu bakar, rotan, arang, bambu, terpentin, kopal, menjangan, babi hutan serta hasil hutan lainnya.

5. Sub sektor perikanan mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya.

Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam menyediakan input, bagi sektor industri dan sektor modern lain. Sebagian besar populasi pada sektor pertanian pedesaan merupakan sumber utama bagi kebutuhan tenaga kerja yang meningkat di sektor perkotaan. Pemasukan tenaga kerja di sektor perkotaan adalah mungkin, dan disamping itu biasanya ada kenaikan penduduk di sektor perkotaan itu sendiri, tetapi tidak ada satupun dari kedua sumber ini yang dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan ekonomi sepanjang waktu. Jika ada pembatasan keluarnya tenaga kerja dari pertanian, maka pembangunan ekonomi akan timpang (Arsyad,1992).

Peranan utama pertanian adalah menyediakan tenaga kerja dan pangan yang cukup dengan harga murah untuk perkembangan industri yang dinamis sebagai sektor penting dalam semua strategi pembangunan. Tanpa pembangunan pertanian dan pedesaan, pertumbuhan industri mungkin akan mencapai kegagalan dan kalaupun berhasil akan menciptakan ketimpangan perekonomian intern, dimana meluasnya kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran akan semakin parah (Todaro, 2000).

Sektor pertanian di Indonesia memiliki kemampuan dalam mengisi pembangunan yang dipercayai dapat menjamin pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sektor pertanian dapat memenuhi beberapa syarat utama sebagai sektor andalan, yaitu tangguh, progresif dan ukurannya cukup luas dan responsif. Ketangguhan sektor pertanian diindikasikan oleh kemampuan dalam memberi kontribusi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja pada masa krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Sektor pertanian berpotensi progresif

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional jika didukung kebijaksanaan yang tepat (Daniel, 2002).

2.8. Teori Basis Ekonomi

Teori Basis Ekonomi (Economic BaseTheory) adalah salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah Demikian juga dengan usaha-usaha lokal tetapi memiliki langganan dari luar wilayah dapat dikategorikan sebagai kegiatan basis (Tarigan, 2005).

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam sektor itu maupun ke luar negeri. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis.

Potensi sumber daya dapat dikatakan sektor basis apabila keberadaannya telah dapat dimanfaatkan sebagai komponen penting dalam mendukung proses pengembangan daerah yang bersangkutan, sehingga kelebihan kapasitas produksi dari sektor ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah akan sumber daya yang tidak dimiliki (Warpani, 1984 dalam Komalig, 2011).

Menurut Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Dalam kasus lapangan kerja, besarnya perubahan lapangan kerja total untuk setiap satu perubahan lapangan kerja di sektor basis disebut juga pengganda basis. Nilai pengganda basis lapangan kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

total lapangan kerja

Pengganda Basis =

lapangan kerja basis

Dalam menggunakan ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan sektor basis. Dalam hal pendapatan, nilai pengganda basis yang diperoleh dinamakan pengganda basis pendapatan (income base multiplier) (Tarigan,2005).

2.10. Cara Memilih Kegiatan Basis Dan Non Basis

Ada beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan kegiatan nonbasis, antara lain:

1) Metode Langsung

Metode langsung dapat dilakukan dengan survey langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.

2) Metode Tidak Langsung

Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode asumsi. Dalam metode asumsi, berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan nonbasis.

3) Metode Campuran

Metode campuran merupakan metode gabungan antara metode asumsi dengan metode langsung. Dalam metode campuran diadakan sektor pendahuluan yaitu pengumpulan data sekunder, biasanya dari instansi pemerintah atau lembaga pengumpul data seperti BPS.

4) Metode Location Quotient (LQ)

Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan

LocationQuotient (LQ). LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak sektor yang diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan)

dan jumlah lapangan kerja. Berikut ini rumus LQ dengan menggunakan nilai tambah (tingkat pendapatan) (Sumber: Tarigan, 2005):

……..…………...(1)

Keterangan:

l1 = Jumlah PDRB suatu sektor kabupaten/kota e = Jumlah PDRB seluruh sektor kabupaten/kota L1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat Provinsi E = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat Provinsi

Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di daerah itu lebih menonjol dari pada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor itu di daerah tersebut lebih kecil daripada peranan sektor tersebut secara nasional. LQ > 1 menunjukkan bahwa peranan sektor I cukup menonjol di daerah tersebut dan seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus akan produk sektor I dan mengekspornya ke daerah lain. Daerah itu hanya mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisien. Atas dasar itu LQ > 1 secara tidak langsung sektor petunjuk bahwa daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk sektor I dimaksud.

Dalam dokumen PERANAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKO (Halaman 23-37)

Dokumen terkait