• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003,

Pencucian uang merupakan perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.14

Money laundering is the process by which one counceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate”.

Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius, baik terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan. Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana multi dimensi dan bersifat transnasional yang seringkali melibatkan jumlah uang yang cukup besar.

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money laundering”. Apa yang dimaksud dengan money laundering, memang tidak ada defenisi yang universal, baik negara-negara maju maupun negara-negara dunia ketiga masing-masing mempunyai defenisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun, para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering dengan pencucian uang.

Pengertian pencucian uang (money laundering) telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, “money laundering” adalah:

15

14

Lihat UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.

15

Sarah N. Welling, “Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law”. Dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Money Trail (Confiscation of Proceed of Crime. Money Laundering and Cash Transaction Reporting), Sydney: The Law Book Company Limited, 1992, hal. 201 dikutip dalam buku Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 10.

(pencucian uang merupakan suatu proses dengan yang mana keberadaan sumber yang tidak resmi, atau asal

mula pendapatan yang ilegal, dan pendapatan disamarkan seolah-olah merupakan sumber yang sah)

Sedangkan Fraser mengemukakan bahwa:

Money laundering is quite simple the process through with ‘dirty’, money proceed of crime, is washed through ‘clean’ or legitimate sources and interprises so that the ‘bad guys’ may more safe enjoy their ill gotten gains”.16

Money laundering is the concealment of the existence, nature of illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”.

(Pencucian uang adalah suatu proses sederhana yang sama sekali dilalui dengan cara kotor, uang diproses dengan tindak kejahatan, dicuci sampai bersih atau sumber yang sah sehingga ditafsirkan menjadi sesuatu yang tidak baik bisa dikatakan menikmati uang yang tidak halal).

Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and Materials, defenisi “money laundering” diberikan pengertian sebagai berikut:

17

Money laundering is the conversion of transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature and origin of the property from government authorities”.

(Pencucian uang adalah merahasiakan keberadaan sumber dana yang gelap dengan cara ilegal sehingga dana tersebut seolah-olah tampak sah jika ditemukan).

Demikian juga dengan Department of Justice Kanada mengemukakan bahwa:

18

Dalam Statement on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundering yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988,

Basle Committee tidak memberikan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan “money laundering”, tetapi menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan

money laundering itu dengan memberikan beberapa contoh kegiatan yang (pencucian uang merupakan suatu perubahan mentransfer hak milik, yang diketahui hak tersebut diperoleh dari kegiatan kejahatan, dengan tujuan untuk menyamarkan sumber yang gelap dan seolah-olah asli miliknya dari kekuasaan pemerintah).

16 Ibid. 17 Ibid, hal. 11. 18 Ibid.

tergolong kegiatan-kegiatan yang dimaksud money laundering. Dalam

statementnya telah disebutkan bahwa kejahatan dan rekanan mereka menggunakan sistem keuangan untuk membuat perpindahan dan pembayaran dana dari satu rekening kepada yang lain; untuk menyembunyikan sumber dari kepemilikan uang diuntungkan; dan untuk menyediakan penyimpanan untuk catatan bank melalui suatu fasilitas deposito aman. Aktivitas ini biasanya dikenal sebagai pencucian uang.19

Demikian juga dengan yang dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary20

Dari beberapa defenisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang sah.

, Money Laundering diartikan sebagai berikut:

Term used to describe investment or other transfer of money flowing from raceklteering, drug transactions, and either illegal sources into legitimate channels so that its original source can not be traced”. (Istilah yang digunakan untuk menguraikan investasi atau perpindahan uang lain yang mengalir dari transaksi obat/racun, dan yang manapun sumber tidak sah ke dalam saluran sah sedemikian sehingga sumber yang aslinya tidak bisa diusut).

19

Ibid, hal. 12.

20

Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money laundering

atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.21

21

Ibid, hal. 16.

2. Objek Pencucian Uang

Objek pencucian uang yang tertera pada Pasal 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 yaitu:

“Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau nilai yang setara, yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, narkotika, psikotropika, perdagangan budak; wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan kejahatan tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.”

Jadi hasil tindak pidana tersebut harus berjumlah Rp500.000.000,00 atau lebih, jadi apabila tidak memenuhi jumlah nominal yang ditentukan tidak termasuk dalam tindak pidana pencucian uang.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 pada Pasal 2 ayat 1 yaitu:

“Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia”.

Jadi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang baru ditambahkan beberapa ketentuan hasil tindak pidana yang berjumlah keseluruhannya menjadi 25 butir.

3. Pengertian Ekstradisi dan Unsur-Unsur Ekstradisi

Banyak para pakar hukum mengemukakan pendapat mengenai ekstradisi diantaranya,

L. Oppenheim menyatakan pengertian ekstradisi merupakan:

Extradition is the delivery of an accused or convicted individual to the state on whose territory he is alleged to have commited, or to have been convicted of, acrime by the state on whose territory the alleged criminal happens for the time to be”.22

“Istilah ekstradisi menunjuk kepada proses di mana berdasarkan traktat atau atas dasar resiprositas suatu negara untuk menyerahkan kepada negara lain atas permintaanya seseorang yang dituduh atau dihukum karena melakukan tindak kejahatan yang dilakukan terhadap hukum negara yang mengajukan permintaan, negara yang meminta ekstradisi memiliki kompetensi untuk mengadili tertuduh pelaku tindak pidana tersebut”.

(Ekstradisi ialah suatu penyerahan si tertuduh atau terhukum kepada suatu negara, tentang kejahatan yang dituduhkan di wilayah yang dilakukan pada saat kejadian tersebut).

J.G. Starke, menyatakan sebagai berikut:

23

Menurut I Wayan Parthiana,

22

L. Oppenheim, International Law, a treatise, 8th edition, 1960, hal. 696 dikutip dalam buku I Wayan Parthiana, Op.cit hal. 16.

23

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Edisi Kesepuluh Jilid 2, hal. 469.

“Ekstradisi ialah penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seorang yang dituduh melakukan tindak pidana kejahatan (tersangka, tertuduh, terdakwa) atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang dilakukannya (terhukum, terpidana), oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi kepada negara yang menuduh atau menghukum sebagai negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut, dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya”.24

“Ekstradisi ialah suatu proses penyerahan tersangka atau terpidana karena telah melakukan kejahatan yang dilakukan secara formal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan tersebut”.

Menurut M. Budiarto,

25

Unsur subyek hukumnya, yaitu subyek-subyek hukum yang terlibat dalam suatu kasus ekstradisi yang terdiri atas; negara peminta dan negara diminta.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, pengertian ekstradisi ialah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.

Adapun unsur-unsur ekstradisi berupa: a) Unsur subyek hukumnya

26

24

I. Wayan Parthiana, Op.cit, hal. 15.

25

M. Budiarto, Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Azasi Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hal. 13.

26

I Wayan Parthiana, Ekstradisi Dalam Hukum Internasional Modern, Yrama Widya, Bandung, 2009 hal. 39.

Negara peminta sebagai negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya, negara ini bisa hanya satu negara saja atau bisa lebih dari satu

negara, sebab dalam kenyataannya ada kejahatan yang dilakukan oleh seseorang bisa tunduk pada yurisdiksi lebih dari satu negara atau seseorang melakukan berbagai macam kejahatan yang masing-masing tunduk pada yurisdiksi lebih dari satu negara. Jadi, negara ini berkedudukan sebagai negara atau pihak yang meminta.

Negara diminta sebagai tempat si pelaku kejahatan (tersangka, tertuduh, terdakwa, ataupun terhukum) itu berada, negara diminta ini boleh jadi sebagai negara yang memiliki yurisdiksi atas kejahatan tersebut atau boleh sama sekali tidak memiliki yurisdiksi. Negara ini disebut negara diminta, negara diminta ini memainkan peranan sentral dalam masalah ekstradisi sebab ditangannyalah nasib orang yang diminta itu akan ditentukan.

b) Unsur obyek hukumnya

Yaitu orang atau individu si pelaku kejahatan sebagai orang yang diminta. Sebagai orang yang diminta, boleh jadi dia berstatus sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa, ataupun sebagai terhukum.27

Unsur ini meliputi tata cara untuk mengajukan permintaan dengan segala persyaratannya, tata cara untuk memberitahukan apakah permintaan itu

Dalam hubungan ini kedudukannya adalah sebagai obyek atau sasaran dari permintaan negara peminta kepada negara diminta maupun sebagai obyek dari pengekstradisian atas dirinya oleh negara diminta kepada negara peminta, apabila permintaan negara peminta itu dikabulkan oleh negara diminta.

c) Unsur tata cara atau prosedur

27

dikabulkan ataukah ditolak dan jika dikabulkan selanjutnya adalah tata cara untuk menyerahkan orang yang diminta. Dengan demikian, ada suatu prosedur atau tata cara atau formalitas tertentu yang harus dipenuhi atau diikuti oleh kedua pihak. Itulah sebabnya permintaan ataupun penyerahannya lazim disebut permintaan ataupun penyerahan yang dilakukan secara formal.28

Hal ini harus berawal dari negara yang memiliki yurisdiksi atas si pelaku kejahatan ataupun atas kejahatan yang dilakukannya, disebabkan karena negara inilah yang berkepentingan untuk mengadili ataupun menghukum si pelaku kejahatan yang berada di wilayah negara diminta. Jadi, negara itulah yang harus pertama-tama berinisiatif untuk mengajukan permintaan kepada negara yang belakangan, supaya negara menyerahkan si pelaku kejahatan atau orang yang diminta yang berada di dalam wilayahnya.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa prosedur atau tata cara tersebut dilakukan melalui saluran diplomatik, tegasnya melalui saluran resmi dari negara ke negara atau antarnegara. Hal itu bukanlah ekstradisi, melainkan cara-cara lain di luar ekstradisi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ekstradisi ini adalah masalah antarnegara.

29

Negara tempat si pelaku kejahatan itu berada tidak boleh menangkap ataupun menahan orang yang bersangkutan, sepanjang keberadaannya di negara itu tidak bertentangan dengan hukum ataupun kepentingan nasional dari negara Jika tidak ada permintaan dari negara itu maka tidak akan ada kasus ekstradisi atas orang yang bersangkutan antara dua negara.

28

Ibid, hal. 41.

29 Ibid.

itu. Negara yang bersangkutan hanya boleh menangkap dan menahan orang tersebut apabila kejahatan yang dilakukannya itu juga tunduk pada yurisdiksinya dan negara itu bermaksud untuk mengadili sendiri orang tersebut berdasarkan hukum nasionalnya sendiri.

Masalah ekstradisi baru muncul, jika negara yang memiliki yurisdiksi atau negara peminta mengajukan permintaan secara formal kepada negara tempat si pelaku kejahatan itu berada atau negara diminta, supaya menyerahkan orang tersebut kepadanya. Negara diminta setelah menerima permintaan negara kemudian mempertimbangkannya untuk selanjutnya mengambil keputusan apakah permintaan negara peminta itu akan dikabulkan atau ditolak.

d) Unsur maksud dan tujuan

Permintaan negara peminta ataupun penyerahan oleh negara diminta atas diri orang yang diminta adalah dengan maksud dan tujuan untuk mengadilinya atas kejahatan yang telah dilakukannya yang menjadi yurisdiksi dari negara peminta, atau jika dia sudah berstatus sebagai terhukum adalah dengan maksud dan tujuan untuk pelaksanaan hukuman atau sisa hukumannya di negara peminta.30

Semua unsur di atas tersebut, haruslah didasarkan pada suatu dasar atau landasan hukum supaya legalitasnya benar-benar terjamin. Dasar atau landasan Jika hal itu sudah berhasil dilakukan berarti maksud dan tujuan dari ekstradisi itu sudah tercapai.

e) Unsur dasar atau landasan hukum

I

hukumnya bisa berupa perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya antara kedua pihak atau jika perjanjian ekstradisi itu belum ada, sepanjang para pihak bersedia dapat didasarkan atas hubungan baik secara timbal balik.31

1. Jenis Penelitian

Apabila para pihak (negara peminta dan negara diminta) sebelumnya sudah terikat dalam suatu perjanjian ternyata pada suatu waktu menghadapi suatu kasus ekstradisi, penyelesaiannya haruslah berdasarkan pada perjanjian tersebut. Sebaliknya jika para pihak belum terikat pada perjanjian ekstradisi dan menghadapi kasus ekstradisi, jika para pihak setuju, proses atau prosedurnya itu dapat didasarkan atas hubungan baik dengan mengacu pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum tak tertulis tentang ekstradisi.

Dokumen terkait