• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Tinjauan Pustaka

. Peran mahasiswa sebagai masyarakat muda dinilai sesuai untuk berkontribusi dalam meningkatkan jumlah donor darah sukarela dan dalam meningkatkan ketersediaan darah.Mahasiwa dapat berperan secara langsung dengan menjadi donor darah sukarela secara berkala, bisa juga secara tidak langsung dengan mengajak atau mempromosikan aksi donor darah sukarela kepada masyarakat luas.Sebagai mahasiswa yang mungkin dianggap telah paham tentang manfaat dan pentingnya donor darah, diharapkan memiliki sikap yang positif terhadap aksi donor darah.Namun penerapannya, donor darah oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari masih belum terbukti.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana persepsi mahasiswa tentang donor darah, yang dapat menggambarkan seperti apa pengetahuan dan pemahaman mereka tentang donor darah, bagaimana pandangan mereka terhadap donor darah, sehingga terlihat bagaimana partisipasi mereka, dan kendala-kendala apa saja dalam donor darah.

1.2.1 Konsep Budaya

Konsepsi budaya atau kebudayaan merupakan konsep paling asli atau baku, paling pokok atau dasar, dan paling utama atau penting dalam studi antropologisepanjang sejarah perkembangannya.Kata budaya atau kebudayaan dalam

10

http://zoneofimajinasifisipusu.blogspot.com/2013/11/donor-darah-menyambut-hari-waisak-2557.html?m=1

bahasa Indonesia disamakan pengertiannya dengan culture dalam bahasa Inggris. Koentjaraningrat(1996:72)mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.Ada juga definisi kebudayaan berbau psikologi yang perlu ditinjau yakni yang dirumuskan oleh R.Linton (dalam Keesing 1989), yakni kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku kebiasaan berbagi dan ditunjukkan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

Untuk memudahkan pemahaman kita tentang konsep kebudayaan yang

mencakup semua wujud kehidupan manusia yang kompleks ini, maka tepatlah menggunakan analisis tiga wujud kebudayaan dari Koentjaraningrat, yakni:

1. wajud ide/gagasan (mencakup seluruh komponen pengetahuan, pendapat, nilai, norma, kepercayaan),

2. wujud tindakan (segala yang dilakukan manusia secara terpola), dan

3. wujud material (keseluruhan benda-benda fisik buatan manusia yang digunakan bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya).

Lalu kebudayaan masyarakat manusia dalam tiga wujud tersebut dibagi dalam bagian-bagian umum kebudayaan (cultural universal), yakni sistem-sistem pengetahuan, bahasa, organisasi sosial, mata pencaharian, alat-peralatan hidup, kesenian, dan religi atau sistem kepercayaan. Dikatan sebagai unsur umum kebudayaan karena unsur-unsur ditemukan dalam semua suku bangsa atau bangsa dalam semua masa.

Pada mulanya, menurut Shobirin (Koentjaraningrat, 1980), culture dalam bahasa Inggris dihubungkan dengan aktivitas dengan teknologi mengolah lahan,

beternak hewan, dan mengeksploitasi sumberdaya alam. Lambat laun konsep tersebut diperluas oleh ilmuan sosial budaya, khususnya ahli antropologi, pada semua bidang kehidupan manusia yang dipelajari, dikembangkan, dan dipertahankan bagi pemenuhan kebutuhan dan eksistensi masyarakat.

Budaya terdiri dari pola berpikir dan bertindak yang khas mencakup nilai, kepercayaan, organisasi politik dan aktivitas ekonomi yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya bukan melalui bawaan gen (biological inheritance,melainkan melalui proses belajar. Proses belajar yang dimaksudkan yakni proses internalisasi (penanaman sikap kepribadian budaya), sosialisasi (pembelajaran pola tindakan), dan enkulturasi (pembelajaran pengetahuan) yang dilakukan oleh individu mulai dari lahir hingga meninggal.

Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan manusia dalam kehidupannya adalah dari proses belajar. Menurut Spradley sendiri pengetahuan yang tertata dalam diri manusia yang diperoleh melalui proses belajar merupakan kebudayaan. Lebih jelasnya lagi Spradley mendefenisikan kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang kemudian mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka11

Goodenough mendefinisikan kebudayaan sebagai sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem, konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia (dalam Keesing, 1989: 68-69). Budaya dengan demikian, menurutnya, mengacu pada hal-hal yang dipelajari

.

11

Defenisi tersebut ditulis ulang oleh Marzali dalam pengantar pada buku Metode Etnografi oleh james Spradley pada bagian pengantar ini Marzali menjelaskan secara singkat tentang apa itu etnografi sampai perkembangan metode dalam etnografi.

manusia, bukan pada hal-hal yang manusia kerjakan dan perbuat (dalam Keesing, 1989).

1.2.2 Konsep Persepsi 1.2.2.1 Pengertian persepsi

Alam sekitar manusia terdapat berbagai hal yang diterimanya melalui panca inderanya serta melalui alat penerima yang lain, misalnya getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin), dan lain-lain, yang masuk ke dalam berbagai sel di bagian-bagian tertentu dari otaknya. Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, sehingga getaran-getaran dan tekanan-tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang menjadi suatu gambaran tentang lingkungan sekitarnya, dan dalam antropologi seluruh proses akal manusia yang sadar itu disebut persepsi (Koentjaraningrat, 1996:99).

Walgito (2004:70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu stimulus, hasil persepsi akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan arah yang

berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya.

Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negative ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita.

File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006:118)

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007:51) persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, menurut Suharman (2005:23) persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

Persepsi orang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh sejauh mana pemahamannya terhadap objek. Persepsi yang belum jelas atau belum dikenal sama sekali tidak mungkin akan memberikan makna. Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap individu di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik lewat penglihatan, pandangan penghayatan, perasaan dan penciuman. Sementara yang dimaksud dengan proses kognisi adalah proses atau kegiatan mental yang sadar seperti berpikir, mengetahui memahami dan kegiatan

konsepsi mental seperti sikap, kepercayaan dan pengharapan yang kesemuanya merupakan penentu atau dipengaruhi perilaku (Toha, 1983:138)

Wirawan ( 1995 : 77 ), menjelaskan bahwa proses pandangan merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan dan kemudian diproses dalam alam kesadaran ( kognisi ) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman masa lampau, minat, sikap, intelegensi, dimana hasil atau penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.

Persepsi itu tergantung pada proses berpikir atau kognitif seseorang, sehingga bisa saja persepsi antara satu orang dengan orang lainnya berbeda terhadap hal yang sama, tergantung pada kemampuan selektivitas informasi yang diterima setelah diolah ternyata bermakna positif maka seseorang mendukung informasi yang diterima, tetapi bila negatif maka yang terjadi sebaliknya.

1.2.2.2 Jenis-jenis Persepsi

Menurut Bjorklund proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya, persepsi visual merupakan topic utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.

2. Persepsi auditori

3. Persepsi perabaan

Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. 4. Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.

5. Persepsi pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.12

1.2.2.3 Syarat terjadinya persepsi

Syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut (Sunaryo, 2004:98): a. Adanya objek yang dipersepsi

b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagi suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

c. Adanya alat indera/ reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Syaraf sensoris sebagi alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

Menurut Walgito (2004:70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

12

b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebahai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang

c. Perhatian

Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu kumpulan objek.

1.2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal.Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor Eksternal a. Kontras

Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik warna, ukuran, bentuk dan gerakan.

Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.

c. Pengulangan (repetition)

Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita. d. Sesuatu yang Baru (novelty)

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.

e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian seseorang.

2. Faktor Internal

a. Pengalaman atau Pengetahuan

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.

b. Harapan (expectation)

Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membelii sepeda motor, tetapi ia akan merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.

d. Motivasi

Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. e. Emosi

Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan semuanya serba indah.

f. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja.

Menurut Toha (1983:154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a. Faktor eksternal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian(fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.

b. Faktor internal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.

Robbins ( 2001 : 89 ) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :

1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.

2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip.

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.

Menurut Walgito (2004:56-57) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:

1. Faktor individu, yang meliputi:

a. Perhatian. Baik perhatian spontan maupun perhatian tidak spontan; dinamis atau statis

b. Sifat struktural individu; simpati atau antipati c. Sifat temporer individu; emosional atau stabil d. Aktivitas yang sedang berjalan pada individu.

2. Faktor stimulus (rangsangan). Stimulus akan dapat disadari oleh individu, bila stimulus itu cukup kuat. Bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, tetapi bila stimulus tidak cukup kuat, maka stimulus itu tidak akan dipersepsi oleh individu yang bersangkutan, dan ini bergantung pada: intensitas (kekuatan) stimulus; ukuran stimulus; perubahan stimulus; ulangan dari stimulus; pertentangan atau kontras dari stimulus.

Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsikan suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat

jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu,perbedaan pengalaman, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya.

1.2.2.5 Proses Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi menurut Walgito (2004: 108) terdiri dari tahap-tahap berikut:

1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.

2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui syaraf-syaraf sensoris.

3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.

4. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

Sedangkan menurut Toha (1983:145) proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan yaitu:

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

b. Registrasi

Dalam proses registrasi, ssuatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengar atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang berkirim kepadanya tersebut.

c. Interpretasi

Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang.

Mencermati proses terbentuknya persepsi masyarakat dapat dikemukakan bahwa seseorang diawali oleh adanya rangsangan (stimulus) yang diterima oleh alat indera atau reseptor, kemudian melalui proses persepsi sesuatuyang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan.

1.2.3 Konsep Partisipasi 1.2.3.1 Pengertian Partisipasi

Keberhasilan dalam upaya peningkatan jumlah stok darah sangat diperlukan partisipasi dari masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, akan sulit untuk memenuhi kebutuhan darah. Semakin banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi, maka akan semakin terpenuhi kebutuhan akan darah. Partisipasi masyarakat tidak terlepas pada

bagaimana persepsi mereka terhadap donor darah. Dalam hal ini Koentjaraningrat (dalam Joesoef, 1997: 29) mengatakan cara-cara yang ditempuh agar masyarakat mau berpartisipasi dalam program pembangunan adalah jika masyarakat diberitahu bahwa program tersebut nantinya akan berguna bagi mereka atau jika mereka diberitahu tentang tujuan program tersebut. Partisipasi yang dilandaskan pada pengetahuan dan kegunaan program bagi diri individu biasanya akan menghasilkan partisipasi yang spontan sifatnya. Adanya informasi sebagai salah satu faktor dalam menarik partisipasi masyarakat dalam kegiatan suatu program dirasakan penting terutama dalam hal memperkenalkan atau menyebarkan suatu ide baru.

Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama (Ach. Wazir Ws dalam Jamal, 2011:1).

Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan. Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara berbagai aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, kemadirian dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi teknologi dan infrastrusktur kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

1.2.3.2 Aspek-aspek Partisipasi

Partisipasi dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek (Dusseldorp, 1981, dalam Euis Sunarti) :

1. Tingkat keterlibatan

Berdasarkan tingkat keterlibatannya, partisipasi dibedakan lagi menjadi partisipasi bebas, partisipasi dipaksa, dan partisipasi biasa.

a. Partisipasi bebas digunakan bagi seorang individu yang melibatkan dirinya sendiri secara sukarela dalam aktivitas partisipasi spesifik. Partisipasi bebas dapat dibagi lagi menjadi partisipasi spontan dan partisipasi yang dibangkitkan. Seseorang dikatakan berpartisipasi spontan bila berpartisipasi atas pendiriannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh program penyuluhan dari suatu institusi maupun individu, sebaliknya seorang dikatakan berpartisipasi yang dibangkitkan jika keikutsertaannya setelah dia diyakinkan melalui program penyuluhan atau pengaruh orang lain dari suatu institusi maupun individu.

b. Partisipasi dipaksakan dibedakan lagi menurut sumber pemaksaan melalui hukum dan pemaksaan sebagai akibat kondisi sosial ekonomi.

c. Partisipasi biasa digambarkan untuk keikutsertaan seseorang yang paling tidak dalam esbagian waktunya, untuk memilih pola partisipasinya, sehubungan dengan fakta seseorang dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, dalam suatu keluarga dari kelas tertentu, kasta, suku bangsa atau ras dan dalam suatu area.

2. Cara keterlibatan

Berdasarkan cara keterlibatannya, partisipasi dapat dibedakan menjadi partisipasi langsung dan tak langsung.

a. Partisipasi langsung digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan seseorang secara langsung dalam proses partisipasi seperti mengikuti

pertemuan, diskusi, menyediakan tenaga kerjanya untuk proyek, memberikan suara bagi calon yang akan mewakilinya di luar kelompoknya.

b. Partisipasi tak langsung digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan seseorang yang mewakilkan hak berpartisipasinya (sebagai contoh dalam pengambilan keputusan) ke orang lain yang kemudian dapat mewakilinya dalam aktivitas partisipatif pada tingkat yang lebih tinggi.

3. Keterlibatan dalam berbagai tahap proses pembangunan yang direncakan. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi pada seluruh tahap dan partisipasi pada sebagian tahap.

4. Tingkat organisasi

Berdasarkan tingkat organisasinya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi terorganisasi dan tak terorganisasi.

a. Partisipasi terorganisasi digunakan jika struktur organisasi dan satu set prosedur dikembangkan dalam proses persiapannya. Organisasi dapat diformalkan lebih tinggi dengan menggunakan peraturan dan hukum. Berdasarkan hal tersebut partisipasi terorganisasi dibedakan lagi menjadi berorganisasi formal dan terorganisasi tidak formal.

b. Partisipasi tidak terorganisasi digunakan jika keikutsertaan seseorang karena kondisi darurat atau kejadian khusus. Hal ini dapat menjadi awal dari partisipasi terorganisasi.

5. Intensitas Aktivitas Partisipasi

Berdasarkan intensitas aktivitasnya,, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi intensif dan partisipasi ekstensif. Partisipasi dikatakn intensif jika frekuensi aktivitas partisipasinya tinggi seperti pertemuan setiap minggu, pertemuan

kelompok regular untuk membangun aktivitas tertentu.Partisipasi dikatakan ekstensif jika aktivitas partisipasinya dilakukan secara tidak teratur dan dengan internak yang luas.

6. Kisaran Aktivitas yang Dapat Dijangkau

Berdasarkan kosaran aktivitas yang dapat dijangkau, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi tidak terbatas dan partisipasi terbatas.

a. Partisipasi dikatakan tak terbatas jika seluruh usaha yang dapat dikontrol manusia, mempengaruhi komunitas tertentu, dapat dikontrol oleh aktivitas partisipasi dari anggota komunitas tersebut.

b. Partisipasi terbatas digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika melalui aktivitas partisipasi, hanya sebagian aspek kehidupan (sosial, politik, lingkungan fisik dan administrative) yang dapat dipengaruhi.

7. Tingkat Efektifitas

Berdasarkan tingkat efektifitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi efektif dan partisipasi inefektif.Partisipasi efektif digunakan jika aktivitas partisipasi menghasilkan terealisasinya seluruh tujuan, sedangkan partisipasi inefektif terjadi jika tidak ada, atau hanya sedikit dari tujuan yang terealisasi. 8. Siapa yang Berpatisipasi

Berdasarkan pelaku yang berpartisipasi dapat dibedakan menjadi anggota komunitas local (penduduk, pemimpin), anggota pemerintahan, dan pihak luar. 9. Tujuan dan Gaya Patisipasi

Berdasarkan tujuan dan gayanya (style), partisipasi dapat dibedakan menjadi partisipasi dalam pembangunan daerah, partisipasi dalam perencanaan sosial, dan partisipasi dalam kegiatan sosial.Model praktik organisasi komunitas identik

dnegan pembangunan komunita dan bertujuan melibatkan masyarakat dalam

Dokumen terkait